Beranda / Romansa / Pengantin Tuan Haidar / Bab 1. Kabur Di Hari Pernikahan

Share

Pengantin Tuan Haidar
Pengantin Tuan Haidar
Penulis: Nyi Ratu

Bab 1. Kabur Di Hari Pernikahan

Penulis: Nyi Ratu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-28 16:36:21

“Dek, kamu mau nggak bantuin Kakak?” tanya Aisyah yang terlihat cemas setelah membaca pesan dari kekasihnya.

Andin menghampiri sang kakak yang sedang duduk di pinggiran tempat tidur. Kemudian ia menaruh gaun pengantin itu di tempat tidur kakaknya.

“Ih … Kakak dari tadi nggak dengerin aku?” tanya Andin pada Kakak sepupu yang sudah ia anggap sebagai Kakak kandungnya sendiri sambil mengerucutkan bibir.

Andin, gadis berusia 21 tahun, kulit kuning langsat, hidung mancung, bulu mata yang lentik, manik mata coklat gelap, rambut lurus dan body yang aduhai dari tadi sibuk mencoba gaun pengantin sang kakak.

Aisyah sangat baik terhadap Andin. Ia sangat menyayangi adik sepupunya. Bahkan Aisyah selalu mengakui kesalahan yang diperbuat Andin supaya sang adik tidak kena marah Ayah dan bundanya. 

“Bantu Kakak untuk kabur dari sini!” ucap Aisyah dengan serius.

“Hah! Kakak yang benar aja! Satu jam lagi Kakak bakal nikah.” Andin tersentak saat sang kakak ingin kabur dari pernikahannya.

Sebelumnya Aisyah setuju dengan perjodohan ini karena ia ingin membalas budi kepada Mama dan papanya yang sudah memberikan kasih sayang yang berlimpah. Walaupun ia bukan anak kandung mereka.

“Mas Fadil mau bunuh diri, kalo Kakak nggak datang. Tolong Kakak ya!” ucap sang kakak sambil mengatupkan kedua tangannya. Ia memohon pada adiknya. 

“What?!” teriak Andin. 

Aisyah menutup mulut sang adik dengan telapak tangannya. “Jangan berisik!” 

“Ya udah, Kakak cepetan pergi! Tapi, lewat mana? Nggak mungkin ‘kan lewat pintu depan,” pikir Andin.

Ia tampak berpikir bagaiman caranya membantu sang kakak. “Kakak ganti baju dulu sana! Pake celana ya biar gampang manjatnya!” titah Andin yang membuat kakaknya tersentak. 

“Yang bener aja? Kakak bukan kamu yang suka manjat pohon,” protes Aisyah. Ia tidak bisa membayangkan jika harus loncat dari balkon. 

“Ya udah, kalo gitu lewat depan aja, sekalian pamit sama Papa, Ayah dan juga Papi yang sedang berbahagia karena putri kebanggaan mereka mau menikah.”

Aisyah tampak berpikir. Ia merasa bersalah kalau harus kabur dari pernikahannya, tapi ia juga akan sangat merasa bersalah kalo sang kekasih sampai membuktikan ucapannya untuk bunuh diri. 

“Cepetan putusin! Mau melihat keluarga Kakak bahagia, tapi Kak Fadil mati. Atau mengecewakan keluarga untuk menyelamatkan nyawa Kak Fadil?” tanya Andin pada sang kakak.

“Kenapa nggak ada pilihan yang bagus?” tanya Aisyah. 

“Kak, jangan kelamaan mikirnya! Keburu Kak Fadil modar.” Andin tampak kesal dengan kakaknya. 

“Kamu kasar banget si, Dek.” Aisyah tampak kesal dengan ucapan kasar sang adik, padahal ia sudah terbiasa dengan ucapan Andin yang ceplas-ceplos, tapi kali ini ia kesal karena sang adik berbicara kasar tentang orang yang dicintainya. 

“Iya, iya, maaf. Aku gemes sama Kakak,” ucap Andin, “Cepetan ganti baju Kakak!Aku siapin tali dulu,” titah Andin. Aisyah pun menuruti perintah sang adik. 

Sementara sang kakak berganti pakaian, Andin tampak berpikir bagaimana caranya ia mendapatkan tali. 

“Mbak eh Mas, bantuin dong! Gimana caranya Kakak bisa turun dari balkon.” Andin meminta bantuan kepada sang perias pengantin yang merupakan pria setengah mateng. 

“Panggil eike Inul!” ucap sang perias pengantin dengan manjanya. Ia berbicara sambil melipat tangan kirinya di perut dan tangan kanannya melambai. 

“Ok. Inul tolong bantu aku mencari tali untuk kakakku agar bisa turun dari balkon ini,” pinta Andin pada Inul, sang perias pengantin. 

“Pakarena indang anjas,” kata Inul sambil menujuk tempat tidur. 

“Aduh, kamu ngomong apa sih? Jangan pake bahasa planet! Aku nggak ngerti,” geram Andin pada Inul yang berbicara menggunakan bahasa bangsa pria setengah mateng. 

“Artinya, pake ini aja!” Inul menarik sprei berwarna merah muda yang berumbai. 

“Oke juga ide kamu,” puji Andin pada Inul. Kemudian ia dan Inul mengikat ujung sprei pada pagar balkon. 

“Kurang panjang, Nul. Masih jauh ke tanah, kasian Kakak kalo jatuh,” ujar Andin setelah ia selesai mengikat sprei ke pagar balkon. 

“Adindang lenggang indang, tinta?” ( Ada lagi ini, nggak? ) tanya Inul sambil menunjuk sprei yang udah terikat. 

“Busyet dah, apalagi tuh? Tambah migrain pala gue kalo denger nih cowok setengah mateng ngomong,” ujar Andin sambil memijat pelipisnya. 

Inul tertawa terbahak-bahak dengan suara laki-lakinya. 

“Busyet dah. Mateng bener tuh suara.” Andin terperanjat saat mendengar Inul tertawa dengan suara laki-lakinya. 

Aisyah menghampiri Andin dan Inul di balkon sambil membawa gaun pengantin berwarna putih. Ia sudah berganti pakaian, memakai celana jeans dan kaos oblong berwarna putih. 

“Gimana, Dek, udah siap belum?” tanya Aisyah yang membuat Anin menoleh ke belakang. Sebentar lagi, Kak. Kayaknya kurang deh,” jawab Andin sambil menjatuhkan ujung sprei yang sudah ia ikat. 

“Di lemari Kakak ada sprei satu lagi,” ucap sang kakak. Lalu ia bergegas untuk mengambilnya. 

Ia pun segera memberikan sprei yang ia ambil dari lemari kepada sang perias pengantin. “Ini spreinya, Mbak.” Aisyah menyodorkan sprei pada Inul. 

“Panggil eike Inul,” sahut Inul sambil tersenyum. Kemudian mengambil sprei dari tangan Aisyah dan menyambungnya dengan sprei yang sudah diikat di pagar. 

“Ok,” jawab Aisyah sambil tersenyum. 

“Sutra!” ( sudah )seru Inul sambil tersenyum puas. 

“Aman nggak nih?” tanya Aisyah sambil melihat ke bawah. Lalu ia memberikan gaun pengantin itu pada Andin. 

“Kenapa dikasihin ke aku?” tanya Andin sambil membolak-balikan gaun pengantin sang kakak. 

“Pake aja! Itukan gaun pilihan kamu, yang keteknya ke mana-mana,” sahut Aisyah 

sambil terus melihat ke bawah. 

“Yiuk, sis!” ajak Inul. 

“Ngomong apaan sih, Mbak?” tanya Aisyah yang kebingungan. 

“Ayo, Mbak,” jawab Inul sambil tersenyum.  "Maaf, Mbak, udah permanen soalnya," lanjutnya sambil tertawa manja ala banci. Ia sudah terbiasa berbicara bahasa banci kalau berbicara dengan sesama banci.

“Papa, maafin Kakak,” kata Aisyah sambil menyeka air mata yang menetes di pipinya. 

“Dek, doain Kakak, semoga Kak Fadil nggak kenapa-kenapa!” 

“Iya udah, makanya Kakak cepetan,” suruh Andin pada Kakaknya, “Roy, udah nungguin Kakak di gerbang belakang,” ujar Andin pada sang kakak. 

“Roy? Si berandal itu? Kamu masih pacaran sama dia” tanya Aisyah. Ia tidak suka kalau Andin pacaran dengan Roy. Ia merasa kalau Roy bukan laki-laki yang baik. 

“Iya, tadi aku minta tolong buat nganterin Kakak ke rumah Kak Fadi,” jawab Andin. Ia tahu kalau keluarganya nggak ada yang suka dengan pacarnya, termasuk Aisyah yang selalu membelanya. 

“Aku nggak suka sama Roy,” ujar sang kakak sambil merapatkan giginya. 

“Emangnya siapa yang nyuruh Kakak pacaran sama Roy? Anggap aja dia Bang ojol,” sahut Andin dengan santainya.

“Kakak gimana turunnya?” tanya Aisyah yang kebingungan sambil celingak-celinguk mencari jalan untuk ia turun. 

“Yaelah, lama bener dah,” gerutu Andin, “Kakak, naik ke sini!” geram Andin melihat sang kakak.

“Kalo Kakak jatuh gimana?” Aisyah terlihat sangat gugup sambil meremas-remas jemarinya. 

“Ya mati bareng Kak Fadil,” sahut Andin sewot. Ia gemas dengan sang kakak.

Aisyah memukul tangan adiknya. “Kamu nyumpahin Kakak?!” 

“Bercanda, Kak. Gitu aja sewot,” kilah Andin sambil menyeringai. 

“Kakak gimana naiknya?” Aisyah mencoba menaikkan kakinya ke pagar, tapi diturunkan lagi karena Ia takut jatuh. 

“Kenapa nggak jadi?” tanya Andin yang sudah semakin gemas dengan kakaknya. 

“Kakak takut jatoh,” sahut Aisyah sambil menengok ke bawah. “Kalo jatuh lumayan juga,” ucapnya. 

“Tenang, saya pegangin,” ujar Inul dengan suara laki-lakinya. 

Aisyah yang berada di depan Inul terperanjat mendengar suara tegas seorang laki-laki. Kemudian ia menoleh ke arah belakang. “Astaga! Kaget aku.” Aisyah mengelus dadanya. 

Andin tertawa melihat kakaknya yang terkejut gara-gara suara asli Inul. 

“Maaf, Sis,” ucap Inul, kembali ke suara bencongnya. 

“Iya, nggak apa-apa,” jawab Aisyah sembari tersnyum. 

Aisyah nekat turun dibantu Andin dan Inul. Walaupun takut, tapi ia memberanikan diri demi sang kekasih. 

Akhirnya, berhasil juga,” ucap Andin, setelah Aisyah berhasil turun dari balkon. Gadis seksi itu melangkahkan kaki menuju tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di kasur sambil memegangi gaun pengantin sang kakak. 

“Kak, udah siap belum?” teriak sang mama sambil mengetuk pintu kamar pengantin. 

***

Selamat datang di novel terbaruku. Salam kenal semuanya! Ini merupakan sekuel dari My Absurd Wife. Follow Instagramku nyi.ratu_gesrek jika kalian kepo dengan My Absurd wife. My Readers! Mana nih suaranya? Andin si pewaris kegesrekkan telah kembali.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Mistah Mistahbiin
ngakakk hahahhaa
goodnovel comment avatar
Fadlan Anggita
kont0l kau bab1 anj1nk
goodnovel comment avatar
Sarman
bagus buanget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 2. Pengantin Yang Tertukar

    “Waduh.” Andin terbangun. Lalu berjalan mondar-mandir ke sana ke mari. “Nul, gimana ini?” tanya Andin pada inul, ia terlihat sangat cemas. “Yey anjas, eike dendiin,” (kamu aja, aku dandanin) ujar Inul. “Apaan sih, Nul?” tanya Anin. Ia nggak ngerti apa yang diucapkan Inul. “Capcai pakarena!” Inul mendorong Andin masuk ke kamar mandi. “Apaan lagi sih?” tanya Andin sedikit geram mendengar Inul berbicara bahasa banci. Andin semakin pusing dibuatnya. “Cepetan pake!” suruh inul dengan tegas sambil mendorong pelan Andin untuk segera masuk ke dalam kamar mandi. Andin pun segera masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Tidak lama kemudian Andin keluar dari kamar mandi sudah menggunakan gaun pengantin berwarna putih yang terlihat terbuka di pinggirannya sehingga tubuh bagian bawah ketiaknya tampak terlihat. Andin berjalan me

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 3. Dingin Dan Angkuh

    Mahendra, Rey dan Rizky segera menemui keluarga Mannaf. Mereka mengajak Haidar dan ayahnya untuk berbicara baik-baik, di ruang kerja Mahendra. “Pak Mannaf, sebelumnya saya minta maaf,” ucap Mahendra saat mereka sudah berada di ruang kerja Mahendra dan duduk saling berhadapan dengan calon besannya. “Minta maaf untuk apa, Pak?” tanya Pak Mannaf, bingung dengan maksud dari Mahendra mengajaknya berbicara serius di saat acara pernikahan sedang berlangsung. “Aisyah, putri saya pergi dari rumah. Jadi, ia tidak bisa menikah dengan anak Bapak. saya sangat menyesal dengan kejadian ini," jawab Mahendra. ia tampak menyesal dengan apa yang terjadi. “Tapi, kalo Haidar dan Pak Mannaf tidak keberatan, kami akan menukar pengantin wanitanya,” sela Rey dengan cepat. “Maksudnya gimana, Pak Rey?” tanya Pak Mannaf semakin bingung. “Anak saya bersedia menggantikan kakaknya sebagai pengantin Haidar,” jelas Rey pada Pak Mannaf sambil melirik Haidar yang duduk

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 4. Bunuh Diri

    "Nenek!” teriak Andin. Ia mendekati sang nenek karena takut terjadi apa-apa dengan neneknya. Semua orang mendekati Nenek Marisa. Mereka takut sang nenek terkena serangan jantung. Nenek Marisa menghirup udara dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan. “Nenek nggak apa-apa, Sayang,” ucap sang nenek sambil menangkup wajah cantik cucunya. “Mama beneran nggak kenapa-kenapa?” tanya Anin pada mamanya. Ia begitu khawatir dengan keadaan sang mama yang sudah tidak muda lagi. “Kamu maunya Mama kenapa-kenapa?” tanya Nenek Marisa pada sang anak sambil mendelikkan matanya. “Ish, Mama baperan banget deh,” ujar Anin pada sang mama. "Maksudku bukan itu, Ma." “Mama nggak apa-apa. Mama cuma terlalu bahagia, akhirnya Andin menikah. Mudah-mudahan dengan menikah dia nggak berhubungan lagi dengan si berandal itu,” harap Nenek Marisa pada Andin cucunya. “Kenapa sih semua orang nggak ada yang suka sama Roy?” Andin mengerucutkan bibir.

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 5. Perjanjian Sebelum Pernikahan

    “Adek, udah dong, jangan nangis lagi!” kata sang bunda. Ia menyeka air mata yang menggenang di pelupuk mata Andin. “Cuci muka dulu yuk!” Anin membantu anaknya bangun. Lalu menemaninya ke kamar mandi untuk membersihkan riasannya yang luntur karena air mata. “Adek jangan sedih lagi ya, Mami telepon Kakak dulu,” ucap Tyas menenangkan Andin. Kemudian ia menelpon Aisyah. Sementara Andin di rias ulang setelah mencuci muka. Inul dengan sigap merias ulang sang pengantin. “Cucok meong, Cin,” kata Inul setelah ia selesai merias Andin. “Sayang, Kakak lagi di rumah sakit dan Fadil masuk ICU. Mudah-mudahan ia bisa melewati masa kritisnya, aamiin,” ucap Mami Tyas setelah ia selesai menelpon Aisyah. “Kak Fadil belum mati?” tanya Andin. Ia tampak bahagia mendengar kabar Fadil. Tadinya ia pikir, Fadil sudah meninggal saat sang kakak bilang sudah terlambat. “Sayang, emangnya Fadil hewan!

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 6. Ijab Kabul

    Haidar duduk di depan penghulu dan calon mertuanya. Ia tampak tenang, tidak sedikit pun ketegangan tergurat di wajahnya. Walapun ia masih terbayang tubuh bahenol calon istrinya, tapi ia menepis semua itu dari bayangannya.Tujuan utama ia menikah adalah untuk memenuhi syarat agar harta warisan sang papi segera jatuh ke tangannya. Ia berjanji tidak akan jatuh cinta pada sang istri nantinya.“Astaga … kenapa gua setegang ini?” ucap Rey dalam hati. Keringat menetes dari pelipisnya.“Kamu kenapa tegang banget, Rey?” bisik Mahendra pada adik iparnya.“Siapa yang tegang,” sangkal Rey. Ia malu mengakuinya.“Lihat calon menantumu! Dia begitu tenang.” Mahendra membandingkan adik iparnya dengan calon menantu untuk meledek Rey.Rey tidak mendengarkan lagi ucapan kakak iparnya. Setelah Pak penghulu selesai membacakan doa, acara ijab kabul segera dimulai.Rey mengulurkan ta

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 7. Muncrat Di Dalam

    “Tapi, apa, Om?” tanya Andin penasaran. “Kita berdua nggak saling mencintai, tapi jangan pernah merendahkan martabat masing-masing, selama kita masih berstatus suami istri,” tegas Haidar sambil menyentil kening sang istri. “Astaga! Lama-lama benjol jidat gue,” keluh Andin. Ia marah, lalu duduk membelakangi suaminya. Haidar menahan tawanya melihat sang istri marah. “Dasar anak kecil,” gumam Haidar sambil menggelengkan kepalanya. “Dasar berondong alot,” balas Andin. Mereka berdua duduk saling membelakangi seperti anak kecil yang sedang bertengkar. Sisil pergi mengambil makanan untuk sahabatnya. Ia yakin kalo Andin belum makan semenjak turun dari kamarnya. Karena semua keluarganya sedang sibuk dengan para tamu. Sisil menghampiri Aldin yang sedang mengbil kue. “Jangan makan kue itu!” cegah Sisil. Ia melarang Aldin memakan kue klepon. Aldin tidak jadi memakan kue klepon yang sudah berada di depan mulutnya. “Ema

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-30
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 8. Wanita Murahan

    Haidar terkejut melihat bukit kenikmatan di depan matanya. Ia langsung menutup mata kembali. “Pakai bajumu dulu!” titah Haidar dengan suara meninggi.“Aku udah pake baju, Om,” jawab Andin.“Kamu nggak punya baju lagi?” tanya Haidar. Matanya masih terpejam, ia tidak berani membuka matanya. “Itu baju zaman kapan? Udah nggak muat dipake aja,” lanjutnya.“Dasar kolot, ini tuh baju zaman sekarang,” jawab Andin. “Begini nih kalo orang zaman dulu, pikirannya terlalu kolot,” lanjutnya.“Banyak baju model zaman sekarang yang bagus, tapi tetap sopan dan pantas dilihat,” sahut Haidar tidak mau kalah.Walaupun kehidupan Haidar serba mewah, tapi ia tidak suka bermain wanita seperti kebanyakan pemuda sukses lainnya. Ia tidak suka melihat wanita yang terlalu mengumbar tubuh bagian sensistifnya. Lebih tepat

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-30
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 9. Sakit Hati

    Suara gesekan antara ban mobil dan aspal terdengar begitu ngilu. Haidar mendadak menghentikan laju kendaraannya karena motor Andin tiba-tiba berhenti di depan mobilnya.Andin turun dari motor, berjalan menghampiri mobil yang terus mengikutinya.“Keluar!” Andin memukul kaca mobil tanpa peduli siapa yang berada di dalam mobil tersebut. Ia begitu kesal karena mobil itu terus mengikutinya.Suasana hatinya yang sedang buruk membuat ia tidak bisa mengontrol emosinya. Ia tidak memikirkan kalau yang berada di dalam mobil itu adalah orang jahat.Haidar tersenyum kecil melihat Andin begitu berani menggebrak mobil orang yang tidak dikenalinya. kemudian ia turun dari mobilnya dan menatap tajam pada Andin.Andin tersenyum kecut sambil melipat tangannya di bawah dada saat melihat orang yang keluar dari mobil adalah suaminya sendiri. “Ngapaian, Lo, ngikutin gue?”&n

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-30

Bab terbaru

  • Pengantin Tuan Haidar   PENGUMUMAN

    Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 157. I Love You, Biggie ( end )

    “Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 156. Kamu Saya Pecat!

    “Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 155. Ambyar

    "Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 154. Permainan Pengantin Baru

    Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 153. Benci

    Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 152. Pengakuan Gara

    "Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 151. Motor Butut

    "Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 150. Sebuah Rekaman

    “Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status