Satu minggu telah berlalu sejak pengambilan sampel darah, dan kini hasil tes DNA yang telah dinanti-nanti akhirnya tiba. Di sebuah ruangan yang penuh dengan ketegangan, Dustin dan Deon duduk di kursi berbeda namun saling berhadapan, keduanya melemparkan tatapan yang tajam dan tidak bersahabat setiap kali pandangan mereka bertemu.Kellan menghela napas panjang sebelum mengangkat amplop hasil tes DNA yang ada di tangannya. Suasana di ruangan itu seolah membeku, semua mata tertuju pada amplop yang akan menentukan nasib keluarga mereka."Hasilnya sudah keluar," ucap Kellan, suaranya serak oleh emosi yang ia tahan. "Kita akan lihat apakah benar Dustin adalah putraku atau bukan."Deon, dengan tatapan penuh kebencian, menatap Dustin. Namun, Dustin hanya membalasnya dengan senyuman tenang, seolah tidak ada sedikitpun keraguan di hatinya tentang siapa dirinya sebenarnya.Kellan kemudian membuka amplop itu dengan hati-hati, beberapa orang saksi di ruangan itu memperhatikan dengan cermat setiap
"Kenapa Marley bisa ada disini?" tanya Dustin.Blenda menoleh, dan Marley yang tampak gugup, hanya bisa menundukkan kepalanya. "Aku menjemput semua pelayan yang ada di pulau itu. Untuk apa mereka di sana kalau tidak ada yang dilayani?"Namun, Dustin tak puas dengan jawaban itu. "Bukan itu yang aku tanyakan. Kenapa Marley ada di sini?" Suaranya semakin tegas, menuntut penjelasan yang lebih dalam.Blenda tersenyum tipis, seolah-olah situasi ini sudah dia prediksi. "Karena dari awal Marley bekerja untukku. Aku mengirimnya ke pulau itu untuk mengawasi dirimu dan memastikan kamu menyetujui syarat-syarat yang aku berikan."Dustin seketika berdiri, Marley yang merasa takut refleks mundur melihat tatapan kemarah Dustin dari matanya. "Jadi selama ini kau mengetahui sesuatu, dan menyembunyikan dariku?""Tenanglah, Dustin. Marley tidak bersalah, dia hanya memegang kesetiaannya padaku." Blenda melihat Marley, menyuruh pelayan itu pergi sebelum Dustin marah besar. "Marley yang akan selalu mengirimk
Kedatangan Dustin yang tiba-tiba menyerang Gerald membuat Alexa syok, perempuan itu berniat membantu Gerald yang tersungkur akibat perbuatan Dustin. Namun tangan Elsa ditahan, Dustin menariknya keluar hingga Elsa kesusahan menyeimbangi langkah pria itu."Lepas!" Elsa menyentak tangannya dengan kasar, sorot matanya penuh kebencian hingga menggertakkan rahangnya menahan kesal. "Apa-apaan, kau ini Dustin! Dirimu datang dan memukul orang lain seenak hati, apa kau tidak punya hati!""Aku tidak suka kau dekat dengan orang lain, Elsa!"Elsa tertawa sinis. "Dan apa pedulimu? Kau sendiri bertunangan dengan wanita lain, tapi aku tidak boleh dekat dengan orang lain? Kita tidak punya hubungan apa pun, Dustin! Kau bukan siapa-siapa dalam hidupku, jadi lebih baik kau menjaga sikapmu!" ujar Elsa.
Elsa mendongak dengan tatapan bertanya tanya tentang ucapan Dustin barusan, lalu Dustin menghela nafas dalam. Dengan lembut menarik Elsa agar perempuan itu duduk kembali, jangan sampai Elsa masih bersikeras untuk melarikan diri dari tempat itu.“Tak ada alasan khusus,” ujar Dustin, suaranya lembut namun tegas. “Aku hanya ingin kau ada di dekatku. Setidaknya dengan begitu, aku bisa memastikan kau aman.”Elsa memicingkan mata, menatap Dustin dengan penuh kecurigaan. Ia tahu, ancaman terbesar yang ia hindari justru adalah pria yang ada di hadapannya ini. Dengan helaan napas panjang, Elsa menatap Dustin dengan penuh rasa frustasi.“Apa yang terjadi padaku bukan urusanmu,” kata Elsa, nada suaranya penuh ketegasan. “Aku tidak peduli dengan apa yang kau lakukan, Dustin. Biarkan aku
Sudah tiga hari sejak Dustin menghilang dari perusahaan, dan tanpa membuang waktu, Deon kembali menduduki posisi yang pernah ia pegang. Namun, tak ada yang berubah. Deon tetaplah Deon, pria yang lebih memilih bersantai dan menghindari tanggung jawab, bahkan mengabaikan rapat-rapat penting.Pintu ruangan terbuka dengan keras. Kellan masuk dengan wajah marah, dan dengan cepat membanting beberapa berkas ke atas meja."Keluar!" seru Kellan dengan nada penuh kemarahan sambil menunjuk pintu.Namun, Deon tampak tak terganggu, menurunkan kakinya dari meja dengan santai dan berdiri. "Ayah, kenapa marah-marah? Aku hanya sedang bersantai. Ngomong-ngomong, apa orang-orang yang menculikku sudah dijatuhi hukuman?""DEON!" Kellan membentak, suaranya menggema di ruangan itu. "Baru tiga
Keesokan harinya, Dustin pergi ke perusahaan seperti yang Kellan Dawson katakan kemarin. Sekarang Dustin mengerti kenapa Kellan menyuruhnya datang setelah seorang pria bernama James datang menghadap, mengakui dirinya adalah asisten pribadi Dustin mulai sekarang.James juga yang memberitahu Dustin kalau Deon telah di pindahkan ke perusahaan cabang pinggir kota sebagai bentuk hukuman dari Kellan karena tidak becus menjadi seorang pemimpin. Tapi itu bukan berarti Deon akan selamanya di perusahaan cabang, jika ada kemajuan yang Deon tunjukkan, maka itu artinya Deon dan Dustin akan kembali bersaing di perusahaan yang sama.Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Kellan berjalan menghampiri. "Bersiaplah, akan ada rapat yang akan dilakukan untuk meresmikan keberadaanmu di perusahaan ini mulai sekarang." katanya.Dustin berdiri, m
Selesai makan siang, Dustin kembali ke perusahaan, meninggalkan Elsa yang duduk sendiri di ruang makan. Sejak kemarin, Elsa terus berusaha menghubungi Katrina, tetapi tak ada balasan. Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi, membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Saat akhirnya suara Katrina terdengar dari seberang telepon, Elsa merasa lega seolah beban berat terangkat dari pundaknya."Halo, Elsa?""Katrina, astaga! Aku sudah mencoba menghubungimu sejak kemarin. Tapi kenapa kau tidak segera mengangkatnya?" tanya Elsa, merasa sedikit lega karena sempat berpikir kalau ponsel Katrina hilang lagi atau terjadi sesuatu padanya."Maaf, aku sangat sibuk sekali di kantor. Oh ya, apa kamu di rumah? Aku tidak sempat pulang. Kau pasti kesepian," jawab Katrina dengan nada penyesalan.
Sekitar pukul sembilan pagi, Dustin sudah bersiap ke kantor. Sekilas melihat Elsa duduk di sofa ruang tamu sambil membaca majalah, Dustin mendekat memperhatikan sampai Elsa mengangkat kepalanya menatap Dustin."Kenapa?" tanya Elsa ketus."Kau tidak ingin mengantarkan aku untuk berangkat ke kantor?""Untuk apa aku melakukannya? Kalau kamu ingin berangkat, maka pergilah." sekali lagi Elsa berkata ketus.Dustin menghela nafas panjang, Elsa pasti masih marah karena sebelumnya Dustin sudah mengkhianati perempuan itu. Sementara Dustin tidak tahu bagaimana cara untuk menaklukkan hati wanita, mengurung Elsa untuk tinggal bersama bukanlah cara yang tepat. Dustin tahu, cepat atau lambat, Elsa pasti akan bosan.Tanpa mengatakan apapun,
15 tahun kemudian.Seorang remaja berlari cepat keluar dari mobil, nyaris tersandung saat memasuki rumah. Nafasnya terengah, tapi wajahnya dipenuhi kegembiraan. Dustin, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian, langsung tersentak melihat putranya datang tergesa-gesa."Jacob, ada apa?"Dengan bangga Jacob menunjukkan sertifikat berprestasi pada Dustin, "Kakek menyuruhku untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu, tapi aku bisa melakukannya dengan lebih cepat."Dustin memandang putranya dengan ekspresi bingung. "Maksudmu?""Aku lulus, aku menjadi mahasiswa termuda yang akan lulus tahun ini." teriak Jacob sangat bangga, belum sempat Dustin bereaksi, Jacob sudah berlari ke halaman belakang untuk memamerkannya pada Elsa.Terlihat remaja dua puluh tahun itu sangat antusias saat pamer prestasinya di depan Elsa, senyum Dustin menghiasi wajahnya. Dulu ia sempat berprasangka buruk dengan pilihan Kellan Dawson saat pria itu meminta agar mengutamakan pendidikan Jacob.Dan
Beberapa hari berlalu, dan Dustin akhirnya memberi tahu Elsa keputusan yang sudah ia buat. Mulai hari ini, mereka akan tinggal di New York tanpa batas waktu yang pasti. Kekhawatiran Dustin soal kesehatan Elsa, terutama kandungannya yang masih rentan, membuatnya merasa pulau itu terlalu jauh dari fasilitas medis yang memadai. Ia tidak ingin mengambil risiko.Namun hari ini, ketakutan Elsa yang selama ini membayangi akhirnya tiba. Kellan Dawson, pria yang selama ini menghantui pikirannya, berdiri di depan rumah. Sementara itu Elsa hanya di rumah dengan Jacob berdua, Dustin pergi tanpa memberi tahu tujuannya.Melihat sosok Kellan dari balik jendela saja membuat seluruh tubuh Elsa gemetar. Detak jantungnya berpacu, pikiran-pikiran buruk menyerbu benaknya. Apakah dia datang untuk memisahkanku dari Dustin lagi? Refleks, Elsa memeluk perutnya, seolah melindungi bayinya dari ancaman.Pintu terbuka, dan seketika atmosfer di dalam rumah berubah. Udara terasa lebih tebal, seolah setiap molekul di
Setelah menunggu dengan cemas, Elsa akhirnya membuka matanya. Dua belas jam ia tak sadarkan diri, dan begitu ia terbangun, rasa pusing langsung menyerang kepalanya, membuat dunia di sekitarnya seakan bergelombang. Dengan gerakan lemah, tangan Elsa menyentuh kepalanya, mencoba meredakan rasa sakit yang berdenyut di dalamnya.“Dustin,” desisnya pelan, nyaris tak terdengar.Dustin yang tertidur di kursi sebelahnya langsung terbangun. Kantuk masih terlihat jelas di wajahnya, namun kekhawatiran segera menggantikan saat ia melihat Elsa mulai bergerak.“Els, kamu sudah sadar? Apa kau baik-baik saja sekarang?” tanyanya cemas, suaranya penuh harap.Elsa menggeleng lemah. “Tidak... aku tidak baik-baik saja.” Suaranya serak, dan kepalanya masih terasa berat. “Di mana Jacob?” tanyanya, pikirannya langsung melayang pada anak mereka.“Dia bersama Deon,” jawab Dustin.Elsa sontak menatap Dustin, matanya menyiratkan kebingungan. Jacob? Dengan Deon? Pikiran Elsa berkecamuk, namun sebelum ia sempat melo
Perjalanan dari pulau menuju kota setidaknya membutuhkan waktu dua jam, selama dua jam dalam perjalanan itu keringat dingin membasahi tubuh Dustin. Di belakang, Jacob menangis di sebelah Elsa yang tidak sadarkan diri.Setelah menempuh perjalanan udara, helikopter berhenti di helipad gedung rumah sakit. Saat itu juga Dustin membopong tubuh Elsa yang lemas tidak berdaya, di belakangnya Jacob berlari mengikuti sambil menangis."Dokter, cepat selamatkan istriku!" teriak Dustin, raut wajah pucatnya menunjukkan kekhawatiran yang luar biasa. Karena terlalu cemas dengan kondisi Elsa, Dustin tidak sadar kalau dia kehilangan Jacob saat keluar dari lift.Pihak medis segera membawa Elsa ke ruangan, suasana semakin menegangkan bagi Dustin. Dia hanya berjalan kesana kemari dengan khawatir menunggu hasil pemeriksaan Elsa keluar. Dustin cemas, bagaimana kalau tindakannya kemarin yang kelewatan membuat Elsa jadi seperti ini?Sambil menyugar rambutnya frustasi, Dustin tak henti-hentinya berdoa agar Els
Rencana untuk memiliki anak kedua ternyata bukan candaan, dan untuk membuat keinginan tersebut menjadi nyata tentunya Elsa dan Dustin perlu melakukan tindakan yang lebih sering lagi berbagi kehangatan bersama. Sejak beberapa malam yang lalu, Dustin dan Elsa sepakat kalau mereka akan memberikan seorang adik untuk Jacob.Hari ini Elsa sedang melihat hasil fermentasi anggur dari kebun pribadi mereka, tiba-tiba saja Dustin datang dari belakang memeluk pinggang Elsa."Coba anggur ini, sepertinya ada yang salah dengan cara pembuatannya." Elsa memberikan percobaan pertama untuk Dustin, pria itu mencobanya lalu menggeleng."Tidak, memang seperti ini rasanya. Kita tidak bisa membuka botol anggur yang difermentasi kecuali jika ingin meminumnya, karena setelah dibuka maka rasa dari minuman anggur ini akan berbeda dalam hitungan jam." jawabnya.Elsa mengangguk mengerti, dia baru tau kalau dalam fermentasi wine dengan cara seperti ini. Di dalam ruangan bawah tanah itu, ada banyak sekali tong berisi
Musim demi musim terus berganti, tak terasa kini Jacob sudah berusia lima tahun. Keseharian yang selalu dilakukan Elsa dan Dustin selama lima tahun terakhir memang tidak banyak berubah, namun tentu saja kehidupan sederhana mereka sangatlah menyenangkan.Terik matahari tidak menghalangi Elsa untuk duduk bersantai, melihat Dustin dan putranya sedang bermain papan seluncur menerjang ombak yang bergelombang cukup tinggi pagi itu. Ditemani sebuah kacamata hitam, Elsa menikmati momen yang ia rasakan."Hidup tanpa internet ternyata tak seburuk yang kuduga," gumamnya, tersenyum pada keheningan di sekelilingnya.Dari kejauhan terlihat Jacob berlari menghampiri, di belakangnya Dustin mengikuti Jacob. Kedua lelaki itu seperti duplikat versi kecil dan besar, Jacob sangat mirip dengan Dustin kecuali rambutnya sedikit pirang seperti Elsa."Ibu, aku sudah bisa berselancar sendiri!" seru Jacob dengan gembira, matanya berkilauan penuh kebanggaan.Dustin tersenyum dan mengusap kepala putranya. "Kamu he
Setahun berlalu dengan cepat, dan selama satu tahun itu Dustin hanya sekali keluar pulau untuk melihat anak-anak panti asuhan dan juga perkembangan perusahaannya. Namun di hari yang sama juga, Dustin kembali ke pulau sehingga Kellan tak bisa melacak keberadaannya.Beberapa waktu terakhir adalah pergantian musim semi, sehingga udara lebih hangat dari biasanya. Banyak kelinci berkeliaran bebas, bahkan Jacob yang kini usianya lebih dari setahun sudah lincah berlarian mengejar beberapa kelinci yang ada di belakang rumah."Dustin!" panggil Elsa sambil menuruni tangga, namun ia hanya melihat Jacob yang bermain di temani oleh seorang pengasuh di luar. "Dimana Dustin?" tanya Elsa.Pengasuh Jacob menoleh, "Tuan ke arah sana membawa jaring, Nyonya." jawabnya sambil menunjuk sebuah arah.Elsa mendengus tipis, pasti Dustin pergi untuk mencari udang. Pria itu tidak pernah berubah, setiap ada waktu pasti akan mencari udang-udang liar itu. "Kamu jaga putraku," kata Elsa.Dengan langkah cepat, Elsa m
Tidak ada masalah, tidak ada pengganggu. Suasana tenang dalam kedamaian, bahkan untuk melakukan apapun di pulau itu bebas tanpa ada yang melarang. Dustin bisa mengekspresikan dirinya seperti apa adanya, tetap menjadi Dustin yang menginginkan kebebasan.Dan ternyata, kehidupan di pulau tersebut adalah kebebasan yang sebenarnya Dustin cari. Kehidupan di kota tak begitu menyenangkan seperti yang pernah Dustin bayangkan, justru kehidupan di kota sangatlah mengerikan, karena di sana Dustin tak bisa tenang menjalani hidupnya dengan Elsa.Tapi di pulau ini, apapun yang Dustin inginkan dengan Elsa bisa mereka lakukan bersama tanpa takut ancaman dari orang lain. Tidak ada yang akan terluka, tidak ada hati yang akan merasa terkhianati. Hanya ada kedamaian, rasa tenang dan kehidupan yang benar-benar santai.Musim panas masih berlangsung, Elsa duduk di tepi pantai melihat Dustin menerjang ombang dengan papan seluncur. Terlihat sangat mahir, pria itu juga terlihat semakin tampan dan eksotis saat ku
Setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam melalui jalur laut yang cukup berbahaya, Dustin dan Elsa akhirnya tiba di pulau tempat tinggal Dustin sebelumnya pada pukul delapan pagi. Tidak ada yang berbeda dari tempat itu, setidaknya lebih dari setahun Elsa meninggalkan pulau sebelum kembali lagi.Elsa turun dari yacht, ia baru tau ada dermaga yang di bangun khusus untuk parkir kendaraan air berukuran besar itu. Dustin mengikuti Elsa setelah mengikat tali kapan dan menurunkan jangkar."Udara yang aku rindukan," ucap Dustin sambil merentangkan tangan."Jangan lupa bawa barang milik Jacob," tegur Elsa.Dustin berdecih lirih, tapi tetap menenteng tas yang berisi barang kebutuhan putranya. Mereka menuju ke rumah satu-satunya di tempat itu, sebelum masuk ke dalam rumah, langkah Elsa berhenti."Sepertinya ada yang aneh," ucapnya.Dustin tersenyum tipis, tanpa menjawab, dia mendahului Elsa masuk ke rumah. Dan benar saja, ada yang aneh. Rumah itu terlihat lebih baru dan terawat, halaman yan