“Maafkan saya, Tuan,” ucap Baron dengan tulus sembari menundukkan kepalanya.
“Kenapa kamu minta maaf?” tanya Haidar lagi. Ia yakin kalau ada yang disembunyikan oleh orang kepercayaan keluarganya itu.
“Karena sudah lalai dengan tugas,” jawab Baron dengan jujur karena memang benar itu semua kesalahannya. “Saya tidak menyelidiki dulu latar belakang wanita itu karena terlalu bersemangat menyambut keluarga baru saya.”
Ucapan Baron seketika mengurungkan niat Haidar untuk bertanya lebih dalam lagi. CEO tampan itu tidak mau merusak hari bahagia orang yang sangat setia padanya.
“Siapkan berkas-berkas untuk meeting nanti!” titah Haidar pada laki-laki yang duduk di hadapannya.
“Baik, Tuan.” Baron segera bangun dari duduknya. Lalu, keluar dari ruangan sang tuan.
Baron sangat bersyukur kalau sang tuan tidak bertanya lagi tentang sekretaris yang tidak punya etika itu, wanita suruhan n
‘Apa yang terjadi tadi pagi? Apa terjadi sesuatu anatara Tuan dan Cempaka?’ Baron bertanya-tanya dalam hatinya. Ia khawatir sang tuan lepas kontrol, tergoda dengan rayuan wanita suruhan istrinya.“Kenapa kamu diam?” tanya Haidar yang membuat Baron tersadar dari lamunannya.“Tidak apa-apa, Tuan,” jawab Baron dengan cepat.“Apa kamu tahu sesuatu?” tanya Haidar menyipitkan matanya.Haidar jadi semakin curiga pada laki-laki yang ia percaya sepenuhnya itu. Laki-laki tampan yang sedang duduk sembari memerhatikan asistennya itu semakin yakin kalau ada yang disembunyikan oleh Baron.“Tidak, Tuan. Saya hanya khawatir kalau tuan ….” Baron tidak jadi melanjutkan kata-lkatanya karena takut kalau rahasia sang nyonya terbongkar.Baron berusaha tetap tenang menghadapi tuannya supaya sang tuan tidak curiga. Ia harus mengalihkan pembicaraan untuk menghindari sang tuan bertanya banyak te
Andin tertawa pelan saat ia sadar ternyata bajunya belum dikancingkan setelah menyusui anaknya. Ia buru-buru menelpon sang suami supaya Haidar bisa bercengkrama dengan anaknya walau hanya melalui ponsel saja.Mereka tidak mau sang anak merasa kehilangan sosok daddy-nya yang selalu sibuk bekerja. Sebisa mungkin mereka menyempatkan untuk berkomunikasi di sela-sela jam kerja Haidar yang padat, semenjak perusahaannya semakin maju pesat."Maaf, Boo, aku sengaja," ujar Andin sembari terkekeh. Lalu, mengancingkan bajunya dengan satu tangan karena tangan yang satunya lagi sedang menggendong sang bayi."Dasar bidadari mesum," ucap Haidar sembari tersenyum. "Siap-siap menerima hukuman nanti malam."Bagaimana bisa ia berpaling dari sang istri kalau wanita cantik dan seksi itu selalu membuatnya berhasrat. Hanya melihat gunung kembarnya saja, sang jagoan Haidar sudah terbangun.Wanita cantik yang semakin seksi itu selalu melayani sang suami dengan b
Setelah selesai meeting dengan kliennya dari luar kota di restoran ternama, restoran milik keluarga sang istri, Haidar dan Baron kembali ke kantor.Diperjalanan menuju kantor, Haidar kembali bertanya tentang rekaman CCTV di ruangannya."Apa semua rekaman di ruangan saya tadi pagi sudah dihapus?" tanya Haidar pada Baron yang sedang mengemudikan mobil mewahnya."Sudah, Tuan," jawab Baron dengan cepat."Kamu yakin tidak menyimpannya untuk kamu berikan pada nyonya mudamu?" tanya Haidar pada sang asisten.Laki-laki tampan yang menggunakan setelan jas berwarna hitam itu sudah tahu kalau sang asisten lebih tunduk pada istrinya."Tidak, Tuan," jawab Baron dengan yakin. 'Kenapa Tuan berbicara seperti itu? Apa dia tahu kalau Cempaka adalah wanita suruhan Nyonya?' Baron bertanya-tanya dalam hatinya."Aku tidak yakin," sahut Haidar sembari menarik satu sudut bibirnya.Baron masih bersikap tenang walau dalam hatinya ia merasa kh
Baron bergegas keluar dari mobil untuk membuka pintu mobil sang tuan, tapi Haidar sudah keluar lebih dulu.Laki-laki itu mengekori tuannya masuk ke dalam kantor Mannaf Group dengan langkah lebar.Sang CEO langsung masuk ke ruangannya diikuti oleh sang asisten yang selalu setia padanya."Maafkan saya, Tuan," ucap Baron setelah sang tuan duduk di sofa yang ada di ruangan itu, sementara Baron masih berdiri."Kenapa kamu masih berdiri?" tanya Haidar pada sang asisten. "Duduk! Saya mau bicara."Baron segera duduk di hadapan sang tuan, dengan wajah yang tenang laki-laki itu menatap wajah tuannya yang terlihat khawatir."Menurut kamu, apa istri saya akan marah besar kalau melihat rekaman CCTV itu? Apa dia akan kecewa kepada saya?" tanya Haidar.Laki-laki itu merasa sangat menyesali perbuatannya karena sempat mengagumi tubuh seksi wanita lain selain istrinya. Bahkan menatapnya dengan lama dan hampir bersentuhan dengan wajahnya."
Laki-laki yang memakai setelan jas berwarna hitam itu bangun dari duduknya. “Kita pulang!” ucapnya sembari melangkah keluar dari ruang kerjanya. Baron mengikuti sang tuan dari belakang. Ia terus memerhatikan tuannya yang berjalan sembari menengok kanan kiri. Haidar menghentikan langkahnya. “Kemana semua pegawai?” tanya sang CEO pada asistennya. “Mereka sudah pulang, Tuan. Ini sudah jam tujuh malam,” jelas Baron dengan sopan. Haidar melihat jam yang melingkar di tangannya. ‘Benar juga,’ batin Haidar. Haidar tidak menyadari kalau siang sudah berganti malam, hati dan pikirannya tertuju pada sang istri. Laki-laki itu membayangkan kalau istrinya pergi lagi dari rumah seperti waktu dulu. Ia tidak mau kalau sampai itu terjadi lagi, apalagi sekarang sudah ada dua junior tampan. CEO tampan itu mempercepat langkah kakinya. Semenjak ia mempunyai anak, baru kali ini dirinya pulang terlambat. Biasanya sesibuk apa pun, ia akan berusaha pulang sebelu
Setelah mobil mewah berwarna hitam sampai di rumah milik sang tuan. Kedua laki-laki tampan itu keluar dari dalam mobil setelah para bodyguard membukakan pintu mobil untuk para laki-laki idaman.Ketika mereka hendak membuka pintu utama, dari dalam sudah ada yang lebih dulu membukanya. Ternyata dia adalah istri sang CEO. Nyonya Haidar Mannaf.“Kenapa baru pulang, Boo?” tanya Andin pada suaminya setelah mencium tangan laki-laki yang menjadi imamnya itu.“Maaf, Nyonya. Semua gara-gara saya, Tuan harus bekerja sampai malam supaya kerjaan kami tidak menumpuk di saat saya ambil cuti menikah.“Owh,” ucap Andin sembari menganggukkan kepalanya. “Ya sudah kamu pulang sana! Mbak Tari udah nungguin kamu!” titah nyonya muda itu kepada laki-laki yang akan melepas masa lajangnya dalam beberapa hari lagi.Alasan yang diutarakan Baron masuk akal juga, sehingga Andin langsung memercayainya tanpa bertanya-tanya lagi.&l
Haidar tertawa pelan sembari menjawil dagu sang istri. “Sepertinya aku harus bersabar sedikit lagi,” ucap laki-laki yang terlihat sangat tampan walaupun belum mandi. “Kamu jangan selalu menggodaku!”“Siapa yang menggoda kamu,” elak Andin sembari melangkah masuk ke dalam kamar, wanita itu terlihat sangat menggoda ketika bempernya bergetar saat berjalan.Haidar pun mengikuti langkah wanita seksi itu. “Bempermu menggetarkan jagoanku, Bee,” ucapnya sembari terkekeh.Andin tertawa sembari meraba bempernya. “Kegedean ya, Boo? Kayaknya aku over semok deh,” ucapnya.Haidar menahan tawanya supaya sang istri tidak tersinggung. Ia berjalan menuju ranjang sang anak untuk mengalihkan pembicaraan. “Anak-anak di mana, Bee?” tanya Haidar saat masuk kamar dan mendekati ranjang si kembar ternyata kedua bayinya tidak ada.“Mereka di kamar sebelah,” jawab Andin. “Bukannya kamu ya
Haidar membuka pintu kamar sang anak yang berada di samping kamarnya. Ia memeluk wanita bertubuh seksi itu dari belakang. Kedua pengasuh sang anak yang ada di ruangan itu menundukkan pandangannya saat melihat kemesraan sang majikan.“Boo, kamu nggak ngelihat ada Bibi,” ujar Andin kepada laki-laki yang sedang memeluknya sembari menciumi lehernya yang putih bersih.Rambut panjang Andin digulung dan diikat sehingga leher bagian belakangnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu terekspos dan membuat Haidar semakin bergairah.Haidar menoleh kepada kedua pengasuhnya yang sedang menundukkan kepala. “Bi, nanti malam juniorku tidur di sini, tolong Bibi jaga permata hatiku dengan baik.”Laki-laki itu berujar dengan sangat ramah sembari menyunggingkan sudut bibirnya membentuk lengkungan indah di wajah. Laki-laki gagah yang tampan dan mempunyai senyuman yang menawan, pantas saja sang istri begitu khawatir suaminya berpaling kepada wanita lain.
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha