Beranda / Rumah Tangga / Pengantin Titipan / Bab 44 : Satu Kamar dengannya

Share

Bab 44 : Satu Kamar dengannya

Penulis: Adny Ummi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-17 06:19:59

Omongan Kak Mirna seperti tamparan buatku. Selama ini aku selalu sok pintar menasehati Bang Aldin atas kewajibannya sebagai seorang muslim. Aku sendiri? Sebagai seorang istri?

Aku tak bisa menjawab omongan Kak Mirna. Walaupun ia tahu bagaimana pernikahan ini. Mungkin kakakku ini tidak lagi menganggap rencana Bang Dion.

Namun, aku harus bagaimana? Bang Dion sekarang sedang bersemangat menyelesaikan kuliah, karena dengan itu ... artinya ia semakin dekat dengan rencananya dulu. Walaupun aku juga menganggap ini semua adalah seperti makan buah simalakama. Lagian Bang Aldin memang tidak pernah meminta haknya yang satu itu, bahkan dia sendiri menyediakan kamar khusus untukku selama ini.

"Mmm ... ayo kita ke depan, Kak! Mobilnya udah hampir sampai." Aku meraih tas selempangku dari atas rak di dekat lemari dan melangkah hendak pergi dari kamar itu, malas membahasnya lebih jauh.

"Oke!" Kak Mirna dengan semangat ikut melangkah ke luar.

***


Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pengantin Titipan    Bab 45 : Kisah Sebenarnya?

    "Memang kenapa?" Lelaki itu pun ikut duduk."Jangan pake sentuh, dong. Aku risih!" seruku.Alisnya bertaut memasang wajah tanpa dosa. "Kamu denger, 'kan tadi nasehat ayah?"Deg!Seketika aku tertegun. Apa ... apa Bang Aldin akan meminta haknya seperti yang ayah katakan?"Ta–tapi ... tapi kita 'kan?"Bang Aldin mengalihkan pandangan ke arah depan. "Dari awal Abang menikahi kamu, Abang gak pernah menganggap pernikahan kita ini hanya sandiwara, Mil," ujar Bang Aldin tampak serius, ia lalu menatapku, bibirnya tersenyum miring, "Abang gak peduli lagi sama Dion.""A–apa?" Aku terkejut mendengarnya.Ia menyugar rambutnya, kemudian menghempas tangannya. "Abang kira dia akan berubah dengan jatuh cinta kepada kamu, perempuan yang shaliha. Ternyata dia masih terus kekanakan. Lagian Abang mau egois sekarang. Toh, kamu istri Abang?"Dahiku mengernyit demi mendengar kata-kata pria di hadapanku ini. Apa yang Bang Aldi

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-18
  • Pengantin Titipan    Bab 46 : Bunda?

    Kembali aku merasakan bibirnya mempermainkan bibirku. Aku memejamkan mata dengan kencang ketika bibir itu menyusuri rahang dan turun ke leherku. Allah ... apakah ini saatnya aku menyerahkan semua kepada pria yang berstatus suamiku? Pikiranku terasa penuh. Bercampur antara sedih karena mendengar kenyataan yang di luar harapanku dengan berbagai praduga lain. Sungguh aku tak menyangka Bang Dion begitu bejat dan tega. Atau ... itu hanya akal-akalan Bang Aldin? Air mata ini terus saja berderai tak tertahankan. Tubuhku direbahkan oleh pria di hadapan yang terus saja mencumbu. Deru napasnya tersengal-sengal. Akan tetapi, aku? Jangankan menikmati, justru semakin terisak. Ya Allah ... hatiku gamang ....Mungkin karena melihat aku yang menangis semakin menjadi-jadi, Bang Aldin menghentikan cumbuannya. "Mil ... jangan nangis ...." Kembali jemarinya menghapus air mata yang terus mengalir di pipiku.Alih-alih diam, tubuh ini malah semakin berguncang menangis sesegukan. "Sh*t!" Bang Aldin menjau

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-19
  • Pengantin Titipan    Bab 47 : Mulai Menikmati Kebersamaan

    "Silakan ...." Bi Imah meletakkan tiga cangkir kopi di atas meja."Terima kasih, Bi," ucapku.Tampak Bang Dion meraih cangkir itu dan menyeruputnya sedikit. Ia terlihat begitu gugup di hadapan Ayah."Apa kabar kuliahnya, Nak Dion?" tanya Ayah pada lelaki itu."Alhamdulillah, pekan depan saya ujian skripsi, Pak. In syaa Allah," jawabnya. Netranya melirik ke arah jemariku yang digenggam oleh Bang Aldin.Aku hanya berusaha bersikap normal di hadapan Ayah. Walaupun sebenarnya hati ini merasa sangat tidak nyaman dengan perlakuan berlebihan Bang Aldin yang seperti sengaja menunjukkan kepemilikannya akan diriku di hadapan Bang Dion. "Alhamdulillah kalau begitu. Bapak doakan semoga dilancarkan oleh Allah." Ayah tersenyum ramah."Aamiin," sahut Bang Dion mengangguk."Bapak to the point saja, Nak Dion."Bang Dion menyimak pembicaraan Ayah. Begitu juga Bang Aldin dan aku.Ayah mengeluarkan sebuah amplop

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-20
  • Pengantin Titipan    Bab 48 : Siapa Sebenarnya yang Berdusta?

    Bang Aldin lalu meraih ponselnya dan memesan taksi online karena memang tidak mempekerjakan seorang supir. Sementara kaki kanannya masih belum pulih. Kami bersiap dan tak lama kemudian berangkat menjemput Ivan di sekolah.Hari ini Ayah kembali ke rumah Kak Mirna. Beliau pergi dengan menggunakan taksi online yang telah aku pesankan. Ayah bilang, akan tinggal di sana sebelum Kak Mirna pindah ke Bandung. Beliau tadi berkata, "Kakakmu jarang banget bersama Ayah."Bertahun-tahun Kak Mirna merantau di kota untuk bekerja. Setelah itu ia menikah. Sejak saat itu, kakakku hanya sesekali saja mengunjungi Ayah di kampung. Jadi, wajar saja Ayah ingin lebih lama bersama kakakku itu sebelum wanita itu ikut sang suami. Aku memaklumi. Kak Mirna bilang, sekitar dua pekan lagi baru akan pindah.Aku baru saja pulang dari mengantar Ivan sekolah. Sekolahnya tidak begitu jauh. Hanya sekitar dua puluh menit menggunakan taksi online.Saat ini Aku tengah menonton berita di

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-21
  • Pengantin Titipan    Bab 49 : Ayah Meninggal Dunia

    Saat ini aku memutuskan untuk menerima apa pun yang terjadi. Mungkin memang ini takdir dari Yang  Mahakuasa bagiku. Terserah apa masa lalu Bang Aldin atau pun Bang Dion. Kini aku tidak mau memikirkannya lagi. Rasanya aku sudah lelah ...."Mil ... masuk! Sudah malam ini," suruh Bang Aldin kepadaku yang sedang duduk di teras kamar menghadap kolam renang.Aku tidak menyahut dan tetap bergeming tepekur di situ."Hei ...." Bang Aldin menyampirkan selimut ke bahuku."Makasih," lirihku tanpa menoleh ke arahnya."Sudah jam sepuluh. Kita tidur, yuk," ajaknya lagi."Abang tidur aja dulu," jawabku.Dia menghela napas, kemudian ikut duduk di sebelahku. "Dion ... dia bilang gak pernah mencintai Amel." Bang Aldin menyeringai. Aku tidak menanggapi dan tetap diam."Dia bohong," sambungnya."Terserahlah," ujarku malas.Dari sudut mata aku menangkap Bang Aldin menatapku dengan sorot heran. Ia kemudian

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-23
  • Pengantin Titipan    Bab 50 : Kedatangan Bang Dion

    Setelah ia memarkir mobilnya, lelaki itu lalu keluar dan melangkah mendekat. "Assalamualaikum," ucapnya.Aku pun menjawab salamnya sembari berusaha menarik kedua ujung bibir ini. "Apa kabar, Mil?" tanyanya seraya mengulas sebuah senyuman, membuat wajahnya semakin terlihat manis."Alhamdulillah baik, Bang.""Boleh Abang masuk?" tanyanya."Mmm ... maaf, Bang. Lagi gak ada orang di rumah. Di sini aja, ya, kalau ada yang mau disampaikan," ujarku mempersilakannya duduk di kursi di teras tersebut. Aku tak nyaman jika hanya berdua di dalam rumah. Kalau di luar sini, paling tidak ada Pak Hari, satpam kami. Jadi, tidak akan menimbulkan fitnah, menurutku ...."Oh, oke!" sahut lelaki itu dan langsung ia pun duduk di sana."Aku ambil minum dulu ya, Bang," imbuhku.Ia mengangguk dengan senyuman yang masih setia di bibirnya.Setelah selesai menyeduh secangkir kopi instan, aku pun ke luar dan meletakkan cangkir itu d

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-24
  • Pengantin Titipan    Bab 51 : Terlambat Menjemput

    Bu Fatma tersenyum di sana sembari mengacak rambut si bocah tampan."Bunda kenapa telat, sih?" rajuknya padaku."Iya, Bunda gak sengaja ketiduran tadi," ujarku penuh penyesalan.Ia mengerucutkan bibirnya. "Bu, maaf ya ...," ucapku pada Bu Fatma."Iya, Bunda," sahutnya."Makasih banyak." Aku menjabat tangan Bu Fatma dan kami pun pamit."Ivan mau apa, nanti Bunda beliin." Aku mencoba merayu bocah itu agar mau tersenyum. Wajahnya kini terlihat masam."Aku mau ke kantor Ayah!" katanya.Haduh! Aku tidak pernah ke kantor Bang Aldin sama sekali. Hanya tahu nama CV–nya saja. "Hmm ... Bunda gak tahu jelas alamat kantor Ayah. Kalau Pak supirnya nanya, Bunda gak bisa jawab.""Aku tahu!" kilahnya."Mmm ... oke. Kita ke sana, deh!" Akhirnya aku memutuskan untuk mencoba ke sana. Daripada bocah ini terus ngambek.Aku lalu memesan taksi online dan menulis alamat yang dituju. Ternyata ketika

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-25
  • Pengantin Titipan    Bab 52 : Terjadilah

    Tiba-tiba pundakku dipijat olehnya. Aku sedikit terkejut dan begidik. "Rileks," ujarnya dengan terus memijat lembut pundakku. Ya Allah ... ini enak banget ....Terdengar seperti laci yang digeser. Aku melirik ke belakang sebentar. Rupanya Bang Aldin mengambil minyak zaitun dengan aroma terapi yang waktu itu. Setelah membubuhkan beberapa tetes ketelapak tangannya, ia meletakkan tangan ke tengkukku. Ada desiran hangat di aliran darah ini. Akan tetapi, aku sungguh menikmati pijatannya. Benar-benar nyaman ....Ia menyingkap sedikit jubah handukku dan ... aku membiarkannya. Kupejamkan kelopak mata demi menikmati sensasi pijatan lembutnya. Tangannya menyusuri tengkuk, pundak, lengan atas, hingga ke punggung telanjangku. Entah mengapa aku membiarkannya. Makin lama jubah mandiku semakin terbuka. Napas di belakangku terdengar sedikit tersengal. Ia masih membelai dan memijat tubuh ini. Ranjang terasa bergerak. Perlahan terasa Bang Aldin mengecup

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-26

Bab terbaru

  • Pengantin Titipan    Bab 57 : "Aku yakin!"

    "Kamu makan yang banyak. Biar bayi kita sehat," ucap Bang Aldin dengan menyunggingkan senyuman. Tangannya terulur memegang sendok, menyuapiku bubur ayam buatan Bi Imah.Kami sudah di rumah dan kini tengah duduk bersama di ruang tengah. Ivan masih akan menginap beberapa hari bersama sang ibu.Walaupun benar-benar tidak berselera, tetapi aku tetap membuka mulut dengan terpaksa karena mengingat janin ini perlu asupan nutrisi. Anak ini tidak bersalah. Entah dari mana keyakinan itu datang. Mengapa Bang Aldin begitu percaya kalau janin yang baru berusia empat pekan ini anaknya? Bahkan aku sendiri bingung menentukan ... aku takut kalau yang dikatakan Bang Dion itu benar."Cukup, Bang," ujarku sembari mengalihkan wajah ketika ia kembali mengulurkan bubur itu untuk ke sekian kalinya."Cukup?" tanyanya sambil menautkan alis lebatnya.Aku mengangguk."Ya udah. Nanti kamu makan buah-buahan ini, ya," suruhnya seraya menunjuk ke arah

  • Pengantin Titipan    Bab 56 : Tragedi

    Sontak saja aku bangkit berdiri. Dada ini terasa mau pecah karena degupan kerasnya.Bang Dion terkekeh. Wajahnya terkesan mengejek.Bugh!"Kyaaaaaa!" teriakku histeris."Aakh ...." Bang Dion tampak kesakitan, karena baru saja menerima pukulan dari Bang Aldin di wajahnya. Darah segar pun mengalir dari sudut bibir pria itu, "sorry, Bang. Kami memang saling mencintai."Masih sanggup dia menyeringai! Ah!Kaca-kaca bening memburamkan pandangan mata ini.Dada Bang Aldin naik turun karena napas yang tersengal menahan emosi. Tiba-tiba matanya bersorot nyalang ke arahku. "Jadi ini alasan kamu ingin bercerai, hah?!" sergahnya padaku.Aku tidak mampu menjawab. Lidah ini terasa kelu. Ya Rabb ... aku ... aku harus bagaimana? Aku mengarahkan pandangan ke arah Bang Dion. Lelaki yang membawa masalah itu menyunggingkan senyuman sinis sembari mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Lelaki itu kemudian bangkit berdiri. "Wah ... jadi Mila sudah meminta cerai?" Wajah itu tampak sangat memuakkan."A-ada ap

  • Pengantin Titipan    Bab 55 : Meminta Cerai

    Tiba-tiba ia merenggangkan pelukannya. Sesaat kemudian terasa ranjang ini bergerak, pasti ia duduk. Aku masih membelakangi pria itu. "Lihat Abang!" Suara itu terdengar tegas menyuruhku.Aku bergeming."Mila! Lihat Abang sini!" ulangnya lebih tegas.Mau tidak mau aku pun membalikkan badan. Kutatap matanya dengan sendu. Yaa Allah, kuatkan hamba. "Aku mau cerai," ulangku sembari bangkit dan ikut duduk. Aku menyenderkan punggung ke kepala ranjang, menarik bantal ke atas pangkuan.Hening.Ia menatapku dengan sorot heran. Ya, tentu saja. Ia pasti merasakan perubahan sikap dan ia pasti memahami bahwa beberapa waktu ini aku sudah membuka hati untuknya. Bahkan aku memang telah jatuh hati kepada lelaki ini ... beserta sang anak. Aku menyayangi mereka berdua.Sebelah ujung bibirnya terangkat. "Tidak ... nggak akan pernah." Lelaki itu menyeringai, "jangan ajak Abang bercanda soal ini."Aku menatap denga

  • Pengantin Titipan    Bab 54 : Tenggelam

    "Hmmm ... kamu kenapa, sih, Sayang? Seperti banyak pikiran gitu." Bang Aldin mengecup rahangku setelah hajatnya terpenuhi.Aku menggeleng, kemudian menenggelamkan diri di dadanya. "Ya sudah, kita tidur. Abang juga ngantuk banget," ucapnya lirih.Aku hanya berdeham menjawab suamiku. Ya Allah, apa yang harus aku katakan ke Bang Aldin? Bagaimana kalau Bang Dion nekat memperlihatkan foto-foto itu kepadanya? Aku tidak mau kehilangan dirinya juga Ivan. Aku sangat mencintai mereka ya, Rabb ....***Sudah tiga hari semenjak Bang Dion mengirimkan foto-foto itu. Ia beberapa kali menghubungi dengan nomor baru. Tiap nomor barunya masuk, pasti langsung aku blokir.Akan tetapi, pria itu seperti tidak kenal dengan yang namanya lelah. Terus saja menerorku. Diri ini benar-benar stress dibuatnya.Sering aku kehilangan fokus ketika melakukan sesuatu. Beberapa kali Bang Aldin, Ivan, atau Bi Imah mengajak bicara, tetapi aku tidak

  • Pengantin Titipan    Bab 53 : Teror

    [Alhamdulillah baik, Bang,] balasku singkat.[Bang Aldin lagi keluar kota, ya?]Dahiku mengernyit. Tahu dari mana dia?[Iya. Kok, Abang tahu?][Tahulaah. Hehehe ....][Abang ada perlu apa?] Malas berbasa-basi, aku to the point saja.[Gak ada apa-apa. Abang cuma kangen sama kamu.]Kembali aku mengernyitkan dahi. [Maaf, Bang. Kalau gak ada yang penting, tolong gak usah menghubungi, ya ....] [Kamu kok, sombong sekarang, Mil? Kamu gak kangen sama Abang?]Huuuftt ... aku menghela napas panjang. Mengapa dengan lelaki satu ini? Dari dulu juga aku nggak pernah mau chatingan tidak jelas seperti ini. Aku tidak mau membalasnya lagi. Sudah mulai melantur dan tidak penting untuk dijawab.[Mil.] Masih kubaca.[Mil, ngomong dong!] Huh! Aku meletakkan ponsel ke atas nakas dan kubiarkan berbunyi dan bergetar. Ting! Ting! Ting!Berulangkali bunyi pesan masuk. Bahkan bertubi-tubi.Apa-apaan sih, Bang Dion ini? Akhirnya aku meraih benda segi empat itu lagi. Tampak beberapa foto dikirim olehnya. Foto-fo

  • Pengantin Titipan    Bab 52 : Terjadilah

    Tiba-tiba pundakku dipijat olehnya. Aku sedikit terkejut dan begidik. "Rileks," ujarnya dengan terus memijat lembut pundakku. Ya Allah ... ini enak banget ....Terdengar seperti laci yang digeser. Aku melirik ke belakang sebentar. Rupanya Bang Aldin mengambil minyak zaitun dengan aroma terapi yang waktu itu. Setelah membubuhkan beberapa tetes ketelapak tangannya, ia meletakkan tangan ke tengkukku. Ada desiran hangat di aliran darah ini. Akan tetapi, aku sungguh menikmati pijatannya. Benar-benar nyaman ....Ia menyingkap sedikit jubah handukku dan ... aku membiarkannya. Kupejamkan kelopak mata demi menikmati sensasi pijatan lembutnya. Tangannya menyusuri tengkuk, pundak, lengan atas, hingga ke punggung telanjangku. Entah mengapa aku membiarkannya. Makin lama jubah mandiku semakin terbuka. Napas di belakangku terdengar sedikit tersengal. Ia masih membelai dan memijat tubuh ini. Ranjang terasa bergerak. Perlahan terasa Bang Aldin mengecup

  • Pengantin Titipan    Bab 51 : Terlambat Menjemput

    Bu Fatma tersenyum di sana sembari mengacak rambut si bocah tampan."Bunda kenapa telat, sih?" rajuknya padaku."Iya, Bunda gak sengaja ketiduran tadi," ujarku penuh penyesalan.Ia mengerucutkan bibirnya. "Bu, maaf ya ...," ucapku pada Bu Fatma."Iya, Bunda," sahutnya."Makasih banyak." Aku menjabat tangan Bu Fatma dan kami pun pamit."Ivan mau apa, nanti Bunda beliin." Aku mencoba merayu bocah itu agar mau tersenyum. Wajahnya kini terlihat masam."Aku mau ke kantor Ayah!" katanya.Haduh! Aku tidak pernah ke kantor Bang Aldin sama sekali. Hanya tahu nama CV–nya saja. "Hmm ... Bunda gak tahu jelas alamat kantor Ayah. Kalau Pak supirnya nanya, Bunda gak bisa jawab.""Aku tahu!" kilahnya."Mmm ... oke. Kita ke sana, deh!" Akhirnya aku memutuskan untuk mencoba ke sana. Daripada bocah ini terus ngambek.Aku lalu memesan taksi online dan menulis alamat yang dituju. Ternyata ketika

  • Pengantin Titipan    Bab 50 : Kedatangan Bang Dion

    Setelah ia memarkir mobilnya, lelaki itu lalu keluar dan melangkah mendekat. "Assalamualaikum," ucapnya.Aku pun menjawab salamnya sembari berusaha menarik kedua ujung bibir ini. "Apa kabar, Mil?" tanyanya seraya mengulas sebuah senyuman, membuat wajahnya semakin terlihat manis."Alhamdulillah baik, Bang.""Boleh Abang masuk?" tanyanya."Mmm ... maaf, Bang. Lagi gak ada orang di rumah. Di sini aja, ya, kalau ada yang mau disampaikan," ujarku mempersilakannya duduk di kursi di teras tersebut. Aku tak nyaman jika hanya berdua di dalam rumah. Kalau di luar sini, paling tidak ada Pak Hari, satpam kami. Jadi, tidak akan menimbulkan fitnah, menurutku ...."Oh, oke!" sahut lelaki itu dan langsung ia pun duduk di sana."Aku ambil minum dulu ya, Bang," imbuhku.Ia mengangguk dengan senyuman yang masih setia di bibirnya.Setelah selesai menyeduh secangkir kopi instan, aku pun ke luar dan meletakkan cangkir itu d

  • Pengantin Titipan    Bab 49 : Ayah Meninggal Dunia

    Saat ini aku memutuskan untuk menerima apa pun yang terjadi. Mungkin memang ini takdir dari Yang  Mahakuasa bagiku. Terserah apa masa lalu Bang Aldin atau pun Bang Dion. Kini aku tidak mau memikirkannya lagi. Rasanya aku sudah lelah ...."Mil ... masuk! Sudah malam ini," suruh Bang Aldin kepadaku yang sedang duduk di teras kamar menghadap kolam renang.Aku tidak menyahut dan tetap bergeming tepekur di situ."Hei ...." Bang Aldin menyampirkan selimut ke bahuku."Makasih," lirihku tanpa menoleh ke arahnya."Sudah jam sepuluh. Kita tidur, yuk," ajaknya lagi."Abang tidur aja dulu," jawabku.Dia menghela napas, kemudian ikut duduk di sebelahku. "Dion ... dia bilang gak pernah mencintai Amel." Bang Aldin menyeringai. Aku tidak menanggapi dan tetap diam."Dia bohong," sambungnya."Terserahlah," ujarku malas.Dari sudut mata aku menangkap Bang Aldin menatapku dengan sorot heran. Ia kemudian

DMCA.com Protection Status