Hana sudah pasrah dengan usulan Aji. Bagaimana tidak? Karena sekarang mereka sudah ada di sebuah kedai dengan minuman hangat yang mengepul di hadapannya.Walaupun begitu Hana tidak serta merta menerima apa yang tersaji. Dia menatap Aji dengan jengah dan kesal. Bahkan dari tatapannya bisa membunuh lalat yang lewat di hadapan mereka."Udah tahu ganteng enggak perlu diliatin begitu," kata Aji."Kamu enggak bisa apa sehari aja enggak usil. Kepedean juga, maunya apa sih," balas Hana."Maunya jadi suami kamu," timpal Aji.Ya, Tuhan. Sampai kapan Hana harus menghadapi bocah ini? Hana tidak bisa menahan kesalnya terus menerus. Bisa jantungan dia lama-lama."Sudah cepat habiskan terus aku anterin pulang. Bukannya besok ada jadwal operasi, ya?""Aku 'kan maunya ice-cream, bukan ini," keluh Hana. Tetapi masih tetap diminumnya."Ini demi kesehatanmu, dokter Hana. Jangan banyak protes," kata Aji.Kalau bisa Hana ingin meninju wajah Aji ketika dia tahu hari datang bulannya. Tetapi setelah tahu siap
Di mana tempat paling nyaman selain rumah? Tentu saja di pelukan seseorang yang tepat.Namun, sepertinya belum sampai ke sana. Karena Hana belum mendapatkan pelukan itu untuk sekarang. Tetapi tidak dengan rumah, menurutnya di mana dia tinggal sekarang sangatlah nyaman.Walaupun ini bukan rumahnya tetapi dia merasa tidak ada tempat lain yang senyaman ini. Atau mungkin juga karena pemiliknya? Entahlah yang jelas Hana selalu mendapatkan tidur nyenyak dan bangun dengan keadaan yang lebih segar selama tinggal di apartemen Aji ini.Seperti hari-hari biasanya, setelah melewati malam panjang Hana bangun di saat yang tepat. Lebih awal meskipun tidak sedang beribadah. Setelah membasuh wajahnya, Hana keluar dari kamar hendak ke dapur untuk menyiapkan makanan.Hanya saja langkahnya tertarik melihat pintu kamar sebelah yang sedikit terbuka dengan lampu terangnya. Bukan mau mengintip tetapi Hana hanya penasaran dengan kamar yang ditempati Aji itu. Berjalan mengendap-endap untuk melihatnya.Cukup te
Waktu terus berlalu, dan Hana masih melirik ke arah pintu yang tertutup tanpa berkedip. Sudah hampir lima hari dia terus memikirkannya tetapi tidak menemukan yang terbaik.Pilihan hanya ada satu yaitu Aji. Sesuai dengan tantangan yang diterima dan disanggupi, Hana hanya bisa berharap pada Aji. Lagi pula Aji juga yang sudah mengatakan iya.Masalahnya waktunya tinggal besok dan Hana masih tidak tahu harus benar benar pergi atau tidak. Sementara pikirannya melayang jauh dan hatinya masih sakit, membuatnya ingin sekali tidak menghadiri pernikahan mantan suaminya.Tok tok tok, Hana tersadar mendengar pintu diketuk. Yang kemudian Mawar muncul dari balik pintu. Dengan senyum cerah yang aneh."Kenapa kamu begitu mencurigakan, War," tuduh Hana.Bukannya peduli dengan apa yang Hana tuduhkan. Mawar justru memilih duduk di hadapan Hana dengan senyum yang terus seperti itu."Mending balik sana dari pada senyum senyum enggak jelas," usir Hana. Kemudian menatap berkas pasien yang ada di hadapannya.
Pekerjaan yang melelahkan telah Hana lalui. Bukan mengeluh, Hana hanya merasa tubuhnya butuh istirahat sejenak. Karena pekerjaan ini adalah impiannya.Membantu banyak orang yang ingin bertahan dengan hidupnya meskipun tuhan menyelipkan sedikit rasa sakit di dalam hidupnya. Dan di sinilah peran Hana, mulai dari meresepkan obat, konsultasi, sampai bertarung di meja operasi.Dan setelah jadwal operasinya tadi, sekarang Hana dengan lelah berjalan menuju lift. Benar, Hana sudah berada di apartemen Aji sekarang. Kakinya seperti tanpa tulang yang terus-menerus dipaksakan agar segera masuk ke dalam unit.Dan begitu sampai di dalamnya dan melihat ranjang yang terlihat nyaman, Hana melempar tasnya. Berlari kecil ke atasnya dan merebahkan diri di sana. Rasa kantuknya datang tetapi Hana bukan orang sejorok itu hingga terlelap dengan keadaan yang berantakan dan lengket."Aku akan mandi terlebih dahulu, baru setelah itu tidur," gumam Hana.Bukannya segera bangun dan pergi ke kamar mandi. Hana justr
Inilah harinya, di mana tantangan di sanggupi. Setelah pulang dari rumah sakit, Aji sudah berada di apartemennya. Dia harus memastikan bahwa Hana juga siap pergi.Ya, awalnya Hana hendak tidak pergi karena dia tidak mau menyeret Aji lebih jauh. Tetapi siapa sangka jika Hana sekarang yang di seret Aji untuk datang bersamanya.Karena sekarang Aji tengah duduk di sofa sambil menunggu Hana bersiap. Dirinya sendiri sudah siap dengan kemeja hitam yang serasi dan memperkuat warna kulitnya. Ditambah dengan rambut yang disisir rapi dan klimis membuatnya terlihat benar-benar matang. Berbeda dari usianya yang sebenarnya.Ceklek, pintu kamar terbuka. Aji menoleh ke arah sana dan terlihat Hana mengenakan gaun yang terlihat sangat cantik. Perpaduan warna pink dan hitam yang cocok dengan pakaian Aji. Tidak begitu berlebihan dan sangat pas di tubuh Hana.Yang membuat Aji sampai tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sana. Memang sederhana tetapi menurut Aji itulah Hana yang sebenarnya. Tetap cantik
Setelah itu keduanya kembali pulang. Entah karena lelah atau karena apa sekarang Hana terlelap di kursinya. Aji yang menggantikan mobilnya pun mengerti dan menunggu.Selama itu, Aji gunakan waktu untuk mengagumi paras ayu dari wanita yang dia idamkan. Bibir berbentuk hati dengan gigi yang sedikit terlihat karena terbuka. Ditambah dengan bulu mata lentik dan beberapa spot cantik seperti rasi bintang di wajahnya membuat Aji semakin kagum."Bagaimana Allah menciptakan manusia secantik kamu di dunia ini, dokter Hana?" tanya Aji lirih. Sambil ditatapnya dalam wajah Hana yang damai."Aku berjanji akan menikahimu dan menjadikanmu wanitaku satu-satunya yang paling bahagia dengan memilikiku," imbuhnya."Semoga orang tuamu tidak syok mengetahuimu sudah bercerai dari suamimu," harap Aji.Biarkan Aji bercerita dengan semestanya. Biarkan dia mengaguminya untuk sesaat dan membuatnya semakin yakin akan pilihannya. Sadar atau tidak Aji sudah mulai berubah seiring waktu berjalan. Apalagi sekarang saat
Niat awal Hana pun terhenti. Sekarang ini dia tengah duduk kembali dengan seseorang di sampingnya. Orang yang sama yang mengulurkan sebotol minuman untuknya.Udara mungkin terasa segar tetapi tidak bagi Hana. Karena rasanya ada yang aneh saat dirinya tengah duduk bersama dengan Dion di taman rumah sakit. Keduanya tidak saling menatap dan hanya diam."Kamu sedang ada masalah?" tanya Dion."Tidak ada," jawab Hana."Lalu, kenapa matamu merah seperti habis menangis?" tanyanya lagi.Sekarang Hana harus menjawab apa? Haruskah dia bilang kalau semua ini karena dia memikirkan bocah tengik yang sudah memporak-porandakan dinding hatinya? Haruskah Hana katakan bahwa dirinya sedang merindukan sosok itu sekarang?Atau, mungkinkah Hana harus meminta bantuan pada pihak berwajib untuk menyeret Aji. Menemukannya dan membawakan ke hadapan Hana? Astaga, kenapa Hana bisa selemah ini padanya. Katakan kalau Hana sudah terhipnotis dengan pesona tengil bocah yang selalu bersikap seenaknya itu."Aku hanya men
Setelah pernyataan yang membuat Hana semakin tidak percaya. Sekarang wanita itu sedang fokus dengan benda di telinganya. Apa lagi kalau bukan ponselnya.Aji sendiri hanya duduk di tempatnya memerhatikan wajah Hana dari kejauhan. Ya, benar. Hana menjaga jarak agar tidak didengar oleh Aji. Karena dirinya sedang menghubungi orang tuanya.Ada rasa kasihan melihat raut wajah Hana yang berubah sendu. Mungkin dia sedang dinasehati atau apa karena membuatnya sampai menitihkan air matanya. Karena tidak tahan melihat itu dari jauh, Aji perlahan mendekati Hana."Maaf, Pa. Hana bukan bermaksud menyembunyikannya. Hana hanya tidak mau Papa khawatir," kata Hana.Grepp, Aji memeluknya dari belakang. Menaruh dagunya di pundak Hana yang lebih rendah. Membuat Hana terkejut bukan main dan merasa jantungnya berpacu seperti pacuan kuda. Sangat berisik dan tidak terkendali."A ... Aji? Jadi dia benar datang ke sana?" tanya Hana begitu nama bocah tengik yang tengah memeluknya itu disebut."Apa? Bersama orang