Hmmm ... di rumah Nadia mengerjai pembantunya, tapi di kampus dia malah dikerjai oleh geng Clarissa.
"Hahaha! Gila, Lo beneran ngelakuin itu, Frey?" Clarissa tak bisa menahan tawanya sama sekali ketika dia mendengar penjelasan dari sahabatnya yang baru saja melancarkan aksinya supaya bisa membalaskan dendamnya pada Nadia.Freya menganggukkan kepalanya dengan bangga. "Ngapain juga gue bohong? Lagi pula cewek sialan itu yang cari masalah duluan sama kita. Sekarang dia harus terima akibatnya dong.""Tapi lo yakin nggak ada yang lihat?" Luna tampak bertanya sambil mengerutkan keningnya karena tentu saja dia tak mau perbuatan mereka kali ini diketahui oleh orang lain karena bisa membawa masalah besar.Freya menganggukan kepalanya tanpa ragu sedikitpun karena sebelumnya dia sudah memastikan dan tak ada seseorang di sekitar toilet. Jadi kemungkinan besar kelakuannya tadi tak dilihat oleh siapapun."Tenang aja, gue nggak bodoh-bodoh amat kok. Gue udah pastiin nggak ada yang lihat, aman."Clarissa menepuk pelan pundak Freya. "Bagus, Frey. Lo emang sahabat terbaik gue deh pokoknya!" Bukan hany
"Alah! Bukannya lo selalu ada di pihak Clarissa sampai-sampai kadang ngelupain gue? Nggak perlu jelasin apapun karena gue juga udah tahu, kok."Suasana saat ini langsung berubah menjadi tegang karena kesalahpahaman. Luna yang mendengar itu pun ikut merasa kesal karena dia hanya diam saja sedari tadi tapi malah disalahkan. Tentu saja dia tak bisa menerimanya sama sekali."Jujur gue nggak tahu apa yang lagi lo pikirin sekarang, Frey." Luna melipat kedua tangannya tepat di depan dada dan memasang raut wajah acuh.Freya yang mendengar itu seketika langsung menghela nafas. "Ya … ya … ya … terus aja pura-pura seolah nggak tahu apapun. Padahal lo sendiri yang selama ini bersikap beda sama gue dan Clarissa. Udahlah, gue jadi nggak mood buat makan," desisnya sambil meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar.Kening Luna kembali terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu dan dia menatap Freya sambil bertanya, "Lo itu sebenarnya kenapa sih? Kenapa lo dari tadi tuh ngomong nggak jelas?
Mata Luna seketika langsung membulat dengan sempurna. "Frey! Lo sadar nggak sih barusan ngomong apaan? Jangan ngelantur!" Luna masih tak habis pikir dengan Freya dan dia menggelengkan kepalanya perlahan. "Kayaknya lo butuh ketenangan biar bisa mikir dengan jelas. Gue pergi dulu," tambahnya.Freya merasa tersinggung atas beberapa perkataan Luna dan tentu saja dia semakin merasa kesal. "Ya inilah yang selalu kalian lakukan sama gue. Kalian semua selalu pergi pas gue lagi butuh bantuan dan malah membalikan fakta seolah-olah gue yang salah."Langkah lunas seketika langsung terhenti dan dia menoleh kembali untuk menatap Freya. "Nggak ada hal apapun yang terjadi di antara kita dan seharusnya lo tahu itu. Kita udah sahabatan lama dan gue yakin kalau lo sebenarnya cuma lagi capek aja sampai ngomong hal kayak gini.""Capek? Dari dulu gue udah capek pas ngikutin kalian berdua." Freya segera berdiri dari tempat duduknya dan meraih tasnya itu sambil menambahkan, "Sekarang terserah kalian berdua d
Clarissa berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa. Perkataan Alvin barusan telah berhasil meremukan hatinya dan sekarang dia berada dalam keadaan yang begitu menyakitkan.Bruk!Tanpa sengaja dia menabrak seseorang. Clarissa dengan cepat langsung mengangkat pandangannya dan menatap tajam orang tersebut. "Apa lo nggak bisa jalan dengan benar hah?!"Marah, itulah yang sedang dirasakannya saat ini karena tak ada satupun orang yang bisa mengerti perasaannya sama sekali dan Alvin bahkan terus saja mengalahkannya.Sosok perempuan yang tanpa sengaja menabrak Clarissa itu dengan cepat langsung membungkukkan tubuhnya sebagai tanda permintaan maaf. "Kak, maaf. Aku beneran nggak sengaja," tuturnya dengan suara yang bergetar karena ketakutan.Clarissa menghela nafas berat dan mengusap wajahnya. Dia malas berurusan dengan hal seperti ini dan dengan cepat langsung berlalu pergi.Tapi di saat itulah dia bisa mendengar suara bisikan dari beberapa mahasiswa yang tengah mengolok-oloknya karena bersikap
Setelah Nadia menyelesaikan perbincangannya dengan Clarissa, dia langsung pergi untuk kembali ke rumah. Nadia tak mau berpikir berlebihan karena dia sendiri pun sudah merencanakan berbagai hal ketika tadi menantang Clarissa."Dia pasti akan menyesal karena sudah mengikrarkan janji ini," ujarnya sambil tersenyum tipis.Clarissa yang melihat dari kejauhan itu justru merasa sombong karena dia yakin akan menang dipertaruhan kali ini. "Huh, emangnya dia siapa sampai berani menantang gue kayak gini? Gue bakalan ngasih liat kalau dia udah cari masalah sama orang yang salah."Setelahnya Clarissa langsung berlalu pergi karena tentu saja dia enggan terus-menerus menjadi pusat perhatian banyak orang. Ketika menuruni lantai dua, matanya itu tampak memicing ketika melihat sosok Freya."Frey!" Panggilnya dari kejauhan.Tapi entah mengapa, Freya seolah-olah tidak mendengarkan panggilannya sama sekali dan terus saja melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa.Clarissa yang melihat itu pun tampak mengeru
Hari ini adalah jadwal para narapidana keluar dari lapas dan membersihkan lapangan. Monica terlihat mengedarkan pandangannya ke sekeliling sambil membawa sebuah ember. Dia mengerutkan keningnya ketika melihat para narapidana yang saat ini sedang sibuk membersihkan lingkungan penjara dan sekitarnya."Kak, Ini pertama kalinya kamu membersihkan lapas ya?"Monika menoleh dan menganggukkan kepalanya perlahan setelah mendengar pertanyaan dari Syifa. "Iya, waktu itu aku nggak ikutan karena memang masih jadi tahanan sementara.""Kita akan sering melakukan ini sekitar dua minggu sekali." Dewi ikut membuka suaranya sambil tersenyum tipis dan mengarahkan jari telunjuknya ke salah satu tempat yang masih sepi. "Ayo kita bersihkan area sana aja," tuturnya.Monica dan Syifa menganggukkan kepalanya secara bersamaan. Namun ketika mereka melangkahkan kakinya, Monica langsung dihadang oleh beberapa narapidana.Kening Monica terlihat berkerudung hingga kedua alisnya saling menyatu ketika sadar bahwa seseo
"Berani-beraninya orang sialan kayak kamu mencoba untuk merundung ayahku?! Dasar brengsek!"Napas Monika memburu naik turun bersamaan dengan amarahnya semakin menggebu-gebu karena dia tak terima sekali ketika ayahnya diperlakukan semena-mena.Sosok narapidana yang baru saja terkena lemparan nampan besi Itu tampak meringis kesakitan dan berteriak. "Brengsek! Wanita jalang! Berani sekali kau–""Apa?!" Monica dengan cepat langsung menendang pria itu.Bahkan Bagaskoro yang melihatnya hanya bisa melongo tak percaya Karena Ini pertama kalinya putrinya itu melakukan sesuatu yang cukup mengejutkan. Apa anaknya itu sekarang sedang mencoba untuk membelanya?Monica tahu dengan jelas kalau dia masih belum berhasil menjadi anak yang baik tapi setidaknya dia akan terus mencoba supaya bisa melindungi ayahnya. Tak peduli sejahat apapun Bagaskoro.Beberapa narapidana tampak terkejut dan tentu saja mereka mencoba untuk melerai. Dewi dan Syifa juga buru-buru mendekat karena mereka tak mau sesuatu yang b
"Ayah nggak akan pernah membiarkanmu bisa menjalani hidup dengan tenang meskipun nanti sudah keluar dari penjara. Kamu akan terus diliputi oleh ketakutan serta rasa bersalah, Monica." Bagaskoro mengepalkan tangannya dengan erat. Tak segampang itu dia bisa memaafkan Monica. Uang, kekuasaan dan juga nama baiknya telah hancur. "Kamu tidak akan pernah bisa merasa bahagia. Tak akan pernah!"Setelah Bagaskoro menyelesaikan ucapannya dia langsung berbalik pergi, meninggalkan putrinya yang masih berdiri dengan perasaan campur aduk.Tangan Monica terasa bergetar. Ternyata dia terlalu berhalusinasi sampai-sampai membayangkan ayahnya itu telah berubah.Seharusnya dia sadar bahwa ayahnya itu bukanlah orang yang mudah memaafkan dan tentu saja ambisinya sampai saat ini masih kuat. Jika saja ayahnya itu merupakan orang yang mudah memaafkan maka sudah bisa dipastikan kesalahan-kesalahan yang di masa lalu pasti sudah dimaafkan. Tapi nyatanya ayahnya itu bukanlah sosok pria yang hangat dan sekali dia me
"Bagaimana perasaan kamu? Apa sudah lega?" Daniel bertanya pada Nadia yang saat ini memakai gaun berwarna marron, yang membuat dia nampak elegan.Nadia menghela nafas panjang dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja, rasanya plong banget!" ucapnya dengan mata berbinar.Daniel tersenyum lega juga, karena bahagia Nadia tentu bahagianya juga. "Aku nggak mau lagi keras kepala deh! Yang kamu bilang, memang bener banget!" Nadia kecuali berucap, dia menyesalkan kejadian di kampus. Jika saja dulu dia mengikuti perkataan Daniel, tentu kejadian memalukan dan menyesakkan di kampus itu tak akan pernah terjadi. Keras kepala Nadia ternyata berakhir dengan derita saat ini. Daniel mengacak sedikit rambut Nadia karena merasa sangat gemas saat itu. Tak ayal hal itu langsung membantu Nadia protes. "Duh jail banget sih!? Kalau sampai riasan ini rusak, kamu harus tanggung jawab!" seru Nadia kesal. Daniel malah terkekeh dan malah memencet hidung Nadia. "Salah sendiri menggemaskan! Nanti m
"Kak, aku ingin bicara sama kamu. Penting."Pagi itu, Nadia menemui Alvin ketika kelas belum dimulai.Alvin menarik sudut bibirnya, senyum manis terpancar disana. "Tumben. Ok! Mau kapan?"Dari raut wajahnya nampak jika saat ini Alvin merasa sangat senang.Pemuda itu pun sebenarnya bingung tetapi juga bercampur dengan rasa bahagia. Selama ini Nadia selalu saja menghindar darinya, tetapi kini malah sang gadis pujaan hati itu mengajaknya bicara. Ini bukan mimpi kan?"Sekarang! Ayo!" Nadia yang masih nampak kecewa dengan wajah seriusnya pun langsung berjalan tanpa memperdulikan banyak mata yang sampai saat ini masih nampak menatap sinis padanya. Tanpa banyak tanya lagi Alvin pun mengekori dari belakang."Lo mau ngajak gue kemana sih?" tanya Alvin ketika Nadia malah menuju ke area parkiran. "Kenapa ngobrolnya nggak di tempat yang privat aja?"Nadia mendengus kasar dan sesaat menoleh sebentar ke belakang. " Jangan banyak tanya! Bentar lagi sampai!" Kemudian dia pun meneruskan langkahnya.S
"Daniel! Mengapa kamu merahasiakan semua ini dari mama dan papa?" Ketika Daniel baru saja sampai di rumah, Martha dan Hendrawan pun langsung menghampiri putranya itu. Mengejar dengan banyak pertanyaan yang intinya mereka merasa tak suka jika Daniel terus menyembunyikan apa pun tentang Nadia."Rahasia ap---" Daniel mencoba mengelak karena memang sebenarnya dia belum mengerti, beberapa hal yang terjadi di kantor membuatnya harus sedikit melupakan tentang yang terjadi di rumah.Martha langsung memotong ucapan anaknya itu. " Nadia di teror dan difitnah seperti itu, tapi kenapa sepertinya kamu malah tenang tenang saja?" Wanita tua itu tak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang khawatir. Nadia menghampiri ketiga orang yang masih berdiri di ambang pintu itu, ada rasa tak enak karena sang suami menjadi bahan kemarahan orang tuanya karena dia."Maaf, tadi aku memang sudah menceritakan semuanya pada Mama," tukas Nadia yang seperti biasa malah merasa bersalah.Daniel menarik kedua sudut bibir
"Apa aku sekarang juga harus mengatakan semuanya ya?" Nadia makin bimbang saat ini. Dua pilihan yang nyatanya membuat dia merasa sangat dilema. Pilihan A akan membuat semua orang di kampus mengetahui jati dirinya dan itu berarti akan membuat semua orang mengetahui jika dia bukan dari kalangan biasa. Tetapi dengan begitu justru akan membuat dia lebih tenang menjalani perkuliahan. Sedangkan pilihan B, dengan diam dan membiarkan semua orang menganggapnya misterius, justru mungkin akan membuat berita keliru itu semakin menjadi-jadi saja. Sempat terbersit dalam pikiran Nadia untuk tak lagi melanjutkan kuliah dan fokus pada keluarganya. Tetapi itu sama saja artinya dengan dia menghapus mimpi dan cita-cita yang dulu pernah dia pupuk semenjak kecil."Kenapa kamu terlihat sedih, Sayang?"Ketika Nadia sendang melamun seperti itu, terdengar suara lembut Martha. Sang mertua yang baik hati itu ternyata kini sudah berada tepat di sampingnya."Ah Mama." Dengan sigap Nadia pun langsung menyalami
Putri mengepalkan tangannya dengan arah ketika merasakan sesuatu mulai terbakar di hatinya. Dia tak terima sama sekali setelah mendengar perkataan Alvin dan itu sudah berhasil membuat hatinya sangat sakit."Kak Alvin kenapa masih belain dia? Nadia itu …" Putri merasa tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya, dia hanya bisa menahan diri dan memalingkan wajahnya.Namun Alvin tahu dengan jelas apa yang ingin dikatakan oleh Putri dan dia dengan cepat pun langsung menegaskan segalanya sambil meraih tangan kanan Nadia. "Nggak peduli gimana masa lalunya, gue bakalan tetap suka sama dia dan perasaan ini nggak bakalan berubah," tuturnya.Nadia terlihat sedikit kaget ketika mendapatkan perlakuan itu dan tentu saja dia sekarang berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Alvin.Perkataan Alvin barusan terlalu berlebihan dan mengisyaratkan bahwa dia akan melakukan apapun demi bisa mendapatkannya.Nadia merasa kalau ini semua tak benar dan dia harus kembali meluruskannya. Tapi yang paling penting
"Jangan bawa-bawa namaku untuk memvalidasi akal busukmu!"Putri dan Alvin seketika langsung menoleh, mereka berdua mendapati sosok Nadia. Nadia berjalan mendekat dengan langkah yang dipenuhi dengan amarah. Sudah cukup rasanya karena sejak tadi dia memang telah mendengarkan perkataan Putri dan itu sudah berhasil membuatnya merasa sangat kecewa karena sempat menganggapnya sebagai teman."Aku pikir kamu nggak pernah memiliki niatan buruk untuk menghancurkanku sampai seperti ini, Put. Aku pikir kamu benar-benar menganggapku sebagai teman. Tapi apa?"Putri terlihat kaget, tapi dia dengan cepat langsung mengelaknya. "Ngomong apaan sih?! Jangan–""Aku sudah punya buktinya dan aku bahkan juga tahu kalau kamu membayar seseorang untuk mencelakaiku, kan?" Bersamaan dengan perkataannya itu, Nadia segera memberikan bukti-bukti yang akurat dan menambahkan, "Aku nggak nyangka kalau kamu bisa bertindak seperti ini untuk menghancurkanku. Apa aku pernah melakukan kesalahan padamu?"Hubungan keduanya da
"Bawa orangnya ke hadapan Bos!" Dion segera memerintahkan setelah dia berhasil menangkap pelaku yang sedari awal memang dicurigai telah meneror Nadia.Dua pasang bodyguard yang memang sudah berhasil menangkap pelakunya itu pun segera mematuhi perintah dari Dion, mendekat ke sebuah kereta versi berwarna hitam pekat.Nadia dan Daniel sedari tadi sudah menunggu tepat di dalam mobil. Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang karena memang dia sangat ingin tahu pelaku yang telah tega membuatnya jadi dibenci banyak orang.Suara ketukan di kaca mobil telah menyadarkan Daniel dan Nadia. Daniel melirik ke arah sang istri sambil meremas tangannya perlahan karena dia tahu dengan jelas bagaimana perasaan Nadia. Dia mencoba untuk tetap kuat dan juga tegar sambil tersenyum tipis, "Semuanya pasti baik-baik aja, Nadia. Keinginan kamu terkabul dan kita berhasil menangkap pelakunya. Kamu sudah siap untuk melihatnya?""Iya," jawab Nadia dengan singkat. Pandangan matanya itu terlihat semakin tajam dan
"Itu orangnya! Bener kan dia? Wah gila … nggak nyangka banget kalau dia cewek kayak gitu," tutur salah satu mahasiswa sambil menatap Nadia dan memandangnya dengan tajam.Nadia yang kebetulan sedang melangkahkan kakinya setelah dia sampai di kampus itu pun tampak mengerutkan kening karena sadar saat ini menjadi bahan omongan.Ketika Nadia sedang merasa bingung seperti itu tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya, membawanya ke tempat yang sedikit sepi."Kak Alvin? Lepasin!""Gue nggak bakalan lepasin lo di sini sebelum kita bisa bicara berdua," tolaknya. Alvin lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sadar bahwa sekarang tak ada terlalu banyak mahasiswa yang sedang memperhatikan. Dia langsung berbalik untuk menatap Nadia dengan lekat dan berkata, "Lo … ngapain lo malah datang ke kampus?""Apa?" Nadia merasa bingung dengan pertanyaan yang baru dilontarkan oleh Alvin dan sontak saja dia mencoba untuk menepis tangan pria itu karena tak suka jika disentuh seenaknya. "Kenapa pula
"Cukup!" Putri langsung memotong perkataan Nadia. Napasnya memburu naik turun bersamaan dengan emosi yang semakin menggebu-gebu. "Padahal aku baru aja maafin kamu, tapi sekarang malah kayak gini lagi. Kalau kamu emang nggak percaya, mendingan kita nggak usah temenan lagi aja."Sesuatu terasa sakit di dalam hati Nadia karena memang selama ini temannya hanyalah Putri.Tapi dia tak mencegahnya sama sekali dan melepaskan cengkramannya dari pergelangan tangan Putri. Selalu meremas tangan kanannya sendiri dan menekan perasaannya sampai mengangkat kepalanya setelah sudah siap, "Maaf, aku harusnya emang nggak merasa curiga kayak gini. Tapi aku juga nggak akan memaksa kamu untuk tetap berteman denganku.""Oh?" Putri terlihat sedikit terkejut. Tapi dia kini tertawa sinis. "Harusnya dari awal aku dengerin perkataan teman-teman yang lain aja. Kamu emang nggak sepantasnya punya teman apalagi ada di kampus ini," tambahnya.Nadia seperti mendengar suara hatinya retak. Kenapa Putri sampai mengatakan h