Monica memang tak pantas disebut sebagai seorang ibu ya!
"Aku tak akan segan untuk menyeret keluargamu jika sampai namaku itu kau sebut ketika ada masalah."Seketika wanita itu langsung merasa merinding ketika mendapatkan ancaman lagi dari Monica. Dia dengan cepat langsung menganggukkan kepalanya patuh karena tak mungkin baginya untuk bersikap kurang ajar sebab nyawa serta masa depannya saat ini berada tepat di tangan Monica.Meski wanita itu memang cukup royal soal uang dan tak segan memberikan banyak uang ketika pekerjaan selesai dengan baik, Ada banyak hal yang perlu ditaati mengingat bahwa wanita itu memiliki sikap yang buruk. Monica bisa melakukan apapun jika dia merasa tersinggung.Setelah mengobrol cukup lama, wanita itu lantas memutuskan sambungan teleponnya dan menghela nafas perlahan sambil mengusap kulitnya yang masih merasa merinding sembari berkata lirih, "Gila ... dia bahkan nggak segan untuk mengancamku secara langsung seperti ini."Di tengah-tengah perasaannya yang saat ini tengah bimbang karena mendapatkan ancaman dari Monic
"Nadia, saat ini bukan waktunya bagimu untuk ikut campur dan mencari Sean. Biar Tante saja, kamu tunggu lah di sini."Nadia yang mendengar itu seketika langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat dan berkata, "Tante, Sean dalam tanggung jawab Nadia. Gimanapun juga, Nadia harus ikut mencarinya."Martha menghela napas perlahan sambil mengelus pelan pundak gadis itu dan mencoba untuk memperingatinya secara halus, "Nadia, Tante tahu kalau kamu pasti mengkhawatirkan Sean." Dia menatap lekat gadis itu sembari menambahkan, "Tapi, kamu juga harus mengingat tentang keadaanmu sendiri yang saat ini sedang hamil muda. Kamu nggak boleh kecapean apa lagi mengkhawatirkan sesuatu seperti ini secara berlebihan." Ada kekhawatiran yang jelas tampak di raut wajah wanita paruh baya itu dan Martha kembali menambahkan, "Semua orang di sini akan membantu untuk mencari Sean dan hal yang perlu kamu lakukan saat ini adalah menunggu."Meski Nadia sebenarnya ingin menolak dan mengatakan tidak karena bagaimanapun
"Kerahkan semua bodyguard untuk mencari Sean."Dion tampak mengerutkan keningnya, namun dia tak berani bertanya ketika melihat raut wajah sang atasan terlihat begitu serius. "Baik," jawabnya singkat. Pandangannya itu tetap saja melekat pada Daniel, yang saat ini tampak sibuk mencoba untuk menghubungi orang-orang kepercayaannya.Di dalam hatinya, Dion berkata, 'Apa ada sesuatu yang terjadi pada Sean? Situasinya nggak pernah seserius ini.'Di saat dia telah memikirkan itu, Daniel yang sudah selesai menelepon tampak menatapnya lekat dan berkata, "Cari tahu semua orang yang memiliki masalah denganku dan awasi mereka satu persatu!"Dion kembali mengerutkan keningnya dan kali ini dia memberanikan diri untuk bertanya, "Apa ada sesuatu yang terjadi pada Sean, bos?""Dia hilang!"Mata Dion seketika tampak membulat dengan sempurna ketika mendengar hal itu. "Hilang?! Kok bisa, Bos? Padahal keamanan di rumah ketat dan--""Untuk saat ini, lakukan saja perintahku!" Daniel segera memotong ucapan asi
"Tapi ada seseorang yang dicurigai dan kemungkinan besar bisa saja dia yang melakukannya."Hendrawan terdiam sejenak ketika mendengar penuturan putranya dan sebenarnya pria paruh baya itu juga merasakan hal yang sama. Dia menghela nafas perlahan sebelum akhirnya membuka suara untuk bertanya, "Apa seseorang yang kamu curigai itu Monica?""Ya," jawab Daniel singkat.Tak ada alasan untuk membuat mantan istrinya itu benar-benar tenang tanpa dicurigai sedikitpun mengingat bahwa wanita itu bisa melakukan apapun demi memenuhi ambisinya.Rasanya tidak ada seseorang yang jauh lebih gila dibandingkan dengan Monica.Hendrawan kembali menghela nafas berat dan kali ini dia juga menyetujui pernyataan putranya."Papa nggak tahu siapa yang sebenarnya salah di sini dan berniat untuk mencelakai Sean. Tapi jika mereka sudah berani menyentuhnya, Mama dan Papa nggak akan diam saja!"Ada perasaan mengintimidasi dibalik suara dingin Hendrawan. Pria itu kembali melirik ke arah istrinya yang kini tampak panik
Anggun menggelengkan kepalanya perlahan dan berkata, "Kami masih belum bisa menemukannya. Namun ada seorang pemulung yang sempat mengatakan dia melihat seorang anak kecil dibawa masuk ke dalam mobil."Mata Daniel seketika langsung membulat dengan sempurna, itu artinya putranya memang benar-benar diculik."Dimana informannya? Bawa kemari!" perintah Hendrawan. Anggun dengan cepat langsung mengangguk-anggukkan kepalanya dan berlalu keluar. Beberapa detik berikutnya dia langsung masuk kembali dengan seorang pria paruh baya bertubuh ringkih yang berpenampilan sedikit lusuh.Hendrawan dengan cepat langsung mendekat dan mencoba untuk bertanya meski pria itu tampak sedikit ketakutan, "Apa benar Anda melihat seorang anak kecil dibawa masuk ke dalam mobil?"Pria itu menganggukkan kepalanya perlahan. "Benar, saya sempat melihat seorang wanita membopong anak kecil dan memasukkannya ke dalam mobil."Ada perasaan aneh yang kini melintas di dalam hati Daniel. Pria itu dengan cepat langsung mengeluar
"Nadia, ini salah Tante. Harusnya tadi kita nggak sibuk di sini dan temani Sean."Nadia yang mendengar itu seketika langsung menggelengkan kepalanya perlahan sambil mengusap pundak Martha, sambil menenangkannya, "Tante, ini bukan saatnya bagi kita untuk saling menyalahkan." Dengan tatapan matanya yang semakin serius, gadis itu kembali menambahkan, "Tante juga nggak tahu kalau hal seperti ini akan terjadi, bukan? Sebaiknya sekarang kita berpikir jernih sedikit dan mencari cara untuk menemukan Sean.""Nadia benar, Ma." Hendrawan yang sejak terdiam kini tampak menatap istrinya itu dan mencoba untuk tak membuatnya terlalu khawatir. Dia berbalik menatap Nadia dan berkata lagi, "Kita harus bisa berpikir dengan sini karena para penculik saat ini pasti juga mencari cara agar tak tertangkap.""Om, benar." Nadia menganggukkan kepalanya perlahan dan berbalik menatap ke arah wanita paruh gaya yang sejak tadi berjalan mondar-mandir, dia memintanya untuk duduk, lalu kembali bicara sambil menatap lek
"Hei! Cepat bawa anak ini masuk," perintah seorang wanita pada pria berbadan besar yang baru saja keluar dari mobil.Pria berbadan besar itu tampak mendengus kesal, namun dia tetap melaksanakannya dan kini membuka pintu mobil tepat dimana bocah lelaki itu duduk. Namun saat pintu terbuka lebar, pria itu tampak mengerutkan keningnya sambil menatap lekat Sean dan berkata, "Dia belum bangun juga?""Belum. Sepertinya biusnya manjur," tutur wanita yang kini tampak membuka pintu dan bersiap untuk turun.Mendengar itu, dia tak banyak bicara dan langsung mengeluarkan Sean. Pria itu dengan cepat langsung membawa bocah lelaki itu ke dalam gendongannya dalam sekejap mata.Setelah menutup pintu, dia berjalan memasuki sebuah rumah yang cukup terpencil dan tampak tak terlalu terawat.Sean yang sejak tadi sebenarnya sudah bangun dan tetap berpura-pura pingsan itu membuka matanya sedikit. Jantungnya terasa berdebar semakin kencang ketika sadar dia kini telah berada jauh dari rumah. Sean pun membatin, '
"Berhenti bermimpi, Monica. Mau sampai kapanpun, Sean berada dalam pengawasanku."Monica yang mendengar penuturan mantan suaminya itu justru terkekeh pelan. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan sambil menatap lekat Daniel dan berkata, "Kamu lupa sama perjanjian kita, huh?" Dengan dengan nada bicaranya yang terdengar semakin mengejek, wanita itu kembali menambahkan, "Kamu selalu mengingat tentang perjanjian yang kita buat dulu sebelum berpisah. Jadi aku sangat yakin kalau kamu pasti masih mengingatnya dengan jelas." Dia tersenyum tipis dan menegaskan perkataannya, "Siapapun yang lalai, tidak akan diberi hak lagi untuk mengasuh Sean. Dulu, kamu memang selalu berpikir bisa menjaganya dengan baik. Tapi apa ini?"Rahang Daniel mengeras ketika dia mendengar penuturan mantan istrinya itu. Namun sebelum dia bisa bereaksi, Monica dengan angkuhnya kembali bicara seolah-olah dia telah menang, "Kamu telah salah langkah karena mencoba untuk membuangku, Daniel." Dengan syarat pandangan matany