Beranda / Romansa / Pengantin Tuan Haidar / Bab 2. Pengantin Yang Tertukar

Share

Bab 2. Pengantin Yang Tertukar

Penulis: Nyi Ratu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-29 12:49:00

“Waduh.” Andin terbangun. Lalu berjalan mondar-mandir ke sana ke mari. “Nul, gimana ini?” tanya Andin pada inul, ia terlihat sangat cemas.

“Yey anjas, eike dendiin,” (kamu aja, aku dandanin) ujar Inul.

“Apaan sih, Nul?” tanya Anin. Ia nggak ngerti apa yang diucapkan Inul.

“Capcai pakarena!” Inul mendorong Andin masuk ke kamar mandi.

“Apaan lagi sih?” tanya Andin sedikit geram mendengar Inul berbicara bahasa banci. Andin semakin pusing dibuatnya.

“Cepetan pake!” suruh inul dengan tegas sambil mendorong pelan Andin untuk segera masuk ke dalam kamar mandi.

Andin pun segera masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Tidak lama kemudian Andin keluar dari kamar mandi sudah menggunakan gaun pengantin berwarna putih yang terlihat terbuka di pinggirannya sehingga tubuh bagian bawah ketiaknya tampak terlihat.

Andin berjalan mendekati meja rias. Ia berdiri di depan cermin. “Ternyata gue cantik juga ya,” ucapnya dengan sangat percaya diri sambil berlenggak-lenggok di depan cermin.

“Seksoy, Bo!” seru Inul. Ia tampak takjub dengan kecantikan Andin. 

Gaun pengantin sang kakak tampak sangat pas di badannya. Andin lebih cocok memakai gaun pengantin itu dari pada kakaknya karena Aisyah menggunakan manset tangan panjang sewaktu memakainya sehingga terlihat sedikit aneh. 

Aisyah tidak suka baju terbuka. Beda dengan Andin yang sering memakai baju seksi di kesehariannya. Tubuh Andin pun terlihat berisi di bagian tertentu yang membuat ia terlihat sangat montok dan bahenol.

“Kak, Mama buka ya pintunya.” Mama Dhila beserta Bunda Anin masuk ke dalam kamar pengantin.

“Kamu seksi amat, Kak! Emangnya kamu nyaman pake baju terbuka gitu?” tanya Mama Dhila pada Andin yang dia kira Aisyah karena Andin duduk membelakangi sang mama.

“Ini pasti karena bujukan Andin, si perawan centil itu,” tuduh bunda Anin pada sang anak.

"Ya ampun, Bun. Aku 'kan centil karena turunan dari Bunda," ucap Andin dalam hati.

“Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya,” sindir Dhila pada Anin sambil tersenyum.

"Tuh 'kan bener," batin Andin.

“Sekarang mah belain terus keponakannya,” ujar Anin pada kakak iparnya sambil mencebikkan bibir.

Dhila tidak mendengarkan ucapan Anin, ia mendekati anaknya. “Rambut kamu kenapa masih berantakan?” tanya sang mama, “Eh ini kayak rambut Andin.” Dhila membelai rambut Andin.

“Sama anak sendiri nggak kenal,” cibir Andin dalam hati.

Dhila memegang bahu Andin lalu memutar tubuh Andin. “Adek!”

Andin menyeringai memperlihatkan deretan giginya yang putih.

“Kenapa Adek yang pake gaun ini? Kakakmu ke mana?” tanya Dhila pada keponakannya.

“Kakak pergi,” jawab Andin.

Anin segera keluar dari kamar pengantian untuk memanggil suami dan kakaknya. Tidak lama kemudian. Anin masuk kembali ke kamar pengantin bersama dengan Rey, Mahendra, Tyas dan Rizky.

Aldin dan Gilang mengikuti orang tua mereka yang tampak panik setelah sang bunda membisikkan sesuatu yang mencurigakan. Mereka mendengarkan percakapan orang tuanya dari balik pintu.

“Bicara yang jelas! Kakakmu Aisyah pergi ke mana?” tanya Mahendra kepada keponakan kesayangannya.

“Kakak pergi ke rumah Kak Fadil,” jawab Andin sambil menundukkan kepala. “Tadi Kak Fadil ngirim pesan ke Kakak, kalo dia nggak datang, Kak Fadil mau bunuh diri,” jelas Andin dengan suara pelan. Ia takut ayahnya marah karena ia membantu kakaknya untuk kabur.

“Fadil siapa?” tanya Mahendra. Ia heran kenapa anaknya pergi meninggalkan pernikahan demi orang lain.

“Kak Fadil itu, pacarnya Kak Aisyah,” jawab Andin dengan tegas.

“Pacar?” tanya Mahendra. Ia terkejut kalau anaknya sudah punya pacar. Ia menyetujui rekan kerjanya untuk menjodohkan sang anak karena ia pikir Aisyah tidak mempunyai seorang pacar.

“Kenapa Kakak nggak bilang kalo dia punya pacar? Dan kenapa dia nggak nolak waktu dijodohkan.” Dhila terduduk di pinggiran tempat tidur. Ia merasa bersalah karena tidak bertanya terlebih dulu kepada anaknya.

“Gimana caranya aku menjelaskan kepada keluarga Mannaf,” ucap Mahendra. Ia bingung dengan situasi ini.

“Apa mereka nggak merasa dipermalukan kalo kita membatalkan pernikahan ini? Sementara para tamu undangan udah hadir,” tanya Dhila. Tatapannya kosong menerawang ke depan.

“Maafin adek.” Andin tertunduk. “Adek yang membantu kakak kabur,” imbuhnya.

“Kalo gitu, Adek aja yang jadi pengantin Haidar. Kita rundingkan dengan Pak Mannaf dan Haidar. Apa dia bersedia kalo pengantin wanitanya ditukar,” usul Rey.

“Ide bagus itu,” sahut Anin.

“Ayah, Bunda,” rengek Andin, “Adek nggak mau nikah sama om-om. Dia ‘kan nggak jauh umurnya sama Ayah,” protes Andin sambil mengerucutkan bibirnya

“Dari pada kamu sama si berandal itu, lebih baik sama Haidar. Anaknya baik, mapan, bertanggung jawab, nggak begajulan seperti pacar kamu itu,” tegas Rey pada putrinya.

Rey pun mengedipkan matanya pada kakak iparnya. Mahendra pun mengerti maksud Rey.

“Pokoknya Adek nggak mau nikah. Adek mau ngelanjutin kuliah,” tegas Andin sambil melipat kedua tanganya di bawah dada.

“Nikahin aja, Yah,” seru Aldin yang baru masuk bersama gilang.

“Bang Al, tolongin Adek!” rengek Andin pada saudara kembarnya.

“Abang setuju kamu yang menikah dengan Bang Haidar. Dari pada kamu sama si Roy, si berandal itu,” ujar Aldin. Ia pun tidak setuju Andin berpacaran dengar Roy.

“Tapi, dia sama aku baik, Bang,” bela Andin.

“Kamu baru pacaran sebulan, belum tahu sifatnya dia,” sahut Aldin.

“Pokoknya Adek nggak mau menikah, titik!” kata Andin dengan tegas.

“Apa kamu mau mempermalukan keluarga kita? Kamu nggak kasihan sama pa-papa?” tanya Mahendra sambil memegangi dada kirinya. Ia hampir saja terjatuh kalo Rey tidak memeganginya.

“Papa kenapa?” tanya Andin pada kakak kandung Bundanya. Andin menghampiri papanya, ia tampak khawatir dengan kesehatan sang papa.

“Lakukanlah permintaan terakhir pa-papa,” ucap sang papa dengan terbata. 

Andin tampak bingung. Ia terdiam memikirkan semuanya. ‘Kenapa harus seperti ini?’

“Udah terima aja, kamu nggak kasihan melihat Nenek, Kakek, Opa sama Oma kalo tau pernikahan cucunya dibatalkan?” ujar sang kakak yang membuat Andin bingung.

“Ya udah, Adek mau,” jawab Andin dengan tegas.

“Pengantin yang tertukar,” ledek Gilang pada Andin sambil tertawa.

“Puas-puasain dah lo ngetawain gue. Sebelum gue ganti status sebagai nyonya Haidar. Orang terkeren sejagat, tapi sayang udah tuir.” Andin masih saja menggerutu.

"Dulu, waktu sekolah, kamu juga pernah pacaran sama guru olah raga kamu," tukas Aldin, saudara kembarnya.

"Abang, jangan bahas masa lalu!" protes Andin pada abangnya.

“Mbak, tolong rias dia biar cantik, manglingin,” titah sang bunda pada perias pengantin.

“Okray,” jawab Inul sambil tersenyum centil.

“Nul, dandani aku biar cantik! Walapun aku nggak suka sama calon suamiku, tapi aku ingin menikah sekali seumur hidupku. Jadi, aku harus terlihat cantik di hari pernikahanku ini,” ujar Andin, “Eh, ntar dulu, Nul! Siapa tau si tua bangka itu menolak.” 

***

Hai semuanya, salam kenal! Readers MAW mana nih suaranya? Ada di sini nggak ya? Tinggalin jejak dong! Semoga kalian suka dengan ceritaku ini.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
kasmawati 07
1 tahun yang lalu
goodnovel comment avatar
atikah kong
cerita yg menarik
goodnovel comment avatar
Nyi Ratu
makasih, kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 3. Dingin Dan Angkuh

    Mahendra, Rey dan Rizky segera menemui keluarga Mannaf. Mereka mengajak Haidar dan ayahnya untuk berbicara baik-baik, di ruang kerja Mahendra. “Pak Mannaf, sebelumnya saya minta maaf,” ucap Mahendra saat mereka sudah berada di ruang kerja Mahendra dan duduk saling berhadapan dengan calon besannya. “Minta maaf untuk apa, Pak?” tanya Pak Mannaf, bingung dengan maksud dari Mahendra mengajaknya berbicara serius di saat acara pernikahan sedang berlangsung. “Aisyah, putri saya pergi dari rumah. Jadi, ia tidak bisa menikah dengan anak Bapak. saya sangat menyesal dengan kejadian ini," jawab Mahendra. ia tampak menyesal dengan apa yang terjadi. “Tapi, kalo Haidar dan Pak Mannaf tidak keberatan, kami akan menukar pengantin wanitanya,” sela Rey dengan cepat. “Maksudnya gimana, Pak Rey?” tanya Pak Mannaf semakin bingung. “Anak saya bersedia menggantikan kakaknya sebagai pengantin Haidar,” jelas Rey pada Pak Mannaf sambil melirik Haidar yang duduk

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 4. Bunuh Diri

    "Nenek!” teriak Andin. Ia mendekati sang nenek karena takut terjadi apa-apa dengan neneknya. Semua orang mendekati Nenek Marisa. Mereka takut sang nenek terkena serangan jantung. Nenek Marisa menghirup udara dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan. “Nenek nggak apa-apa, Sayang,” ucap sang nenek sambil menangkup wajah cantik cucunya. “Mama beneran nggak kenapa-kenapa?” tanya Anin pada mamanya. Ia begitu khawatir dengan keadaan sang mama yang sudah tidak muda lagi. “Kamu maunya Mama kenapa-kenapa?” tanya Nenek Marisa pada sang anak sambil mendelikkan matanya. “Ish, Mama baperan banget deh,” ujar Anin pada sang mama. "Maksudku bukan itu, Ma." “Mama nggak apa-apa. Mama cuma terlalu bahagia, akhirnya Andin menikah. Mudah-mudahan dengan menikah dia nggak berhubungan lagi dengan si berandal itu,” harap Nenek Marisa pada Andin cucunya. “Kenapa sih semua orang nggak ada yang suka sama Roy?” Andin mengerucutkan bibir.

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 5. Perjanjian Sebelum Pernikahan

    “Adek, udah dong, jangan nangis lagi!” kata sang bunda. Ia menyeka air mata yang menggenang di pelupuk mata Andin. “Cuci muka dulu yuk!” Anin membantu anaknya bangun. Lalu menemaninya ke kamar mandi untuk membersihkan riasannya yang luntur karena air mata. “Adek jangan sedih lagi ya, Mami telepon Kakak dulu,” ucap Tyas menenangkan Andin. Kemudian ia menelpon Aisyah. Sementara Andin di rias ulang setelah mencuci muka. Inul dengan sigap merias ulang sang pengantin. “Cucok meong, Cin,” kata Inul setelah ia selesai merias Andin. “Sayang, Kakak lagi di rumah sakit dan Fadil masuk ICU. Mudah-mudahan ia bisa melewati masa kritisnya, aamiin,” ucap Mami Tyas setelah ia selesai menelpon Aisyah. “Kak Fadil belum mati?” tanya Andin. Ia tampak bahagia mendengar kabar Fadil. Tadinya ia pikir, Fadil sudah meninggal saat sang kakak bilang sudah terlambat. “Sayang, emangnya Fadil hewan!

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 6. Ijab Kabul

    Haidar duduk di depan penghulu dan calon mertuanya. Ia tampak tenang, tidak sedikit pun ketegangan tergurat di wajahnya. Walapun ia masih terbayang tubuh bahenol calon istrinya, tapi ia menepis semua itu dari bayangannya.Tujuan utama ia menikah adalah untuk memenuhi syarat agar harta warisan sang papi segera jatuh ke tangannya. Ia berjanji tidak akan jatuh cinta pada sang istri nantinya.“Astaga … kenapa gua setegang ini?” ucap Rey dalam hati. Keringat menetes dari pelipisnya.“Kamu kenapa tegang banget, Rey?” bisik Mahendra pada adik iparnya.“Siapa yang tegang,” sangkal Rey. Ia malu mengakuinya.“Lihat calon menantumu! Dia begitu tenang.” Mahendra membandingkan adik iparnya dengan calon menantu untuk meledek Rey.Rey tidak mendengarkan lagi ucapan kakak iparnya. Setelah Pak penghulu selesai membacakan doa, acara ijab kabul segera dimulai.Rey mengulurkan ta

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 7. Muncrat Di Dalam

    “Tapi, apa, Om?” tanya Andin penasaran. “Kita berdua nggak saling mencintai, tapi jangan pernah merendahkan martabat masing-masing, selama kita masih berstatus suami istri,” tegas Haidar sambil menyentil kening sang istri. “Astaga! Lama-lama benjol jidat gue,” keluh Andin. Ia marah, lalu duduk membelakangi suaminya. Haidar menahan tawanya melihat sang istri marah. “Dasar anak kecil,” gumam Haidar sambil menggelengkan kepalanya. “Dasar berondong alot,” balas Andin. Mereka berdua duduk saling membelakangi seperti anak kecil yang sedang bertengkar. Sisil pergi mengambil makanan untuk sahabatnya. Ia yakin kalo Andin belum makan semenjak turun dari kamarnya. Karena semua keluarganya sedang sibuk dengan para tamu. Sisil menghampiri Aldin yang sedang mengbil kue. “Jangan makan kue itu!” cegah Sisil. Ia melarang Aldin memakan kue klepon. Aldin tidak jadi memakan kue klepon yang sudah berada di depan mulutnya. “Ema

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-30
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 8. Wanita Murahan

    Haidar terkejut melihat bukit kenikmatan di depan matanya. Ia langsung menutup mata kembali. “Pakai bajumu dulu!” titah Haidar dengan suara meninggi.“Aku udah pake baju, Om,” jawab Andin.“Kamu nggak punya baju lagi?” tanya Haidar. Matanya masih terpejam, ia tidak berani membuka matanya. “Itu baju zaman kapan? Udah nggak muat dipake aja,” lanjutnya.“Dasar kolot, ini tuh baju zaman sekarang,” jawab Andin. “Begini nih kalo orang zaman dulu, pikirannya terlalu kolot,” lanjutnya.“Banyak baju model zaman sekarang yang bagus, tapi tetap sopan dan pantas dilihat,” sahut Haidar tidak mau kalah.Walaupun kehidupan Haidar serba mewah, tapi ia tidak suka bermain wanita seperti kebanyakan pemuda sukses lainnya. Ia tidak suka melihat wanita yang terlalu mengumbar tubuh bagian sensistifnya. Lebih tepat

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-30
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 9. Sakit Hati

    Suara gesekan antara ban mobil dan aspal terdengar begitu ngilu. Haidar mendadak menghentikan laju kendaraannya karena motor Andin tiba-tiba berhenti di depan mobilnya.Andin turun dari motor, berjalan menghampiri mobil yang terus mengikutinya.“Keluar!” Andin memukul kaca mobil tanpa peduli siapa yang berada di dalam mobil tersebut. Ia begitu kesal karena mobil itu terus mengikutinya.Suasana hatinya yang sedang buruk membuat ia tidak bisa mengontrol emosinya. Ia tidak memikirkan kalau yang berada di dalam mobil itu adalah orang jahat.Haidar tersenyum kecil melihat Andin begitu berani menggebrak mobil orang yang tidak dikenalinya. kemudian ia turun dari mobilnya dan menatap tajam pada Andin.Andin tersenyum kecut sambil melipat tangannya di bawah dada saat melihat orang yang keluar dari mobil adalah suaminya sendiri. “Ngapaian, Lo, ngikutin gue?”&n

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-30
  • Pengantin Tuan Haidar   Bab 10. Ciuman Pertama

    “Om, mau ngapain?!” Andin sedikit menggeser wajahnya saat wajah sang suami hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.“Aku cuma mau masang seat belt,” sahut Haidar.“Aku bisa sendiri,” sergah Andin. Ia mendorong tubuh sang suami agar menjauh. “Dasar tukang modus! Pake alasan pasang seat belt,” gerutu Andin sambil memasang seat belt.Haidar memundurkan tubuhnya. Segera ia melajukan mobil menuju rumah tanpa mempedulikan ocehan sang istri.“Kita mau ke mana?” Andin melihat ke luar jendela, memperhatikan jalanan yang bukan menuju rumahnya ataupun rumah Papa Mahendra.“Pulang ke rumahku,” jawab Haidar. Lalu ia kembali fokus pada jalanan di depannya.Andin memiringkan tubuh menghadap sang suami yang duduk di sampingnya sambil menyetir. “Tadi bilang rumah Om satu arah dengan rumah Sisil. Om bohong ‘kan? Tadi tuh sebenarnya lagi ngikutin aku, takut istrimu yang bohay ini dicoel orang.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-30

Bab terbaru

  • Pengantin Tuan Haidar   PENGUMUMAN

    Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 157. I Love You, Biggie ( end )

    “Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 156. Kamu Saya Pecat!

    “Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 155. Ambyar

    "Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 154. Permainan Pengantin Baru

    Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 153. Benci

    Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 152. Pengakuan Gara

    "Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 151. Motor Butut

    "Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 150. Sebuah Rekaman

    “Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status