"Apakah sampai detik ini kau masih belum ingat aku?" Athalia bertanya, entah pada siapa.
Mungkin pada angin malam yang masuk melalui jendela kamarnya yang sengaja ia buka. Angin itu menelisik dan menggoyangkan sedikit rambutnya. Mungkin juga pertanyaan itu ia tujukan pada sebuah kalung berlian berbandul biru di tangannya. Kalung itu, kalung yang dulu pernah diberikan oleh Mahesa padanya, tepat ketika acara ulang tahun perusahaan. Si pemberi kalung itu memberikan banyak kenangan pahit dan manis dalam hidup Athalia. Dan sialnya, malam ini Athalia merasa rindu. "Sebenarnya aku bisa saja menjual kalung ini saat sedang mengalami kesulitan ekonomi setelah kami diusir. Apalagi kalung ini harganya sangat mahal. Tapi aku tidak melakukannya. Karena kalung ini sangat berharga bagiku. Dan aku berjanji, akan selalu menyimpannya dengan baik. Kalung ini pernah menjadi simbol ketulusanmu, saat kata cinta terucap untuk yang pertama kaPertanyaan itu langsung terjawab ketika tak berselang lama, Athalia kembali masuk ke dalam mobil."Sudah selesai, Nona?""Sudah, Pak. Ayo jalan lagi!"Dirly kembali menunduk dan mengalihkan pandangannya dari Athalia. Tapi, meski begitu, tadi ia sempat melihat benda apa yang Athalia bawa masuk ke dalam mobil."Ice cream?" Athalia membeli dua cup ice cream dan sekarang ia sedang menyodorkan salah satunya pada Dirly.Dirly menoleh, sejenak menatap pada ice cream di tangan Athalia.Tapi kemudian matanya terangkat hingga bertemu dengan kedua bola mata Athalia yang cokelat muda."Ambil saja, aku tahu kalah kau sangat suka dengan ice cream." Athalia sedikit menggoyangkan cup ice cream yang ia sodorkan pada Dirly.Dirly mengangguk, lalu meraih ice cream itu dari tangan Athalia."Terima kasih, Tante." sekarang sudah tak terdengar lagi sebutan mama untuk Athalia.Membuat Athalia menar
Tawa Mahesa yang berderai itu, seakan menular pada Dean.Dean terkekeh seraya menggeleng-gelengkan kepalanya."Dia pasti sangat menggemaskan," ucap Mahesa mengenai Dirly.Dean mengangguk setuju."Ya, begitulah. Kata orang, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya." Dean berseloroh.Mahesa kembali tertawa, kali ini sambil memijiti keningnya.Dean meraih air minum di samping piringnya, kemudian meneguknya."Oh ya, bagaimana kabar istrimu? Aku belum pernah bertemu dengannya karena waktu itu tidak bisa hadir di pernikahan kalian."Pertanyaan Mahesa berhasil membuat gerakan meneguk Dean terhenti.Dean menjauhkan gelas dari bibir, matanya menatap nyalang, lalu senyum tipis penuh kekecewaan tersungging di bibirnya."Alma ... Dia sudah meninggal setelah melahirkan Dirly," jawab Dean.Terlihat raut terkejut di wajah Mahesa."Maaf, aku tidak tahu kalau-""Bu
Marah? Untuk apa Papa marah?" Dean menaikan sebelah alisnya.Ucapannya membuat Dirly berani mengangkat kepalanya dan menatap bola mata Dean.Sebenarnya, Dean sudah tahu dari Athalia apa alasan Dirly memukuli teman sekelasnya.Dean menganggap bahwa Dirly tak bersalah. Jadi ia tak akan mungkin memarahi orang yang tak melakukan kesalahan."Aku sudah membuat dua temanku masuk klinik. Papa tidak akan menghukumku?" tanya Dirly.Dean tersenyum kecil, memegangi kedua pundak Dirly sembari menatapnya lekat."Tante Athalia sudah memberitahu Papa semuanya. Dan Papa putuskan untuk tidak akan menghukummu, karena kau tidak salah. Tapi sikap kedua temanmu itu sangat tidak baik, mengatai dan membully orang lain yang tidak memiliki ibu. Itu adalah hal yang tidak dibenarkan. Jadi sekarang kau bebas dari hukuman maupun kemarahan Papa."Mendengar ucapan Dean, mata Dirly langsung berbinar."Sebenarnya, Papa memiliki a
"Tapi aku sangat membutuhkan pekerjaan ini, Pa. Jika aku dipecat, aku tidak tahu harus ke mana lagi mencari kerja. Sementara mereka pasti tidak ada yang akan mau menerima pekerja yang sedang hamil sepertiku." Athalia terisak pelan, berbicara pada Dean sambil mengusap sudut matanya yang berair.Athalia menunduk, menyembunyikan tangisnya yang makin berderai.Akan tetapi, suara Dean membuatnya kembali mengangkat kepala."Aku memang akan memecatmu dari restoran ini. Tapi bukan berarti aku akan melepaskanmu begitu saja. Kau akan tetap bekerja denganku, Athalia. Tapi bedanya, kali ini kau bukan bekerja sebagai pelayan di restoranku," kata Dean.Athalia menautkan kedua alisnya hingga bertemu, matanya mengerjap menatap Dean dengan penuh penasaran."Lalu, aku akan bekerja sebagai apa?""Baby sitternya Dirly," jawab Dean.Mendengar itu, Athalia kembali terkejut.Menjadi baby sitter? Untuk seorang anak berusia enam tah
Tak sedikit pun Mahesa menghiraukan panggilan dari wanita itu. Ia tetap melangkah tegas menapaki anak tangga. Membuat Bianca meremas tangannya kuat, ia sangat kesal dan marah.Mengapa sulit untuk membuat Mahesa tergoda padanya? Apakah ia kurang seksi?"Andai bukan karena Papa memperingatiku, pasti aku sudah memberitahu Mahesa soal rencana pernikahannya dengan Athalia. Juga soal Kiran yang bukan siapa-siapa." Bianca berdecak kesal, mengentakkan sebelah kakinya ke lantai.Bianca ingin sekali memberitahu Mahesa soal Athalia. Bukan karena Bianca peduli pada Athalia, tetapi Karena ia ingin agar Mahesa berjauhan dengan Kiran.Sedangkan Athalia, Bianca tahu Athalia takkan kembali. Jadi ia tak merasa Athalia mengancam posisinya untuk mendapatkan Mahesa.Tapi sialnya, selain tak memiliki keberanian karena takut pada Leuwis, Bianca pun tak memiliki bukti yang bisa ia berikan pada Mahesa.Sebab, saat Mahesa masih men
"Kau benar, memang ada hal penting yang ingin kuberitahukan padamu. Karena kau tidak akan mungkin datang ke sini, jadi kubicarakan lewat telpon saja."Pintu lift terbuka, Dean mengayunkan kakinya keluar dan melangkah menuju sebuah ruangan yang selama ini menjadi ruangan pribadinya.Sebenarnya, sejak beberapa bulan lalu, Dean tak pernah datang ke restorannya sebab ia ada urusan di luar negeri.Itulah mengapa Athalia tak pernah bertemu dengan Dean sekali pun."Seberapa pentingkah sampai suaramu seserius itu?" Mahesa bertanya di ujung sana, ketika Dean baru saja mendudukan dirinya di atas kursi kerjanya.Dean menepikan punggung pada sandaran kursi, lalu menaikan kaki kanannya ke atas kaki kiri."Dua hari lagi, Dirly akan berulang tahun. Aku berniat mengadakan acara yang meriah untuk menyambut hari kelahirannya. Dan aku ingin kau datang. Meskipun belum pernah melihatmu, tapi aku yakin Dirly pasti akan senang bertemu denganmu," jelas Dean."Hari ulang t
Mungkin dalam hatinya, Dirly masih kecewa karena Athalia takkan menginap. Padahal Dirly ingin sekali bisa tidur dengan Athalia di sampingnya, mengusap kepalanya, memeluknya. Sama seperti hayalan-hayalan yang selalu ingin ia wujudkan selama ini.“Benar, Dirly. Aku pasti akan datang lagi besok.” Athalia ikut bicara. Ada rasa bersalah yang menyeruak dalam hati.Saat Dirly masih bergeming dan menatap selimutnya, Dean bertanya. “Dirly, are you okay?”Dirly mengangkat kepalanya, menatap Dean, lalu mengangguk kecil.“Yes, I’m okay.”Dean tersenyum tipis. “Bagus. Kalau begitu tidurlah sekarang. Jangan sampai terlalu larut, atau besok matamu akan berubah seperti mata panda.”Dean menepuk bantal, lalu membiarkan Dirly menjatuhkan kepalanya di sana. Setelahnya, Dean membenarkan letak selimut Dirly dan mengecup sebentar keningnya.Athalia tersenyum mengamati itu. Namun
Perlahan Mahesa melepaskan pegangan tangan Kiran di lengannya, lalu mendelik pada wanita itu.“Jika kau hanya ingin minum wine, kau tinggal saja sendiri. Aku memiliki tanggung jawab dalam perusahaan ini. Dan semua pekerjaan ini adalah tanggung jawabku, kau mengerti?”Mendengar suara Mahesa yang dingin, Kiran mengerucutkan bibir dan mau tak mau duduk di sofa sendirian.Kiran menuangkan winenya ke dalam gelas, bahkan Mahesa tak melirik ke arahnya sama sekali. Lelaki itu terus saja menatap mesra pada layar laptop di hadapannya.Dan itu membuat Kiran merasa jengah karena diabaikan.“Apakah dia tidak bisa sekali saja pergi denganku tanpa memikirkan soal pekerjaan? Sekarang aku berada di hadapannya, tapi dia malah mengabaikanku,” ucap Kiran dalam hati.Kiran kembali meneguk wine itu dalam satu kali tegukan. Kemudian, sebuah ide muncul dalam benaknya. Membuat bibirnya mengulas selarik senyum.“Kenapa aku tidak m