Home / Fantasi / Pengendali Arwah Terakhir / 4| Gadis Ular dan Barbro Si Buta

Share

4| Gadis Ular dan Barbro Si Buta

Author: Roe_Roe
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Kumohon, jangan!” Eryk berusaha mempertahankan hidupnya dengan segala cara tapi tenaganya terlalu lemah ketika dijerat dengan sangat kuat oleh sulur-sulur tanaman itu.

Gadis aneh dengan sulur tanaman di sekujur tubuhnya itu masih duduk di atas kaki Eryk. Dia urung mencobloskan ujung tanaman berduri ke jantung Eryk. Dia malah mengeluarkan belati dan ingin memotong jari-jari Eryk yang terentang di permukaan aspal.

Eryk tak bisa melihat White di mana pun. Kadangkala burung hantu itu datang menolongnya. Lebih sering tiba-tiba dia menghilang saat Eryk dalam keadaan terdesak. Rasa takut memompa ke dalam pembuluh darah Eryk.

“Aku mati malam ini,” pikirnya berulang-ulang.

Tapi, belati itu hanya tipuan untuk mempermainan Eryk.

“Awas!” teriak si burung hantu tiba-tiba datang sambil menukik tajam. Dia mencengkeram kuat sulur tanaman yang hampir menembus jantung Eryk.

Eryk setrika mendongak saat mendengar teriakan burung hantu itu yang terdengar sangat meremangkan tengkuk.

Seseorang datang dari ujung gang. Dia menembakkan anak panah yang meluncur dan memotong sulur-sulur tanaman yang menjerat tubuh Eryk. Si gadis berqipao merah melompat dari tubuh Eryk dan merasa kesakitan.

Eryk berguling di permukaan aspal begitu dirinya terbebas. Dia sempat melirik sosok yang baru datang dan menyelamatkannya dengan busur dan anak panah.

“Hentikan, Aly!” teriak seorang pria berusia sekitar awal 50-an dengan pakain compang-camping.

Di tangan pria itu masih tergenggam busur. Anak panah tersimpan di tas di punggungnya. Dia siap menembakkan anak panah lagi ke arah gadis bernama Aly.

“Jangan ikut campur urusanku, Barbro!” desis Aly.

“Kau sudah melukai orang yang salah, Aly!” ujar Barbro. “Atau haruskah kau kupanggil dengan nama Belinda? Sepertinya nama Belinda (ular berbisa) lebih cocok untukmu.”

Eryk berlutut di permukaan aspal yang lembap dengan dada yang naik turun dan terengah-engah. Burung hantunya bertengger tak jauh dari tempat sampah di dekatnya.

Kali ini, gadis yang dipanggil Aly atau Belinda atau siapa pun itu, pikir Erik, tengah berhadapan dengan Barbro—seorang pria berpakaian compang-camping dan penuh brewok di wajahnya. Rambut cokelat kasar mencuat dari bawah topi wol lelaki itu. Dia mengenakan beberapa lapis pakaian pudar termasuk jaket wol tua yang bagian pinggangnya dieratkan dengan tali.

“Jangan ganggu pemuda itu!” ujar Barbro yang suaranya terdengar kasar. Dalam keadaan normal matanya seperti awan putih.

“Dia buta!” Eryk terkejut.

“Apa urusanmu Barbro? Pemuda ini terlibat dengan banyak pembunuhan akhir-akhir ini di Rockwool. Malam ini dia baru saja meninju seorang summoner muda yang terlalu bodoh dan ceroboh sampai tulang belulangnya remuk di ujung gang sana.”

“Tinju? Tulang remuk?” ulang Eryk di dalam benaknya. Dia teringat pada dua pria yang pernah menyekapnya di gudang.

Barbro mencengkeram salah satu sulur tanaman yang terhubung dengan tubuh Aly.

Eryk memperhatikan semuanya dalam diam di sudut gelap dengan ditemani White di pundaknya. Terlihat Aly menahan sakit dan mengernyit ketika sulur tanaman itu dicengkeram kuat oleh Barbro.

“Jika kau masih membuat ulah di sini dan tak segera pergi, aku akan memotong tanamanmu hingga kau tak berdaya, Alyssa!” ancam Barbro. “Tempatmu bukan di jalanan Rockwool, tapi di menara gading di Black Lake sana.”

“Jadi, kau bersekongkol dengan pria ini, Barbro? Kau akan membiarkan kematian demi kematian para summoner itu begitu saja?” desis Alyssa.

“Aku yang akan menjamin bahwa pemuda itu tak terlibat dengan pembunuhan para summoner. Mereka mati dengan tinju di sekujur tubuhnya. Bahkan kau bisa melihat sendiri pemuda ini sangat lemah. Jangankan meninju, melawan tanamanmu saja dia sudah kewalahan. Dia hanya manusia biasa, gelandangan, bukan seorang summoner,” ujar Barbro.

Alyssa mendesis dan menyentakkan kembali seluruh tanamannya agar masuk ke dalam telapak tangannya. Di beberapa bagian tubuh Alyssa terlihat bekas luka yang diakibatkan oleh panah-panah Barbro pada roh summonnya.

Eryk berpikir cepat. Dia mengira-ngira apakah setiap perlakuan yang diterima oleh roh summon akan berimbas pada summonernya?

White bisa membaca pikiran Eryk. Burung itu memutar kepala 360 derajat sebagai ganti anggukan.

Eryk bergegas berdiri dengan napas yang terengah-engah. Dia mendongak melihat burung-burung gagak bertengger bersama di susuran tangga darurat mengawasi mereka dengan diam.

Gagak-gagak itu mengepakkan sayap dan berterbangan ke langit gelap. Alyssa menyimpan kembali seluruh sulur tanamannya dan kini dia tampak seperti seorang gadis biasa. Dengan tatapan dingin, Alyssa melihat bergantian pada Barbro dan Eryk sebelum pergi meninggalkan gang gelap itu.

Eryk masih kelaparan. Dia melesat ke arah ayam goreng yang bergeletakan di tanah. Dia memasukkan kembali sisa-sisa ayam goreng itu ke kotak.

“Jangan buang-buang makanan!”

Selagi melakukan itu, Eryk merasakan Barbro menatap punggungnya. Eryk tak peduli dan tak merasa berutang dudi ataupun harus mengucapkan terima kasih pada pria itu. Dia tak ingin terlibat dengan siapa pun. Setelah selesai memunguti ayam-ayam itu, Eryk membenamkan kotak ayam ke dalam saku mantel dan bergegas melompat ke arah tangga darurat.

“Tunggu, Anak Muda!” teriak Barbro. “Kau benar-benar tak tahu sopan santun. Siapa namamu?” tanya Barbro.

Eryk menoleh dan menghadap pria itu. Tapi, tatapan Eryk mengarah ke tanah. “Aku bukan siapa-siapa,” balas Eryk datar.

Barbro mendengus. Sepasang mata butanya memicing tak suka. “Oh, ya? Jadi kau pendatang baru di sini? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya.”

Eryk menggeleng lagi tak tahu harus mengatakan apa. “Apa kau sudah selesai? Aku ingin segera pergi dan menikmati makan malamku.”

“Sebaiknya kau berhati-hati,” tegur Barbro.

“Aku bukan anak kecil. Aku bisa mengurus diriku sendiri,” ujar Eryk sambil melompat ke salah satu bordes sebelum naik ke atap bangunan terdekat.

“Buatku kelihatannya tidak begitu,” ujar Barbro. Dia mengangkat dagu.

Eryk mendengar suara kaokan dan cakar para gagak yang bergerak-gerak di susuran tangga di atasnya. Eryk seolah-olah bisa mengerti maksud dan kemauan para gagak-gagak itu. Mata buta Barbro beralih ke para gagak tersebut. Bibirnya membentuk senyum samar.

“Mereka teman-temanmu?” tanya Barbro.

Eryk menoleh pada Barbro dengan pandangan yang sangat tajam. “Aku tak punya teman! Aku tak pernah berteman dengan siapa pun apalagi binatang pemakan bangkai.”

Eryk menaiki tangga baja tanpa menatap ke bawah. Dia bergerak naik dengan sangat cepat dan lincah seolah-olah tubuhnya seringan kapas. Sesekali kakinya melompat dan mengayun seperti seorang pemain parkour profesional. Nyaris setiap gerakannya tak menimbulkan suara.

Ketika Eryk sampai di atap, dia menengok untuk terakhir kali dan melihat Barbro masih memperhatikan dengan mata butanya.

“Sesuatu yang buruk akan datang!” teriak Barbro dari bawah. “Sesuatu yang sangat buruk. Jika kau mendapat masalah bicaralah pada burung-burung berwarna putih. Kematian demi kematian di kota ini hanyalah awal dari bencana yang lebih besar.”

“Burung berwarna putih?” Eryk melirik pada White yang masih diam bertenggerr di pundak. “Apakah yang dia maksud itu kau, White?”

Burung hantu itu tak menjawab dan hanya mengibaskan sayapnya yang terentang lebar. “Dia mungkin hanya beromong kosong. Dia bahkan tak bisa melihatku. Dia buta!” ujar si burung hantu.

“Benarkah? Aku pikir dari tadi pria itu terus menatap ke arahmu.”

“Dari tadi pria itu terus melirik ke langit. Kau terlalu jelas menanggapinya. Berhati-hatilah dengan kemampuanmu dalam berbicara dan membaca pikiran para burung. Itu bisa membawamu ke lubang neraka.”

Eryk masih berlutut di atap bangunan. Sekali lagi dia melongok ke bawah tapi Barbro sudah tak ada di sana. Eryk melihat pada sirine mobil polisi yang terus berkelap-kelip di kejauhan dengan suara yang meraung-raung.

“Apa kau tahu sesuatu, White?” tanya Eryk. “Sepertinya aku perlu memeriksa ke sana. Baru kali ini ada seseorang yang menuduhku terlibat dengan pembunuhan. Ini sedikit mengerikan. Apakah aku terlihat seperti seorang pembunuh? Jika pembunuhan itu dilakukan oleh dua pria itu, maka aku harus mengejarnya, bukan?”

“Kau ingin balas dendam? Bukankah sebelumnya aku katakan, apa kau tidak ingin menolong gadis itu? Dan kau mengabaikannya,” ujar White sebelum mengepakkan sayap meninggalkan Eryk.

“Aku ingin balas dendam untuk diriku sendiri!”

Eryk berlari dan melompat dari satu atap ke atap yang lain mengikuti kepergian si burung hantu. Pada salah satu gang yang terlihat sepi dan tak ada lampu, dia melihat suatu pergerakan yang sangat cepat di bawah sana. Eryk memburunya. Ada sesuatu yang tak biasa tengah terjadi di kawasan tempat dia biasa bermain. Sesuatu itu telah membuatnya berada dalam bahaya.

“White!” teriak Eryk. “Kejar sosok itu!”

Related chapters

  • Pengendali Arwah Terakhir   5| Lubang Hitam di Matanya

    Ketika Eryk melangkah ke salah satu atap bangunan berikutnya, dia tidak terlalu memperhatikan karena gelap. Seseorang tiba-tiba memukulnya dengan sebuah tongkat bisbol hingga Eryk tersungkur.White terbang berputar di atasnya tanpa suara. Dia hanya bisa melihat Eryk yang berguling-guling di atap bangunan. Terdengar langkah-langkah kaki bergegas menaiki tangga darurat tak jauh dari tempat Eryk terjatuh.Suara langkah kaki itu membuat Eryk seketika waspada. Ketika dia mencoba untuk bangkit sekelompok pria berpakaian serba hitam datang untuknya.Eryk berjuang mengayunkan kaki untuk berdiri dan lari. Akan tetapi, jemari kakinya terasa terbenam di dalam sepatunya yang berlubang. Ada sesuatu yang menghambat gerak Eryk. Dia menjadi kaku dan tak seluwes biasanya.Tempatnya berdiri terlindung bayangan. Tapi, dia bisa melihat dari berkas-berkas cahaya dari gedung-gedung di sekitarnya. Sejumlah pria berjajar di dekat dinding dan mengepungnya. Mereka semua berpakaian serba hitam dan mengenakan to

  • Pengendali Arwah Terakhir   6| Jebakan di Rumah Kakek

    Eryk terbangun sambil menjerit. Keringat mulai mengering di dahinya dan lengannya merinding. Dia bisa melihat napasnya di bawah lapisan kain tenda yang membentang di antara dahan-dahan di atasnya. Selagi duduk, pohon itu berderit dan sarang tempatnya berbaring goyang sedikit. Burung hantu putih bergegas menjauh dari tangan Eryk.“Kebetulan,” gumam Eryk. “Ini pasti hanya kebetulan.”“Ada apa?” tanya White. Dia mendarat dari dahan di atas kepala Eryk dan menghampirinya di samping pemuda itu.Eryk memejamkan mata dan membayangkan cincin emas dengan simbol yang sangat khas pada jari pria pucat yang menyerangnya.“Katakan padaku, White. Bagaimana aku bisa kembali ke sini? Bukankah terakhir aku diserang di trotoar di tengah Kota Rockwool?”“Yeah, kau pingsan setelah segerombolan pria melemparkanmu dari ketinggian. Aku dan kawan-kawan berusaha menangkapmu dan mendaratkanmu di trotoar. Tapi setelah itu, kau menjerit-jerit ketakutan seperti orang gila dan setelah itu lagi kau kembali pingsan t

  • Pengendali Arwah Terakhir   7| Tersangka Berjaket Merah

    Suara alarm darurat dan sirine mobil polisi meraung-raung secara bersamaan hingga membuat kepala Eryk rasanya ingin meledak. Tiba-tiba dia lupa bagaimana cara keluar dari sana karena saking panik dan bingungnya.Tangan dan pakaian Eryk dipenuhi darah sang paman. Dia berlari menuju pintu, tapi sejumlah orang dengan langkah kaki berderap datang mendekat. Eryk mundur ketakutan. Dia mencari jalan lain dan melihat korden putih yang berayun-ayun seperti hantu yang pucat. Eryk menyibak korden dan mendapati pintu menuju ke balkon sedikit terbuka.Eryk membuka lebih lebar pintu kaca geser itu. Angin segera menerpa tubuhnya. Dia mendengar suara berisik dari balkon. Saat melangkah keluar, Eryk memergoki seseorang baru saja melompat dari sana.“Siapa itu?” pikir Eryk.Saat dia bersiap melompat dari lantai dua dan memburu orang yang baru saja kabur, dia mendengar pintu ruang kerja pamannya terbuka dengan keras. Sejumlah pengawal pribadi berdiri di sana dengan senjata api dan radio di tangan mereka

  • Pengendali Arwah Terakhir   8| Menjadi Buronan

    Peluru itu melesat ke arah kepala Eryk. Dia melihatnya dengan sangat jelas. Tapi, ada sesuatu yang aneh. Ketika peluru itu menuju ke arahnya, tiba-tiba suasana menjadi melambat hingga akhirnya waktu seolah-olah berhenti sama sekali.Kedua petugas polisi di depan Eryk seperti gambaran dalam film-film aksi di mana mereka melakukan slow motion. Kedua petugas kepolisian itu dikerubungi oleh burung-burung merpati putih, cokelat, dan hitam dalam jumlah besar.Eryk bahkan bisa melihat burung-burung itu juga berhenti dalam posisi melayang. Mereka tak bergerak sama sekali seperti patung. Salah satu cakar burung-burung itu bahkan terlihat menembus kulit sang petugas kepolisian. Darah yang menetes dari luka cakaran itu juga membeku dan berhenti mengalir.Semuanya seperti ilusi. Sedangkan udara di sekitar Eryk terasa hampa. Tidak ada suara, tidak ada angin, semuanya hampa.Peluru itu terhenti sekitar satu inchi di depan kening Eryk. Saat Eryk menggerakkan tangan cepat untuk melindungi kepala dari

  • Pengendali Arwah Terakhir   9| Gagak yang Cerdas (Licik)

    Eryk berguling ke samping untuk menghindari serangan badai angin yang ditembakkan oleh pria berjaket merah. Badai angin itu menghantam salah satu dinding bangunan hingga membuatnya retak.Jantung Eryk berdegup kencang. Jika dia terlambat menghindar, mungkin nyawanya tak akan tertolong untuk kedua kalinya.“Kau tak bisa kabur dariku. Serahkan roh summon milikmu!”“Aku bukan summoner!” teriak Eryk. “Aku tak memiliki roh summon apa pun dalam diriku.”Pada serangan kedua, Eryk bisa menghindar lebih cepat lagi. Sudut matanya menangkap sesuatu yang tidak asing pada pria berjaket merah itu. Saat lengan bajunya tersibak, Eryk melihat ada tato di sana. Gambar tato itu sama persis dengan ukiran pada cincin pria berpakaian hitam dalam mimpinya.Naga tanpa ekor!Pria berjaket merah tak suka kegagalan. Dia menjadi marah dan mulai mengerahkan kekuatannya yang lebih besar. Di kedua tangannya mulai tercipta pusaran angin yang lebih kuat dan disusul mewujud awan hitam di atas kepalanya. Rasanya badai

  • Pengendali Arwah Terakhir   10| Bawa Dia Kembali dengan Segala Cara!

    Alyssa Harris berjalan di sebuah lorong dengan sepatu boot selutut yang solnya menggema lirih. Rok pendeknya berayun saat berjalan. Rambut gadis itu tergerai sempurna sampai ke pinggang. Dia berjalan dengan kepala tegak selayaknya seorang modal profesional. Di dadanya terdapat sebuah bros bunga mawar hitam yang cukup mencolok.Alyssa berhenti di depan sebuah pintu yang terletak di ujung lorong. Pintu itu tertutup dengan ukiran bunga mawar besar di bagian tengahnya. Pada bagian atas pintu terdapat papan nama yang bertuliskan kepala sekolah.Setelah mengetuk pintu tiga kali, Alyssa mulai memutar knob dan membukanya. Dia melangkah ke ruangan sejuk beraroma mawar dengan berhati-hati agar ketenangannya terkendali.Saat Alyssa berbalik setelah menutup pintu, dia disambut dengan serangan jarum terbang yang melesat ke arahnya. Alyssa dengan sigap mengelak dan menghindari jarum-jarum tersebut. Roh summon Alyssa yang tersimpan dalam bentuk bros mawar hitam di dada segera melompat dan berubah wu

  • Pengendali Arwah Terakhir   11| Kontrak dengan Roh Summon

    Eryk terseret masuk ke dalam sebuah lubang bercahaya yang menyerupai portal waktu. Eryk tidak tahu harus menyebut lubang cahaya itu dengan nama atau istilah apa. Eryk jatuh berdebum dengan sangat menyakitkan. Dia tidak siap dengan perubahan situasi dan tempat yang tiba-tiba. Saat sadar, dia sudah berpindah tempat dan kini berada di tengah-tengah lautan limbah elektronik dan mobil bekas.Eryk tidak tahu jika tempat pembuangan akhir Rockwool juga ada area khusus untuk penampungan limbah elektronik dan mobil-mobil bekas. Baru kali ini Eryk tahu tempat itu. Dia melihat gunungan sampah rumah tangga ada di sisi terjauh dari tempatnya berada. Sehingga Eryk yakin jika dia sudah kembali ke Rockwool.“Aw!” Lengannya tergores saat jatuh di atas tumpukan besi-besi tua dan berkarat.Gagak yang sama juga masih mengikuti Eryk. Dia bertengger pada tumpukan limbah mesin cuci beragam ukuran dan jenis.Eryk kesal melihat gagak itu. Dia segera melompat untuk menangkapnya saat sang gagak lengah. Tapi, bur

  • Pengendali Arwah Terakhir   12| Roh Summon dan Summoner yang Terhubung

    Saat terlempar, White berubah kembali ke dalam wujud seekor burung hantu putih. Tubuhnya berguling-guling di permukaan tanah yang keras. Eryk juga terlempar cukup jauh. Punggungnya bahkan sempat membentur beberapa rongsokan elektronik.Sang monster yang terbuat dari ban-ban bekas dan monster yang terbuat dari elektronik bekas datang dengan cepat dari dua arah yang berbeda. Mereka sama-sama menargetkan White dan juga Eryk.Di puncak gunungan bangkai mobil bekas, Alyssa berdiri dengan senyum menyebalkan. DURI duduk di bahu Alyssa dengan wajah tegang. Kedua tangan Alyssa bergerak cepat. Bersama-sama dengan Duri, dia menggerakkan kedua monster buatannya hanya dengan menggunakan gerakan tangan.Sang monster berlari dengan cepat mendekat ke arah Eryk. Kakinya yang terbuat dari kumpulan beberapa ban truk bekas yang sangat besar dan berat terangkat dan siap menginjak tubuh Eryk.Di sisi lain, monster yang terbuat dari elektronik bekas mengayunkan tinju untuk menghantam White yang terkapar. Sa

Latest chapter

  • Pengendali Arwah Terakhir   115| Ingin Kembali ke Level Seharusnya

    Alyssa dan Joker ditemani Wanda pergi untuk menemui sang Summoner Petir. Dia adalah seorang pria bertubuh tinggi besar dengan senjata tombak yang bisa memancarkan aliran listrik.Pria itu duduk berhadapan dengan Wanda di sebuah kafe. Sedangkan Alyssa dan Joker berdiri tidak jauh dari mereka, tapi tetap bisa mendengar percakapan keduanya.“Benarkah senjata yang dibuat oleh Iron telah membunuh Kayes?”Flash sang Summoner Petir terlihat sangat terkejut dengan informasi yang baru saja disampaikan oleh Wanda.Dengan muram, Wanda mengangguk. “Itu benar.”Tiba-tiba, Flash berdiri dan berteriak marah di hadapan Wnada.“Kenapa Kayes baru dibunuh sekarang? Apakah Iron bermaksud untuk menjebakku dan menjadikanku sebagai pelaku? Apakah Iron juga yang merebut roh summon tersegel itu dari tangan Sandra? Apakah dia yang membunuh Sandra waktu itu?”Wanda sangat geram. Dia pun berdiri tegak membelakangi jendela kafe dan menatap tajam pada Flash.“Kenapa kau bertanya itu padaku? Seharusnya, akulah yang

  • Pengendali Arwah Terakhir   114| Petunjuk dari Penjual Senjata

    “Joker?” kejut Alyssa dan Duri bersama-sama.“Belinda?” tanya Joker yang juga tidak kalah kaget ketika melihat kemunculan Alyssa di toko senjatanya.Alyssa menggeram dan mengepalkan tinju. “Jangan memanggilku dengan nama itu!”“Oh, sorry, aku lupa. Tapi, di antara kalangan Guardian Summoner, kau terkenal dengan nama Belinda si ular berbisa.”“Joker, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Alyssa. “Bukankah kau seharusnya berada di level sembilan?”Joker mengangkat kedua bahunya. “Kau bisa melihat sendiri. Aku sedang berdagang di sini. Mana mungkin aku melewatkan peluang untuk menghasilkan uang? Koleksi benda-benda antikku bisa aku jual dengan mudah di sini. Kau sendiri, maksudku kalian, apa yang membawa kalian sampai ke sini?”Alyssa mengembuskan napas berat. Dia menarik sebuah bangku di depan meja dan langsung duduk begitu saja tanpa dipersilahkan.Joker keluar dari balik meja counter yang memamerkan beragam jenis senjata langka dan pergi ke kulkas mini untuk mengambil sekaleng soda.“K

  • Pengendali Arwah Terakhir   113| Toko Senjata dan Perlengkapan Summoner

    “Aku tidak setuju dengan cara itu!” protes anggota Guardian Summoner yang lain. “Strategi itu akan membahayakan para warga desa.”“Seharusnya itu tidak perlu membuat kalian risau. Karena warga desa yang kalian maksud di sini, tidak lain adalah para summoner itu sendiri. Masing-masing dari mereka seharusnya memiliki kemampuan dan kapabilitas untuk bertarung dan melindungi diri. Dan sudah seharusnya warga desa tersebut tidak berleha-leha melainkan ikut berjuang bersama kita melawan para perusak.”“Tapi–”Alyssa menatap tajam pada pemuda keras kepala itu. “Pertempuran kali ini sepenuhnya diatur olehku–Alyssa Harris, wakil ketua Guardian Summoner. Mohon patuhi perintahku!”Usai pertemuan yang tidak berjalan lancar itu, mereka akhirnya membubarkan diri. Alyssa kembali ke kota, ke tempat penginapannya berada. Dia berjalan didampingi dengan Duri.Duri tampil dengan pakaian kesatria, meski kulitnya tetap berwarna hijau. Tubuh Duri saat berwujud asli tampak sangat kuat dan berotot. Dia selalu

  • Pengendali Arwah Terakhir   112| Area Level Khusus

    Usai hadiah utama diberikan yang dimenangkan oleh Eryk, tiba-tiba lapangan luas yang seolah tidak terbatas itu, kini berubah menjadi sebuah kota. Penampakan kota yang serupa dengan kota-kota di level satu dan dua.Eryk dan peserta yang lain baru menyadari, bahwa lapangan yang baru saja mereka lihat adalah pulau melayang tempat arena pertandingan biasanya dilakukan.Lizard segera melarikan diri secepat kakinya bisa melangkah. Tapi, pihak penguji seolah membiarkan hal itu. “Kenapa kau membiarkannya saat tahu dia berbuat curang?” teriak Rosemary pada sang penguji level tiga melalui pengeras suara di hadapannya.“Sesuai aturan yang telah kami jelaskan,” jawab sang penguji. “Aturan yang berlaku di negeri bayangan hanyalah akan menindak para summoner yang saling membunuh. Persoalan tentang pencurian dan kejahatan lain, pihak penguji dan penyelenggara tidak akan melakukan tindakan apa pun. Tapi, karena sekarang kalian masih berada di area level tiga. Meski pertandingan sudah berakhir, aku m

  • Pengendali Arwah Terakhir   111| Pencuri Ramuan Penyembuh

    Rupanya, kembali ke pusat arena kompetisi jauh lebih merepotkan dan sulit daripada pergi meninggalkannya untuk mencari batas terluar lapangan. Eryk sempat tersesat beberapa kali hingga berjalan terlalu jauh. Tapi, mereka mulai menemukan para summoner yang berlari paling akhir dan melambat.“Kita sudah semakin dekat dengan pusat arena. Sebentar lagi seharusnya pusat lapangan terlihat.”“Hey, Anak Muda!” sapa sang summoner kura-kura yang berjalan dengan pelan. Dia mengendarai kura-kuranya. “Kenapa kau kembali ke pusat arena? Apakah kau menemukan batasnya? Seharusnya kau lewati batas itu agar bisa selamat.”“Maaf, Pak Tua, sepertinya kami gagal menemukan batas terluar dari lapangan ini. Terlalu luas dan mustahil. Kami bahkan belum menjangkaunya sama sekali meski sudah satu jam berlari.”“Astaga, jika kalian yang sekuat dan sehebat ini saja tidak bisa menemukannya, bagaimana dengan aku dan kura-kuraku yang berjalan sangat lambat ini? Butuh waktu berapa ratus tahun agar kami bisa sampai k

  • Pengendali Arwah Terakhir   110| Kembali ke Titik Awal

    “Perhatikan semuanya!” seru sang penguji melalui pengeras suara. “Tantangan di level tiga akan langsung kita laksanakan tanpa jeda istirahat. Kalian akan bisa beristirahat setelah melalui tantangan ini.”Semua orang ribut-ribut. Mereka belum usai menenangkan diri pasca ketegangan di tantangan level dua sebelumnya. Dan kini saat tiba di level tiga, mereka berharap bisa beristirahat sejenak tapi malah disodorkan pertempuran berikutnya.“Aku penguji yang baik hati!” ujar sosok melalui pengeras suara. “Aku tidak akan membebani kalian dengan tantangan-tantangan yang berat dan sulit. Tantangan kali ini hanya satu. Kalian harus menemukan batas dari lapangan ini. Hanya akan terpilih 20 peserta pertama yang berhasil menemukan batas terluar dari lapangan yang akan lolos ke tahap berikutnya.”Semuanya berbisik-bisik. Dari sisa 40 summoner akan tereliminasi menjadi separuhnya. Semuanya mulai bersemangat dan mengempaskan rasa lelah serta ketegangan sebelumnya. Kini mereka menyambut tantangan baru

  • Pengendali Arwah Terakhir   109| Lapangan Tanpa Batas

    “Mencoba membunuh kami dengan barang ini?” sindir salah seorang summoner. Tapi, dia tetap nekat membuka kotak hadiahnya. Matanya langsung berbinar-binar ketika melihat sebuah gaun yang sangat cantik di sana. “Wah! Bagaimana kau tahu kalau aku sangat menginginkan gaun yang cantik ini?”“Saatnya membuka kotak hadiah!” seru seorang summoner makanan. Dia menjerit karena mendapatkan banyak sekali koin emas.“Eryk, kau mendapatkan apa?” tanya White.Eryk membuka kotak hadiahnya dan dia mendapat sebuah cangkang kerang besar yang terbuat dari kristal. “Aku tidak tahu apakah benda ini bisa berguna? Bagaimana denganmu?” balas Eryk.White membuka kotak hadiahnya dan menunjukkan sebuah pena yang terbuat dari bulu angsa. Pena itu memiliki tinta beracun dengan kadar yang sangat kuat.“Oh, aku mendapatkan beberapa penjepit rambut emas di sini. Tidak terlalu buruk,” ujar Rosemary.Lalu mereka menoleh kepada Black. “Kenapa kau belum membuka kotak hadiahmu, Black?”“Aku terlalu takut untuk membukan

  • Pengendali Arwah Terakhir   108| Hadiah di Level Dua

    “Kompetisi baru saja dimulai,” gumam seseorang yang berada di depan monitor pengawas area level dua.Sosok dalam jubah hitam itu menekan sebuah tombol.Usai menyelamatkan para summoner yang hampir terperosok ke dalam lubang kawah, Eryk dan yang lain mulai bergegas berlari untuk mencari tempat lain yang tidak begitu banyak jebakan. “Menurutku memang sebaiknya kita kembali ke kota. Hutan ini sama sekali tidak aman. Dan aku tidak yakin akan ada pintu keluar di hutan ini.”“Maafkan aku,” ujar Rosemary. “”Aku sudah memberikan saran yang keliru.”“Tidak ada yang perlu disesali, Rose. Kita semua sedang berjuang dan mencoba usaha yang terbaik.” Mereka pun kembali ke kota. Saat dalam perjalanan menuju ke alun-alun, mereka melihat ada banyak sekali summoner yang mati, terjebak dalam sebuah pertempuran, maupun dengan saling serang dengan rekan satu tim. Semuanya seolah sudah disiapkan oleh penguji di level dua ini.“Aku malah curiga area level dua ini sama sekali tidak memiliki jalan keluar,”

  • Pengendali Arwah Terakhir   107| Tantangan Tanpa Aturan

    “Mata-mata summoner gagak?” tanya Eryk. “Kurasa itu sedikit mustahil. Jika memang benar negeri bayangan ini menjunjung tinggi peraturan dan keadilan.”Percakapan mereka terpotong oleh sebuah pengumuman.“Peserta sekalian, di malam yang sangat menegangkan ini, kami akan memberikan sedikit kejutan untuk kalian. Kompetisi akan dilakukan lebih awal dari jadwal yang seharusnya.”Kedua roh summon Eryk dan juga Rosemary terkejut mendengar suara dari pengeras suara. Padahal mereka yakin kompetisi baru akan dilakukan besok pagi. Tiba-tiba saja jadwal dipercepat malam ini dan mereka belum ada persiapan.“Pengujian pada level dua kali ini sedikit berbeda. Kalian tidak perlu datang ke arena. Kita akan melakukannya di tempat terbuka.”Tidak hanya Eryk, para summoner yang ada di lantai level dua pun dengan jelas mendengar pengumuman tersebut. Mereka semua mulai berhamburan keluar dari rumah dan tempat nyamannya masing-masing. Para summoner tersebut berkumpul di alun-alun dan memenuhi jalan-jalan d

DMCA.com Protection Status