yuk berikan semangat untuk Monica
Daniel memutuskan sambungan telepon dan kini menatap ponselnya itu dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Dia tak pernah menyangka kalau akan mendengar kalimat yang begitu menyentuh hati dari mulut Monica. Padahal selama ini wanita itu selalu mengatakan hal-hal yang buruk dan bahkan terus mengalahkannya karena kehidupannya yang jadi berantakan.Tanpa basa-basi sedikitpun dia langsung mencari nomor kontak sang asisten pribadi dan meneleponnya. Tak perlu waktu lama panggilannya itu langsung dianggap oleh Dion dan suaranya mulai terdengar dari ujung telepon."Halo, Bos?" Dion yang ada di ujung telepon sana terlihat mengerutkan keningnya karena tumben sekali atasannya itu menelepon dan sudah bisa dipastikan kalau ada sesuatu yang terjadi."Dion, berikan peringatan pada Om Bagaskoro." Tanpa basa-basi sedikitpun Daniel langsung mengutarakan isi hatinya itu karena dia tak bisa menahan diri lebih lama lagi sebab mantan ayah mertuanya terus saja mencoba untuk mengusiknya dan ini bahkan sa
"Aku hanya sedikit mengetahui beberapa hal mengenai keluargamu. Kalau kamu memang masih belum siap untuk mengatakannya maka tunda saja karena aku pun tidak akan memaksa." Daniel menatap gadis itu dengan lekat karena dia tak mau membebani Nadia.Sebenarnya bisa saja dia mencoba untuk mencari tahunya sendiri menggunakan koneksinya. Tapi Daniel sengaja tak melakukan itu karena dia hanya ingin tahu mengenai ayah serta ibu Nadia, selebihnya dia menyerahkan privasi sepenuhnya pada calon istrinya itu.Nadia tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa, aku sudah memutuskan untuk mengatakannya padamu." Dia menghela nafas sejenak dan akhirnya menambahkan, "Ibu bilang sebenarnya dia berasal dari keluarga yang bisa dibilang cukup terpandang. Tapi setelah menikah dengan Ayah karena suatu kondisi yang sejujurnya hampir mirip denganku sekarang, Ibu jadi diusir oleh keluarganya dan sampai sekarang pun tak pernah bertemu lagi."Kening Daniel seketika langsung berkerut hingga kedua al
"Ini, maaf sudah membuatmu terkejut." Nadia mengeluarkan tisu pada Daniel karena dia tak menyangka ucapannya itu akan membuat lawan bicaranya justru tersedak.Daniel menerimanya dan mulai menyeka mulutnya itu yang sedikit kotor.Nadia hanya menatapnya lekat dan diam-diam tersenyum tipis. Setiap kali bersama dengan Daniel, bisa memperlihatkan dirinya yang sesungguhnya tanpa perlu merasa canggung sedikit pun.Bahkan sekarang pria yang terkenal seperti gunung es itu perlahan mulai berubah menjadi lembut dan tentu saja penyayang."Kenapa kamu malah senyum?" Daniel menatap gadis itu dengan kening yang berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. "Apa ada yang lucu?" tanyanya lagi karena merasa penasaran.Namun Nadia justru menggelengkan kepalanya perlahan dan kembali tersenyum tipis. "Bukan apa-apa, hanya saja melihatmu dalam sisi yang berbeda seperti ini membuatku merasa sedikit kagum dan gak percaya sama sekali.""Maksud mu, aku aneh?""Bukan! Maksudku, kamu itu kan biasanya bersikap sep
Bagaskoro memicingkan matanya dengan tajam ketika melihat suasana perusahaannya yang saat ini seketika langsung berubah sangat drastis semenjak kasusnya itu diangkat dan publik mulai menyorotnya.Dia segera meminta sang sopir untuk berhenti dan berkata, "Putar balik mobilnya sekarang juga!"Bagaskoro tahu dengan jelas bahwa kedatangannya ke kantor itu justru akan membuat suasana menjadi jauh lebih ricuh karena sekarang ada banyak karyawan yang mulai memutuskan untuk resign dan mereka terus-terusan demo. Wartawan juga semakin gencar mendatanginya dan itu membuatmu jadi semakin kesulitan.Sang sopir dengan cepat langsung menganggukkan kepalanya dan bersiap untuk memutar balik. Tapi sayangnya parah wartawan dan juga karyawan yang sejak tadi sudah menunggu mulai sadar. "Itu dia!" Salah satu karyawan langsung mengarahkan jari telunjuknya tepat ke mobil Bagaskoro.Seketika semua orang langsung menoleh dan berbondong-bondong berlari menuju mobil. Bagaskoro yang melihat itu langsung panik dan
Dion menghela nafas perlahan ketika mendengar semua perkataan Bagaskoro dan rasanya sulit baginya untuk bicara secara baik-baik karena pria itu terus saja mencoba untuk menyerangnya."Sekarang semua keputusan berada di tangan Anda dan saya yakin kalau Anda pasti bisa memikirkan secara baik-baik."Setelah Dion mengatakan itu, dia langsung melirik ke salah satu bawahannya dan memintanya untuk mendekat. Sang bawahan itu dengan patuh langsung mendekat dan memberikan sebuah dokumen yang sedari tadi memang sudah disiapkan. Tanpa basa-basi, Dion kembali berbalik menatap Bagaskoro dan berkata, "Di dalam dokumen ini berisi semua kejahatan Anda dan kami bisa menyebarkan dengan sangat mudah."Bagaskoro memicingkan matanya dengan tajam. Dia benci ketika ditekan seperti ini dan terus-terusan diancam. Rasanya dia ingin sekali merebut dokumen yang saat ini berada tepat di tangan Dion dan melenyapkannya. Tapi tentu saja itu bukanlah perkara yang mudah karena sekarang ada banyak bodyguard yang dibawa o
Monica menghitung hari dengan perasaan yang gelisah dan dipenuhi dengan rasa sakit karena ternyata tak mudah baginya untuk mengikhlaskan segalanya."5 hari lagi, sidang kedua akan dilaksanakan." Dia menghela nafas perlahan dan kembali duduk memojok sambil memeluk kedua kakinya. "Waktu terasa sangat lama," gumamnya lagi.Dia sudah memutuskan untuk tak lagi berjuang agar bisa keluar dari penjara karena bagaimanapun juga rasanya sangat sulit. Terlebih lagi dia sudah mengakui semua kejahatannya dan satu-satunya cara untuk menebus kesalahannya hanyalah dengan menerima semua hukuman."Kalau saja dulu aku tidak melakukan hal bodoh, mungkinkah hidupku tidak akan menyedihkan seperti ini?"Ketika Monica memikirkannya lagi, ternyata dia memang telah melakukan kesalahan yang begitu besar dan sulit untuk dimaafkan. Pantas saja sekarang ada banyak orang yang membencinya dan terus berbondong-bondong memintanya untuk segera dihukum."Sean, dia yang paling menderita karena kebodohanku." Monica tersenyu
"Tapi kenapa kamu begitu mudah mendapatkan simpati dari mereka?"Monica tahu dengan jelas seberapa sulitnya dulu mencari cara supaya bisa mendapatkan restu dari keluarga Daniel dan tentu saja itu sangat sulit karena pada akhirnya dia tetap saja tak diterima.Hanya saja juga sedikit beruntung karena mengandung anak Daniel, walaupun pada akhirnya tetap harus berpisah karena memang sedari awal dia tak menginginkan adanya seorang anak.Nadia terdiam ketika mendapatkan pertanyaan itu karena sejujurnya dia memang tidak tahu alasan mengapa diterima di dalam keluarga Daniel.Mungkin memang salah satu alasan yang paling kuat karena dia telah mengandung darah daging Daniel."Aku juga tidak tahu," jawabnya sambil menatap Monica dan membiarkan wanita itu memandangnya dengan tajam. "Semua ini terjadi begitu saja," tambahnya.Monica ikut terdiam setelah mendengar perkataan Nadia dan merasa kalau gadis itu memang tak berbohong padanya sama sekali. Ketika memikirkan itu, dia tiba-tiba saja merasa iri
"Nadia, kamu cantik sekali, Nak." Martha memegang kedua pundak gadis yang sebentar lagi akan menjadi menantunya itu sambil tersenyum tipis dan memujinya dengan tulus.Wajah Nadia pun seketika langsung dihiasi dengan gurat kemerahan karena salah tingkah dan dia juga turut menatap ke depan, tepat ke kaca yang memantulkan setengah badannya itu.Saat ini dia baru saja selesai dirias dan tentu saja penampilannya jadi sangat berubah karena Nadia yang hampir tak pernah memakai pakaian feminim itu, tampak sangat berbeda ketika menggunakan gaun pengantin dengan sedikit polesan make up yang anggun."Daniel pasti akan merasa sangat terkejut ketika melihat penampilanmu ini," tambah Martha.Dia memuji calon menantunya itu dengan tulus, tak ada sedikitpun kebohongan dari setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.Sean yang sejak tadi juga mengikuti sang nenek, kini terlihat melongo lebar ketika melihat penampilan Nadia. "Kakak cantik banget," pujinya.Nadia yang mendengar itu hanya bisa tertawa perla