Home / Rumah Tangga / Pengantin Titipan / Bab 52 : Terjadilah

Share

Bab 52 : Terjadilah

Author: Adny Ummi
last update Last Updated: 2023-04-26 06:29:01

Tiba-tiba pundakku dipijat olehnya. Aku sedikit terkejut dan begidik.

"Rileks," ujarnya dengan terus memijat lembut pundakku. Ya Allah ... ini enak banget ....

Terdengar seperti laci yang digeser. Aku melirik ke belakang sebentar. Rupanya Bang Aldin mengambil minyak zaitun dengan aroma terapi yang waktu itu. Setelah membubuhkan beberapa tetes ketelapak tangannya, ia meletakkan tangan ke tengkukku. Ada desiran hangat di aliran darah ini. Akan tetapi, aku sungguh menikmati pijatannya. Benar-benar nyaman ....

Ia menyingkap sedikit jubah handukku dan ... aku membiarkannya. Kupejamkan kelopak mata demi menikmati sensasi pijatan lembutnya. Tangannya menyusuri tengkuk, pundak, lengan atas, hingga ke punggung telanjangku. Entah mengapa aku membiarkannya.

Makin lama jubah mandiku semakin terbuka. Napas di belakangku terdengar sedikit tersengal. Ia masih membelai dan memijat tubuh ini.

Ranjang terasa bergerak. Perlahan terasa Bang Aldin mengecup
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pengantin Titipan    Bab 53 : Teror

    [Alhamdulillah baik, Bang,] balasku singkat.[Bang Aldin lagi keluar kota, ya?]Dahiku mengernyit. Tahu dari mana dia?[Iya. Kok, Abang tahu?][Tahulaah. Hehehe ....][Abang ada perlu apa?] Malas berbasa-basi, aku to the point saja.[Gak ada apa-apa. Abang cuma kangen sama kamu.]Kembali aku mengernyitkan dahi. [Maaf, Bang. Kalau gak ada yang penting, tolong gak usah menghubungi, ya ....] [Kamu kok, sombong sekarang, Mil? Kamu gak kangen sama Abang?]Huuuftt ... aku menghela napas panjang. Mengapa dengan lelaki satu ini? Dari dulu juga aku nggak pernah mau chatingan tidak jelas seperti ini. Aku tidak mau membalasnya lagi. Sudah mulai melantur dan tidak penting untuk dijawab.[Mil.] Masih kubaca.[Mil, ngomong dong!] Huh! Aku meletakkan ponsel ke atas nakas dan kubiarkan berbunyi dan bergetar. Ting! Ting! Ting!Berulangkali bunyi pesan masuk. Bahkan bertubi-tubi.Apa-apaan sih, Bang Dion ini? Akhirnya aku meraih benda segi empat itu lagi. Tampak beberapa foto dikirim olehnya. Foto-fo

    Last Updated : 2023-04-27
  • Pengantin Titipan    Bab 54 : Tenggelam

    "Hmmm ... kamu kenapa, sih, Sayang? Seperti banyak pikiran gitu." Bang Aldin mengecup rahangku setelah hajatnya terpenuhi.Aku menggeleng, kemudian menenggelamkan diri di dadanya. "Ya sudah, kita tidur. Abang juga ngantuk banget," ucapnya lirih.Aku hanya berdeham menjawab suamiku. Ya Allah, apa yang harus aku katakan ke Bang Aldin? Bagaimana kalau Bang Dion nekat memperlihatkan foto-foto itu kepadanya? Aku tidak mau kehilangan dirinya juga Ivan. Aku sangat mencintai mereka ya, Rabb ....***Sudah tiga hari semenjak Bang Dion mengirimkan foto-foto itu. Ia beberapa kali menghubungi dengan nomor baru. Tiap nomor barunya masuk, pasti langsung aku blokir.Akan tetapi, pria itu seperti tidak kenal dengan yang namanya lelah. Terus saja menerorku. Diri ini benar-benar stress dibuatnya.Sering aku kehilangan fokus ketika melakukan sesuatu. Beberapa kali Bang Aldin, Ivan, atau Bi Imah mengajak bicara, tetapi aku tidak

    Last Updated : 2023-04-28
  • Pengantin Titipan    Bab 55 : Meminta Cerai

    Tiba-tiba ia merenggangkan pelukannya. Sesaat kemudian terasa ranjang ini bergerak, pasti ia duduk. Aku masih membelakangi pria itu. "Lihat Abang!" Suara itu terdengar tegas menyuruhku.Aku bergeming."Mila! Lihat Abang sini!" ulangnya lebih tegas.Mau tidak mau aku pun membalikkan badan. Kutatap matanya dengan sendu. Yaa Allah, kuatkan hamba. "Aku mau cerai," ulangku sembari bangkit dan ikut duduk. Aku menyenderkan punggung ke kepala ranjang, menarik bantal ke atas pangkuan.Hening.Ia menatapku dengan sorot heran. Ya, tentu saja. Ia pasti merasakan perubahan sikap dan ia pasti memahami bahwa beberapa waktu ini aku sudah membuka hati untuknya. Bahkan aku memang telah jatuh hati kepada lelaki ini ... beserta sang anak. Aku menyayangi mereka berdua.Sebelah ujung bibirnya terangkat. "Tidak ... nggak akan pernah." Lelaki itu menyeringai, "jangan ajak Abang bercanda soal ini."Aku menatap denga

    Last Updated : 2023-04-29
  • Pengantin Titipan    Bab 56 : Tragedi

    Sontak saja aku bangkit berdiri. Dada ini terasa mau pecah karena degupan kerasnya.Bang Dion terkekeh. Wajahnya terkesan mengejek.Bugh!"Kyaaaaaa!" teriakku histeris."Aakh ...." Bang Dion tampak kesakitan, karena baru saja menerima pukulan dari Bang Aldin di wajahnya. Darah segar pun mengalir dari sudut bibir pria itu, "sorry, Bang. Kami memang saling mencintai."Masih sanggup dia menyeringai! Ah!Kaca-kaca bening memburamkan pandangan mata ini.Dada Bang Aldin naik turun karena napas yang tersengal menahan emosi. Tiba-tiba matanya bersorot nyalang ke arahku. "Jadi ini alasan kamu ingin bercerai, hah?!" sergahnya padaku.Aku tidak mampu menjawab. Lidah ini terasa kelu. Ya Rabb ... aku ... aku harus bagaimana? Aku mengarahkan pandangan ke arah Bang Dion. Lelaki yang membawa masalah itu menyunggingkan senyuman sinis sembari mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Lelaki itu kemudian bangkit berdiri. "Wah ... jadi Mila sudah meminta cerai?" Wajah itu tampak sangat memuakkan."A-ada ap

    Last Updated : 2023-04-30
  • Pengantin Titipan    Bab 57 : "Aku yakin!"

    "Kamu makan yang banyak. Biar bayi kita sehat," ucap Bang Aldin dengan menyunggingkan senyuman. Tangannya terulur memegang sendok, menyuapiku bubur ayam buatan Bi Imah.Kami sudah di rumah dan kini tengah duduk bersama di ruang tengah. Ivan masih akan menginap beberapa hari bersama sang ibu.Walaupun benar-benar tidak berselera, tetapi aku tetap membuka mulut dengan terpaksa karena mengingat janin ini perlu asupan nutrisi. Anak ini tidak bersalah. Entah dari mana keyakinan itu datang. Mengapa Bang Aldin begitu percaya kalau janin yang baru berusia empat pekan ini anaknya? Bahkan aku sendiri bingung menentukan ... aku takut kalau yang dikatakan Bang Dion itu benar."Cukup, Bang," ujarku sembari mengalihkan wajah ketika ia kembali mengulurkan bubur itu untuk ke sekian kalinya."Cukup?" tanyanya sambil menautkan alis lebatnya.Aku mengangguk."Ya udah. Nanti kamu makan buah-buahan ini, ya," suruhnya seraya menunjuk ke arah

    Last Updated : 2023-05-01
  • Pengantin Titipan    Bab 1 : Perkenalan yang Tidak Sesuai Harapan

    "Kamu yang bener aja, Dion ... gadis kampung kayak gitu kamu kenalin sama papa?" Suara bernada menyindir itu terdengar dari balik lemari besar penyekat ruangan. Walaupun tidak berteriak, cukup jelas di telinga kami. Ya, di sini aku dan Kak Mirna—kakakku—bermaksud berkenalan dengan keluarga Bang Dion, seorang pemuda yang menarik hatiku.Kak Mirna menatapku lekat, tampak ia tersenyum sinis kepadaku. Dia memang sudah memperingatkan untuk tidak melanjutkan hubungan dengan Bang Dion yang kukenal di kampung kami, ketika lelaki berwajah manis tersebut bersama teman-temannya melakukan kegiatan KKN enam bulan yang lalu. Hanya saja Bang Dion selalu menguatkan, ia berkata akan memperjuangkan hubungan kami. Aku percaya padanya."Tapi, Pa ... Dion cinta sama Mila. Dion berniat serius dengannya!" tegas suara Bang Dion."Sudah kakak bilang, 'kan? Kamu gak mau denger, sih!" bisik Kak Mirna geram.Mataku terasa panas. Begitu juga dada ini, terasa bergemuruh kencang."Cinta ... cinta! Tahu apa kamu so

    Last Updated : 2023-03-16
  • Pengantin Titipan    Bab 2 : Ide Gila

    "Dia bakal ke sini nanti. Dia bilang, dia akan tetap mengusahakan pernikahan."Aku berusaha tersenyum mendengar itu ... walau terasa getir.***Air mataku kembali mengalir ketika mendengar Bang Dion menyatakan harus menunda pernikahan kami. Apa yang harus aku katakan pada ayah?"Ber*ngsek lu!" sembur Kak Mirna sambil bangkit berdiri."Kak, aku juga bingung harus bagaimana." Wajah Bang Dion tampak kalut. Ia juga ikut bangkit dari duduknya."Gue udah tahu bakalan begini jadinya! Elu hanya maenin perasaan adek gue, 'kan?! Mana lu bilang adek gue hamil lagi!" Kak Mirna mulai tersulut emosi, makanya ia ber-gue-elu dengan Bang Dion sekarang."Gak gitu, Kak! Aku serius dengan Mila. Tapi mama dan papaku belum bisa menerima semua ini! Dan soal Mila yang hamil, maksudku cuma biar papa mengizinkan. Ternyata ...." Bang Dion tertunduk."Ayah gue udah cetak undangan dan udah ngabarin tetangga juga kerabat! Hari pernikahan tinggal dua pekan lagi. Mau ditaroh mana muka kami, hah?!" Kak Mirna semakin

    Last Updated : 2023-03-16
  • Pengantin Titipan    Bab 3 : Terserah!

    "Mila ... ini hanya sementara ...." Bang Dion ikut bangkit dan mencoba menjelaskan."Abang udah gila?!" jeritku sembari menatap nanar ke arah pria itu."Abang bilang juga apa ...?" tukas Bang Aldin santai dengan rokok yang terus dimainkan di bibirnya. Dia menyeringai."Mila, i–ini terpaksa!" Tampak sorot putus asa dari mata Bang Dion.Aku terduduk, mencoba mencerna ide gila ini. "Assalamualaikum!" Tiba-tiba terdengar suara Kak Mirna yang baru datang. Kami pun menjawab salamnya dengan lirih. Terlihat senyum tipis dari bibir Kakak perempuanku itu kepada kami."Hei ... Dion!" tegurnya, "hmm ... siapa si ganteng ini?" tanya Kak Mirna ketika melihat Bang Aldin. Matanya mengerling.Aku mendengkus malas."Eh, iya. Ini Bang Aldin, temenku, Kak. Bang, ini Kak Mirna, kakaknya Mila," ujar Bang Dion memperkenalkan.Bang Aldin hanya mengangkat sebelah ujung bibirnya. Entah mengapa wajah tampan itu terlihat begitu menyebalkan. Dan Kak Mirna, ayolaaah ... bukan waktunya menggoda. Lagian sudah puny

    Last Updated : 2023-03-16

Latest chapter

  • Pengantin Titipan    Bab 57 : "Aku yakin!"

    "Kamu makan yang banyak. Biar bayi kita sehat," ucap Bang Aldin dengan menyunggingkan senyuman. Tangannya terulur memegang sendok, menyuapiku bubur ayam buatan Bi Imah.Kami sudah di rumah dan kini tengah duduk bersama di ruang tengah. Ivan masih akan menginap beberapa hari bersama sang ibu.Walaupun benar-benar tidak berselera, tetapi aku tetap membuka mulut dengan terpaksa karena mengingat janin ini perlu asupan nutrisi. Anak ini tidak bersalah. Entah dari mana keyakinan itu datang. Mengapa Bang Aldin begitu percaya kalau janin yang baru berusia empat pekan ini anaknya? Bahkan aku sendiri bingung menentukan ... aku takut kalau yang dikatakan Bang Dion itu benar."Cukup, Bang," ujarku sembari mengalihkan wajah ketika ia kembali mengulurkan bubur itu untuk ke sekian kalinya."Cukup?" tanyanya sambil menautkan alis lebatnya.Aku mengangguk."Ya udah. Nanti kamu makan buah-buahan ini, ya," suruhnya seraya menunjuk ke arah

  • Pengantin Titipan    Bab 56 : Tragedi

    Sontak saja aku bangkit berdiri. Dada ini terasa mau pecah karena degupan kerasnya.Bang Dion terkekeh. Wajahnya terkesan mengejek.Bugh!"Kyaaaaaa!" teriakku histeris."Aakh ...." Bang Dion tampak kesakitan, karena baru saja menerima pukulan dari Bang Aldin di wajahnya. Darah segar pun mengalir dari sudut bibir pria itu, "sorry, Bang. Kami memang saling mencintai."Masih sanggup dia menyeringai! Ah!Kaca-kaca bening memburamkan pandangan mata ini.Dada Bang Aldin naik turun karena napas yang tersengal menahan emosi. Tiba-tiba matanya bersorot nyalang ke arahku. "Jadi ini alasan kamu ingin bercerai, hah?!" sergahnya padaku.Aku tidak mampu menjawab. Lidah ini terasa kelu. Ya Rabb ... aku ... aku harus bagaimana? Aku mengarahkan pandangan ke arah Bang Dion. Lelaki yang membawa masalah itu menyunggingkan senyuman sinis sembari mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Lelaki itu kemudian bangkit berdiri. "Wah ... jadi Mila sudah meminta cerai?" Wajah itu tampak sangat memuakkan."A-ada ap

  • Pengantin Titipan    Bab 55 : Meminta Cerai

    Tiba-tiba ia merenggangkan pelukannya. Sesaat kemudian terasa ranjang ini bergerak, pasti ia duduk. Aku masih membelakangi pria itu. "Lihat Abang!" Suara itu terdengar tegas menyuruhku.Aku bergeming."Mila! Lihat Abang sini!" ulangnya lebih tegas.Mau tidak mau aku pun membalikkan badan. Kutatap matanya dengan sendu. Yaa Allah, kuatkan hamba. "Aku mau cerai," ulangku sembari bangkit dan ikut duduk. Aku menyenderkan punggung ke kepala ranjang, menarik bantal ke atas pangkuan.Hening.Ia menatapku dengan sorot heran. Ya, tentu saja. Ia pasti merasakan perubahan sikap dan ia pasti memahami bahwa beberapa waktu ini aku sudah membuka hati untuknya. Bahkan aku memang telah jatuh hati kepada lelaki ini ... beserta sang anak. Aku menyayangi mereka berdua.Sebelah ujung bibirnya terangkat. "Tidak ... nggak akan pernah." Lelaki itu menyeringai, "jangan ajak Abang bercanda soal ini."Aku menatap denga

  • Pengantin Titipan    Bab 54 : Tenggelam

    "Hmmm ... kamu kenapa, sih, Sayang? Seperti banyak pikiran gitu." Bang Aldin mengecup rahangku setelah hajatnya terpenuhi.Aku menggeleng, kemudian menenggelamkan diri di dadanya. "Ya sudah, kita tidur. Abang juga ngantuk banget," ucapnya lirih.Aku hanya berdeham menjawab suamiku. Ya Allah, apa yang harus aku katakan ke Bang Aldin? Bagaimana kalau Bang Dion nekat memperlihatkan foto-foto itu kepadanya? Aku tidak mau kehilangan dirinya juga Ivan. Aku sangat mencintai mereka ya, Rabb ....***Sudah tiga hari semenjak Bang Dion mengirimkan foto-foto itu. Ia beberapa kali menghubungi dengan nomor baru. Tiap nomor barunya masuk, pasti langsung aku blokir.Akan tetapi, pria itu seperti tidak kenal dengan yang namanya lelah. Terus saja menerorku. Diri ini benar-benar stress dibuatnya.Sering aku kehilangan fokus ketika melakukan sesuatu. Beberapa kali Bang Aldin, Ivan, atau Bi Imah mengajak bicara, tetapi aku tidak

  • Pengantin Titipan    Bab 53 : Teror

    [Alhamdulillah baik, Bang,] balasku singkat.[Bang Aldin lagi keluar kota, ya?]Dahiku mengernyit. Tahu dari mana dia?[Iya. Kok, Abang tahu?][Tahulaah. Hehehe ....][Abang ada perlu apa?] Malas berbasa-basi, aku to the point saja.[Gak ada apa-apa. Abang cuma kangen sama kamu.]Kembali aku mengernyitkan dahi. [Maaf, Bang. Kalau gak ada yang penting, tolong gak usah menghubungi, ya ....] [Kamu kok, sombong sekarang, Mil? Kamu gak kangen sama Abang?]Huuuftt ... aku menghela napas panjang. Mengapa dengan lelaki satu ini? Dari dulu juga aku nggak pernah mau chatingan tidak jelas seperti ini. Aku tidak mau membalasnya lagi. Sudah mulai melantur dan tidak penting untuk dijawab.[Mil.] Masih kubaca.[Mil, ngomong dong!] Huh! Aku meletakkan ponsel ke atas nakas dan kubiarkan berbunyi dan bergetar. Ting! Ting! Ting!Berulangkali bunyi pesan masuk. Bahkan bertubi-tubi.Apa-apaan sih, Bang Dion ini? Akhirnya aku meraih benda segi empat itu lagi. Tampak beberapa foto dikirim olehnya. Foto-fo

  • Pengantin Titipan    Bab 52 : Terjadilah

    Tiba-tiba pundakku dipijat olehnya. Aku sedikit terkejut dan begidik. "Rileks," ujarnya dengan terus memijat lembut pundakku. Ya Allah ... ini enak banget ....Terdengar seperti laci yang digeser. Aku melirik ke belakang sebentar. Rupanya Bang Aldin mengambil minyak zaitun dengan aroma terapi yang waktu itu. Setelah membubuhkan beberapa tetes ketelapak tangannya, ia meletakkan tangan ke tengkukku. Ada desiran hangat di aliran darah ini. Akan tetapi, aku sungguh menikmati pijatannya. Benar-benar nyaman ....Ia menyingkap sedikit jubah handukku dan ... aku membiarkannya. Kupejamkan kelopak mata demi menikmati sensasi pijatan lembutnya. Tangannya menyusuri tengkuk, pundak, lengan atas, hingga ke punggung telanjangku. Entah mengapa aku membiarkannya. Makin lama jubah mandiku semakin terbuka. Napas di belakangku terdengar sedikit tersengal. Ia masih membelai dan memijat tubuh ini. Ranjang terasa bergerak. Perlahan terasa Bang Aldin mengecup

  • Pengantin Titipan    Bab 51 : Terlambat Menjemput

    Bu Fatma tersenyum di sana sembari mengacak rambut si bocah tampan."Bunda kenapa telat, sih?" rajuknya padaku."Iya, Bunda gak sengaja ketiduran tadi," ujarku penuh penyesalan.Ia mengerucutkan bibirnya. "Bu, maaf ya ...," ucapku pada Bu Fatma."Iya, Bunda," sahutnya."Makasih banyak." Aku menjabat tangan Bu Fatma dan kami pun pamit."Ivan mau apa, nanti Bunda beliin." Aku mencoba merayu bocah itu agar mau tersenyum. Wajahnya kini terlihat masam."Aku mau ke kantor Ayah!" katanya.Haduh! Aku tidak pernah ke kantor Bang Aldin sama sekali. Hanya tahu nama CV–nya saja. "Hmm ... Bunda gak tahu jelas alamat kantor Ayah. Kalau Pak supirnya nanya, Bunda gak bisa jawab.""Aku tahu!" kilahnya."Mmm ... oke. Kita ke sana, deh!" Akhirnya aku memutuskan untuk mencoba ke sana. Daripada bocah ini terus ngambek.Aku lalu memesan taksi online dan menulis alamat yang dituju. Ternyata ketika

  • Pengantin Titipan    Bab 50 : Kedatangan Bang Dion

    Setelah ia memarkir mobilnya, lelaki itu lalu keluar dan melangkah mendekat. "Assalamualaikum," ucapnya.Aku pun menjawab salamnya sembari berusaha menarik kedua ujung bibir ini. "Apa kabar, Mil?" tanyanya seraya mengulas sebuah senyuman, membuat wajahnya semakin terlihat manis."Alhamdulillah baik, Bang.""Boleh Abang masuk?" tanyanya."Mmm ... maaf, Bang. Lagi gak ada orang di rumah. Di sini aja, ya, kalau ada yang mau disampaikan," ujarku mempersilakannya duduk di kursi di teras tersebut. Aku tak nyaman jika hanya berdua di dalam rumah. Kalau di luar sini, paling tidak ada Pak Hari, satpam kami. Jadi, tidak akan menimbulkan fitnah, menurutku ...."Oh, oke!" sahut lelaki itu dan langsung ia pun duduk di sana."Aku ambil minum dulu ya, Bang," imbuhku.Ia mengangguk dengan senyuman yang masih setia di bibirnya.Setelah selesai menyeduh secangkir kopi instan, aku pun ke luar dan meletakkan cangkir itu d

  • Pengantin Titipan    Bab 49 : Ayah Meninggal Dunia

    Saat ini aku memutuskan untuk menerima apa pun yang terjadi. Mungkin memang ini takdir dari Yang  Mahakuasa bagiku. Terserah apa masa lalu Bang Aldin atau pun Bang Dion. Kini aku tidak mau memikirkannya lagi. Rasanya aku sudah lelah ...."Mil ... masuk! Sudah malam ini," suruh Bang Aldin kepadaku yang sedang duduk di teras kamar menghadap kolam renang.Aku tidak menyahut dan tetap bergeming tepekur di situ."Hei ...." Bang Aldin menyampirkan selimut ke bahuku."Makasih," lirihku tanpa menoleh ke arahnya."Sudah jam sepuluh. Kita tidur, yuk," ajaknya lagi."Abang tidur aja dulu," jawabku.Dia menghela napas, kemudian ikut duduk di sebelahku. "Dion ... dia bilang gak pernah mencintai Amel." Bang Aldin menyeringai. Aku tidak menanggapi dan tetap diam."Dia bohong," sambungnya."Terserahlah," ujarku malas.Dari sudut mata aku menangkap Bang Aldin menatapku dengan sorot heran. Ia kemudian

DMCA.com Protection Status