'Kenapa dia selalu memiliki tugas saat bulan purnama?' Di kepala Emma terus berputar pertanyaan-pertanyaan mengenai hal itu, dia menatap Nathan yang sedang mengatur semua persiapan perjamuan yang akan di selenggarakan oleh Penguasa Kastil. Kini dirinya hanya bisa berdiam diri merasa bosan tanpa kehadiran Erland. Hari ini dia duduk di dapur sembari melihat para pelayan berlalu lalang, dia menyangga dagunya menggunakan tangannya sembari menghela nafas. 'Ini sudah dua hari sejak Erland pergi. Apakah tugasnya kali ini sangat sulit?' Batinnya sembari menatap lantai dengan tatapan kosong. Kemudian dia terpikirkan sesuatu, 'Apa aku tanya saja pada Nathan? Tapi, ah sudahlah percaya saja dengan Erland dia pasti kembali.' Batinnya sembari kembali menghela nafas kasar. Dia bangkit dan hendak pergi keluar dapur. "Kamu mau kemana?" Suara Nathan sontak membuatnya berhenti melangkah, dia menoleh dengan malas dia menjawab, "Aku ingin berkeliling." "Jangan lupa nanti malam datanglah ke perjamuan,
"Ayo aku antar ke kamar dan ganti gaunmu." Erland mengulurkan tangannya sembari tersenyum. Emma dengan senang hati menjabat uluran tangan Erland dan berjalan sembari bergandengan tangan. Di tengah perjalanan Emma tiba-tiba membuka suara dan berkata, "Kamarku terlalu jauh dari sini, bisakah aku membersihkan gaunku di kamarmu?" Pertanyaan Emma sontak membuatnya membulatkan mata merasa tersentak, dia tidak menyangka Emma akan meminta hal seperti ini. Meski bukan hal aneh tapi, selama ini dia tidak pernah menanyakan tentang keingintahuannya pasal dirinya. "Ah ... ten-tentu saja." Balas Erland sembari tersenyum menutupi kegugupannya. 'Kenapa tiba-tiba dia seperti ini?' Batin Erland sembari sesekali melirik Emma yang tengah berjalan di sampingnya dengan tenang. "Selamat datang di kamarku." Ucap Erland sembari tersenyum lembut menatap Emma. "Sedikit berbeda." Ucap Emma sembari pandangannya menyusuri ruangan tersebut. "Saat kita bertemu itu berada di area belakang kamar, kamu mau me
BRUAKKErland menendang pintu kamarnya dengan keras, dengan nafas menderu dia melangkah masuk mencari keberadaan Emma. "Emma!" Panggilnya dengan suara lantang, dia menyusuri sekitar kolam dan tidak menemukan apapun disana."Dimana di ... a," Mata Erland tertuju pada pintu ruang rahasianya yang sudah terbuka. Dia lantas berlari masuk ke ruangan tersebut berpikir Emma pingsan disana karena ketakutan namun, dia tidak menemukan gadis yang dia cari.Dia memukul tembok dengan keras untuk melampiaskan kemarahannya. 'Hanya seorang gadis biasa beraninya dia menipuku.' Gumamnya sembari menggertakkan giginya. Sekilas Erland yang dulu kembali lagi setelah kepergian Emma.Nathan yang menyaksikan kakaknya seperti itu merasa kalau kakaknya kini berubah kembali seperti dulu. 'Sepertinya hanya keberadaan Emma yang bisa merubahnya.' Batin Nathan, setelah itu dia kembali menyusuri keberadaan Emma lewat bau milik gadis itu. 'Si*al! dia mengganti aroma wewangiannya.' Karena tidak menemukan keberadaan Emm
Dalam tidurnya Emma seolah mendengar banyak suara yang memenuhi gendang telinganya. Dia mengernyitkan keningnya, perlahan berusaha membuka matanya yang terasa berat. Setelah membuka matanya, dia menghalangi pandangannya menggunakan punggung tangannya.Matanya yang baru saja teruka seolah akan dibutakan oleh sinar matahari yang measuk menerobos jendela. Setelah mengumpulkan seluruh nyawanya, dia lantas bangkit. Dia menggerakan tubuhnya dan merasakan tubuhnya yang awalnya lemas kini kemali berenergi.'Ini ... seingatku aku pingsan setelah keluar dari hutan.' Batin Emma sembari pandangannya menyusuri sebuah ruangan yang terbuat dari batu bata."Nona kamu sudah bangun." Ucap sebuah suara yang terdengar lembut dan snagat nyaman di dengar.Emma menoleh dan mendapati seorang wanita yang sepertinya lebih tua darinya menghampirinya sembari membawakan pakaian bersih untuknya. Dia menatap wanita yang memiliki penampilan rapi dengan rambut dikepang memanjang kebelakang serta beberapa helai rambut
"Bagaimana? Apa kamu merasa nyaman tinggal disini?"Emma tersenyum sembari mengangguk menatap Angela yang berjalan di sampingnya. Beberapa hari ini Angela sering mengajaknya melakukan aktivitas yang mengharuskannya berkumpul dengan warga desa lainnya. Dia merasa nyaman selama tinggal di desa tersebut terlebih lagi peran Angela yang seolah membuatnya memiliki seorang kakak."Angela apa setiap rumah selalu memiliki ladang mereka sendiri?" Tanya Emma sembari membawa sekeranjang sayuran di tangannya."Tidak semua, sebagian besar memang iya karena rata-rata profesi di desa adalah petani. Beberapa dari mereka juga sering pergi ke desalain untuk menjual hasil panen mereka untuk membeli daging." Jelas Angela dengan sabar sembari tersenyum."Emma kamu bisa pulang dulu, aku harus bertemu dengan pembeli yang memesan beberapa hari lalu." Ucap Angela."Baiklah, cepat pulang ya aku yang akan memasak." Balas Emma sembari sembari tersenyum dan melambaikan tangannya.'Aku harus mencari cara untuk bisa
Beberapa saat sebelumnya .... "Erland kamu mau kemana?" Tanya Nathan yang melihat Erland sudah mengubah tampilannya. "Aku ingin bertemu Emma." Balas Erland singkat. "Dia pasti akan mengenalimu." Ucap Nathan memperingatkan Erland. "Tidak akan. Bawa dia kesini!" Setelah menerima perintah tersebut athan lekas bergerak menyeret seorang pria yang sudah dia buat pingsan sebelumnya. Pria dengan baju coklat, celana coklat tua serta memakai sepatu buts. "Mau kamu apakan dia?" Tanya Nathan sembari menatap pria yang tidak sadarkan diri itu. "Lihat baik-baik." Ucap Erland sembari mengulurkan tangannya dan menggunakan sihirnya untuk menukar penampilan mereka berdua. Nathan yang melihat kelakuan kakaknya itu menepuk keningnya sembari menggeleng. "Jadi ini alasanmu menyuruhku menculiknya." Ucap Nathan tidak habis pikir dengan ide yang Erland pikirkan. "Lalu apa gunanya mata-mata yang kamu kirimkan?" "Tentu saja untuk melindungi Emma jika ada orang lain yang menyamar menjadi dia?" Ucap Erland
"Apa kamu balas dendam?" Joana tertunduk bingung mendapat pertanyaan semacam itu dari kakaknya. Dia memang merasa marah pada Erland karena membohonginya soal alasan kematian kedua orang tuanya namun, jika dikatakan untuk balas dendam dia tidak pernah memikirkan hal itu."Apa kamu akan diam saja setelah dia mempermainkanmu selama puluhan tahun ini?" Tanya Felix yang berusaha membangkitkan dendam yang terkubur dalam di hati Joana. "Joana dengar, jika kamu tidak ingin menghancurkan pria itu secara fisik maka setidaknya hancurkan dia secara mental."Mendengar ucapan kakaknya Joana lantas menoleh menatap Felix. "Apa maksudnya?" Tanya Joana yang tidak mengerti dengan rencana kakaknya."Joana aku tahu kamu sangat ingin menyingkirkan gadis biasa itu bukan? Kamu juga menginginkan Erland menjadi milikmu seutuhnya bukan?" Tanya Felix seolah dia telah memiliki sebuah cara mewujudkan keinginan Joana."Kak, maksudmu ... ?" Felix tersenyum sembari menatap Joana dengan tatapan penuh intrik rahasia.
"Sejak kapan kamu menyedarinya?"Erland yang berbaring tengkurap pun menoleh tegas menatap Angela yang berdiri disamping tempat tidurnya. Dengan santai dia merubah posisinya yang awal berbaring menjadi duduk di tepi tempat tidur sembari memakai pakaiannya."Samuel sangat takut dengan air terjun, dia tidak akan melakukan apa yang kamu lakukan." Balas Angela dengan santai seolah dia telah mengenal orang di hadapannya dengan waktu yang lama."Dia tidak akan tahu Samuel memiliki sihir atau tidak. Selain itu, lukamu akan membekas." Tambah Angela dengan santai sembari menunjuk punggung Sameul."Aku tidak akan mati hanya karena bekas luka." Balas Samuel dengan singkat."Sampai kapan kamu akan menjadi dia?""Itu bukan urusanmu. Tugasmu hanya mengawasi Emma dan mencari menyebar rumor kebaikanku," Balas Samuel palsu yang mengingatkan Angela akan tugasnya. "Dan jangan lupa, hidupmu adalah hadiah dari kebaikanku 50 tahun lalu." Tambah Erland yang sedang menyamar itu.Mendengar itu Angela hanya be