"Ada apa?"
Andin dan Anisa bangun dan turun dari tempat tidur. Mereka berdua keluar dari kamarnya saat mendengar suara dari ruang keluarga.
Begitu pun dengan Bara dan Gara, mereka juga keluar kamar karena terkejut mendengar suara teriakan yang kencang.
"Boo, ada apa?" tanya Andin pada suaminya yang sedang anteng menonton siaran televisi bersama Tuan Indra.
Kedua laki-laki yang sudah tidak muda lagi itu menoleh ke belakang.
Empat orang telah berjejer sambil melipat kedua tangannya.
"Maaf, Bee, aku tadi lagi nonton bola, seru banget," jawab Haidar sambil menatap satu persatu anak dan istrinya. "Maaf ya sudah mengganggu kalian.
"Maafkan kami," timpal Tuan Indra yang terlihat menyesali perbuatannya. "Ayo kita tidur!"
Tuan Indra mematikan siaran televisi itu. Ia bangun dari duduknya, begitu pun dengan Haidar.
"Daddy, ngagetin aja," ucap Bara sebelum kembali ke kamar.
"Apalagi Mommy yang paling dekat dengan mereka
"Sayang, kenapa bisa jatuh?" Bara segera menggendong Anisa yang terduduk di lantai kamar mandi. "Darah," gumamnya saat mengangkat tubuh kekasihnya, ada darah di lantai."Sakit, Mas." Anisa memegangi perutnya sambil menangis."Tahan ya, Sayang! Kita ke rumah sakit sekarang.""Ya ampun, Nak."Andin segera melepas celemeknya. Lalu, berteriak memanggil Gara setelah melihat kondisi calon menantunya."Gara ...!"Andin berteriak sekencang-kencangnya sehingga membangunkan seisi rumah.Mendengar teriakan sang mommy, Gara berlari menghampirinya. "Ada apa?""Cepat antar Anisa ke rumah sakit!"Gara terkejut melihat Anisa meringis kesakitan dalam gendongan adiknya."Rumah sakit adanya di kota, ada puskesmas dekat sini. Tapi, di sana lengkap," jawab Gara."Ya sudah cepat bawa Anisa ke sana!"Kakinya terasa sangat lemas, melihat darah yang mengalir dari kaki calon menantunya."Cepat Gara ...! Kam
Bara menguburkan janin yang menjadi penyatu antara dia dan kekasihnya."Terima kasih, juniorku. Kamu telah menyatukan Ayah dan Ibu. Kami akan selalu mengingatmu."Laki-laki itu mencium papan kayu yang bertuliskan juniorku. Walau usia janin itu baru dua bulan, tapi Bara menguburkannya dengan layak.Setelah selesai, Bara segera membersihkan dirinya, walau tubuhnya lelah, lesu, ia tetap harus kuat demi Anisa.Gadis itu pasti lebih terpukul karena sudah kehilangan calon bayinya."Bara kamu terlihat pucat, apa kamu sakit?" tanya Gara setelah mereka mandi dan berganti baju.Kini mereka hendak kembali ke rumah sakit, tapi Bu Eni menghentikan langkahnya."Nak ... ke sini sebentar!" Bu Eni memanggil Bara dan Gara.Kedua pemuda itu menghampiri tetangga Anisa yang sudah sangat baik padanya."Ada apa, Bu?" tanya Gara."Duduklah dulu! Ibu ke dalam sebentar."Wanita itu segera masuk ke dalam rumahnya, m
"Aku akan menikah dengan Anisa. Jika Abang jatuh cinta lagi kepada wanita lain, aku nggak akan penasaran lagi," sahut Bara. "Aku janji, cukup sekali ini aja aku menyakitimu. Aku tidak akan pernah mengambil milikmu lagi.""Bukan itu alasan saya tidak ingin jatuh cinta lagi," balas Gara. "Saya juga tidak pernah sakit hati melihat kalian bahagia.""Lalu, kenapa Abang nggak mau jatuh cinta lagi?""Saya takut sepertimu," balas Gara. "Dibudakan cinta."Gara tertawa terbahak-bahak, ia beruntung tidak menjadi budak cinta seperti adiknya yang menurutnya laki-laki menjadi lemah dan cengeng ketika dibudakkan oleh cinta."Ciee ... belum tahu aja dia kalo udah jatuh cinta," cibir Bara pada abangnya. "Daddy, manusia yang tidak berperasaan, dia menghina Mommy di awal pernikahan, tapi akhirnya ketika beliau jatuh cinta malah bucin abis, kadang sama anaknya sendiri dicemburuin.""Saya masih waras, tidak akan seperti itu."Gara yakin akal sehatnya masi
Anisa mengeratkan genggaman tangannya pada sang kekasih saat mendengar suara dari balik tirai.Ternyata ibu-ibu yang satu ruangan dengannya sejak tadi menguping pembicaraan mereka."Aku bukan wanita baik-baik, aku wanita kotor," ucap Anisa pelan sembari berurai air mata.Bara menggelengkan kepalanya, lalu mencium tangan calon istrinya dengan lembut."Kamu adalah wanita terbaik dari yang terbaik, kamu segalanya bagiku. Anisaku sangat berharga dari sebongkah berlian sekalipun."Wanita itu mengusap air matanya sambil tersenyum. "Terima kasih, Mas. Aku nggak menyesal memilihmu."Bara bangun dari duduknya, lalu menangkup wajah sang kekasih. "Aku sangat mencintaimu, Sayang. Jangan membebani pikiranmu sendiri. Semua orang pasti mempunyai kesalahan, yang terpenting kita berusaha memperbaiki semuanya.""Iya, Mas.""Cepat sembuh ya!" Bara mencium kening kekasihnya dengan mesra.Walau ibu-ibu itu terus mengoceh, menghina dan
Gara langsung berbalik badan saat mendengar suara yang sangat ia kenali."Yas, kapan kamu kembali?""Bukannya tadi saya sudah bilang pulang hari ini.""Iya, tapi kenapa secepat ini?""Sebenarnya waktu saya menelpon tadi, saya sedang berada di kamar Tuan yang ada di rumah Tuan besar. Setelah selesai, saya pulang dulu ke rumah, mengambil barang-barang saya."Pria tampan itu menganggukkan kepalanya. "Kamu pilih saja kamar mana yang ingin kamu tempati!"CEO dingin itu meminta asistennya untuk tinggal bersama di rumah barunya karena semua urusan pekerjaan sampai pribadinya, Yas lah yang mengerjakan dibantu oleh sang ayah yang merupakan orang kepercayaan Haidar."Terima kasih, Tuan.""Ya sudah kamu istirahat sana! Saya juga mau istirahat."Gara kembali melanjutkan langkahnya, menapaki anak tangga."Tuan, anda belum menjawab siapa yang akan anda nikahi?""Lupakanlah!" titahnya sambil mengangkat tangannya.
Yas terpaksa masuk ke dalam kamar sang tuan yang kebetulan tidak dikunci.Laki-laki itu berjalan mendekati tempat tidur Gara, lalu berkata, "Bangunlah Tuan, sudah waktunya makan."Yas khawatir dengan tuannya yang sejak siang hingga malam tidur dalam keadaan perut kosong.Perlahan Gara membuka matanya, lalu bertanya, "Apa makan siang saya sudah siap?""Bukan makan siang, Tuan, tapi makan malam," jawab Yas dengan sopan. "Sekarang sudah hampir pukul delapan malam, Tuan."Gara membuka matanya lebar-lebar, lalu menoleh pada jam dinding yang tergantung di dinding kamarnya."Jam delapan malam?" gumamnya. "Kenapa saya tidur lama sekali?"Laki-laki itu meregangkan otot-ototnya, lalu turun dari tempat tidur. "Saya mau mandi dulu.""Baik, Tuan. Saya permisi dulu."Sang asisten CEO itu menunduk hormat pada tuannya sebelum keluar dari kamar.Setelah mandi dan berpakaian, Gara merebahkan tubuhnya di tempat tidur. “Kenapa
Gara melepas kantung belanjaannya hingga makanan dan minuman yang dibelinya berserakan di bawah."Maafin gue, Bang!"Ternyata tukang parkir itu adalah seorang wanita. Ingin sekali Gara menghajarnya, andai saja dia seorang laki-laki.Wanita hendak membersihkan kaus Gara dengan handuk kecil yang tergantung di lehernya."Tidak perlu!" Gara menepis tangan wanita itu."Gue udah punya niat baik ya, gue juga udah minta maaf, tapi lo nggak mau terima," kata wanita itu sambil menyolot."Apa dengan kata maaf kamu bisa mengulang waktu agar tidak menumpahkan kopi panas di tubuh saya?"Bara mengeratkan giginya napasnya sudah memburu. Ia berusaha untuk menahan amarahnya.Rasa panas di perutnya mengalahkan rasa panas di wajahnya karena menahan amarah."Yaelah cuma baju doang, nanti dicuci juga bersih. Buka baju lo biar gue yang cuciin!"Wanita itu mendekat hendak membantu Gara membuka bajunya."Kamu mau
Gara segera membuka baju yang terkena tumpahan kopi setelah masuk ke dalam kamarnya. Perutnya yang tersiram kopi panas terlihat memerah karena kaus yang dikenakannya berbahan tipis.Pria tampan itu mengabadikan kulitnya yang memerah menggunakan ponselnya sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi untuk berendam.“Mimpi apa siang tadi hingga bertemu dengan wanita tidak waras itu,” gumam Gara sembari memejamkan matanya sambil bersandar pada bathup.Setengah jam sudah ia berendam, CEO tampan itu baru beranjak dari bathup. Ia segera berpakaian, lalu berjalan menuju kursi santai yang ada di balkon kamarnya.Tiga jam sudah ia berada di balkon itu sambil menikmati teh hangat. Menatap langit malam yang dihiasi ribuan bintang kecil.“Malam yang indah, tapi tidak seindah nasibku hari ini. Bertemu dengan wanita yang tidak waras merupakan kesialan terbesar dalam hidupku," gumamnya.Selama ini tidak ada wanita yang berani melawannya apalagi