Haidar yang sedang tertawa pelan bersama sang istri langsung menutup mulutnya rapat-rapat saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Ternyata sang mami lah yang membuka pintu. Ya tentu saja, hanya dia yang berani masuk ke dalam kamar anaknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Mami pulang dulu ya," pamit Mami Inggit pada anak dan menantunya. "Bu Anin, saya pulang dulu, besok kami harus keluar kota, ada kerjaan mendadak di sana." Kini Mami Inggit berpamitan kepada besannya.
"Iya, Bu Inggit, hati-hati!" sahut Bunda Anin.
Setelah berpamitan Mami Inggit segera keluar dari kamar setelah sebelumnya mencium kedua cucunya yang sangat menggemaskan itu.
'Akhirnya aku bisa bermain dengan anakku sepuasnya,' ucap Haidar dalam hati ketika maminya keluar dari kamar.
"Hai junior Haidar, apa kabarmu hari ini? Daddy kangen banget sama kamu, Sayang." Haidar membelai dengan lembut pipi sang anak yang masih merah. "Bee, apa aku boleh menggendongnya?"
"Boleh dong!
“Kenapa dia masih saja menangis? Apa yang harus aku lakukan, Bee? Apa mungkin dia lapar lagi?” Haidar menjadi bingung karena bayi mungil yang ada dalam gendongannya tidak berhenti menangis.“Mungkin dia pup. Kamu tolong ganti popoknya ya,” titah Andin sembari menyeringai. “Tapi, kamu bisa nggak?”“Gimana caranya? Apa aku harus membawanya ke kamar mandi? Tapi, aku nggak berani menggendongnya sambil berdiri,” ujar Haidar yang merasa bingung. ‘Ternyata Mami dan Bunda sudah sangat membantu istriku. Maafkan aku, Mi karena sudah menganggap Mami menyebalkan,” gumam Haidar dalam hati.Haidar belum juga mengganti popok bayinya. Bukannya ia tidak mau mengganti popok sang anak, tapi Haidar tidak tahu caranya. Menggendongnya saja ia tidak bisa sambil berdiri.“Kamu minta tolong Bi Narti aja, Boo,” usul Andin pada suaminya. Ia jadi takut anak
Dua bulan sudah berlalu setelah Andin melahirkan. Kini wanita muda itu sibuk mengurus kedua anaknya yang sudah tumbuh semakin menggemaskan. Walau ia dibantu dengan kedua pengasuh anaknya, tapi ibu muda itu tidak tinggal diam saja. Ia tetap turun tangan menyuapi hingga belajar memandikan bayinya.“Boo, maafkan aku ya kalau aku sering mengabaikanmu demi anak-anak,” ucap Andin sembari memasangkan dasi suaminya.“Nggak apa-apa, Bee. Aku sangat bersyukur mempunyai istri sepertimu, di saat para gadis seusiamu sibuk kuliah dan menghabiskan masa mudanya dengan bersenang-senang, kamu malah disibukkan dengan tugas seorang istri sekaligus dua anak yang masih kecil-kecil.” Haidar menangkup wajah sang istri, lalu mengecup bibirnya yang selalu menggoda.“Aku bahagia menjadi istrimu dan menjadi ibu dari anak-anak kita. Aku bersyukur Tuhan memberikan semua kebahagiaan ini kepadaku. Aku mencintaimu, Suamiku.
‘Sepertinya aku harus mempersiapkan kamar untuk kedua juniorku,’ batin Haidar dalam hati sembari memerhatikan istrinya yang sedang mengajak sang anak mengobrol.Haidar segera pergi ke ruang ganti untuk mengganti kemejanya yang basah. Ia memakai dasinya sendiri, lalu bersiap berangkat kerja. “Bee, ayo kita sarapan dulu! Biar Bibi yang menunggu mereka.” Haidar memanggil kedua pengasuh itu untuk menjaga kedua bayinya. Lalu kembali ke kamar untuk mengajak sang istri sarapan.Andin dan Haidar keluar dari kamar setelah kedua pengasuh anaknya masuk. Mereka berdua berjalan bergandengan tangan seperti pengantin baru. Kedua pasangan itu semakin mesra, sejak mempunyai anak. Haidar merasa kasihan kepada sang istri yang kurang istirahat karena masih ikut mengurusi sang anak walau sudah ada dua pengasuh untuk menjaga kedua juniornya.“Bee, nanti siang akan ada yang mendekor ulang kamar si kembar. Nanti ma
Haidar masih saja menertawakan Baron sepanjang perjalanan. Ia tidak habis pikir dengan orang yang selalu setia berada di belakangnya. Baru pertama kali ia berani berbohong demi menjalankan perintah istrinya."Kenapa Tuan tidak berhenti tertawa? Kalau tenggorokan Tuan kering bagaimana?" Baron melirik tuannya dari balik spion dalam.Baron mencemaskan tuannya yang tidak berhenti tertawa sejak ia memberitahukan imbalan dari nyonya mudanya.Akhirnya Haidar berhenti tertawa mendengar ucapan Baron. "Kamu benar," balas Haidar. "Belikan aku air mineral dulu!" titahnya pada laki-laki yang sejak tadi ia tertawaan."Baik, Tuan," sahut Baron. Ia pun menambah kecepatan laju kendaraannya supaya cepat sampai di mini market. Tidak lama kemudian kendaraan mewah itu berhenti di depan mini market yang berlogo lebah.Haidar melakukan panggilan video kepada sang istri setelah Baron keluar dari mobil. Belum juga satu jam dia pergi, laki-laki berpengawakan tegap dengan w
“Ada apa?” tanya Haidar yang terkejut karena Baron mengerem mendadak.“Maaf, Tuan,” ucap Baron dengan tulus. Ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. “Saya hanya terkejut, Tuan mau menjodohkan saya dengan perempuan ular itu. Dia wanita yang selalu mengumbar kemolekan tubuhnya untuk menggoda para lelaki. Aku nggak mau punya istri seperti dia,” jelas Baron panjang lebar.“Kamu tergoda?” tanya Haidar.Dua kata saja yang terucap dari mulut Haidar mampu membuat Baron terdiam sesaat. Ia merenungi ucapan sang tuan. ‘Apa aku tergoda?’ batin Baron.“Kenapa kamu diam saja?” Haidar bertanya pada laki-laki yang berusia 36 tahun itu.Ucapan Haidar membuyarkan lamunan Baron. “Saya … saya tidak tahu, menyukai wanita itu bagaimana rasanya, tapi saya benci jika ia memakai pakaian ya
Haidar masuk ke dalam ruangannya diikuti oleh Baron, yang merupakan bayangannya.“Tuan tidak usah repot-repot. Biar saya sendiri yang mencari calon istri,” ucap Baron setelah mereka duduk di sofa yang ada di ruangan itu.“Kamu mau membantah perintah saya?” tanya Haidar dengan nada pelan, tapi semakin membuat Baron menundukkan kepalanya.“Tidak, Tuan,” jawab Baron dengan cepat. “Tuan sudah sangat baik, saya tidak ingin merepotkan terlalu banyak. Biar saya dan Tari yang akan mengurus semuanya.”“Kalian santai saja, biar aku yang urus semuanya,” sahut Haidar sembari tersenyum. “Tugas kamu hanya mendekati anaknya Tari supaya dia tidak kaget tiba-tiba mempunyai ayah seperti kamu,” lanjutnya sembari tertawa.“Kenapa dengan saya, Tuan?” tanya Baron sembari meraba wajahnya. “Saya tidak terlalu
Tari menyemburkan kopi dari dalam mulutnya kepada Baron yang duduk behadapan dengannya. Ia terkejut mendengar suara tuannya yang tiba-tiba berdiri di belakang Baron tanpa disadari oleh kedua anak manusia itu.“Maaf, Tuan.” Entah untuk siapa kata maaf itu ia ucapkan, yang pasti ia merasa bersalah kepada dua laki-laki yang berada di hadapannya. “Maafkan saya, Tuan!”Haidar terbahak-bahak melihat pertunjukkan dari calon pengantin itu. “Kalian benar-benar serasi,” ucapnya sembari melipat tangannya di depan dada.Baron langsung bangun dari duduknya, menundukkan kepala di hadapan laki-laki yang mempunyai kekuasaan penuh di kantor itu. “Tuan, maafkan kami,” ucapnya dengan tulus.“Kalian harus dihukum!” ucap Haidar dengan tegas. Baron sudah biasa dengan sikap tuannya yang seperti itu, ia tahu tuannya bukan orang yang kejam, tapi bagi Tari dia adalah
Andin menutupi kemaluan dan bukit kembarnya dengan tangan. “Boo, kamu apa-apaan sih?” protes Andin sembari berlari ke tempat tidur. Lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang yang polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.“Kamu benar-benar terlihat seksi, Bee,” puji Haidar sembari tersenyum. Lalu ia berjalan menuju pintu kamar, dan menguncinya.Haidar membuka jas dan dasinya. Lalu, melemparkannya ke sembarang tempat. “Bee, aku sangat merindukanmu.” Haidar membopong ibu dua anak itu dan merebahkannya di tempat tidur.“Boo, kalau anak-anak nangis gimana?” Andin masih menyelimuti tubuhnya yang semok dengan selimut.“Udah ada Bibi, kamu jangan khawatir!” ucap Haidar sembari membuka kancing kemejanya satu persatu. “Bee, tolong bukain dong!” pinta Haidar yang masih berdiri di samping tempat tidur.
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha