Kira-kira si Bagaskoro ini masih bisa insyaf juga nggak sih sebelum mati?
"Ini tidak adil!" Bagaskoro berteriak dengan marah sambil menggebrak meja setelah dia mendengar hukuman yang diputuskan oleh hakim.Kilatan matanya yang dipenuhi dengan kemarahan itu segera mengarah tepat pada Daniel dan rasanya dia semakin membara ketika melihat mantan menantunya itu memasang raut wajah seolah-olah telah menang.Daniel yang melihat itu justru memalingkan wajahnya Karena dia sudah tak mau lagi bertatapan dengan Bagaskoro. Sudah cukup rasanya Dia memberikan banyak kesempatan pada pria paruh baya itu.Meski Bagaskoro sendiri sudah tahu dengan jelas bahwa dia akan kalah di persidangan kali ini tapi tetap saja rasanya tak terima selama sekali.Para polisi ini dengan sikap langsung mendekatinya. Tak ada lagi hal yang bisa dilakukan oleh Bagaskoro. Bahkan para wartawan mulai meliputnya.Di tengah-tengah keributan itu, Daniel hanya menatap mantan ayah mertuanya mulai digiring pergi. Ada perasaa lega yang kini muncul di dalam hatinya karena akhirnya orang yang bersalah telah d
Ratna masuk ke dalam ruangan rawat putrinya itu dan menatap sosok pria yang kini duduk tepat di samping ranjang Nadia. Daniel yang tahu bahwa ada seseorang datang seketika langsung menoleh dan berdiri dari kursi. Namun Ratna dengan cepat langsung mengangkat tangannya dan berkata, "Bisa kita berdua bicara sebentar di luar?""Bisa, Tante." Ada sedikit kebingungan yang mewarnai raut wajah Daniel, tapi dia tetap mengikuti langkah Ratna.Ratna duduk lebih dulu, sedangkan sang menantu yang baru saja menutup pintu ruangan Itu tampak berjalan mendekatinya dengan canggung."Duduklah," tuturnya lagi sambil melirik ke arah kursi yang masih kosong di sampingnya.Daniel menganggukkan kepalanya dengan cepat dan segera duduk tepat di samping mertuanya itu.Keadaan di antara mereka berdua saat ini terasa sangat canggung karena belum ada yang membuka mulut sama sekali.Ratna masih dalam perasaan yang diliputi oleh kegelisahan dan juga kekecewaan. Dia perlahan melirik ke arah menantunya itu dan menghem
"Aku baik-baik aja, kok." Nadia segera menggelengkan kepalanya itu ketika sang suami berniat untuk mengambil cuti lagi. "Lagi pula aku juga sudah pulang dari rumah sakit sejak kemarin, masa kamu terus-terusan libur?" Tanyanya balik.Daniel menatap istrinya itu sambil menghembuskan nafas perlahan karena memang dia belum bisa merasa tenang sepenuhnya."Apa kamu nggak suka aku menemanimu?""Eh?" Nadia tampak terkejut ketika mendengar pertanyaan itu dan dia buru-buru menyangkalnya. "Mana mungkin aku nggak suka? Jujur, aku juga merasa senang karena bisa menghabiskan waktu lebih lama sama kamu. Tapi prioritas kamu bukan cuma aku, kan?" Keningnya sedikit berkerut dan dia menghela nafas perlahan sambil berkata, "Masih ada perusahaan yang harus diurus."Daniel memanglah seorang pemilik perusahaan, namun rasanya tak etis jika dia terus-menerus mengambil cuti. Paling tidak, Nadia akan aman ketika berada di rumah. Terlebih sekarang ada banyak bodyguard yang dipekerjakan."Urusan pekerjaan ada Dion
Monica memijit pelipisnya yang masih terasa nyeri dan hampir seluruh kepalanya itu sangat sakit karena dia memang dijambak habis-habisan oleh para tahanan tanpa ampun sedikitpun.Dengan pandangan nanar yang dipenuhi dengan kemarahan, dia menata para tahanan yang saat ini tampak senang."Kenapa malah melotot, sialan?!" Rina kembali berteriak karena dia tak suka dengan sikap sombong Monica. "Udah diberi pelajaran. Tapi masih belum sadar juga, huh?!"Monica memicingkan matanya dengan tajam. Dia yang selalu melawan, kini tak bisa melakukan apapun karena rasanya benar-benar terpojokan.Dulunya dia memang selalu bisa membalas perlakuan buruk orang-orang di sekitarnya, jika merasa tak suka dengan mereka. Tapi sekarang apa yang bisa dia lakukan?Dia benar-benar sendirian dan tak ada siapapun yang mau menolongnya.Bahkan di dalam sel, semua tahanan membencinya.Tak ingin terus menerus mendapatkan masalah, Monica memilih untuk memalingkan wajahnya. Dia tak mau babak belur lagi karena sekarang pu
"Tutup mulutmu sebelum aku merobeknya!" Seketika wanita berambut pendek itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Dia merasa sedikit takut ketika mendengar ancaman secara langsung keluar dari mulut Monica. Tapi tentu saja dia bukanlah orang yang bodoh dan mencoba untuk memanasi keadaan kembali."Mbak, lihat itu! Bisa-bisanya dia berlagak di hadapan kita? Ini nggak bisa dibiarkan!"Rina merasa terpancing dan dia juga setuju. Monica memang masih saja bersikap arogan dan bertingkah seolah belum menyadari kesalahannya sendiri.Namun Monica yang mendapatkan tatapan tajam justru memicingkan matanya. "Kenapa? Apa aku tak boleh membela diri di saat ada banyak orang yang sekarang sedang mencoba untuk meremehkanku?" Dia mengepalkan tangannya dengan erat karena perasaan marah yang semakin menyelimuti hatinya secara perlahan. "Nggak masalah kalau kalian membenciku. Tapi jangan pernah mencoba untuk membahas lagi masa laluku dan bahkan menyangkut pautkannya dengan anakku. Kalian nggak pernah tahu
"Halah! Cewek murahan kayak dia seharusnya nggak usah dijenguk! Palingan cuma ngabisin waktu sama tenaga aja. Harusnya dia dapat hukuman setimpal!"Monica yang mendengarnya merasa marah dan mengepalkan tangannya dengan erat. Dia menghentikan langkahnya sejenak dan berbalik menoleh para narapidana yang kini menatapnya dengan tajam serta mengolok-oloknya.Namun tentu saja dia bukanlah wanita yang mudah ditekan begitu saja. Monica justru tersenyum sinis dan mengejek, "Kenapa? Kalian iri padaku, ya?""Apa?!" Para tahanan itu seketika langsung berteriak secara bersamaan, mereka merasa tak terima karena diejek.Tapi sipir penjara dengan cepat langsung membentak dan meminta mereka semua untuk kembali tenang. Monica yang melihatnya semakin merasa menang, dia segera memalingkan wajahnya dan mengikuti langkah sipir penjara yang memanggilnya untuk segera pergi ke ruang pertemuan.Tapi tanpa dia sadari, Rina mengepalkan tangannya dengan erat dan membatin, 'Awas aja, dia pasti akan menyesal karena
"Sudahlah! Hadiah yang sudah kamu berikan ke orang lain, nggak boleh diambil lagi. Ingat itu!"Nadia menggelengkan kepalanya perlahan sambil tersenyum tipis. "Kalau gitu simpan aja, lain kali aku akan datang dan membawakannya lagi.""Nggak usah," tolak Monica. Dia menghela nafas berat dan mengangkat pandangannya itu sambil berkata, "Kalau mau beri hadiah, kasih sesuatu yang jauh lebih berguna, dong. Make up misalnya," tuturnya.Kening Nadia seketika langsung berkerut. Make up?"Buat apa kamu menginginkan set peralatan make up? Emangnya kamu mau merias diri di penjara?"Monica seketika langsung terdiam. Dia baru tersadar akan tempatnya saat ini dan entah mengapa ada perasaan yang mulai muncul di dalam hatinya."Ah, itu … maaf. Aku nggak bermaksud untuk mengatakan sesuatu yang menyakitimu." Nadia buru-buru minta maaf ketika menyadari ekspresi masam mulai menghiasi wajah Monica.Namun Monica dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak. Apa yang kamu katakan tadi memang benar ada
"Jadi sel-ku dipindahkan?" Monica menatap sipir penjara yang baru saja memberikan informasi padanya. "Kenapa tiba-tiba saja pindah?" tanyanya lagi.Monica tahu kalau dia memang sempat mengalami hal buruk, tapi rasanya aneh karena dia diperlakukan seperti ini."Beruntung kamu bisa pindah, coba kalau tidak? Sekarang, baik-baik lah dengan teman satu selmu supaya kejadian seperti tadi tidak terjadi lagi."Tak dapat jawaban yang memuaskan, Monica memilih untuk diam. Dia juga malas untuk berdebat terlalu lama. Sekarang, dia merasa senang karena akhirnya terbebas dari Rina.Saat perjalanan menuju sel barunya, Rina dan para narapidana lainnya tampak menatapnya dengan tajam. "Pasti dia menyuap sipir penjara, nggak mungkin dipindahkan gitu aja!"Monica perlahan mulai melambatkan langkahnya ketika kembali mendengarkan omong kosong keluar dari mulut Riska. Dia seketika langsung memicingkan matanya dan merasa sangat tak suka dengan perkataannya barusan."Jelas! Dia punya uang dan dari awal sampai