Tidak terasa, tiga hari berlalu seperti mimpi yang manis. Liburan di tepi pantai ini terasa begitu menyenangkan bagi Elsa, meskipun gerak-geriknya sedikit terbatas oleh kehamilannya. Besok, mereka akan kembali ke New York, tetapi untuk saat ini, mereka masih bisa menikmati sisa liburan yang tenang.Elsa terbangun, matanya yang masih berat terpejam terganggu oleh sentuhan lembut yang terasa seperti alunan nada yang membangunkannya dari tidur. Saat perlahan membuka mata, pandangannya bertemu dengan senyum hangat Dustin yang sedang menatapnya penuh cinta."Selamat pagi, Babe." sapa Dustin.Elsa mengerutkan dahi dan mencoba kembali menutup mata, namun jari-jari Dustin yang nakal terus menggoda pipinya membuatnya tak bisa lagi terlelap. Dengan sedikit mendesah, Elsa bangkit dan duduk, menyadari bahwa pagi ini sudah dimulai dengan cara yang berbeda."Kamu mengganggu tidurku, Dustin," Elsa mengeluh manja.Dustin tersenyum lembut, "Sudah jam sembilan. Apa kamu mau menghabiskan liburan kita ha
Seharian Elsa dan Dustin lewati dengan tawa, dari mulai kejahilan Dustin yang menceburkan Elsa ke kolam sampai ponsel Dustin yang tidak sengaja tercebur ke kolam ikan. Tidak terasa waktu liburan yang Elsa pikir akan berlangsung dengan membosankan, ternyata jauh lebih baik dari hal itu.Dustin benar-benar sangat berbeda, pria itu tidak segan menunjukkan kebahagiaan dan tawa lepas di bibirnya. Padahal semua yang mengenal Dustin juga tau betapa mengerikannya pria itu, tapi Elsa merasa perubahan Dustin benar-benar tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.Sejak kapan monster itu menjadi bersikap begitu manis? Itu yang juga menjadi pertanyaan untuk Elsa sejauh ini."Kau tau kan kalau aku bukan pria romantis?" tanya Dustin.Elsa menoleh saat sedang mengemasi barang, besok pukul delapan mereka harus ke bandara dan pulang ke New York. "Daripada kata romantis, kau itu menyebalkan." sahut Elsa.Dustin mendekat, menyerahkan segelas jus untuk Elsa. Saat perempuan itu menerimanya, Dustin menarik lembut
Keesokan paginya, mau tidak mau Elsa dan Dustin harus kembali ke New York. Perjalanan ditempuh selama beberapa saat melalui darat dan udara hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Wajah bahagia yang Elsa tunjukkan menjelaskan bahwa liburan singkat mereka berhasil membawa momen yang menyenangkan. Tapi masih ada sedikit kejutan kecil yang ingin Dustin tunjukkan, ketika mereka menuju kediaman pribadi, Elsa menyadari bahwa jalan yang mereka ambil bukan menuju apartemen."Apa jalan biasanya ditutup sampai kita menggunakan arah berlawanan?" tanya Elsa.Dustin menoleh, tapi pria itu tidak menjawab sampai akhirnya mobil yang menjemput mereka dari bandara kini berhenti di sebuah rumah minimalis. Tidak luas, tapi juga tidak kecil. Halamannya terbilang luas, jarak antara tetangga yang lain cukup berjauhan.Mobil berhenti, supir turun lebih dulu untuk membukakan pintu di sebelah Elsa. Saat turun dari kendaraan, Elsa menatap rumah di depannya. "Siapa yang tinggal disini?""Ayo masuk," Dustin
Di Halaman belakang, Deon mematik korek api untuk membakar rokoknya. Saat dia menawarkan sebungkus rokok untuk Dustin, tawaran Deon pun ditolak karena memang Dustin belum pernah merokok."Selamat untuk kehamilan kekasihmu," ucap Dustin sambil menatap jauh.Deon menghembuskan asap ke udara, matanya menyipit menatap langit. "Terima kasih, dan selamat juga untukmu. Tak lama lagi, kau juga akan menjadi seorang ayah, kan?"Mendadak Dustin terkekeh geli, sampai Deon menatapnya heran. "Apa yang membuat tertawa, Dude?" tanya Deon penasaran.Dustin menoleh, menatap Deon yang menanti jawabannya."Aku cuma tak menyangka, 'jagoan' kecilmu itu ternyata masih bisa berfungsi dengan baik. Aku pikir kau tak akan pernah bisa membuat wanita mengandung anakmu," canda Dustin, "Kau tidak menyewa seseorang untuk pura-pura hamil anakmu, kan?" lanjut Dustin seenak jidatnya.Mendengar celetukan Dustin, Deon pun hanya bisa terdiam sambil menghisap rokoknya kembali. "Sialan, masih saja kau meledekku dengan kalima
Pukul dua dini hari, Elsa terbangun dengan tiba-tiba. Tangannya meraba sisi tempat tidur yang kosong, dan jantungnya berdegup kencang saat menyadari bahwa Dustin tidak ada di sampingnya. Tanpa berpikir panjang, Elsa bangkit dengan panik, mengikat rambutnya cepat-cepat, dan segera turun dari tempat tidur untuk mencari Dustin. Hatinya sedikit lega saat melihat pria itu duduk di ruangan tak jauh dari kamar mereka.Dustin tampak tenggelam dalam pekerjaan, memangku MacBook dengan wajah serius yang hanya diterangi oleh cahaya dari layarnya. Elsa berdiri di ambang pintu, memperhatikannya sejenak. Apa Dustin selalu bekerja hingga larut malam saat Elsa tertidur? Lalu kapan pria itu bisa beristirahat?Dengan lembut, Elsa menyentuh pundak Dustin dari belakang. Dustin tersentak, lalu berbalik dan menatap Elsa dengan tatapan penuh perhatian. "Apa aku membangunkanmu?" tanyanya, suaranya rendah dan penuh perhatian.Elsa menggeleng, dan tanpa berkata apa-apa, Dustin meletakkan MacBook ke meja, lalu m
Niat licik Deon tak bertahan lama. Kehadiran pelayan yang dikirim oleh Dustin untuk membersihkan rumah membuat Deon terpaksa mengarang alasan tentang pekerjaan mendadak, lalu ia segera pergi dengan terburu-buru.Sepanjang hari, Elsa menunggu Dustin pulang. Ketika akhirnya ia tiba, wajahnya Dustin tampak lelah, seolah-olah hari itu penuh tekanan. "Sepertinya kamu banyak pekerjaan hari ini," Elsa menerima jas yang Dustin lepaskan."Seperti yang kamu lihat, aku cukup lelah hari ini. Aku akan mandi sebentar, sebelum aku memastikan tubuhku bersih, aku tidak akan menyentuhmu." lalu tanpa banyak bicara lagi, Dustin menuju kamar.Sejenak Elsa mengerutkan kening, bukannya tadi pagi saat Dustin pulang dia mengatakan tidak punya pekerjaan hari ini? Namun detik itu juga Elsa menggeleng, mungkin saja pekerjaan yang Dustin terima dadakan sehingga pria itu tampak kelelahan seperti ini.Tak lama kemudian, Dustin turun dari lantai dua, segar setelah mandi. Ia menghampiri Elsa yang tengah bersantai di
Kue yang tadi sempat Dustin makan langsung dia buang bahkan sebelum Elsa memakannya, Dustin tidak tau ada apa di dalam kue tersebut. Bisa saja kalau di dalamnya tercampur sesuatu yang bisa membahayakan bayinya.Satu jam setelah makan kue tersebut, Dustin tidak bisa datang ke perusahaan lagi. Perutnya nyeri hebat, meskipun sudah menelan obat tetap saja rasa nyerinya tidak kunjung menghilang.Elsa yang panik segera memapah Dustin menuju mobil agar secepatnya mereka menuju rumah sakit, dan sepanjang perjalanan, Dustin tampak menahan rasa sakitnya hingga sekujur tubuh pria itu dingin dan pucat."Kau tidak memakan kue itu tadi, kan?" tanya Dustin memastikan.Elsa menggeleng, "Aku belum sempat memakannya saat kamu membuang kue itu," jawabnya, sesekali melihat ke arah Dustin.Setelah perjalanan beberapa saat, mereka tiba di rumah sakit. Beruntungnya pihak medis yang berjaga bergerak sigap saat Elsa memapah Dustin masuk. Wajah Dustin benar-benar pucat karena menahan sakit, sementara Elsa sege
Seharian berada di rumah sakit, malam hari itu juga Dustin sudah bisa pulang meskipun harus menahan nyeri yang masih tersisa. Tatapannya melihat ke arah Elsa, ia khawatir kalau posisinya sedang bekerja dan tiba-tiba saja Deon kembali datang menggunakan identitas Dustin untuk menipu Elsa.Bagaimanapun juga, saran yang Dustin berikan untuk membawa Elsa ke tempat kerja juga bukan opsi yang bagus. Elsa bisa saja kelelahan dan bosan, itu juga bisa mempengaruhi kesehatannya."Kamu harus memastikan lebih dulu setiap kali aku pulang, aku masih khawatir Deon akan muncul dan melakukan tindakan serupa."Elsa menoleh, "Apa aku langsung menghubungimu untuk memastikan?"Dustin mengangguk, dengan lemas ia duduk di sofa. Tadinya Dokter melarang Dustin untuk pulang hari ini, tapi Dustin tidak mau tinggal di rumah sakit sementara Elsa tinggal sendirian di rumah. Atau, Elsa yang menjaganya di rumah sakit sepanjang malam dengan istirahat yang tidak nyaman.__Dua hari berlalu, dan Deon tidak ada menunjuk
15 tahun kemudian.Seorang remaja berlari cepat keluar dari mobil, nyaris tersandung saat memasuki rumah. Nafasnya terengah, tapi wajahnya dipenuhi kegembiraan. Dustin, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian, langsung tersentak melihat putranya datang tergesa-gesa."Jacob, ada apa?"Dengan bangga Jacob menunjukkan sertifikat berprestasi pada Dustin, "Kakek menyuruhku untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu, tapi aku bisa melakukannya dengan lebih cepat."Dustin memandang putranya dengan ekspresi bingung. "Maksudmu?""Aku lulus, aku menjadi mahasiswa termuda yang akan lulus tahun ini." teriak Jacob sangat bangga, belum sempat Dustin bereaksi, Jacob sudah berlari ke halaman belakang untuk memamerkannya pada Elsa.Terlihat remaja dua puluh tahun itu sangat antusias saat pamer prestasinya di depan Elsa, senyum Dustin menghiasi wajahnya. Dulu ia sempat berprasangka buruk dengan pilihan Kellan Dawson saat pria itu meminta agar mengutamakan pendidikan Jacob.Dan
Beberapa hari berlalu, dan Dustin akhirnya memberi tahu Elsa keputusan yang sudah ia buat. Mulai hari ini, mereka akan tinggal di New York tanpa batas waktu yang pasti. Kekhawatiran Dustin soal kesehatan Elsa, terutama kandungannya yang masih rentan, membuatnya merasa pulau itu terlalu jauh dari fasilitas medis yang memadai. Ia tidak ingin mengambil risiko.Namun hari ini, ketakutan Elsa yang selama ini membayangi akhirnya tiba. Kellan Dawson, pria yang selama ini menghantui pikirannya, berdiri di depan rumah. Sementara itu Elsa hanya di rumah dengan Jacob berdua, Dustin pergi tanpa memberi tahu tujuannya.Melihat sosok Kellan dari balik jendela saja membuat seluruh tubuh Elsa gemetar. Detak jantungnya berpacu, pikiran-pikiran buruk menyerbu benaknya. Apakah dia datang untuk memisahkanku dari Dustin lagi? Refleks, Elsa memeluk perutnya, seolah melindungi bayinya dari ancaman.Pintu terbuka, dan seketika atmosfer di dalam rumah berubah. Udara terasa lebih tebal, seolah setiap molekul di
Setelah menunggu dengan cemas, Elsa akhirnya membuka matanya. Dua belas jam ia tak sadarkan diri, dan begitu ia terbangun, rasa pusing langsung menyerang kepalanya, membuat dunia di sekitarnya seakan bergelombang. Dengan gerakan lemah, tangan Elsa menyentuh kepalanya, mencoba meredakan rasa sakit yang berdenyut di dalamnya.“Dustin,” desisnya pelan, nyaris tak terdengar.Dustin yang tertidur di kursi sebelahnya langsung terbangun. Kantuk masih terlihat jelas di wajahnya, namun kekhawatiran segera menggantikan saat ia melihat Elsa mulai bergerak.“Els, kamu sudah sadar? Apa kau baik-baik saja sekarang?” tanyanya cemas, suaranya penuh harap.Elsa menggeleng lemah. “Tidak... aku tidak baik-baik saja.” Suaranya serak, dan kepalanya masih terasa berat. “Di mana Jacob?” tanyanya, pikirannya langsung melayang pada anak mereka.“Dia bersama Deon,” jawab Dustin.Elsa sontak menatap Dustin, matanya menyiratkan kebingungan. Jacob? Dengan Deon? Pikiran Elsa berkecamuk, namun sebelum ia sempat melo
Perjalanan dari pulau menuju kota setidaknya membutuhkan waktu dua jam, selama dua jam dalam perjalanan itu keringat dingin membasahi tubuh Dustin. Di belakang, Jacob menangis di sebelah Elsa yang tidak sadarkan diri.Setelah menempuh perjalanan udara, helikopter berhenti di helipad gedung rumah sakit. Saat itu juga Dustin membopong tubuh Elsa yang lemas tidak berdaya, di belakangnya Jacob berlari mengikuti sambil menangis."Dokter, cepat selamatkan istriku!" teriak Dustin, raut wajah pucatnya menunjukkan kekhawatiran yang luar biasa. Karena terlalu cemas dengan kondisi Elsa, Dustin tidak sadar kalau dia kehilangan Jacob saat keluar dari lift.Pihak medis segera membawa Elsa ke ruangan, suasana semakin menegangkan bagi Dustin. Dia hanya berjalan kesana kemari dengan khawatir menunggu hasil pemeriksaan Elsa keluar. Dustin cemas, bagaimana kalau tindakannya kemarin yang kelewatan membuat Elsa jadi seperti ini?Sambil menyugar rambutnya frustasi, Dustin tak henti-hentinya berdoa agar Els
Rencana untuk memiliki anak kedua ternyata bukan candaan, dan untuk membuat keinginan tersebut menjadi nyata tentunya Elsa dan Dustin perlu melakukan tindakan yang lebih sering lagi berbagi kehangatan bersama. Sejak beberapa malam yang lalu, Dustin dan Elsa sepakat kalau mereka akan memberikan seorang adik untuk Jacob.Hari ini Elsa sedang melihat hasil fermentasi anggur dari kebun pribadi mereka, tiba-tiba saja Dustin datang dari belakang memeluk pinggang Elsa."Coba anggur ini, sepertinya ada yang salah dengan cara pembuatannya." Elsa memberikan percobaan pertama untuk Dustin, pria itu mencobanya lalu menggeleng."Tidak, memang seperti ini rasanya. Kita tidak bisa membuka botol anggur yang difermentasi kecuali jika ingin meminumnya, karena setelah dibuka maka rasa dari minuman anggur ini akan berbeda dalam hitungan jam." jawabnya.Elsa mengangguk mengerti, dia baru tau kalau dalam fermentasi wine dengan cara seperti ini. Di dalam ruangan bawah tanah itu, ada banyak sekali tong berisi
Musim demi musim terus berganti, tak terasa kini Jacob sudah berusia lima tahun. Keseharian yang selalu dilakukan Elsa dan Dustin selama lima tahun terakhir memang tidak banyak berubah, namun tentu saja kehidupan sederhana mereka sangatlah menyenangkan.Terik matahari tidak menghalangi Elsa untuk duduk bersantai, melihat Dustin dan putranya sedang bermain papan seluncur menerjang ombak yang bergelombang cukup tinggi pagi itu. Ditemani sebuah kacamata hitam, Elsa menikmati momen yang ia rasakan."Hidup tanpa internet ternyata tak seburuk yang kuduga," gumamnya, tersenyum pada keheningan di sekelilingnya.Dari kejauhan terlihat Jacob berlari menghampiri, di belakangnya Dustin mengikuti Jacob. Kedua lelaki itu seperti duplikat versi kecil dan besar, Jacob sangat mirip dengan Dustin kecuali rambutnya sedikit pirang seperti Elsa."Ibu, aku sudah bisa berselancar sendiri!" seru Jacob dengan gembira, matanya berkilauan penuh kebanggaan.Dustin tersenyum dan mengusap kepala putranya. "Kamu he
Setahun berlalu dengan cepat, dan selama satu tahun itu Dustin hanya sekali keluar pulau untuk melihat anak-anak panti asuhan dan juga perkembangan perusahaannya. Namun di hari yang sama juga, Dustin kembali ke pulau sehingga Kellan tak bisa melacak keberadaannya.Beberapa waktu terakhir adalah pergantian musim semi, sehingga udara lebih hangat dari biasanya. Banyak kelinci berkeliaran bebas, bahkan Jacob yang kini usianya lebih dari setahun sudah lincah berlarian mengejar beberapa kelinci yang ada di belakang rumah."Dustin!" panggil Elsa sambil menuruni tangga, namun ia hanya melihat Jacob yang bermain di temani oleh seorang pengasuh di luar. "Dimana Dustin?" tanya Elsa.Pengasuh Jacob menoleh, "Tuan ke arah sana membawa jaring, Nyonya." jawabnya sambil menunjuk sebuah arah.Elsa mendengus tipis, pasti Dustin pergi untuk mencari udang. Pria itu tidak pernah berubah, setiap ada waktu pasti akan mencari udang-udang liar itu. "Kamu jaga putraku," kata Elsa.Dengan langkah cepat, Elsa m
Tidak ada masalah, tidak ada pengganggu. Suasana tenang dalam kedamaian, bahkan untuk melakukan apapun di pulau itu bebas tanpa ada yang melarang. Dustin bisa mengekspresikan dirinya seperti apa adanya, tetap menjadi Dustin yang menginginkan kebebasan.Dan ternyata, kehidupan di pulau tersebut adalah kebebasan yang sebenarnya Dustin cari. Kehidupan di kota tak begitu menyenangkan seperti yang pernah Dustin bayangkan, justru kehidupan di kota sangatlah mengerikan, karena di sana Dustin tak bisa tenang menjalani hidupnya dengan Elsa.Tapi di pulau ini, apapun yang Dustin inginkan dengan Elsa bisa mereka lakukan bersama tanpa takut ancaman dari orang lain. Tidak ada yang akan terluka, tidak ada hati yang akan merasa terkhianati. Hanya ada kedamaian, rasa tenang dan kehidupan yang benar-benar santai.Musim panas masih berlangsung, Elsa duduk di tepi pantai melihat Dustin menerjang ombang dengan papan seluncur. Terlihat sangat mahir, pria itu juga terlihat semakin tampan dan eksotis saat ku
Setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam melalui jalur laut yang cukup berbahaya, Dustin dan Elsa akhirnya tiba di pulau tempat tinggal Dustin sebelumnya pada pukul delapan pagi. Tidak ada yang berbeda dari tempat itu, setidaknya lebih dari setahun Elsa meninggalkan pulau sebelum kembali lagi.Elsa turun dari yacht, ia baru tau ada dermaga yang di bangun khusus untuk parkir kendaraan air berukuran besar itu. Dustin mengikuti Elsa setelah mengikat tali kapan dan menurunkan jangkar."Udara yang aku rindukan," ucap Dustin sambil merentangkan tangan."Jangan lupa bawa barang milik Jacob," tegur Elsa.Dustin berdecih lirih, tapi tetap menenteng tas yang berisi barang kebutuhan putranya. Mereka menuju ke rumah satu-satunya di tempat itu, sebelum masuk ke dalam rumah, langkah Elsa berhenti."Sepertinya ada yang aneh," ucapnya.Dustin tersenyum tipis, tanpa menjawab, dia mendahului Elsa masuk ke rumah. Dan benar saja, ada yang aneh. Rumah itu terlihat lebih baru dan terawat, halaman yan