"Jo-Joana? Ka-kamu bukankah kamu sudah di kurung?" Mata Karina terbelalak lebar melihat kedatangan Joana dengan kondisi baik-baik saja, seingatnya kemarin Erland sudah memerintahkan Nathan untuk mengurung wanita itu. Dengan wajah terkejut dia mengalihkan pandangannya menatap Nathan. "Dia hanya bilang untuk mengurungnya tidak menghukumnya." Ucap Nathan santai membalas tatapan Karina. "Lepaskan aku! Aku tidak bersalah!" Teriak Karina sembari berusaha melepaskan diri. PLAKK! Tamparan keras sukses mendarat di pipi Karina dengan mulus, Karina merasakan pipinya memanas dan perih bersamaan. Dia menoleh menatap Joana yang menamparnya dengan memasang sorot mata tajam, "Apa yang kamu lakukan!" Pekiknya tepat di depan wajah Joana. "Sepertinya kamu tidak akan mengaku dengan mudah." Ucap Joana tersenyum miring sembari menatap Karina seolah sedang merendahkannya. "Apa yang harus aku akui? Aku memang tidak bersalah dalam hal ini." Ucap Karina sembari menatap lurus ke arah Joana seolah s
*Kastil Darah*"Tuan nona Joana berada di Kastil tua peninggalan Raja John Treisio." Ucap seorang mata-mata melaporkan keberadaan Joana sembari berlutut memberi hormat."Persiapkan segalanya untuk menjemput nona Joana kembali.""Baik Tuan Felix."Felix Josephine seorang pria yang merupakan kakak kandung dari Joana Josephine, kini dia naik tahta setelah kematian kedua orang tuanya. Pria yang mengenakan pakaian bangsawan yang terlihat mewah berwarna merah berpadu dengan warna emas, lengkap dengan mahkota yang menghiasi rambut merahnya. 'Adikku sayang sudah cukup waktumu untuk bermain-main.' Gumam Felix sembari duduk dia atas kursinya.* * * * **Kastil Tua*"Erland!" Panggil Nathan dengan suara serius, dia melangkah menerobos kamar Emma yang tertutup rapat. Kemudian dia membisikan sesuatu yang sukses membuat Erland menyipitkan matanya dengan ekspresi bingung bercampur marah."Emma aku pergi dulu ada urusan mendadak," Ucap Erland sembari menatap Emma dengan serius. Sebelum pergi dia men
'Seberapa banyak yang sudah dia dengar?' Setelah mengganti pakaiannya, Erland berjalan dengan langkah cepat menuju kamar Emma. Di kepalanya sudah terbayang kemungkinan terburuk ketika Emma mengetahui identitas aslinya. "Hah ... Emma!" Panggil Erland sesampainya dia di depan pintu kamar Emma."Masuklah." Erland tertegun kala melihat pintu yang terbuka dan Emma yang berbicara menggunakan nada rendah yang terdengar dingin tidak seperti biasanya. Erland melangkah masuk mengekori Emma yang sudah berjalan lebih dulu. "Emma aku bisa menjelaskan semuanya." Ucap Erland dengan panik.Langkahnya terhenti kala melihat Emma berbalik menatapnya dengan tatapan datar, dari tatapan tersebut dia tidak merasakan emosi apapun di dalamnya. "Emma." Panggilnya dengan suara lirih sembari menatap mata Emma dengan sendu."Kamu tidak perlu menjelaskan apapun.""Emma aku minta maaf, aku benar-benar terpaksa." Ucap Erland sembari menunduk."Nathan sudah menjelaskan semuanya."Erland lantas mengangkat kepalanya,
'Kenapa dia selalu memiliki tugas saat bulan purnama?' Di kepala Emma terus berputar pertanyaan-pertanyaan mengenai hal itu, dia menatap Nathan yang sedang mengatur semua persiapan perjamuan yang akan di selenggarakan oleh Penguasa Kastil. Kini dirinya hanya bisa berdiam diri merasa bosan tanpa kehadiran Erland. Hari ini dia duduk di dapur sembari melihat para pelayan berlalu lalang, dia menyangga dagunya menggunakan tangannya sembari menghela nafas. 'Ini sudah dua hari sejak Erland pergi. Apakah tugasnya kali ini sangat sulit?' Batinnya sembari menatap lantai dengan tatapan kosong. Kemudian dia terpikirkan sesuatu, 'Apa aku tanya saja pada Nathan? Tapi, ah sudahlah percaya saja dengan Erland dia pasti kembali.' Batinnya sembari kembali menghela nafas kasar. Dia bangkit dan hendak pergi keluar dapur. "Kamu mau kemana?" Suara Nathan sontak membuatnya berhenti melangkah, dia menoleh dengan malas dia menjawab, "Aku ingin berkeliling." "Jangan lupa nanti malam datanglah ke perjamuan,
"Ayo aku antar ke kamar dan ganti gaunmu." Erland mengulurkan tangannya sembari tersenyum. Emma dengan senang hati menjabat uluran tangan Erland dan berjalan sembari bergandengan tangan. Di tengah perjalanan Emma tiba-tiba membuka suara dan berkata, "Kamarku terlalu jauh dari sini, bisakah aku membersihkan gaunku di kamarmu?" Pertanyaan Emma sontak membuatnya membulatkan mata merasa tersentak, dia tidak menyangka Emma akan meminta hal seperti ini. Meski bukan hal aneh tapi, selama ini dia tidak pernah menanyakan tentang keingintahuannya pasal dirinya. "Ah ... ten-tentu saja." Balas Erland sembari tersenyum menutupi kegugupannya. 'Kenapa tiba-tiba dia seperti ini?' Batin Erland sembari sesekali melirik Emma yang tengah berjalan di sampingnya dengan tenang. "Selamat datang di kamarku." Ucap Erland sembari tersenyum lembut menatap Emma. "Sedikit berbeda." Ucap Emma sembari pandangannya menyusuri ruangan tersebut. "Saat kita bertemu itu berada di area belakang kamar, kamu mau me
BRUAKKErland menendang pintu kamarnya dengan keras, dengan nafas menderu dia melangkah masuk mencari keberadaan Emma. "Emma!" Panggilnya dengan suara lantang, dia menyusuri sekitar kolam dan tidak menemukan apapun disana."Dimana di ... a," Mata Erland tertuju pada pintu ruang rahasianya yang sudah terbuka. Dia lantas berlari masuk ke ruangan tersebut berpikir Emma pingsan disana karena ketakutan namun, dia tidak menemukan gadis yang dia cari.Dia memukul tembok dengan keras untuk melampiaskan kemarahannya. 'Hanya seorang gadis biasa beraninya dia menipuku.' Gumamnya sembari menggertakkan giginya. Sekilas Erland yang dulu kembali lagi setelah kepergian Emma.Nathan yang menyaksikan kakaknya seperti itu merasa kalau kakaknya kini berubah kembali seperti dulu. 'Sepertinya hanya keberadaan Emma yang bisa merubahnya.' Batin Nathan, setelah itu dia kembali menyusuri keberadaan Emma lewat bau milik gadis itu. 'Si*al! dia mengganti aroma wewangiannya.' Karena tidak menemukan keberadaan Emm
Dalam tidurnya Emma seolah mendengar banyak suara yang memenuhi gendang telinganya. Dia mengernyitkan keningnya, perlahan berusaha membuka matanya yang terasa berat. Setelah membuka matanya, dia menghalangi pandangannya menggunakan punggung tangannya.Matanya yang baru saja teruka seolah akan dibutakan oleh sinar matahari yang measuk menerobos jendela. Setelah mengumpulkan seluruh nyawanya, dia lantas bangkit. Dia menggerakan tubuhnya dan merasakan tubuhnya yang awalnya lemas kini kemali berenergi.'Ini ... seingatku aku pingsan setelah keluar dari hutan.' Batin Emma sembari pandangannya menyusuri sebuah ruangan yang terbuat dari batu bata."Nona kamu sudah bangun." Ucap sebuah suara yang terdengar lembut dan snagat nyaman di dengar.Emma menoleh dan mendapati seorang wanita yang sepertinya lebih tua darinya menghampirinya sembari membawakan pakaian bersih untuknya. Dia menatap wanita yang memiliki penampilan rapi dengan rambut dikepang memanjang kebelakang serta beberapa helai rambut
"Bagaimana? Apa kamu merasa nyaman tinggal disini?"Emma tersenyum sembari mengangguk menatap Angela yang berjalan di sampingnya. Beberapa hari ini Angela sering mengajaknya melakukan aktivitas yang mengharuskannya berkumpul dengan warga desa lainnya. Dia merasa nyaman selama tinggal di desa tersebut terlebih lagi peran Angela yang seolah membuatnya memiliki seorang kakak."Angela apa setiap rumah selalu memiliki ladang mereka sendiri?" Tanya Emma sembari membawa sekeranjang sayuran di tangannya."Tidak semua, sebagian besar memang iya karena rata-rata profesi di desa adalah petani. Beberapa dari mereka juga sering pergi ke desalain untuk menjual hasil panen mereka untuk membeli daging." Jelas Angela dengan sabar sembari tersenyum."Emma kamu bisa pulang dulu, aku harus bertemu dengan pembeli yang memesan beberapa hari lalu." Ucap Angela."Baiklah, cepat pulang ya aku yang akan memasak." Balas Emma sembari sembari tersenyum dan melambaikan tangannya.'Aku harus mencari cara untuk bisa