Suara Reka yang terdengar nyaring akhirnya berhasil menarik perhatian pak tua.Deg, deg, deg, deg...!Detak jantung Dion berpacu lebih cepat ketika mendengar suara Reka yang terdengar seperti mengejek si pak tua.Dion langsung berlari ke hadapan Reka dan Martis."E..., anu, ma-mafkan Gadis ini, Pak Tua. Dia hanya bercanda kok. I-iya kan, Reka?" Sebisa mungkin Dion memberikan isyarat kepada Reka agar menjaga ucapannya."Siapa yang bercanda? Tidak, aku tidak bercanda kok. Kak Martis, apakah ucapanku tadi salah?" Padahal Dion berniat ingin membantunya, namun Reka malah tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Dion."Siapa mereka berdua?!" Kedua alis pak tua terangkat seraya bertanya pada Dion."Eh? Maafkan aku, Pak Tua. Perkenalkan, namaku adalah Martis. Dan ini, ia adalah Adikku. Namanya adalah Reka." Dengan cara memaksa, Martis menekan tubuh Reka agar membungkuk ke arah pak tua, dan dengan terpaksa pula Reka melakukannya."Hah?! Siapa namamu? Martis?" Yang tak disangka oleh Dion, setelah
Martis sempat bertanya-tanya di dalam hatinya.Setelah Martis membaca satu pemberitahuan di layar utama sistem miliknya, Martis akhirnya menyetujui permintaan dari pak tua."Pak Tua, aku sungguh mengucapkan banyak rasa terima kasih pada anda. Tenang saja, aku Martis! Aku berjanji akan menepati janjiku untuk datang kemari lagi setelah menyelesaikan urusanku ini. Jadi, apakah kita bisa melakukan teknik teleportasi ini sekarang?" Martis berdiri dari duduknya kemudian ia membungkukkan badannya. Setalah itu Martis meletakkan tangan kanannya di depan dada untuk berjanji pada pak tua. Martis berjanji akan datang lagi kemari.Sebenarnya tanpa diminta pun, Martis memang sudah memiliki niat untuk datang kembali ke tempat pak tua ini. Entah kenapa, hati Martis merasakan gejolak yang tak biasa. Tapi Martis tidak mengerti, gejolak apa itu?"Baiklah, perhatikan ini. Sebenarnya teknik teleportasi adalah salah satu kekuatan elemen." Pak tua mengajak Reka dan Martis ke ruangan yang ada di sebelah."Ap
Tubuh Roki terpental dan menghantam beberapa tembok bangunan yang ada di sekitar markas Herupa. Siuw..., boom!Belum juga sempat memantapkan kedua kakinya untuk bangkit, satu tembakan misil kembali melesat ke arah Roki.Karena memang tidak siap, alhasil tubuh Roki benar-benar terasa sangat sakit saat misil itu mengenai tubuhnya. Untungnya, tubuh Roki sangat keras. Jadi walaupun terasa sakit, tubuh Roki masih terlihat cukup baik-baik saja. Dor, dor, dor, dor!Pasukan elit yang di pimpin oleh Martanto kembali mencoba untuk mengalihkan perhatian Cyborg dua dan Cyborg tiga.Puluhan, tidak! Bahkan ratusan peluru biasa di tembakkan. Namun tentu saja itu akan sia-sia.Roki mencoba untuk bangkit, namun sayangnya kedua kaki Roki terasa sangat lemas. Stamina dan energi Roki sudah benar-benar terkuras. Bahkan kakinya sudah bergetar saat mencoba untuk kembali berdiri.'Apakah ini akhir dari hidupku? Tidak! Bagaimana nasib mereka semua jika aku berhasil dikalahkan sekarang? Aku harus yakin, kala
Tring!Akhirnya Martis dan Reka tiba di gedung utama markas Herupa tepat satu menit sebelum Roki diserang oleh dua tembakan sinar laser.Martis yang awalnya sempat terkejut melihat keadaan markas Herupa yang sudah kacau balau, lebih terkejut lagi saat ia menyaksikan Roki yang tengah pasrah. Karena hal itulah Martis langsung bergegas ke arah Roki dan berhasil menyelematkan Roki. Telat sepersekian detik saja, entah apa yang akan terjadi pada Roki jika ia benar-benar terkena dua serangan sinar laser dari Cyborg dua dan Cyborg tiga tadi."Apakah Paman masih sanggup berdiri?" Setelah dirasa dalam jarak yang aman, akhirnya Martis bertanya pada Roki."Hah?! Martis?! Ka-kau..., kau menyelamatkan hidupku!" Awalnya Roki merasa kalau ini hanyalah mimpi.Bruk!Tubuh Roki langsung dipeluk erat oleh anaknya."Ayah!" Melihat keadaan ayahnya yang compang-camping, Reka pun meneteskan air matanya. Reka sangat tahu bagaimana perjuangan ayahnya kali ini. Dari penampilan saja Reka bisa menebak kalau ayahn
Melihat ketiga Cyborg yang ia rawat dengan sepenuh hati kalah, akhirnya Jendral Sabo memutuskan kalau sekarang adalah waktu yang tepat baginya untuk beraksi. Lagi pula sejak awal, Jendral Sabo memang menantikan kehadiran Martis.Bam, bam, bam!Martis yang merasa marah masih terus memukuli dua Cyborg yang berhasil ia kalahkan bersama Reka."Kak Martis, apakah kau berniat membuat kedua Cyborg ini menjadi barang rongsokan? Bukankah mereka berdua sudah tidak dapat bergerak lagi? Kenapa kau masih terus memukuli mereka? Em..., itu..., bagaimana kalau mereka mati?" Rasa iba masih ada di dalam hati Reka. Reka juga baru sadar kalau kedua Cyborg yang masih Martis pukuli untuk melampiaskan amarahnya ini awalnya adalah manusia.Bam!Boom!Bukannya berhenti, pukulan Martis malah semakin kuat.Reka bahkan sampai mundur beberapa langkah untuk menghindari tekanan dari ledakan yang dihasilkan dari pukulan Martis barusan.Krak!Tring!Bagian dada tubuh Cyborg dua akhirnya terlihat hancur.Martis mengama
Padahal gerakan yang diperlihatkan oleh Martis dan Jendral Sabo sungguh menakjubkan. Tapi ternyata, kedua orang yang terlihat sedang bertarung dengan sangat sengit ini belumlah sama-sama serius. Mereka berdua masih sama-sama pemanasan. "Cih! Ayo, keluarkan kemampuan aslimu!" ujar Jendral Sabo.Bam!Bugh!Bugh!Bugh!Jendral Sabo kembali melancarkan beberapa pukulannya.Brak!Bam!Boom!Martis juga tidak mau kalah, ia menahan serangan itu lalu ia pun segera membalas pukulan-pukulan Jendral Sabo.Boom, boom, boom!Padahal mereka hanya saling beradu pukulan, namun suara yang dihasilkan sudah seperti suara ledakan dari sebuah meriam yang ditembakkan.Reka yang mencoba maju mendekati Martis akhirnya menghentikan langkahnya sejenak. Reka tidak bodoh. Reka tahu kalau situasi yang saat ini adalah situasi puncaknya mara bahaya. Bayangkan saja, dua orang yang saling beradu pukulan bisa sampai menghasilkan suara ledakan sekeras ini. Dan lagi, bukan hanya suara ledakannya saja yang terdengar ker
Rasa kesal yang Martis rasakan sangatlah besar."Sial, sial, sial! Reka...!" Walaupun merasa telat menghampiri Reka, Martis tetap berlari mendekatinya untuk memastikan bagaimana keadaan Reka setelah tadi ia melihatnya terkena tembakan sinar laser ungu milik Jendral Sabo.Sing...!Jediar!Namun belum sempat Martis tiba di tempat Reka berada, tembakan sinar laser ungu kembali ditembakkan ke arahnya.Boom!Untung saja sistem mengaktifkan semua kemampuan yang Martis miliki. Jadi, karena teknik Sensorik juga aktif maka Martis dapat mendeteksi adanya serangan yang mengarah ke arahnya.Trap!Martis melompat guna menghindari serangan sinar laser ungu itu.Tatapan mata Martis sangat tajam. Ia menatap Jendral Sabo dengan penuh amarah!"Baiklah, sepertinya kau benar-benar harus dimusnahkan!" teriak Martis.Slash...!Slash...!Slash...!Sambil berlari secepat kilat, Martis juga menembakkan kekuatan elemen petirnya pada Jendral Sabo.Dert, dert, dert...!Jediar!Sepertinya ledakan petir itu sediki
Beberapa jam kemudian, ketika sinar mentari mulai merangkak naik dari ufuk timur Martis masih berusaha mencari cara untuk mengalahkan musuh terkuat yang pernah ia hadapi kali ini.Martis sudah mencoba berbagai serangan namun hasilnya masih tetap sama saja. Sepertinya tubuh Jendral Sabo memang sangatlah keras dan juga kuat.Martis baru menyadari kalau ada Roki yang tengah berada di samping Reka. Martis juga memperhatikan keadaan Reka yang terlihat aneh. Pasalnya, tubuh Reka diselimuti oleh cahaya kuning keemasan.'Apa yang terjadi dengan Reka? Tapi sepertinya keadaannya baik-baik saja. Em..., tapi kok terlihat aneh ya?' Martis penasaran dengan apa yang sedang Reka lakukan. Sebab, sejak tadi Reka terlihat hanya berdiam diri."Hahahaha...! Ayo lanjutkan permainan ini!" Tawa Jendral Sabo terus terdengar. Nampaknya Jendral Sabo sangat menikmati pertarungannya melawan Martis ini.Tentu saja Jendral Sabo merasa senang, sebab ia yang sedang unggul dari Martis. Coba kalau ia yang kalah? Entah