Anna, wanita ini, wanita yang baru kutemui beberapa jam yang lalu sudah mampu membuat hatiku runtuh dan mulai merasa empati padanya. Dia seperti memiliki kekuatan sihir yang mampu membuatku merasa terpesona dengannya.
Perkataan Anna bermakna dalam bagiku. Andai saja dia tahu jika aku pernah membuat orang yang kusayangi tiada, pasti dia tidak akan berkata begitu.
Tidak ingin terbawa suasana sedih darinya, aku bangkit dari sofa menuju kamar mandi. Aku menatap cermin dengan dalam, melihat wajahku yang merasa iba karenanya.
Setelah berlama di kamar mandi, aku baru ingat jika ini masih pagi hari, dan seharusnya aku melanjutkan tidurku sampai siang. Jadi, aku beranjak kembali ke sofa dan melihat Anna yang masih mematung di sana.
“Aku bekerja pukul 4 sore dan sekarang, aku ingin melanjutkan tidurku. Kamu boleh melakukan apapun di tempat ini asal jangan membuat masalah,” kataku memperingatinya.
“Maaf, karena telah membuatmu masuk ke dalam masalahku.”
Anna bangkit dari sofa menuju kamarnya, lebih tepatnya kamarku. Dia bahkan tidak berkata sepatah kata lagi padaku.
.
.
Mataku mengernyit berkali-kali, karena perutku mulai berbunyi. Suara sibuk seseorang di dapur membuatku terbangun di siang hari. Aku mengambil ponsel dan melihat ini sudah pukul 1 siang.
Mulutku menguap tak henti-hentinya, dengan mata yang masih sedikit buram, aku beranjak menuju dapur dan melihat Anna tengah menyiapkan dua piring berisikan telur dadar.
“Aku hanya mendapatkan bahan telur, jadi kupikir akan membuatkanmu hidangan ini. Aku tahu kamu belum makan, Mario.” Ternyata wanita itu tidak marah karena bentakkanku tadi.
Perutku tidak bisa menolaknya sehingga ragaku otomatis duduk di kursi makan. Kami berhadap-hadapan tetapi hanya dia yang memasang senyum kekanak-kanakkan.
“Ambil ini!” Anna memberikanku garpu dan pisau sekaligus. Aku mengambilnya dan mulai memotong bagian kecil telur dadar itu.
Dan rasanya…. sangat luar biasa. Aku tidak pernah memakan telur dadar seenak ini. Padahal bumbu di dapur tidak terlalu banyak, mengapa dia bisa melakukannya dengan sempurna seperti seorang chef? Aku tidak perduli. Tanganku dengan cepat memotong dan memakan telur dadar itu sampai tak tersisa.
“Bagaimana rasanya?” Dia bertanya ketika aku sudah menghabiskan seluruh isi piring putih ini.
“Kamu pikir?” tanyaku kembali sambil melirik ke arah piring kosong.
Anna tersenyum gembira. “Ayolah, aku ingin tahu langsung dari mulutmu. Tolong katakan bagaimana rasanya?” Dia bertanya seperti anak kecil yang merengek permen pada ibunya, sangat lucu.
“Enak, ini sangat luar biasa, aku tidak pernah makan telur dadar seenak ini,” jawabku dengan jujur sehingga membuatnya semakin mengembangkan senyuman.
“Ah, senang sekali mendengarnya. Ibuku selalu mengajariku masak waktu ia masih hidup. Walaupun hanya berbahan dasar telur, aku bisa mengubahnya menjadi apa saja. Tapi bahan dapurmu tidak cukup, jadi… hanya ini yang bisa aku lakukan.”
Mengapa aku suka sekali melihatnya sesenang ini? Dia bercerita seperti anak kecil yang baru pulang dari perkemahan.
*Ding Dong*
Bel pintu apartemenku berbunyi. Aku segera bangkit dan membukanya untuk melihat siapa yang datang. Ketika aku mengintip dari lubang pintu, aku tahu ini akan menjadi masalah besar.
Tidak ada pilihan lain selain membukanya, karena dia bisa datang kapanpun dia mau.
“Mario, aku tidak punya banyak waktu. Cepat bayar uang sewa dua bulan apartemenmu!” Barak, debt collector pemilik apartemen ini langsung menyerbu tanpa basa-basi.
“Gosh! Barak, gajiku baru turun minggu depan. Aku berkata jujur kali ini, jadi tolong datang lagi minggu depan, oke?” Aku memohon padanya dengan wajahku yang mengemis.
“Tidak ada waktu lagi, Mario. Kau sudah mengatakan itu empat kali sejak 3 minggu lalu. Aku tidak bisa mentolerirmu lagi,” katanya dengan wajah kesalnya. Aku tahu jika Barak sudah memasang wajah seperti ini, dia akan meninjuku kapanpun dia mau.
“Aku mohon, ini yang terakhir kalinya. Kalau kau tidak percaya, kau bisa menghubungi rekan kerjaku untuk menanyakan keterlambatan gaji di tempatku bekerja. Bagaimana?” Aku memberinya penawaran terakhir, aku sudah tidak punya siasat lain.
Barak terlihat berpikir tapi sebuah langkah kaki mendekati kami. “Berapa uang sewanya?” Anna datang tiba-tiba dengan menggenggam dollar di tangannya. Aku tidak percaya wanita aneh sepertinya diperbolehkan memegang uang sebanyak itu.
“Anna, lebih baik kamu masuk ke dalam.” Aku memperingatinya tetapi Barak dengan cepat menjawab, “450 dollar!” Aku membelalakkan mata mendengarnya.
“Hey, bukankah tunggakanku 430 dollar?” Aku mengkoreksinya.
“Anggap saja sebagai keterlambatanmu dan uang besinku karena selalu sulit mencarimu, Bodoh!” Barak benar-benar kejam.
Anna memberikan uang itu kepadanya dan segera masuk ke dalam sesuai peringatanku. Barak tersenyum setelah menerima sejumlah uang. “Kau sangat pandai mencari kekasih, Mario. Jangan tinggalkan wanita kaya sepertinya, maka kau tidak akan pernah terkena masalah sepele seperti ini lagi,” kata Barak seraya menepuk pundakku.
Aku memberinya tatapan tajam. “Itu bukan urusanmu! Cepat pergi!”
Setelah melihat kepergian Barak yang terlihat senang karena mendapatkan tips, aku kembali masuk ke dalam dan menemui Anna yang masih duduk di kursi makan.
“Aku akan menggantinya nanti setelah gajian.” Aku kembali duduk dan minum segelas air.
“Tidak perlu, anggap saja sebagai jasa atas tumpanganku di sini,” jawabnya.
“A-apa itu berarti kau akan tinggal lagi di sini?” tanyaku dengan mata terbelalak.
Sekarang wajah wanita itu terlihat sedih seperti bayi lagi. “Aku mohon, hanya kamu orang yang aku percaya di kota ini. Aku tidak punya pilihan lain. Tapi aku janji, setelah aku mendapatkan tempat lain, aku akan segera pindah dari apartemenmu.”
“Baiklah, tapi tetap ikuti aturannya, oke?”
Dia mengangguk dan mengangkat jempolnya tanda setuju.
“Aku bekerja setiap pukul 4 sore sampai 12 malam, terkadang bisa lewat dari jam itu. Jadi, jangan menungguku, tidurlah lebih dulu dan jangan buatkan makan malam karena aku tidak akan memakannya. Tolong jangan membuat masalah dengan orang sekitar sini, dan jangan keluar tanpa seizin dariku.”
Dengan mata kucing bayinya dia memperhatikan setiap detail ucapanku. Aku terkesan bagaiamana cara dia mematuhi aturan yang aku buat. Tanpa kusadari, aku melihat dapur dalam keadaan bersih, tidak ada lumut yang menempel di dinding. Ketika aku berjalan ke ruang tengah pun sama, lantai bersih mengkilat.
Anna yang melihatku sedikit kebingungan karena ekspresiku. “Apakah kau yang melakukan ini semua?” tanyaku padanya.
Dia menngangguk dengan melipat bibirnya. “Aku minta maaf untuk mengatakan ini padamu. Tapi aku tidak bisa tinggal di tempat yang kotor, karena itu akan membawa banyak kuman dan penyakit. Jadi, aku membersihkan keseluruhan termasuk kamar mandimu dan kamarmu.”
Setelah dia berbicara seperti itu, dengan cepat aku menuju kamarku. Aku berharap dia tidak membuang barang berharga milikku.
“Fyuhh….”
“Apa yang kau cari?” Anna bertanya karena melihatku bertelungkup di bawah kasur.
“Tidak, aku takut kau membuang buku ini.” Aku mengambil sebuah buku besar berwarna coklat.
“Tidak mungkin aku membuang barang orang lain sembarangan. Tenang saja!”
Aku tersenyum karena dia bisa mengerti. “Terima kasih, kamarku terlihat jauh lebih baik dan bersih.” Aku sendiri malu terhadap diriku yang tidak bisa merawat apartemen kecil dan kumuh ini. Tapi karena Anna tempat ini terlihat lebih nyaman dan tidak kumuh lagi.
“Bisakah aku menjadi seorang teman untukmu, Mario?” Anna meminta padaku. Seharusnya dia sudah tahu jawabannya karena aku telah mengizinkannya tinggal lebih lama.
“Ya, kita bisa berteman,” balasku.
“Ah, aku melupakan sesuatu,” ucapnya lagi seraya mencari sesuatu dan dia berhasil membawa kembali tas pink-nya.
Anna memberiku beberapa dollar. “Ini, untuk membeli keperluan dapur, dan bisakah kamu membelikanku es krim susu? Aku sangat menyukainya.”
Gosh! Dia mulai kembali seperti anak kucing yang menggemaskan lagi. Aku tertawa di dalam hati dan menerima uang itu.
“Baiklah, aku akan membelikan barang-barang keperluan kita termasuk es krim susu yang kamu minta.”
Setelah itu, Anna terlihat menuju kamar mandi untuk mencuci semua pakaian kotor termasuk milikku. Dengan cepat aku mencegahnya. “Tidak perlu, di sini tidak ada tempat menjemur. Lebih baik dibawa ke laundry saja.”
Anna tercekat kaget melihat wajahku. Tidak mungkin wanita itu mencuci seluruh pakaianku, bukan? Itu terkesan aneh dan tidak sopan.
Suasana malam di Café kali ini sangat ramai. Itu dikarenakan kedatangan segerombolan pria dan juga wanita muda yang sedang berpesta merayakan kelulusannya. Terkadang aku merasa iri jika melihat orang-orang yang tengah menikmati masa mudanya dengan belajar ataupun berkumpul bersama teman. Penyakit yang ada di dalam diriku membuat sangat menyiksa. Tidak ada waktu untuk tidak melintas bayangan mantan kekasihku yang sudah tiada, sangat tragis. “Hey, Sayang! Bisakah kita jalan nanti malam?” Mischelle membuka pintu dengan bibir merahnya yang tebal. Aku pikir Mac berhasil mengalihkan wanita ini dariku. “Hum, maaf Mischelle, aku punya urusan lain,” kataku tanpa memperhatikannya dan terus memandang pada sajian minuman. Dia semakin mendekat. “Apa kamu punya wanita lain?” Sekarang dia meraih daguku agar menatap matanya yang lentik. “Tidak, hanya saja, belakang ini aku sering lelah.” Bagaimana caranya untuk menjauh dari wanita ini selain aku berhe
Sekarang wanita di sebelahku semakin membuatku panik. Wajahnya menggambarkan seolah dia tidak ingin bertemu denganku lagi. Tapi kami adalah seorang sepasang kekasih yang akan segera bertunangan mingu depan. Mengapa dia berubah?“Honey, tenangkan dirimu! Ceritakan yang sebenarnya,” kataku dengan tenang.Menyatakan sesuatu kebenaran disaat berkendara adalah ide yang buruk menurutku. Tapi dia memaksa untuk menyatakannya sekarang.“Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita.” Suaranya parau dengan raut wajah yang ketakutan.Aku mengepalkan jemariku pada setir sampai buku-buku jariku terlihat.“A-apa?! Kenapa? Apakah aku membuat kesalahan?!” tanyaku dengan panik.Tentu saja aku panik, dia ingin mengakhiri hubungan kami disaat perjalanan cinta kami baru saja dimulai minggu depan. Aku berantakan, emosiku mulai tidak terkendali. Tapi aku masih berusaha untuk mengemudi mobil putih ini dengan baik.“Aku t
4 Tahun kemudian di Los Angeles Bunyi alarm mengagetkanku pada sore hari. Tidak seperti kebanyakan orang-orang yang mengatur alarm di pagi hari, karena aku bekerja mulai dari sore hingga tengah malam. Pemilik Restoran tempatku bekerja adalah seorang pria yang sudah berusia hampir 50 tahunan, sehingga tanggung jawabnya diserahkan kepada keponakannya bernama Mischelle. Aku nyaman bekerja di tempat itu karena bisa mengurangi tekanan masa laluku yang buruk. Bertemu dengan orang banyak tanpa harus berbicara terlalu panjang. Memperhatikan setiap gerak orang-orang yang memiliki kesibukannya masing-masing. Suara keran menyala membuat air mengguyur ke seluruh badanku. Itu terasa menyegarkan bukan hanya tubuhku, tetapi juga pikiranku. Jaket terakhir kukenakan sebagai penutup baju seragam kerja. Berjalan keluar dari apartemen buruk dan kecil yang selalu bisa menjadi tempat terakhirku saat ini ketika ada masalah. Melihat orang-orang berjalan berg
Kedua pria itu saling memandang lalu tertawa terbahak-bahak. Aku tidak mengerti seberapa keras alkohol yang mereka minum. Tapi itu membuat keduanya menjadi bodoh dan wanita aneh itu juga bodoh, mengapa tidak lari. Mengelabuhi pria mabuk adalah hal yang mudah bagiku.“Oooow… jadi wanita ini kekasihmu? Dia sangat aneh, tapi juga sangat manis,” kata pria itu dan temannya mengangguk setuju.“Ya, dia kekasihku. Aku mohon maaf karena dia telah mengganggu kalian. Jadi, aku mohon pamit bersamanya,” ucapku seraya menggenggam tangan wanita itu yang berkeringat dingin. Meninggalkan keduanya dengan berjalan perlahan menjauh.Kami berjalan perlahan dan semakin menambah kecepatan hingga sampai di persimpangan ketiga. Wanita itu menarik tangannya dari genggamanku.“Lepaskan!” katanya dengan ketakutan.Aku bisa melihat wajahnya yang seperti bayi, dengan mata kucingnya yang menggemaskan. Tapi dia sudah dewasa bukan? Mengap
Suasana malam di Café kali ini sangat ramai. Itu dikarenakan kedatangan segerombolan pria dan juga wanita muda yang sedang berpesta merayakan kelulusannya. Terkadang aku merasa iri jika melihat orang-orang yang tengah menikmati masa mudanya dengan belajar ataupun berkumpul bersama teman. Penyakit yang ada di dalam diriku membuat sangat menyiksa. Tidak ada waktu untuk tidak melintas bayangan mantan kekasihku yang sudah tiada, sangat tragis. “Hey, Sayang! Bisakah kita jalan nanti malam?” Mischelle membuka pintu dengan bibir merahnya yang tebal. Aku pikir Mac berhasil mengalihkan wanita ini dariku. “Hum, maaf Mischelle, aku punya urusan lain,” kataku tanpa memperhatikannya dan terus memandang pada sajian minuman. Dia semakin mendekat. “Apa kamu punya wanita lain?” Sekarang dia meraih daguku agar menatap matanya yang lentik. “Tidak, hanya saja, belakang ini aku sering lelah.” Bagaimana caranya untuk menjauh dari wanita ini selain aku berhe
Anna, wanita ini, wanita yang baru kutemui beberapa jam yang lalu sudah mampu membuat hatiku runtuh dan mulai merasa empati padanya. Dia seperti memiliki kekuatan sihir yang mampu membuatku merasa terpesona dengannya.Perkataan Anna bermakna dalam bagiku. Andai saja dia tahu jika aku pernah membuat orang yang kusayangi tiada, pasti dia tidak akan berkata begitu.Tidak ingin terbawa suasana sedih darinya, aku bangkit dari sofa menuju kamar mandi. Aku menatap cermin dengan dalam, melihat wajahku yang merasa iba karenanya.Setelah berlama di kamar mandi, aku baru ingat jika ini masih pagi hari, dan seharusnya aku melanjutkan tidurku sampai siang. Jadi, aku beranjak kembali ke sofa dan melihat Anna yang masih mematung di sana.“Aku bekerja pukul 4 sore dan sekarang, aku ingin melanjutkan tidurku. Kamu boleh melakukan apapun di tempat ini asal jangan membuat masalah,” kataku memperingatinya.“Maaf, karena telah membuatmu masuk ke dalam
Kedua pria itu saling memandang lalu tertawa terbahak-bahak. Aku tidak mengerti seberapa keras alkohol yang mereka minum. Tapi itu membuat keduanya menjadi bodoh dan wanita aneh itu juga bodoh, mengapa tidak lari. Mengelabuhi pria mabuk adalah hal yang mudah bagiku.“Oooow… jadi wanita ini kekasihmu? Dia sangat aneh, tapi juga sangat manis,” kata pria itu dan temannya mengangguk setuju.“Ya, dia kekasihku. Aku mohon maaf karena dia telah mengganggu kalian. Jadi, aku mohon pamit bersamanya,” ucapku seraya menggenggam tangan wanita itu yang berkeringat dingin. Meninggalkan keduanya dengan berjalan perlahan menjauh.Kami berjalan perlahan dan semakin menambah kecepatan hingga sampai di persimpangan ketiga. Wanita itu menarik tangannya dari genggamanku.“Lepaskan!” katanya dengan ketakutan.Aku bisa melihat wajahnya yang seperti bayi, dengan mata kucingnya yang menggemaskan. Tapi dia sudah dewasa bukan? Mengap
4 Tahun kemudian di Los Angeles Bunyi alarm mengagetkanku pada sore hari. Tidak seperti kebanyakan orang-orang yang mengatur alarm di pagi hari, karena aku bekerja mulai dari sore hingga tengah malam. Pemilik Restoran tempatku bekerja adalah seorang pria yang sudah berusia hampir 50 tahunan, sehingga tanggung jawabnya diserahkan kepada keponakannya bernama Mischelle. Aku nyaman bekerja di tempat itu karena bisa mengurangi tekanan masa laluku yang buruk. Bertemu dengan orang banyak tanpa harus berbicara terlalu panjang. Memperhatikan setiap gerak orang-orang yang memiliki kesibukannya masing-masing. Suara keran menyala membuat air mengguyur ke seluruh badanku. Itu terasa menyegarkan bukan hanya tubuhku, tetapi juga pikiranku. Jaket terakhir kukenakan sebagai penutup baju seragam kerja. Berjalan keluar dari apartemen buruk dan kecil yang selalu bisa menjadi tempat terakhirku saat ini ketika ada masalah. Melihat orang-orang berjalan berg
Sekarang wanita di sebelahku semakin membuatku panik. Wajahnya menggambarkan seolah dia tidak ingin bertemu denganku lagi. Tapi kami adalah seorang sepasang kekasih yang akan segera bertunangan mingu depan. Mengapa dia berubah?“Honey, tenangkan dirimu! Ceritakan yang sebenarnya,” kataku dengan tenang.Menyatakan sesuatu kebenaran disaat berkendara adalah ide yang buruk menurutku. Tapi dia memaksa untuk menyatakannya sekarang.“Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita.” Suaranya parau dengan raut wajah yang ketakutan.Aku mengepalkan jemariku pada setir sampai buku-buku jariku terlihat.“A-apa?! Kenapa? Apakah aku membuat kesalahan?!” tanyaku dengan panik.Tentu saja aku panik, dia ingin mengakhiri hubungan kami disaat perjalanan cinta kami baru saja dimulai minggu depan. Aku berantakan, emosiku mulai tidak terkendali. Tapi aku masih berusaha untuk mengemudi mobil putih ini dengan baik.“Aku t