Kedua bayi kembar itu pun diletakkan di dada Andin dalam keadaan telanjang, sehingga terjadi interaksi antara kulit si bayi dan kulit ibunya. Kedua bayi itu dibiarkan mencari sendiri dan mendekati puting susu ibunya untuk memulai menyusu yang pertama kali.
Bayi yang keluar belakangan lah yang pertama kali menyusu dari puting sang ibu. Ia terlihat sangat kuat menyedot ASI dari ibunya.
“Sayang, kamu laper ya?” tanya Andin sembari tersenyum melihat malaikat kembarnya yang membuat ia merasa sempurna sebagai seorang wanita.
Setelah kedua bayi itu melepas puting sang ibu, para perawat memakaikan kain pada sang bayi. Lalu, menaruhnya di dalam ranjang bayi. Haidar mendekati ranjang bayi itu. Lalu menggendong salah satunya dan mengadzaninya di telinga kanan dan mengiqamatinya di telinga kiri sang bayi sembari menghadap kiblat . Begitu juga dengan bayi yang kedua, ia melakukan hal yang sama.
&ldquo
“Boo, apa aku boleh makan rujak?” tanya Andin pada suaminya.“Rujak?” tanya Haidar yang merasa aneh mendengar sang istri yang baru saja melahirkan, tapi masih meminta rujak. “Kamu mau langsung punya anak lagi? Nanti kalau udah di rumah kita gas poll,” ucap Haidar sembari tersenyum.“Sembarangan!” Mami Inggit memukul bahu sang anak dengan keras dari belakang. “Enak aja gas poll. Istrimu baru melahirkan, jangan kamu anuin dulu, dua bulan ke depan. Paling cepat juga setelah selasai masa nifas, yaitu empat puluh hari ke depan. Biarkan dia pulih dulu kalau kamu sayang sama istrimu,” jelas Mami Inggit kepada anaknya dengan nada yang sedikit meninggi.“Mami ngagetin aja! Aku cuma bercanda aja karena Andin kepengin rujak,” jelas Haidar sembari meraba bahunya yang dipukul sang mami. ‘Nenek-nenek kuat juga tenaganya,” gumam Haidar pelan, tapi sang
Seminggu sudah Bara dan Gara menghirup udara di dunia ini. Kini Andin dan kedua anaknya sudah berada di rumah. Mami Inggit dan Bunda Anin juga menginap di rumah anaknya semenjak kepulangan kedua cucunya dari rumah sakit.Kedua nenek itu tidak mau jauh-jauh dengan cucu-cucunya yang sangat menggemaskan. Andin jarang sekali kebagian menggendong sang anak. Hanya saat menyusu lah ia bisa memeluk anaknya dengan sangat lama tanpa gangguan kedua nenek dari anaknya.“Untung saja anakku kembar. Jadi, mereka nggak berebut menggendongnya,” gumam Andin dengan pelan ketika melihat Bunda dan maminya tidak pernah jauh dari ranjang kedua cucunya, walau kedua anak itu sedang tertidur.“Aku pulang!” teriak Haidar saat masuk ke dalam kamarnya. Bukannya disambut dengan senyuman, tapi malah disambut dengan omelan oleh kedua nenek anak-anaknya.“Jangan berisik, Ar!” tegur Bunda Anin pada
Haidar yang sedang tertawa pelan bersama sang istri langsung menutup mulutnya rapat-rapat saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Ternyata sang mami lah yang membuka pintu. Ya tentu saja, hanya dia yang berani masuk ke dalam kamar anaknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu."Mami pulang dulu ya," pamit Mami Inggit pada anak dan menantunya. "Bu Anin, saya pulang dulu, besok kami harus keluar kota, ada kerjaan mendadak di sana." Kini Mami Inggit berpamitan kepada besannya."Iya, Bu Inggit, hati-hati!" sahut Bunda Anin.Setelah berpamitan Mami Inggit segera keluar dari kamar setelah sebelumnya mencium kedua cucunya yang sangat menggemaskan itu.'Akhirnya aku bisa bermain dengan anakku sepuasnya,' ucap Haidar dalam hati ketika maminya keluar dari kamar."Hai junior Haidar, apa kabarmu hari ini? Daddy kangen banget sama kamu, Sayang." Haidar membelai dengan lembut pipi sang anak yang masih merah. "Bee, apa aku boleh menggendongnya?""Boleh dong!
“Kenapa dia masih saja menangis? Apa yang harus aku lakukan, Bee? Apa mungkin dia lapar lagi?” Haidar menjadi bingung karena bayi mungil yang ada dalam gendongannya tidak berhenti menangis.“Mungkin dia pup. Kamu tolong ganti popoknya ya,” titah Andin sembari menyeringai. “Tapi, kamu bisa nggak?”“Gimana caranya? Apa aku harus membawanya ke kamar mandi? Tapi, aku nggak berani menggendongnya sambil berdiri,” ujar Haidar yang merasa bingung. ‘Ternyata Mami dan Bunda sudah sangat membantu istriku. Maafkan aku, Mi karena sudah menganggap Mami menyebalkan,” gumam Haidar dalam hati.Haidar belum juga mengganti popok bayinya. Bukannya ia tidak mau mengganti popok sang anak, tapi Haidar tidak tahu caranya. Menggendongnya saja ia tidak bisa sambil berdiri.“Kamu minta tolong Bi Narti aja, Boo,” usul Andin pada suaminya. Ia jadi takut anak
Dua bulan sudah berlalu setelah Andin melahirkan. Kini wanita muda itu sibuk mengurus kedua anaknya yang sudah tumbuh semakin menggemaskan. Walau ia dibantu dengan kedua pengasuh anaknya, tapi ibu muda itu tidak tinggal diam saja. Ia tetap turun tangan menyuapi hingga belajar memandikan bayinya.“Boo, maafkan aku ya kalau aku sering mengabaikanmu demi anak-anak,” ucap Andin sembari memasangkan dasi suaminya.“Nggak apa-apa, Bee. Aku sangat bersyukur mempunyai istri sepertimu, di saat para gadis seusiamu sibuk kuliah dan menghabiskan masa mudanya dengan bersenang-senang, kamu malah disibukkan dengan tugas seorang istri sekaligus dua anak yang masih kecil-kecil.” Haidar menangkup wajah sang istri, lalu mengecup bibirnya yang selalu menggoda.“Aku bahagia menjadi istrimu dan menjadi ibu dari anak-anak kita. Aku bersyukur Tuhan memberikan semua kebahagiaan ini kepadaku. Aku mencintaimu, Suamiku.
‘Sepertinya aku harus mempersiapkan kamar untuk kedua juniorku,’ batin Haidar dalam hati sembari memerhatikan istrinya yang sedang mengajak sang anak mengobrol.Haidar segera pergi ke ruang ganti untuk mengganti kemejanya yang basah. Ia memakai dasinya sendiri, lalu bersiap berangkat kerja. “Bee, ayo kita sarapan dulu! Biar Bibi yang menunggu mereka.” Haidar memanggil kedua pengasuh itu untuk menjaga kedua bayinya. Lalu kembali ke kamar untuk mengajak sang istri sarapan.Andin dan Haidar keluar dari kamar setelah kedua pengasuh anaknya masuk. Mereka berdua berjalan bergandengan tangan seperti pengantin baru. Kedua pasangan itu semakin mesra, sejak mempunyai anak. Haidar merasa kasihan kepada sang istri yang kurang istirahat karena masih ikut mengurusi sang anak walau sudah ada dua pengasuh untuk menjaga kedua juniornya.“Bee, nanti siang akan ada yang mendekor ulang kamar si kembar. Nanti ma
Haidar masih saja menertawakan Baron sepanjang perjalanan. Ia tidak habis pikir dengan orang yang selalu setia berada di belakangnya. Baru pertama kali ia berani berbohong demi menjalankan perintah istrinya."Kenapa Tuan tidak berhenti tertawa? Kalau tenggorokan Tuan kering bagaimana?" Baron melirik tuannya dari balik spion dalam.Baron mencemaskan tuannya yang tidak berhenti tertawa sejak ia memberitahukan imbalan dari nyonya mudanya.Akhirnya Haidar berhenti tertawa mendengar ucapan Baron. "Kamu benar," balas Haidar. "Belikan aku air mineral dulu!" titahnya pada laki-laki yang sejak tadi ia tertawaan."Baik, Tuan," sahut Baron. Ia pun menambah kecepatan laju kendaraannya supaya cepat sampai di mini market. Tidak lama kemudian kendaraan mewah itu berhenti di depan mini market yang berlogo lebah.Haidar melakukan panggilan video kepada sang istri setelah Baron keluar dari mobil. Belum juga satu jam dia pergi, laki-laki berpengawakan tegap dengan w
“Ada apa?” tanya Haidar yang terkejut karena Baron mengerem mendadak.“Maaf, Tuan,” ucap Baron dengan tulus. Ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. “Saya hanya terkejut, Tuan mau menjodohkan saya dengan perempuan ular itu. Dia wanita yang selalu mengumbar kemolekan tubuhnya untuk menggoda para lelaki. Aku nggak mau punya istri seperti dia,” jelas Baron panjang lebar.“Kamu tergoda?” tanya Haidar.Dua kata saja yang terucap dari mulut Haidar mampu membuat Baron terdiam sesaat. Ia merenungi ucapan sang tuan. ‘Apa aku tergoda?’ batin Baron.“Kenapa kamu diam saja?” Haidar bertanya pada laki-laki yang berusia 36 tahun itu.Ucapan Haidar membuyarkan lamunan Baron. “Saya … saya tidak tahu, menyukai wanita itu bagaimana rasanya, tapi saya benci jika ia memakai pakaian ya