Share

Bab 25 : Cemburu

Penulis: Adny Ummi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-03 22:28:05

Aku tersadar telah memerhatikan lelaki itu lekat. Dengan segera aku pun mengalihkan pandangan. Aku tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan barusan. Ya ... tentu saja aku cemburu.

"Amel memang begitu dari dulu sama Dion. Mereka udah kayak kakak-adik. Jangan salah paham," ujar Bang Aldin.

"Memangnya mereka ada hubungan keluarga?" tanyaku. Ya, kemungkinan itu tentu ada. Karena aku juga belum mengenal keluarga Bang Dion. Aku masih berusaha berbaik sangka.

"Gak ada ... cuma di Mapala ya begitu. Antara senior dan junior, antara teman seangkatan itu udah kayak saudara aja. Apa lagi kalau memang cocok komunikasi."

"Kalo gitu mereka bukan mahram, Bang! Kenapa gandengan mesra kayak gitu?" kilahku.

Bang Aldin menatapku lekat. "Oh, gitu?"

"Iyalah!" jawabku sengit.

"Maklum aja, Mil ... kami nih, gak belajar agama detil kayak kamu."

Aku membuang muka.

Lelaki itu bangkit. "Udah, jangan marah lagi," tuturnya sambil tersenyum dan membelai kepalaku.

Darahku kembali berdesir. Akan tetapi, Bang Al
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pengantin Titipan    Bab 26 : Main di Sungai

    "Hei ... mau ke mana kita ini, hemm?" Bang Aldin menahan langkahnya ketika jarak kami sudah cukup jauh dari Bang Dion. Kami melewati pohon-pohon dan semak di hutan kaki gunung. Saat ini kami berada di dekat sebuah sungai kecil penuh dengan batu-batu kali.Aku pun melepaskan tautan tanganku di lengan Bang Aldin, kemudian melangkah hati-hati mendekati sungai. Kucelupkan tangan ke air sungai yang mengalir santai mengitari bebatuan itu. Kuusap wajah, merasakan kesegaran air tersebut menyentuh kulit. Kutarik napas dalam-dalam, berusaha melegakan sesak di dalam sini.Bang Aldin mendekat, lalu duduk di sebuah batu yang agak besar di dekatku. "Enak ya, airnya segar," ujarnya sembari menyentuhkan jemarinya ke air yang mengalir itu. Aku senang dia sama sekali tidak membahas kejadian barusan.Aku mengangguk dan berusaha tersenyum walau mungkin tampak getir. "Kita muncak besok. Mungkin bersama para alumni yang juga ikut kegiatan ini," imbuhnya.Aku beringsut dan mendudukkan bokong ke batu besar

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Pengantin Titipan    Bab 27 : Serunya Main di Jeram

    "Sini naik ke punggung Abang," tawarnya, "kita ke sana," lanjutnya sembari menunjuk jeram yang tidak begitu tinggi di seberang kami. "Oh." Aku kira Bang Aldin mau ngapain, bikin kaget.Sungguh! Kelihatannya sangat menarik dan menggoda untuk pergi ke arah sana. Dengan agak ragu dan perlahan aku menuruti Bang Aldin menaiki punggungnya. Kupeluk erat pundaknya dari belakang. Lelaki itu pun mulai maju perlahan ke arah jeram tersebut. "Huwaaaa!" pekikku ketika kami sudah berada di bawah air terjun itu. Seru sekali!Bang Aldin tertawa mendengar jeritanku. Ia membantuku menjejakkan kaki di sebuah batu besar di sana. Air yang menimpa tubuh ini terasa seperti hujan yang sangat deras! Yaa Allah ... Mahasuci Engkau telah menciptakan alam yang indah ini.Bang Aldin berenang di hadapan dan menatapku lekat dengan bibir yang terus tersenyum. Aku pun membalas senyuman itu dengan semringah. Ini sangat menyenangkan!Kami bermain air dengan penuh keriangan, rasanya tidak mau berhenti. Bahkan waktu tak

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Pengantin Titipan    Bab 28 : Sahabat?

    Aku yang tadinya mau merebahkan badan pun akhirnya memutuskan untuk tidak jadi beristirahat.Bang Aldin kembali merebahkan diri. "Baring, Mila!" suruhnya."Mmm ... gak usah, Bang." Pikiranku melayang, nanti malam apa kami akan tidur bersama di dalam tenda ini? Seketika jantungku berdetak lebih cepat. Aah tentu saja, berarti ini kali kedua kami tidur bersama, selain di kampung waktu itu."Ayoo ... kamu pasti capek. Abang aja capek!" katanya sembari menelentangkan badannya dan menatap langit-langit tenda.Hujan di luar sana semakin deras. Langit pun tampak makin menggelap. Apalagi waktu sudah menjelang magrib begini. Udara terasa semakin dingin. Dan ... aku lupa membawa jaket. Ya Allah, bodohnya aku. Bagaimana tidak menyiapkan jaket pergi ke gunung seperti ini? Dasar amatiran!"Aku duduk aja, Bang," jawabku. Aku nggak enak baring berduaan begini. Walaupun kenyataannya kami sudah pernah tidur satu ranjang. Yaa ... tidur."Ya, terserahlah," ujar Bang Aldin sambil melirikku, "ngomong-ngomo

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Pengantin Titipan    Bab 29 : Bersama dalam Satu Tenda

    Usai makan malam bersama, panitia kegiatan dan peserta kembali mengadakan briefing. Setelah itu, mereka lantas membuat api unggun dan mengelilinginya.Aku duduk-duduk di samping Mbak Nela yang ternyata sangat ramah. Kami saling mengobrol tentang banyak hal. Sang suami berada di samping kanannya, sedangkan aku di samping kiri. Bang Aldin tadi pamit pergi entah ke mana."Mil, Mbak ke tenda dulu ya, sudah malam. Mau rehat dulu," kata Mbak Nela sembari beranjak mengikuti suaminya. Waktu memang sudah semakin larut."Oh, iya, Mbak. Silakan," ujarku seraya mengulas senyum ke arahnya."Pamit dulu, Mila." Bang Boy berkata kepadaku.Aku pun mengangguk ke arahnya.Mereka lantas melenggang menjauhi tempat ini. Sementara ke mana Bang Aldin? Kuraih ponsel dari saku jaket, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Apa aku ke tenda duluan, ya?"Mil." Terdengar suara seseorang yang kukenal siapa pemiliknya. Ya, itu Bang Dion. Aku menoleh ke arahnya, setelah itu membuang muka melihat api unggun di s

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Pengantin Titipan    Bab 30 : Kedinginan

    Jaket Bang Aldin ini cukup membuatku hangat. Akan tetapi, aku merasa kaki ini kedinginan sekali dan itu jadi terasa menjalar ke tubuh bagian atas. Kembali kulirik Bang Aldin yang tengah terlelap. Nyamannya kalau berselimut seperti itu.Aku lalu bangkit duduk, membongkar tas dan mengeluarkan salah satu gamisku dari sana. Lantas aku kembali berbaring dan menyelimuti bagian bawah tubuhku dengan gamis. "Ck!" Aku kesal dan gelisah bergerak ke sana kemari menentukan posisi yang nyaman agar bagian bawah tubuhku terlilit gamis dan merasa lebih hangat. Nyatanya sangat sulit. Aku bergerak sedikit saja, gamis itu pun tersibak. "Mila ... kenapa bangun?" Aku terlonjak kaget. Tiba-tiba terdengar suara serak khas bangun tidur Bang Aldin. "Mmm ... aku ... aku gak bisa tidur, Bang," jawabku tergagap.Alisnya bertaut. Netranya memicing melihat ke arah kakiku. "Kamu kedinginan?" tanyanya sambil mengeratkan selimut.Aku berusaha menarik kedua ujung bibir ke atas. "Iya ... Bang, dingin banget," ujarku

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Pengantin Titipan    Bab 31 : Mendaki

    "Ayo bangun, kita Shalat Subuh!" Aku membuka ritsleting pintu tenda. Beberapa orang tampak sudah bangun di luar sana. Kasak-kusuk yang kudengar tadi ya, berasal dari mereka pastinya. Aku pun keluar tenda.Bang Aldin bangkit dari posisi tidurnya. Tampak pria itu meregangkan badan atletisnya. Seketika aku teringat sesuatu yang tadi ...."Ntar, Abang minta air dulu sama junior buat wudhu, semalam airnya udah habis," kata pria itu sembari keluar dari tenda. "Cepet!" Bang Aldin menghela napas melihatku. "Kamu kenapa, sih? Uring-uringan gitu subuh-subuh gini."Kamu tuh, bikin aku sebel, Abaaaang!Aku hanya bisa menatap punggung lelaki itu yang semakin menjauh dengan perasaan kesal.Tak berapa lama, pria itu pun kembali membawa sebuah jerigen berisi air. Kami lalu mengambil wudhu dan shalat berjama'ah.***Pagi seusai sarapan bersama, para panitia dan peserta lomba berkumpul dan berbaris. Tampak mereka berdiri sesuai kelompoknya masing-masing. Ada grup cowok, ada grup cewek. Bang Aldin bil

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Pengantin Titipan    Bab 32 : Sampai di Puncak

    "Ayo kita lanjut jalan!" seru Bang Boy kepada semua.Kami pun mulai kembali melakukan pendakian. Baju yang kupakai terasa agak basah karena seperti ada embun yang kami lewati. Mungkin ini awan?Katanya sudah tidak jauh lagi puncaknya sampai. Namun, pepohonan masih menutupi pemandangan. ***Oleh karena mendaki dengan sangat santai, akhirnya kami sampai di puncak dalam waktu lebih dari dua jam. Kakiku terasa pegal, tapi hati ini merasa puas! Pemandangan di sini sangat indah, maa syaa Allah. Hutan, pegunungan ... bahkan langit biru berbalut awan tipis itu terasa sangat dekat. Aku merasa melayang ... di angkasa!Bibir ini tak berhenti tersenyum melihat pemandangan di hadapan. Ya Allah, betapa kami tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuasaan-Mu. Ada rasa haru yang seketika saja singgah ke dalam hatiku."Indah ya, Mil?" Terdengar suara Bang Aldin yang tiba-tiba berada di sampingku. Aku mengangguk-angguk tanpa menoleh ke arahnya. Rasanya tak puas-puas melihat panorama di sana. Allah

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • Pengantin Titipan    Bab 33 : Bang Aldin Kedinginan

    Hmmm ... sekarang tubuh Bang Aldin sudah tertutup selimut yang sama denganku. Kutatap wajahnya yang begitu damai dalam lelap. Tiba-tiba aku teringat pada Ivan. Apa kabar bocah tampan itu? Ya, ia mirip dengan sang ayah. Aku merindukan bocah kecil yang tiap malam memintaku membelai rambutnya sebelum tidur. Aku berharap anak itu baik-baik saja. Jaga dia ya, Rabb."Mila ... sedang ... apa?" Tiba-tiba Bang Aldin terbangun. Bibirnya tampak bergetar. Ya Allah ... apa benar ia kedinginan karena dari tadi tidak memakai selimut tadi?"Abang kedinginan?" Aku balik bertanya, karena seketika panik melihat ia bergetar seperti itu. "I–iya ... dingin ... banget," ujarnya seraya menggigil.Aku mencoba menyentuh lengannya.Ya Allah, dingin sekali! Aku terlonjak dan bangkit dari rebahan."Bang, a–aku harus gimana? Apa aku bangunkan yang lain?"Lelaki itu menggeleng. "Gak ... usah," katanya gemetar."Abang sampe menggigi

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06

Bab terbaru

  • Pengantin Titipan    Bab 57 : "Aku yakin!"

    "Kamu makan yang banyak. Biar bayi kita sehat," ucap Bang Aldin dengan menyunggingkan senyuman. Tangannya terulur memegang sendok, menyuapiku bubur ayam buatan Bi Imah.Kami sudah di rumah dan kini tengah duduk bersama di ruang tengah. Ivan masih akan menginap beberapa hari bersama sang ibu.Walaupun benar-benar tidak berselera, tetapi aku tetap membuka mulut dengan terpaksa karena mengingat janin ini perlu asupan nutrisi. Anak ini tidak bersalah. Entah dari mana keyakinan itu datang. Mengapa Bang Aldin begitu percaya kalau janin yang baru berusia empat pekan ini anaknya? Bahkan aku sendiri bingung menentukan ... aku takut kalau yang dikatakan Bang Dion itu benar."Cukup, Bang," ujarku sembari mengalihkan wajah ketika ia kembali mengulurkan bubur itu untuk ke sekian kalinya."Cukup?" tanyanya sambil menautkan alis lebatnya.Aku mengangguk."Ya udah. Nanti kamu makan buah-buahan ini, ya," suruhnya seraya menunjuk ke arah

  • Pengantin Titipan    Bab 56 : Tragedi

    Sontak saja aku bangkit berdiri. Dada ini terasa mau pecah karena degupan kerasnya.Bang Dion terkekeh. Wajahnya terkesan mengejek.Bugh!"Kyaaaaaa!" teriakku histeris."Aakh ...." Bang Dion tampak kesakitan, karena baru saja menerima pukulan dari Bang Aldin di wajahnya. Darah segar pun mengalir dari sudut bibir pria itu, "sorry, Bang. Kami memang saling mencintai."Masih sanggup dia menyeringai! Ah!Kaca-kaca bening memburamkan pandangan mata ini.Dada Bang Aldin naik turun karena napas yang tersengal menahan emosi. Tiba-tiba matanya bersorot nyalang ke arahku. "Jadi ini alasan kamu ingin bercerai, hah?!" sergahnya padaku.Aku tidak mampu menjawab. Lidah ini terasa kelu. Ya Rabb ... aku ... aku harus bagaimana? Aku mengarahkan pandangan ke arah Bang Dion. Lelaki yang membawa masalah itu menyunggingkan senyuman sinis sembari mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Lelaki itu kemudian bangkit berdiri. "Wah ... jadi Mila sudah meminta cerai?" Wajah itu tampak sangat memuakkan."A-ada ap

  • Pengantin Titipan    Bab 55 : Meminta Cerai

    Tiba-tiba ia merenggangkan pelukannya. Sesaat kemudian terasa ranjang ini bergerak, pasti ia duduk. Aku masih membelakangi pria itu. "Lihat Abang!" Suara itu terdengar tegas menyuruhku.Aku bergeming."Mila! Lihat Abang sini!" ulangnya lebih tegas.Mau tidak mau aku pun membalikkan badan. Kutatap matanya dengan sendu. Yaa Allah, kuatkan hamba. "Aku mau cerai," ulangku sembari bangkit dan ikut duduk. Aku menyenderkan punggung ke kepala ranjang, menarik bantal ke atas pangkuan.Hening.Ia menatapku dengan sorot heran. Ya, tentu saja. Ia pasti merasakan perubahan sikap dan ia pasti memahami bahwa beberapa waktu ini aku sudah membuka hati untuknya. Bahkan aku memang telah jatuh hati kepada lelaki ini ... beserta sang anak. Aku menyayangi mereka berdua.Sebelah ujung bibirnya terangkat. "Tidak ... nggak akan pernah." Lelaki itu menyeringai, "jangan ajak Abang bercanda soal ini."Aku menatap denga

  • Pengantin Titipan    Bab 54 : Tenggelam

    "Hmmm ... kamu kenapa, sih, Sayang? Seperti banyak pikiran gitu." Bang Aldin mengecup rahangku setelah hajatnya terpenuhi.Aku menggeleng, kemudian menenggelamkan diri di dadanya. "Ya sudah, kita tidur. Abang juga ngantuk banget," ucapnya lirih.Aku hanya berdeham menjawab suamiku. Ya Allah, apa yang harus aku katakan ke Bang Aldin? Bagaimana kalau Bang Dion nekat memperlihatkan foto-foto itu kepadanya? Aku tidak mau kehilangan dirinya juga Ivan. Aku sangat mencintai mereka ya, Rabb ....***Sudah tiga hari semenjak Bang Dion mengirimkan foto-foto itu. Ia beberapa kali menghubungi dengan nomor baru. Tiap nomor barunya masuk, pasti langsung aku blokir.Akan tetapi, pria itu seperti tidak kenal dengan yang namanya lelah. Terus saja menerorku. Diri ini benar-benar stress dibuatnya.Sering aku kehilangan fokus ketika melakukan sesuatu. Beberapa kali Bang Aldin, Ivan, atau Bi Imah mengajak bicara, tetapi aku tidak

  • Pengantin Titipan    Bab 53 : Teror

    [Alhamdulillah baik, Bang,] balasku singkat.[Bang Aldin lagi keluar kota, ya?]Dahiku mengernyit. Tahu dari mana dia?[Iya. Kok, Abang tahu?][Tahulaah. Hehehe ....][Abang ada perlu apa?] Malas berbasa-basi, aku to the point saja.[Gak ada apa-apa. Abang cuma kangen sama kamu.]Kembali aku mengernyitkan dahi. [Maaf, Bang. Kalau gak ada yang penting, tolong gak usah menghubungi, ya ....] [Kamu kok, sombong sekarang, Mil? Kamu gak kangen sama Abang?]Huuuftt ... aku menghela napas panjang. Mengapa dengan lelaki satu ini? Dari dulu juga aku nggak pernah mau chatingan tidak jelas seperti ini. Aku tidak mau membalasnya lagi. Sudah mulai melantur dan tidak penting untuk dijawab.[Mil.] Masih kubaca.[Mil, ngomong dong!] Huh! Aku meletakkan ponsel ke atas nakas dan kubiarkan berbunyi dan bergetar. Ting! Ting! Ting!Berulangkali bunyi pesan masuk. Bahkan bertubi-tubi.Apa-apaan sih, Bang Dion ini? Akhirnya aku meraih benda segi empat itu lagi. Tampak beberapa foto dikirim olehnya. Foto-fo

  • Pengantin Titipan    Bab 52 : Terjadilah

    Tiba-tiba pundakku dipijat olehnya. Aku sedikit terkejut dan begidik. "Rileks," ujarnya dengan terus memijat lembut pundakku. Ya Allah ... ini enak banget ....Terdengar seperti laci yang digeser. Aku melirik ke belakang sebentar. Rupanya Bang Aldin mengambil minyak zaitun dengan aroma terapi yang waktu itu. Setelah membubuhkan beberapa tetes ketelapak tangannya, ia meletakkan tangan ke tengkukku. Ada desiran hangat di aliran darah ini. Akan tetapi, aku sungguh menikmati pijatannya. Benar-benar nyaman ....Ia menyingkap sedikit jubah handukku dan ... aku membiarkannya. Kupejamkan kelopak mata demi menikmati sensasi pijatan lembutnya. Tangannya menyusuri tengkuk, pundak, lengan atas, hingga ke punggung telanjangku. Entah mengapa aku membiarkannya. Makin lama jubah mandiku semakin terbuka. Napas di belakangku terdengar sedikit tersengal. Ia masih membelai dan memijat tubuh ini. Ranjang terasa bergerak. Perlahan terasa Bang Aldin mengecup

  • Pengantin Titipan    Bab 51 : Terlambat Menjemput

    Bu Fatma tersenyum di sana sembari mengacak rambut si bocah tampan."Bunda kenapa telat, sih?" rajuknya padaku."Iya, Bunda gak sengaja ketiduran tadi," ujarku penuh penyesalan.Ia mengerucutkan bibirnya. "Bu, maaf ya ...," ucapku pada Bu Fatma."Iya, Bunda," sahutnya."Makasih banyak." Aku menjabat tangan Bu Fatma dan kami pun pamit."Ivan mau apa, nanti Bunda beliin." Aku mencoba merayu bocah itu agar mau tersenyum. Wajahnya kini terlihat masam."Aku mau ke kantor Ayah!" katanya.Haduh! Aku tidak pernah ke kantor Bang Aldin sama sekali. Hanya tahu nama CV–nya saja. "Hmm ... Bunda gak tahu jelas alamat kantor Ayah. Kalau Pak supirnya nanya, Bunda gak bisa jawab.""Aku tahu!" kilahnya."Mmm ... oke. Kita ke sana, deh!" Akhirnya aku memutuskan untuk mencoba ke sana. Daripada bocah ini terus ngambek.Aku lalu memesan taksi online dan menulis alamat yang dituju. Ternyata ketika

  • Pengantin Titipan    Bab 50 : Kedatangan Bang Dion

    Setelah ia memarkir mobilnya, lelaki itu lalu keluar dan melangkah mendekat. "Assalamualaikum," ucapnya.Aku pun menjawab salamnya sembari berusaha menarik kedua ujung bibir ini. "Apa kabar, Mil?" tanyanya seraya mengulas sebuah senyuman, membuat wajahnya semakin terlihat manis."Alhamdulillah baik, Bang.""Boleh Abang masuk?" tanyanya."Mmm ... maaf, Bang. Lagi gak ada orang di rumah. Di sini aja, ya, kalau ada yang mau disampaikan," ujarku mempersilakannya duduk di kursi di teras tersebut. Aku tak nyaman jika hanya berdua di dalam rumah. Kalau di luar sini, paling tidak ada Pak Hari, satpam kami. Jadi, tidak akan menimbulkan fitnah, menurutku ...."Oh, oke!" sahut lelaki itu dan langsung ia pun duduk di sana."Aku ambil minum dulu ya, Bang," imbuhku.Ia mengangguk dengan senyuman yang masih setia di bibirnya.Setelah selesai menyeduh secangkir kopi instan, aku pun ke luar dan meletakkan cangkir itu d

  • Pengantin Titipan    Bab 49 : Ayah Meninggal Dunia

    Saat ini aku memutuskan untuk menerima apa pun yang terjadi. Mungkin memang ini takdir dari Yang  Mahakuasa bagiku. Terserah apa masa lalu Bang Aldin atau pun Bang Dion. Kini aku tidak mau memikirkannya lagi. Rasanya aku sudah lelah ...."Mil ... masuk! Sudah malam ini," suruh Bang Aldin kepadaku yang sedang duduk di teras kamar menghadap kolam renang.Aku tidak menyahut dan tetap bergeming tepekur di situ."Hei ...." Bang Aldin menyampirkan selimut ke bahuku."Makasih," lirihku tanpa menoleh ke arahnya."Sudah jam sepuluh. Kita tidur, yuk," ajaknya lagi."Abang tidur aja dulu," jawabku.Dia menghela napas, kemudian ikut duduk di sebelahku. "Dion ... dia bilang gak pernah mencintai Amel." Bang Aldin menyeringai. Aku tidak menanggapi dan tetap diam."Dia bohong," sambungnya."Terserahlah," ujarku malas.Dari sudut mata aku menangkap Bang Aldin menatapku dengan sorot heran. Ia kemudian

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status