Claudia tidak bisa menjawab, tatapannya tidak bisa teralih dari Malven yang mengernyit, kemudian menggeleng, beberapa kali pria itu juga berdecak, seolah mempertanyakan rasa dari es krim-nya. Di satu sisi, ada seorang pria yang mengkhianati kekasihnya beberapa hari sebelum pernikahan, tapi di sisi lain ada seseorang yang mencoba menikmati es krim yang tidak disukainya hanya karena itu kesukaan istrinya. Seolah menghapus ketidakberadaan Elodia di sini, Malven tetap membeli apa yang wanita itu sukai. 'Kenapa aku tidak mendapatkan yang seperti itu juga?' Claudia menunduk, air matanya hampir jatuh saat rasa iri menyergap. Perasaan cemburu pada wanita yang diperhatikan, diingat dan dicintai sedemikian rupa, Claudia tidak bisa menahannya. Kenapa wanita lain bisa mendapat cinta setulus itu, sedangkan Claudia tidak? Apa salahnya? "Kalian sudah selesai, kan? Ayo--!" Malven yang berniat mengajak Raga dan Claudia untuk segera meninggalkan taman hiburan, menghentikan ucapannya saat menyada
Iler?! Claudia langsung menutup mulutnya, wajahnya memerah saat masih bisa merasakan sedikit basah di sudut bibirnya."P-pak, saya--!""Kita sudah sampai," potong Malven sembari menujuk dengan dagunya, pada Raga yang sedang berdiri di dekat jendela mobil. Eh, lho?! Sejak kapan sampainya? Claudia cepat-cepat menekan kunci pintu dan membukanya."Saya benar-benar minta maaf, Pak," ucap Claudia lirih sebelum bergegas keluar, sedikit salah tingkah saat Raga bertanya apa Claudia tidur nyenyak.Masih sedikit terdistorsi, Claudia beberapa kali menerima teguran dan cubitan di pipi dari Raga yang berulangkali diabaikan. Tidak hanya melamun saat sedang membantu memakaikan piyama pada Raga, Claudia juga tidak mendengarkan ketika anak asuhnya bertanya tentang keinginannya untuk tidak makan malam."Kakak dari tadi bengong terus kenapa, sih?! Kali ini tuh bengongnya beda dari yang sebelum-sebelumnya!" Raga melipat tangan, bibirnya merengut dan wajahnya jelas menunjukkan kekesalan. "Padahal katanya
Ups! Claudia cepat-cepat menutup mulutnya yang mengeluarkan kata-kata tanpa kompromi. "Ma-maaf, Pak, maksud saya--!" "Meski dilihat sedekat ini juga masih tidak enak?" Claudia tercekat saat Malven mendekatkan wajahnya tiba-tiba. Jarak wajah mereka yang terlalu dekat membuat wanita itu gugup--tentu saja! Memangnya wanita mana yang tidak akan gugup menatap wajah setampan itu dari jarak dekat?! Dan yang lebih penting, pria tampan itu bukanlah kekasihmu, melainkan majikan. Majikan! Seseorang yang tidak suka jika pengasuh putranya menaruh hati hingga memberi beberapa peraturan aneh, tapi malah bertingkah seperti ini, Claudia tidak tahu harus bagaimana menyebutnya. Haruskah ia menyebut Malven sebagai penggoda? Penggoda yang tidak mau menerima konsekuensi atas godaannya sendiri? "Kamu gugup, tapi tidak tersipu." Ha? Claudia yang sempat melamun saat melihat wajah tampan Malven dari jarak dekat, akhirnya tersadar ketika pria itu menjauhkan wajah. Kata-kata Malven membuat Claudia men
Mereka sampai di hotel saat matahari baru saja tenggelam dan suhu menurun hingga -8°, untungnya segala urusan hotel sudah selesai sehingga Claudia dan Raga tidak perlu lagi menunggu. "Ini kunci milikmu, Claudi, letak kamarmu tepat di samping kamar kami. Malam ini sebaiknya langsung istirahat dan pesan layanan kamar saja, aku yang akan mengurus Raga." Claudia menerima key card berwarna hitam yang Malven sodorkan. Wanita itu melirik pada Raga dan mengangguk setelah mendapat persetujuan dari anak asuhnya. Malam ini mungkin akan jadi yang pertama kali Claudia dan Raga tidak makan bersama, tapi situasi ini juga bagus untuk hubungan Malven dan Raga.Sebenarnya kedatangan Malven ke Jepang adalah murni pekerjaan, dan pria itu hampir saja kembali merusak kepercayaan Raga karena membatalkan janjinya untuk berlibur bersama, jadi ia memutuskan untuk membawa Raga bersamanya. Malven mungkin tidak akan memiliki banyak waktu bersama Raga meski ia membawa putranya ikut ke perjalanan bisnisnya kali
Claudia pikir menyaksikan perselingkuhan kekasihnya beberapa hari sebelum pernikahan itu menyakitkan. Ia pikir mengakhiri hubungan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun itu menyakitkan. Mendengarkan pembelaan Deon yang bersikukuh jika ia dijebak oleh Selena juga Claudia pikir sudah sangat menyakitinya. Tapi, luka-luka atas pengkhianatan dan kekecewaan itu belum selesai, karena ada rasa sakit lebih hebat lainnya yang kini menghantam Claudia.Selena tengah mengandung benih Deon. Kalau hanya sampai di sana berita yang Claudia terima, ia masih bisa mengabaikannya, tapi ketika Miranda memberitahu usia kandungan Selena, Claudia merasakan kakinya melemah, air mata yang sudah mengering kembali tumpah mendanau. Ingatan-ingatan penuh senyum yang selama ini Claudia sembunyikan rapat-rapat, kini membanjir dan membuat hatinya kembali berdarah dengan hebat.“Sebenarnya sejak kapan … sejak kapan kalian mulai menusukku dari belakang?” Suara Claudia bergetar, layar ponselnya masih menyala meski ia
Tadinya Claudia berpikir begitu, untuk membawa Raga jalan-jalan dan menikmati waktu liburnya. Tapi, salju yang kembali turun dan diiringi dengan hujan membuat Claudia dan Raga tidak bisa ke mana-mana, bahkan pihak hotel memberi larangan pengunjungnya untuk keluar. "Lain kali kita ke sini waktu musim semi atau musim panas saja, setidaknya masih bisa keluar jalan-jalan." Claudia menghela napas, menatap salju yang turun, terlihat indah memang jika dilihat dari tempat yang hangat seperti ini. "Iya, lain kali kita ke sini lagi bulan Maret nanti ya, waktu aku ulang tahun!" Raga menimpali, tangannya menyentuh kaca jendela dan bisa merasakan dingin yang menempel di telapak tangannya. Padahal hanya menyentuh kaca, itu pun dari dalam ruangan, tapi dinginnya sudah terasa, Raga tidak bisa membayangkan separah apa suhu di luar. Untungnya pertemuan dan segala macam urusan bisnis Malven memang hanya dilakukan di hotel, jadi pria itu tidak perlu mengkhawatirkan cuaca. "Benar juga, sebentar la
Memilih tempat di depan bartender, Claudia yang tidak peduli lagi pada tugasnya sebagai pengasuh besok pagi, langsung memesan."Martini," ucap Claudia sembari menunjukkan satu jarinya, mengabaikan tatapan heran dari sang bartender. Mungkin ini terlalu pagi untuk datang ke bar dan memesan cocktail, tapi Claudia membutuhkannya untuk menenangkan diri. Wanita itu tidak menunggu lama untuk segera menenggak martini yang dipesannya, dan secepat itu juga Claudia memesan yang baru.Pria tinggi yang melayani Claudia di meja bartender menggeleng pelan melihat wanita itu memesan beberapa minuman berbeda dan langsung menenggaknya begitu saja."Apa kau tidak tahu cara menikmati alkohol? Margarita itu harus disesap perlahan, rasakan sensasinya, nikmati bagaimana tequila dan jeruknya menyatu di lidah."Claudia terkekeh mendengar pelajaran yang tiba-tiba diberikan sang bartender. Pria itu berbicara menggunakan bahasa inggris, yang artinya ia mengetahui jika Claudia bukan orang Jepang. "Menikmati alk
“Ugh!” Kelopak mata wanita itu perlahan terbuka, mengernyit ketika merasakan nyeri hebat di kepala. Claudia mengerutkan kening, rasa pusing dan sakit kepala yang menghantam membuatnya tidak bisa bergerak. “Jam berapa sekarang? Aku harus ….”Claudia terdiam ketika suaranya tidak keluar dengan semestinya. Kenapa suaranya tiba-tiba sangat serak dan nyaris hilang?‘Apa aku menangis lagi tadi malam?’ Claudia membatin sembari bangkit perlahan, kepalanya mencoba mengingat bagaimana ia bisa kembali ke kamar dengan selamat. Claudia yakin kesadarannya sudah hilang sepenuhnya ketika ia menenggak entah gelas ke berapa.“Aduh! Aww!” Claudia yang baru saja duduk dan mencoba bergerak dari ranjang langsung tersentak saat merasakan sakit di bagian bawah tubuhnya. Rasa perih dan nyeri itu membuatnya gugup.Menatap pada tubuhnya yang mengenakan piyama dengan sempurna, sudah pasti yang menyebabkan rasa sakit itu bukan sesuatu yang Claudia takutkan.“Apa aku terbentur sesuatu?” Claudia mengangguk, satu-sa
Claudia tersenyum canggung. Sejak awal ia memang hanya berniat memberikan kartu khusus itu untuk Raga agar anak itu tidak perlu khawatir tidak bisa bertemu Claudia lagi. Sejak bertemu, ketika Raga mengetahui tentang Claudia yang bukan pengasuh biasa, wanita itu sudah berjanji bahwa ia akan tetap memperlakukan Raga dengan spesial meski Claudia tidak lagi menjadi pengasuhnya."Maaf, mana kutahu kalau kartu nama khusus itu akan digunakan sebagai tiket masuk ke sini," Claudia berbisik sembari mengusap pelan lengan Malven."Kau masih di sini?"Suara tajam itu membuat Claudia dan Malven terdiam. "Aku akan antar Malven keluar!" ujar Claudia cepat, menarik Malven untuk bergegas dan tidak mengizinkan pria itu untuk mengatakan hal lain yang akan membuat emosi Regan meningkat.Meski begitu, Malven tetap membungkuk sopan pada Regan sebelum benar-benar berbalik, kembali menyusuri lorong menuju ruang tamu di bagian luar rumah bersama Claudia."Kamu tidak marah karena langsung diusir, kan?" Claudia
Seperti yang Claudia katakan pada Shouki dan Aira, hari ini ia benar-benar keluar dari rumah sakit. Shouki mengantar hingga ke lobi, juga menemani dalam diam sampai mobil yang dikendarai Arfa datang. “Aku akan ke sini lagi sore nanti untuk menjenguk Zenis, jadi kamu tidak perlu mengikutiku. Lalu, kalau Opa atau Ayah menghubungi, jangan mengatakan sedikit pun tentang masalah ini, mengerti?” Claudia memberikan perintah untuk ke sekian kalinya sejak kemarin, yang tentu saja Shouki tetap menjawab dengan sopan.“Hati-hati, Nona. Tuan Malven, pastikan mengantar Nona Claudia sampai dia masuk ke rumah,” ucap Shouki sembari membungkuk hormat pada Malven dan Claudia.“Tentu saja.” Malven menjawab acuh tak acuh. Sebenarnya agak iri dengan Shouki yang sudah mengenal Claudia sejak sangat lama, tapi karena pria itu sudah punya istri dan anak meskipun melayani Claudia yang sangat cantik, sepertinya Malven bisa mempercayainya.Mobil yang Claudia dan Malven tumpangi meninggalkan pelataran rumah sakit
Claudia kembali memeluk Malven, menyembunyikan wajahnya di bahu pria itu. “Itu aku,” ucapnya pelan, suaranya sedikit teredam di bahu Malven.“Bicaralah yang jelas, aku tidak mendengarmu.” Malven mengusap lembut kepala Claudia, meminta agar wanita itu kembali mengangkat wajah dan menatapnya.“Kubilang itu aku! Direktur utama yayasan yang menolak proposalmu, itu aku!” ujar Claudia akhirnya, tidak mau tahu bagaimana reaksi Malven setelah mendengarnya. Claudia tidak mau menyembunyikan apa pun lagi karena hubungan mereka harus segera diresmikan, jadi Malven harus tahu semua tentang Claudia. Pria itu harus menyiapkan alasan yang kuat untuk bisa menikahi Claudia di depan Regan dan Adhamar.Malven benar-benar terdiam. Ia ingin menanyakan lagi untuk meyakinkan telinganya, tapi yang didengarnya tadi sudah sangat jelas. Claudia adalah direktur utama Yayasan Gemilang? Malven mengerutkan kening, mencoba mengingat nama seseorang yang tidak pernah ditemuinya secara langsung.“C.R. Elvina?” Malven be
Claudia tidak bisa bertanya lebih jauh saat Malven mengatakan dengan yakin jika noda yang ada di ujung lengan kemejanya adalah saus. Pria itu segera beranjak ke kamar mandi setelah meraih paper bag berisi pakaian ganti yang sebelumnya dibawakan Arfa.Di dalam kamar mandi, wajah lembut Malven perlahan memudar, berganti menjadi raut datar tanpa emosi. Pria itu menghela napas pelan saat membuka kancing kemejanya satu per satu dan melihat ada beberapa bercak merah di ujung kemeja putihnya. Padahal ia menggunakan alat pelindung dan berhati-hati agar tidak ada noda yang merusak penampilannya, tapi tidak menyangka jika beberapa cipratan merusak pakaiannya.“Untung saja yang terkena noda cukup banyak bisa disembunyikan,” gumam Malven sembari berjalan mnuju shower, membasahi tubuhnya dengan air dingin. Air yang mengalir juga turut membasuh warna merah yang ada di tangan pria itu.Selesai membersihkan dirinya dan memastikan tidak ada noda atau bau darah yang menempel, Malven keluar kamar mandi
Claudia meletakkan telunjuknya di bibir, matanya melirik ke arah ranjang--menunjukkan keberadaan Raga yang tertidur lelap.Aira segera membelap mulutnya, "Maaf," ucapnya pelan. Ia menghela napas sebelum melanjutkan, "Jadi, apa kamu sudah mengatakannya pada Shouki tentang kejadian kemarin?" tanyanya sembari menatap ke arah Shouki.Shouki menggeleng, "Nona bilang akan menunggu sampai Nona Aira datang," ucap pria itu, mengalihkan tatapnya ke arah Claudia dan bertanya dalam diam.Claudia mengangguk. Sejujurnya ia khawatir akan meledak dan dipenuhi emosi saat menceritakannya jika pada Shouki, itu sebabnya Claudia tidak menelpon atau mengatakan apa pun pada pengawalnya itu saat ia melihat Deon berselingkuh. Dulu Claudia masih memikirkan Selena, karena jika ia mengadu pada Shouki, entah apa yang akan pria itu lakukan pada Deon dan Selena, tapi sekarang Claudia tidak bisa menahannya sendirian.Wanita itu menceritakan segalanya, dimulai dari perjalanannya ke kediaman sang kakek untuk menolak p
Claudia terkejut atas kedatangan Malven. Bukankah pria itu sudah pergi dari tadi?!Shouki segera menarik tangannya dari kepala Claudia dan bergegas berdiri, membungkuk sopan pada Malven yang tampak mematung di dekat pintu.Sepertinya Malven tidak tahu jika sedang ada Shouki di sini, melihat dari raut tegang Sean dan Vall di belakangnya."Malven? Bukankah kamu bilang ada urusan?" Claudia bertanya pelan, entah kenapa merasa gugup, padahal tidak melakukan sesuatu yang salah.Malven menghela napas setelah mencoba menjernihkan kepalanya. Melihat Claudia yang kikuk dan gugup, Malven tahu jika wanita itu tidak tahu cara menjelaskan kehadiran pria asing di kamarnya."Aku meninggalkan sesuatu," ucap Malven sembari berjalan mendekat. Matanya berubah tajam saat menatap Shouki. "Selamat siang, Tuan Malven, saya Shouki."Malven menaikkan satu alis melihat pria di hadapannya bersikap sopan dan tampak percaya diri. "Selamat siang, Tuan Shouki. Maaf mengganggu waktu Anda dan kekasih saya--Claudia. S
Claudia menutup buku cerita dengan perlahan, memastikan tidak ada suara yang mengganggu tidur Raga. Anak itu sudah tertidur pulas dengan posisi meringkuk di samping Claudia, napasnya yang tenang membuat Claudia tersenyum lembut. Wanita itu membenarkan posisi kepala Raga ke bantal dan menyelimutinya agar lebih nyaman, lalu menatap wajah polos anak itu sejenak sebelum menghela napas lega.Saat Claudia hendak meletakkan buku di meja kecil, pintu kamar rawatnya terdengar diketuk. Namun, bukannya langsung terbuka, ketukan itu disusul dengan suara pelan dari luar--sepertinya ada perdebatan kecil. Claudia mengerutkan kening, merasa bingung, hingga ia mendengar suara rendah dan penuh tekanan dari Shouki."Apa Sho sudah datang? Cepat juga, padahal belum dua puluh menit."Claudia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Sean, lupa jika wanita itu dan Vall sedang berjaga atas titah Malven. Awalnya Claudia khawatir Sean tidak akan mengangkat telpon darinya karena wa
Saat Claudia tengah asyik membacakan buku cerita untuk Raga, tiba-tiba pikirannya tersentak. Ia teringat sesuatu yang membuat alisnya berkerut. Claudia sama sekali belum memberi kabar pada siapa pun tentang dirinya yang dirawat di rumah sakit, apalagi soal kejadian yang membuatnya ada di sini.Claudia berhenti membaca, membuat Raga menatapnya dengan bingung. "Kak Cla, kenapa berhenti? Ceritanya lagi seru!"Claudia tersenyum kecil, mencoba menenangkan Raga. "Sebentar, Raga. Kakak baru ingat ada sesuatu yang harus dilakukan. Bisa tolong ambilkan tas Kakak? Sepertinya ada di lemari kecil di dekat ranjang."Raga mengangguk antusias, melompat turun dari tempat tidur, lalu bergegas menuju lemari kecil. Ia membuka pintu lemari dan mengambil tas tangan Claudia dengan hati-hati. "Ini, Kak." Raga menyerahkan tas tersebut dengan senyuman bangga."Terima kasih, Raga. Kamu memang hebat." Claudia mengacak rambut anak itu sebelum membuka tasnya dengan buru-buru. Ia mengeluarkan ponsel yang langsun
Claudia tertawa pelan mendengar komentar polos namun jenaka dari Raga. "Ssst, jangan bicara begitu. Seaneh apa pun, dia tetap Papa-mu. Dan yang paling penting, Papa terlihat bahagia, kan?" Claudia mengusap kepala Raga dengan lembut.Raga mengerucutkan bibirnya dan menatap Claudia dengan tatapan ragu. "Bahagia? Masa, sih? Masa dia bahagia banget cuma karena makanan itu," gumamnya pelan, membuat Claudia nyaris tertawa lagi.Claudia melanjutkan sarapannya dengan tenang setelah berhasil menahan tawa atas kometar Raga terhadap kelakuan Malven. Beberapa saat kemudian, setelah Claudia selesai dengan sarapannya, pintu kamar diketuk. Seorang dokter masuk bersama dua perawat, membawa beberapa peralatan untuk pemeriksaan rutin. Claudia tersenyum kecil dan mengangguk sopan."Selamat pagi, Nona Claudia. Bagaimana kondisi Anda pagi ini? Apakah ada keluhan atau rasa tidak nyaman?" tanya dokter dengan ramah sambil memeriksa catatan kesehatan Claudia."T