Elsa mendongak dengan tatapan bertanya tanya tentang ucapan Dustin barusan, lalu Dustin menghela nafas dalam. Dengan lembut menarik Elsa agar perempuan itu duduk kembali, jangan sampai Elsa masih bersikeras untuk melarikan diri dari tempat itu.
“Tak ada alasan khusus,” ujar Dustin, suaranya lembut namun tegas. “Aku hanya ingin kau ada di dekatku. Setidaknya dengan begitu, aku bisa memastikan kau aman.”
Elsa memicingkan mata, menatap Dustin dengan penuh kecurigaan. Ia tahu, ancaman terbesar yang ia hindari justru adalah pria yang ada di hadapannya ini. Dengan helaan napas panjang, Elsa menatap Dustin dengan penuh rasa frustasi.
“Apa yang terjadi padaku bukan urusanmu,” kata Elsa, nada suaranya penuh ketegasan. “Aku tidak peduli dengan apa yang kau lakukan, Dustin. Biarkan aku
Sudah tiga hari sejak Dustin menghilang dari perusahaan, dan tanpa membuang waktu, Deon kembali menduduki posisi yang pernah ia pegang. Namun, tak ada yang berubah. Deon tetaplah Deon, pria yang lebih memilih bersantai dan menghindari tanggung jawab, bahkan mengabaikan rapat-rapat penting.Pintu ruangan terbuka dengan keras. Kellan masuk dengan wajah marah, dan dengan cepat membanting beberapa berkas ke atas meja."Keluar!" seru Kellan dengan nada penuh kemarahan sambil menunjuk pintu.Namun, Deon tampak tak terganggu, menurunkan kakinya dari meja dengan santai dan berdiri. "Ayah, kenapa marah-marah? Aku hanya sedang bersantai. Ngomong-ngomong, apa orang-orang yang menculikku sudah dijatuhi hukuman?""DEON!" Kellan membentak, suaranya menggema di ruangan itu. "Baru tiga
Keesokan harinya, Dustin pergi ke perusahaan seperti yang Kellan Dawson katakan kemarin. Sekarang Dustin mengerti kenapa Kellan menyuruhnya datang setelah seorang pria bernama James datang menghadap, mengakui dirinya adalah asisten pribadi Dustin mulai sekarang.James juga yang memberitahu Dustin kalau Deon telah di pindahkan ke perusahaan cabang pinggir kota sebagai bentuk hukuman dari Kellan karena tidak becus menjadi seorang pemimpin. Tapi itu bukan berarti Deon akan selamanya di perusahaan cabang, jika ada kemajuan yang Deon tunjukkan, maka itu artinya Deon dan Dustin akan kembali bersaing di perusahaan yang sama.Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Kellan berjalan menghampiri. "Bersiaplah, akan ada rapat yang akan dilakukan untuk meresmikan keberadaanmu di perusahaan ini mulai sekarang." katanya.Dustin berdiri, m
Selesai makan siang, Dustin kembali ke perusahaan, meninggalkan Elsa yang duduk sendiri di ruang makan. Sejak kemarin, Elsa terus berusaha menghubungi Katrina, tetapi tak ada balasan. Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi, membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Saat akhirnya suara Katrina terdengar dari seberang telepon, Elsa merasa lega seolah beban berat terangkat dari pundaknya."Halo, Elsa?""Katrina, astaga! Aku sudah mencoba menghubungimu sejak kemarin. Tapi kenapa kau tidak segera mengangkatnya?" tanya Elsa, merasa sedikit lega karena sempat berpikir kalau ponsel Katrina hilang lagi atau terjadi sesuatu padanya."Maaf, aku sangat sibuk sekali di kantor. Oh ya, apa kamu di rumah? Aku tidak sempat pulang. Kau pasti kesepian," jawab Katrina dengan nada penyesalan.
Sekitar pukul sembilan pagi, Dustin sudah bersiap ke kantor. Sekilas melihat Elsa duduk di sofa ruang tamu sambil membaca majalah, Dustin mendekat memperhatikan sampai Elsa mengangkat kepalanya menatap Dustin."Kenapa?" tanya Elsa ketus."Kau tidak ingin mengantarkan aku untuk berangkat ke kantor?""Untuk apa aku melakukannya? Kalau kamu ingin berangkat, maka pergilah." sekali lagi Elsa berkata ketus.Dustin menghela nafas panjang, Elsa pasti masih marah karena sebelumnya Dustin sudah mengkhianati perempuan itu. Sementara Dustin tidak tahu bagaimana cara untuk menaklukkan hati wanita, mengurung Elsa untuk tinggal bersama bukanlah cara yang tepat. Dustin tahu, cepat atau lambat, Elsa pasti akan bosan.Tanpa mengatakan apapun,
Dustin terbangun dalam keadaan terikat, rasa sakit yang menusuk di tengkuknya membuatnya mengerang. Ruangan yang dingin dan kosong mengelilinginya, dan hanya keheningan yang menjadi teman di saat ini. Hingga tiba-tiba, air dari atas mengguyur tubuhnya hingga basah.Dustin memejamkan mata, membiarkan setiap tetes air membasahi wajahnya. Suasana sangat hening, namun Dustin sangat yakin kalau seseorang sedang memantau dirinya dari sebuah arah.Saat kondisinya terikat seperti ini, Dustin tak bisa menyeka air dari wajahnya. Kepalanya mendongak melihat kamera pengawas yang terpasang mengarah padanya, ternyata dugaan Dustin benar kalau ada yang memantau dari arah lain."Manusia pengecut apa yang melakukan tindakan seperti ini? Kalau kau berani melawanku secara langsung, tunjukkan dirimu di depanku." tantang Dustin.Dari seberang sana, Deon yang terprovokasi langsung berdiri. Namun, ia ditahan oleh seseorang. "Jangan mudah terpancing dengan ucapan saudaramu, bukankah kau ingin menyingkirkan Du
Sudah lewat tengah malam, tetapi Elsa masih terjaga. Dia duduk di sofa ruang tamu dengan perasaan yang tak dapat dijelaskan, campuran cemas dan khawatir yang terus menghantuinya. Malam semakin larut, dan Elsa memutuskan untuk keluar dari apartemen memastikan penjagaan. Namun, rupanya para penjaga masih ada di depan unit apartemen."Apa mereka tidak lelah berdiri di sana?" Elsa menutup pintu menahan kesal sekaligus kasihan pada para penjaga yang terus bergantian berdiri di depan unit apartemen Dustin.Pintu kembali terbuka, kali ini Dustin yang berjalan masuk. Elsa langsung menoleh, keduanya saling bertatapan dan Elsa melihat ada memar di wajah Dustin."Kamu belum tidur?" tanya Dustin sekedar basa basi."Ada apa dengan wajahmu?" Elsa langsung menimpali, tanpa menjawab per
Saat akhir pekan, Dustin menuju ke sebuah lapangan luas bersama Blenda. Di lapangan tersebut telah tersedia helikopter beserta seorang pilot, Blenda mengenakan kacamata saat menoleh ke arah Dustin."Aku ingin kamu belajar mengendarainya dengan benar, helikopter lumayan mahal. Jadi, awas saja kalau sampai kau meledakkannya." ujar Blenda.Dustin hanya melirik, tidak mengatakan apapun saat ia berjalan menghampiri seorang pilot saat mereka akan latihan untuk menerbangkan helikopter. "Kau yang akan menjadi penerusku suatu hari nanti Dustin, jadi aku harus memantaskan dirimu." batin Blenda, kini helikopter mulai mengudara dan angin dari baling-baling mulai berhembus sangat kuat.Setelah Dustin menerbangkan helikopter tersebut, Blenda pun memilih pergi. Sudah beberapa waktu terakhir sejak pernikahan Dustin dan Clara gagal, Blenda tidak pernah bertemu dengan Kellan. Lebih tepatnya, Blenda sedang menghindari pria itu.Namun, ada satu hal yang sangat ingin Blenda pastikan. Yaitu mengenai kondi
Langit sudah hampir gelap, Dustin baru saja selesai dengan latihan mengendarai helikopter. Pria itu berjalan ke sebuah tempat dimana Blenda ada di sana, Blenda menoleh menunggu Dustin mendekat."Aku melihat kau bisa dengan cepat mengendarai helikopter dengan baik, selanjutnya kamu perlu surat izin untuk mengendarainya secara bebas." Blenda berdiri, berjalan bersama Dustin menuju ke parkiran mobil. "Tadi aku datang menemui Elsa," lanjutnya.Dustin sempat berhenti, Blenda pun juga berhenti dan menyadari kalau Dustin tengah curiga padanya. "Kau tidak perlu cemas, aku tidak melakukan apapun padanya." kemudian masuk ke dalam mobil, Dustin juga masuk ke mobil yang sama dengan Blenda."Lantas apa tujuanmu datang menemui Elsa?""Untuk memastikan kondisinya, aku rasa kamu mencintai perempuan itu, kan?" tebak Blenda.Dustin menyandarkan bahu berusaha santai setelah cukup lama latihan menerbangkan helikopter, namun ia penasaran kalau tujuan Blenda hanya untuk melihat kondisi Elsa. Pasti ada sesua