"Alah! Bukannya lo selalu ada di pihak Clarissa sampai-sampai kadang ngelupain gue? Nggak perlu jelasin apapun karena gue juga udah tahu, kok."Suasana saat ini langsung berubah menjadi tegang karena kesalahpahaman. Luna yang mendengar itu pun ikut merasa kesal karena dia hanya diam saja sedari tadi tapi malah disalahkan. Tentu saja dia tak bisa menerimanya sama sekali."Jujur gue nggak tahu apa yang lagi lo pikirin sekarang, Frey." Luna melipat kedua tangannya tepat di depan dada dan memasang raut wajah acuh.Freya yang mendengar itu seketika langsung menghela nafas. "Ya … ya … ya … terus aja pura-pura seolah nggak tahu apapun. Padahal lo sendiri yang selama ini bersikap beda sama gue dan Clarissa. Udahlah, gue jadi nggak mood buat makan," desisnya sambil meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar.Kening Luna kembali terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu dan dia menatap Freya sambil bertanya, "Lo itu sebenarnya kenapa sih? Kenapa lo dari tadi tuh ngomong nggak jelas?
Mata Luna seketika langsung membulat dengan sempurna. "Frey! Lo sadar nggak sih barusan ngomong apaan? Jangan ngelantur!" Luna masih tak habis pikir dengan Freya dan dia menggelengkan kepalanya perlahan. "Kayaknya lo butuh ketenangan biar bisa mikir dengan jelas. Gue pergi dulu," tambahnya.Freya merasa tersinggung atas beberapa perkataan Luna dan tentu saja dia semakin merasa kesal. "Ya inilah yang selalu kalian lakukan sama gue. Kalian semua selalu pergi pas gue lagi butuh bantuan dan malah membalikan fakta seolah-olah gue yang salah."Langkah lunas seketika langsung terhenti dan dia menoleh kembali untuk menatap Freya. "Nggak ada hal apapun yang terjadi di antara kita dan seharusnya lo tahu itu. Kita udah sahabatan lama dan gue yakin kalau lo sebenarnya cuma lagi capek aja sampai ngomong hal kayak gini.""Capek? Dari dulu gue udah capek pas ngikutin kalian berdua." Freya segera berdiri dari tempat duduknya dan meraih tasnya itu sambil menambahkan, "Sekarang terserah kalian berdua d
Clarissa berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa. Perkataan Alvin barusan telah berhasil meremukan hatinya dan sekarang dia berada dalam keadaan yang begitu menyakitkan.Bruk!Tanpa sengaja dia menabrak seseorang. Clarissa dengan cepat langsung mengangkat pandangannya dan menatap tajam orang tersebut. "Apa lo nggak bisa jalan dengan benar hah?!"Marah, itulah yang sedang dirasakannya saat ini karena tak ada satupun orang yang bisa mengerti perasaannya sama sekali dan Alvin bahkan terus saja mengalahkannya.Sosok perempuan yang tanpa sengaja menabrak Clarissa itu dengan cepat langsung membungkukkan tubuhnya sebagai tanda permintaan maaf. "Kak, maaf. Aku beneran nggak sengaja," tuturnya dengan suara yang bergetar karena ketakutan.Clarissa menghela nafas berat dan mengusap wajahnya. Dia malas berurusan dengan hal seperti ini dan dengan cepat langsung berlalu pergi.Tapi di saat itulah dia bisa mendengar suara bisikan dari beberapa mahasiswa yang tengah mengolok-oloknya karena bersikap
Setelah Nadia menyelesaikan perbincangannya dengan Clarissa, dia langsung pergi untuk kembali ke rumah. Nadia tak mau berpikir berlebihan karena dia sendiri pun sudah merencanakan berbagai hal ketika tadi menantang Clarissa."Dia pasti akan menyesal karena sudah mengikrarkan janji ini," ujarnya sambil tersenyum tipis.Clarissa yang melihat dari kejauhan itu justru merasa sombong karena dia yakin akan menang dipertaruhan kali ini. "Huh, emangnya dia siapa sampai berani menantang gue kayak gini? Gue bakalan ngasih liat kalau dia udah cari masalah sama orang yang salah."Setelahnya Clarissa langsung berlalu pergi karena tentu saja dia enggan terus-menerus menjadi pusat perhatian banyak orang. Ketika menuruni lantai dua, matanya itu tampak memicing ketika melihat sosok Freya."Frey!" Panggilnya dari kejauhan.Tapi entah mengapa, Freya seolah-olah tidak mendengarkan panggilannya sama sekali dan terus saja melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa.Clarissa yang melihat itu pun tampak mengeru
Hari ini adalah jadwal para narapidana keluar dari lapas dan membersihkan lapangan. Monica terlihat mengedarkan pandangannya ke sekeliling sambil membawa sebuah ember. Dia mengerutkan keningnya ketika melihat para narapidana yang saat ini sedang sibuk membersihkan lingkungan penjara dan sekitarnya."Kak, Ini pertama kalinya kamu membersihkan lapas ya?"Monika menoleh dan menganggukkan kepalanya perlahan setelah mendengar pertanyaan dari Syifa. "Iya, waktu itu aku nggak ikutan karena memang masih jadi tahanan sementara.""Kita akan sering melakukan ini sekitar dua minggu sekali." Dewi ikut membuka suaranya sambil tersenyum tipis dan mengarahkan jari telunjuknya ke salah satu tempat yang masih sepi. "Ayo kita bersihkan area sana aja," tuturnya.Monica dan Syifa menganggukkan kepalanya secara bersamaan. Namun ketika mereka melangkahkan kakinya, Monica langsung dihadang oleh beberapa narapidana.Kening Monica terlihat berkerudung hingga kedua alisnya saling menyatu ketika sadar bahwa seseo
"Berani-beraninya orang sialan kayak kamu mencoba untuk merundung ayahku?! Dasar brengsek!"Napas Monika memburu naik turun bersamaan dengan amarahnya semakin menggebu-gebu karena dia tak terima sekali ketika ayahnya diperlakukan semena-mena.Sosok narapidana yang baru saja terkena lemparan nampan besi Itu tampak meringis kesakitan dan berteriak. "Brengsek! Wanita jalang! Berani sekali kau–""Apa?!" Monica dengan cepat langsung menendang pria itu.Bahkan Bagaskoro yang melihatnya hanya bisa melongo tak percaya Karena Ini pertama kalinya putrinya itu melakukan sesuatu yang cukup mengejutkan. Apa anaknya itu sekarang sedang mencoba untuk membelanya?Monica tahu dengan jelas kalau dia masih belum berhasil menjadi anak yang baik tapi setidaknya dia akan terus mencoba supaya bisa melindungi ayahnya. Tak peduli sejahat apapun Bagaskoro.Beberapa narapidana tampak terkejut dan tentu saja mereka mencoba untuk melerai. Dewi dan Syifa juga buru-buru mendekat karena mereka tak mau sesuatu yang b
"Ayah nggak akan pernah membiarkanmu bisa menjalani hidup dengan tenang meskipun nanti sudah keluar dari penjara. Kamu akan terus diliputi oleh ketakutan serta rasa bersalah, Monica." Bagaskoro mengepalkan tangannya dengan erat. Tak segampang itu dia bisa memaafkan Monica. Uang, kekuasaan dan juga nama baiknya telah hancur. "Kamu tidak akan pernah bisa merasa bahagia. Tak akan pernah!"Setelah Bagaskoro menyelesaikan ucapannya dia langsung berbalik pergi, meninggalkan putrinya yang masih berdiri dengan perasaan campur aduk.Tangan Monica terasa bergetar. Ternyata dia terlalu berhalusinasi sampai-sampai membayangkan ayahnya itu telah berubah.Seharusnya dia sadar bahwa ayahnya itu bukanlah orang yang mudah memaafkan dan tentu saja ambisinya sampai saat ini masih kuat. Jika saja ayahnya itu merupakan orang yang mudah memaafkan maka sudah bisa dipastikan kesalahan-kesalahan yang di masa lalu pasti sudah dimaafkan. Tapi nyatanya ayahnya itu bukanlah sosok pria yang hangat dan sekali dia me
Bab 290. Perhatian Alvin sesekali melirik ke arah Nadia. Pria itu tentu saja ingin menanyakan berbagai hal pada Nadia. Apalagi selama beberapa hari belakangan, Alvin mencoba untuk menjauhinya sesuai dengan keinginannya."Hei," akhirnya dia memberanikan diri untuk menyapa dan mendekati sosok gadis yang saat ini tengah menyantap makan siangnya.Kening Nadia terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling. Namun Putri justru membalas sapaan Alvin dan menawarkan, "Duduk dulu, Kak."Alvin yang merasa itu adalah kesempatan emas seketika langsung duduk dan sengaja berada tepat di samping Nadia. "Kalian ini kelihatannya makin klop ya? Biasanya kalau temen baru tuh susah nyari sesuatu yang sama. Kayak gue contohnya. Gue nggak suka sama orang yang cerewet dan–""Katanya nggak suka sama orang, tapi sendirinya malah banyak." Nadia dengan lugasnya mengatakan itu tanpa merasa bersalah sama sekali. Dia berharap perkataannya barusan berhasil menyadarkan Alvin dan membuat pria itu menjauh.Tapi Alvin j