Di selasar Istana Taiyang menuju aula Istana di mana Kaisar Gao sedang memimpin pertemuan dengan para Menterinya, seorang Panglima kini tengah berlari tergesa-gesa menuju aula Istana. Tiba di dalam aula, Panglima ini segera berlutut beberapa zhang di hadapan Kaisar Gao."Salam, Yang Mulia. Sun memberi hormat kepada Yang Mulia." Panglima yang menyebutkan namanya sebagai Sun tersebut menunduk sambil mengatupkan kedua tangannya di depan tubuhnya."Panglima Sun, ada apa? Mengapa kamu mengganggu pertemuanku dengan para Menteri Istana?" tukas Kaisar Gao yang merasa terganggu dengan kehadiran bawahan dari salah satu Jenderal terpercayanya itu. "Yang Mulia, ada sesuatu yang hendak hamba laporkan." Ucap Panglima Sun lagi. "Katakan!" titah Kaisar Gao sambil menatap Panglima Sun dengan wajah gusar. "Pagi ini, Yang Mulia. Seperti biasa hamba bersama dua bawahan hamba pergi untuk memeriksa penduduk setempat. Dan ketika hamba berhenti untuk beristirahat sebentar, hamba mendengar beberapa orang s
Sore hari, Feng Huang dan Jinlong sedang menyusuri jalan setapak menuju Sekte Burung Api ketika 3 ekor kuda melintas di samping mereka dengan kecepatan penuh."Hati-hati!" Jinlong menarik lengan Feng Huang ke arahnya agar Feng Huang tidak tertabrak oleh ketiga ekor kuda tersebut. Usai menyelamatkan istri kecilnya ia langsung menatap tajam pada ketiga penunggang kuda yang menurutnya sangat tidak tahu aturan."Jirah itu... Bukankah itu jirah perang milik Istana Taiyang!" celetuknya.Feng Huang sontak memperhatikan ketiga penunggang kuda yang baru saja melewati dirinya."Benar, jirah-jirah yang dikenakan oleh ketiga penunggang kuda itu sangat mirip dengan jirah yang dikenakan oleh kedua Jenderal yang pernah dibawa oleh Kaisar Gao ke Sekte Burung Api. Tapi... Mengapa sekarang mereka kembali ke Sekte Burung Api?" ia mengerutkan keningnya lalu berpaling pada Jinlong dengan wajah penuh tanda tanya."Mungkinkah kekasihmu itu belum menyerah padamu?" sindir Jinlong sinis."Ah, kamu masih cembur
Di tengah pengejaran kedua Jenderal dan Panglima Sun, tiba-tiba... Brakk!! Srett!! Suara barang jatuh yang sangat keras dan terseret rerumputan di belakang tubuh kedua Jenderal, membuat kedua Jenderal Kaisar Gao yang bertubuh kekar itu reflek menghentikan pengejaran dan membalikkan tubuh mereka. Sekitar 2 zhang di depan sana, mereka menemukan Panglima Sun sedang terduduk di atas rumput. Meringis sambil memegang perutnya, seolah seseorang baru saja menyerangnya. Namun penyerang tersebut sama sekali tidak terlihat di mana-mana. "Panglima Sun, ada apa?!" teriak salah seorang Jenderal dengan wajah cemas. Sementara Jenderal lainnya sibuk mengedarkan pandangannya, menyapu seluruh area di hadapan Sekte Burung Api dengan netranya. "Kedua Jenderal, berhati-hatilah. Ada seseorang yang sedang mengikuti kita saat ini," ujar Panglima Sun memperingatkan. Kedua Jenderal segera memasang sikap waspada, menunggu kemungkinan terburuk yang akan menghampiri mereka. Masalahnya saat ini mereka tidak
Di ruang baca Kaisar Gao, 3 Pengawal berlutut di hadapan Penguasa Benua Zhejiang itu yang tengah memeriksa sebuah gulungan yang baru ia terima sore tadi. Tidak satu pun dari ketiga pengawal yang menemui Kaisar Gao itu berani mengangkat wajahnya untuk menatap Kaisarnya. "Sudah hampir satu dupa kalian berlutut, tidak adakah satu orang pun yang bersedia menjelaskan mengapa kalian berani menggangguku di saat aku sedang bekerja?"Sebelum membuka mulutnya, ketiga pengawal yang sedang berlutut saling bertukar pandang dengan rekannya. Lalu, satu orang pengawal memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan dari Kaisar Gao yang terdengar dalam nada dingin itu. "Am-ampun, Yang Mulia. Ka-kami ingin melaporkan sesuatu pada Yang Mulia," ucap pengawal itu terbata dengang kedua tangan menangkup di depan tubuhnya. "Katakanlah!" Kaisar Gao menggulung kembali gulungan yang tengah ia pegang kemudian meletakkannya di sudut meja kerjanya. Di atas gulungan-gulungan lain yang terdapat di sana. "Ya-Yang Mul
"Tetua Shu hanya berbicara beberapa patah kata tadi sore. Tetapi mengapa Yang Mulia pergi begitu saja?" Feng Huang menatap Jinlong yang sedang melangkah memasuki kamar sambil memasang wajah datar. Sejak sore Jinlong telah menghilang setelah terakhir kali suaminya itu berbicara dengan Shu Haocun. Entah ke mana Jinlong pergi, tapi Jinlong baru kembali saat ini. Di saat jeritan binatang malam mulai terdengar. "Apakah kamu sudah memperingatkan si tua itu agar tidak lagi memanggilku dengan panggilan Tuan Muda Jin?""Sudah.""Lalu apa jawabannya?" Jinlong menghampiri Feng Huang yang tengah duduk di salah satu kursi, lalu menjatuhkan bokongnya di kursi lainnya yang terdapat tepat di samping Feng Huang. "Kata Tetua Shu, mulai besok dia akan memanggilmu dengan panggilan Tuan Muda Long." Ujar Feng Huang sembari terkikik geli. "Hmmm... Berani sekali dia," dengus Jinlong gusar. "Sekarang acuhkan dulu tentang Tetua Shu, bagaimana tentangmu, Yang Mulia? Apa saja yang telah kamu lakukan sore ini
Di dalam kamar, Feng Huang membuka matanya setelah satu dupa Jinlong meninggalkan kamar. Tidak sulit baginya untuk mengetahui kapan Jinlong masih ada di dekatnya ataupun kapan suaminya itu telah menghilang. Karena ia terhubung secara langsung dengan Jinlong apabila suaminya itu masih berada sangat dekat dengannya. "Ke mana dia? Apakah malam ini dia benar-benar akan menunggu utusan lainnya yang kemungkinan akan dikirim oleh Kaisar Gao ke sini?" Feng Huang mengangkat tubuhnya kemudian ia menurunkan kakinya dari atas dipan untuk berdiri tegak di samping dipan. "Haruskah aku mencarinya? Atau..."Syuhh!! Syuhh!! Tepp!! Tepp!! Mendengar suara tersebut, Feng Huang pun menajamkan pendengarannya. Suara samar-samar itu terdengar bak langkah kaki dua orang tengah mendarat di atas atap kamar. Dan hal itu membuatnya sontak mengangkat wajahnya untuk menatap langit-langit kamar. "Huh, mungkinkah tebakan Yang Mulia benar?" ia mengerucutkan bibirnya, sementara matanya nanar menatap ke arah asal sua
Brakk!! Gong Fai tersentak kebingungan ketika ia melihat Chang Fan jatuh dengan keras dan menggelinding menghampiri kakinya. "Dia..." Sama sekali tidak pernah ia duga bahwa wanita bertubuh kecil yang sejak tadi terus ia perhatikan mampu menjatuhkan Chang Fan yang bertubuh hampir dua kali lipat lebih besar dari wanita tersebut. "Wanita ini..." Sebelum Gong Fai sempat menyelesaikan kalimatnya... Syuh!! Sebuah tinju mendesing cepat ke arahnya, dan demi menangkis serangan tersebut Gong Fai dengan cepat meraih goloknya yang tersampir di belakang punggungnya. Kemudian menyilangkan golok besar itu di depan tubuhnya. Dukk!! Tringg!! Golok keras yang seharusnya tidak akan menekuk kala terkena pukulan, kini melenting ke belakang dan terkibas mengenai lengan Gong Fai. Bukan hanya goloknya saja yang tak mampu bertahan menghadapi pukulan itu, Gong Fai sendiri sampai terseret beberapa langkah ke belakang. "Tidak mungkin!" Gong Fai meringis sambil menyentuh lengannya yang baru saja tersabet g
Pagi ini Feng Huang meninggalkan kamarnya sambil menekuk wajahnya. Di belakang Feng Huang, Jinlong mengikuti istri kecilnya itu sembari tersenyum tipis. ia sangat bahagia pagi ini karena telah berhasil bercocok tanam dengan giat demi menumbuhkan benih calon pewarisnya di rahim Feng Huang. "Feng?""Jangan ganggu aku!""Hmmm...""Jie?!"Feng Huang dan Jinlong sontak mengangkat wajah dan melemparkan pandangan ke arah seseorang yang baru saja berteriak itu. Sekitar 5 zhang dari tempat mereka melangkah Shu Haocun tampak berdiri di hadapan para murid Sekte Burung Api. "Mau apa si tua itu?" dengus Jinlong gusar ketika ia mengetahui siapa yang baru saja berteriak memanggil istri kecilnya. "Ada apa dengan Tetua Shu? Mengapa pagi ini wajahnya cerah sekali seperti bulan purnama?" celetuk Feng Huang, ia berpaling ke arah Jinlong dan menatap suaminya itu dengan wajah penasaran. "Jangan menatapku!""Mengapa?""Karena bukan aku yang telah memanggilmu.""Cih." Sungut Feng Huang sebal, kemudian m
Setelah Raja Iblis dikirim kembali ke Sungai Akhirat-- Feng Huang pun menjentikkan jarinya untuk mengembalikan Kaisar Gao yang sedang terluka ke kapal yang ditumpangi oleh Shu Haocun dan keempat Tetua Sekte. Ia dan Jinlong tidak menghampiri para Kultivator di kapal itu, melainkan hanya melambaikan tangan saja dari atap Istana Jinlong. Di saat yang sama, Hong Hu juga berpamitan pada Feng Huang dan Jinlong untuk kembali ke rakyatnya yang masih berada di hutan perbatasan. Sepeninggal Hong Hu, Feng Huang dan Jinlong memutuskan untuk kembali ke Alam Langit demi menemui para Dewa dan Dewi yang selama lebih dari 500 tahun telah dibiarkan hidup tanpa Pemimpin mereka. ***Keesokan harinya, keadaan di Benua Zhejiang kembali seperti sedia kala. Di Istana Taiyang, dua Tabib Istana sibuk bolak-balik ke ruangan kerja Kaisar Gao untuk mengobati Kaisar mereka itu. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" tanya Gong Fai pada seorang Tabib yang baru keluar dari kamar pribadi Kaisar Gao.Tabib itu mengernyit
Tanpa Feng Huang duga, Jinlong yang sejak tadi telah mencoba untuk tidak tertawa keras-- Kini justru terbahak di sampingnya. Melihat tingkah Suaminya itu, ia pun menghela nafas gusar. "Huftt!" ia mengerucutkan bibirnya lalu melemparkan pandangannya pada Raja Iblis yang saat ini telah berdiri tegak di atas rerumputan sambil menatap ke arahnya.Sejak Feng Huang menampakkan wujudnya, semua yang berada di balik kabut tebal sudah mengetahui di mana ia berada, termasuk Raja Iblis."Sekarang kamu sudah muncul? Bagus, jadi terimalah pembalasanku!!" teriak Raja Iblis yang langsung menyerang Feng Huang dengan senjata andalannya, yaitu pemusnah raga Dewa.Feng Huang menghindari serangan tersebut hanya dengan memiringkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada Jinlong, membuat serangan Raja Iblis itu tidak berhasil menyentuhnya dan justru melewatinya begitu saja."Apakah dia pikir ini adalah pertempuran 515 tahun yang lalu?" dengusnya.Jinlong hanya tersenyum smirk mendengar ocehan Istrinya i
"Bukankah itu maksud kedatanganku ke sini?" "Jika kamu bertemu dengannya, apakah kamu akan melakukan pertarungan dengan jujur kali ini?!" tukas Jinlong sambil menatap Raja Iblis dengan sebelah alis terangkat naik. "Selain itu, aku juga masih ingat bahwa di pertempuran kita yang terakhir kali di Alam Langit-- Saat itu kamu telah melukai Permaisuriku secara diam-diam." Lanjutnya lagi, di saat yang sama salah satu sudut bibirnya terangkat naik membentuk senyum sinis. Senyum Raja Naga itu yang seolah merendahkan kemampuannya, tentu saja membuat Raja Iblis menjadi geram. Ia bahkan berjanji di dalam hatinya akan membuat Raja Naga menyesali apa yang telah dilakukannya dengan cara membunuh Feng Huang di hadapan Raja Naga."Mengapa tidak perintahkan saja Istrimu untuk menampakkan wujudnya?!" cetus Raja Iblis lantang dengan kedua tangan yang terkepal dan rahang yang mengeras.Sesaat kemudian, suara pekikan pheonik memenuhi semua area di balik kabut tebal. Bersamaan dengan itu, seekor pheonik
Di dalam Istana Jinlong, saat ini Jenderal Shui sedang menahan lengan Jenderal Xiao yang sedang terbakar amarah agar tidak mengejar Raja Iblis. Dan sekeras apapun Jenderal Xiao memberontak, ia hanya terus menatap Sahabatnya itu. "Lepaskan, Jenderal Shui!!" teriak Jenderal Xiao garang sambil menyentakkan lengannya yang sedang dipegang oleh Jenderal Shui. Namun Jenderal Shui semakin mengeratkan genggamannya pada lengan Jenderal Xiao hingga ia mendapatkan pelototan dari Jenderal Xiao. Beberapa saat yang lalu, sebelum mengejar Jenderal Xiao ke dalam Istana-- Jenderal Shui dan Hong Hu bekerja sama terlebih dahulu untuk menjatuhkan ketiga bawahan Raja Iblis. Sebab saat itu, Raja Naga sedang menghukum Jenderal Tiong dengan mengurung sebagian tubuh sebelah bawah Jenderalnya itu di dalam bongkahan batu es. Bahkan kedua kepalan tangan Jenderal Tiong ikut dibuat membeku.Setelah membuat ketiga bawahan Raja Iblis tak lagi berkutik, ia lalu menitipkan mereka pada Hong Hu untuk mengejar Jenderal
"Rajaku, hanya 3 Iblis yang masih bertahan sejauh ini. Dan dengan sisa kekuatan ini hamba pikir kita tidak akan bisa menghadapi Raja Naga juga kedua Jenderalnya. Jadi... Bagaimana jika kita..."Raja Iblis tidak menanggapi ucapan dari salah seorang bawahannya itu, ia justru melirik ke arah Istana Jinlong. Kebetulan kini ia telah berada sangat dekat dengan Istana tersebut, jika ia bisa secepat mungkin berkelebat ke dalam Istana untuk menemukan Feng Huang lalu membunuhnya-- Maka pengorbanan beberapa bawahannya kali ini tidak akan sia-sia.Hanya masalahnya, di bagian mana Istana wanita itu berada sekarang?Ketika pertanyaan ini berkelebat di dalam benaknya, Raja Iblis pun mendengus gusar.'Apakah aku benar-benar tidak bisa menemukan wanita itu?' ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah pembatas api dan air. Ada beberapa retakan tampak di bagian atas pembatas, melihat hal itu ia tersenyum licik.Namun, tanpa Raja Iblis duga-- Dari Langit tiba-tiba dua buah cincin emas melesat cepat ke arahn
Pertarungan di pulau terjadi dengan sengit, serangan demi serangan bahkan beberapa kali mengenai dinding pembatas api dan air. Saat itu terjadi, semua Kultivator yang berada di luar pembatas menahan nafas menyaksikan pertempuran antar Raja Naga dan Raja Iblis. Dan, di tengah-tengah kecemasannya akan nasib Benua Zhejiang, Kaisar Gao pun berpikir. Ia tidak bisa hanya diam saja mempertahankan pembatas sedangkan nasib semua penduduk di Benua Zhejiang dan sekitarnya sedang berada di ujung tanduk. "Te-Tetua Shu!" panggilnya pada Shu Haocun. Shu Haocun sontak berpaling setelah ia mendengar panggilan itu, netra tuanya nanar menatap Kaisar Gao. Mencoba mencari tahu apa yang ingin Kaisar Gao bicarakan padanya. "Ada apa, Yang Mulia?" tanyanya dengan kening berkernyit. "Bisakah Tetua Shu menjelaskan padaku, di mana aku bisa menemukan Permaisuri Raja Naga?" tanya Kaisar Gao. Shu Haocun berpikir sejenak, kemudian ia berpaling ke arah Biksu Changyi. Setelah saling bertukar isyarat... Shu Haocun
Netra Raja Iblis yang tajam berkeliaran, meneliti satu persatu ruangan Istana Raja Naga. Apa yang dilakukan oleh Raja Iblis itu tidak luput dari pandangan Jinlong, ia bahkan tersenyum tipis kala menyadari apa yang sedang dicari oleh Raja Iblis. Hingga suara erangan tertahan menyentakkannya dari mengamati Raja Iblis. Caping telinganya bergerak pelan mencoba mencari asal suara, sementara netranya berputar mengamati sekitar pulau. Hingga netranya jatuh pada sesosok tubuh yang berada di atas pundak Raja Iblis. Tubuh itu bergerak, dari sanalah erangan yang baru ia dengar berasal. Bukan hanya Jinlong yang tersentak mendengar erangan tadi, Raja Iblis yang tengah fokus mencari Feng Huang juga sama terkejutnya di saat ia menyadari kalau Hong Hu mulai tersadar di pundaknya. Tidak ingin Hong Hu kembali berontak padanya, Raja Iblis pun mengangkat tangannya untuk menyentuh kepala Hong Hu. Namun, tanpa ia duga, tiba-tiba... Wussh!! Hembusan sedingin badai salju memukul pergelangan tangannya. M
"Jenderal Shui, pembatas air!" titah Jinlong. Dengan cambuk air di tangannya, Jenderal Shui berkelebat melewati Raja Iblis dan ke tujuh bawahannya. Ia mengambang 30 kaki dari permukaan Laut Xishi lalu memecutkan cambuknya ke atas permukaan air laut. Permukaan air bergemuruh, air bergolak mengelilingi pulau di balik kabut. Naik ke atas membentuk pembatas air setinggi 100 kaki. "Sekarang, Jenderal Xiao!" teriak JinlongDua tombak Jenderal Xiao beradu, percikan api besar pun meluncur ke angkasa dan membentuk sebuah kubah api raksasa. Dua perpaduan elemen yang saling bertolak belakang dalam membentuk pembatas ini, membuat kagum para Kultivator yang baru saja menembus kabut tebal dengan belasan perahu. "Hentikan perahu!!" teriakan Shu Haocun menggema. Para juru kemudi segera menarik energi kultivasi mereka yang mereka pergunakan untuk menggerakkan perahu agar perahu segera berhenti. Di saat perahu-perahu itu telah berhenti sempurna tak jauh dari pembatas, Shu Haocun segera mendekati
Di pulau di balik kabut, di Istana Jinlong. Prajurit-prajurit Alam Langit yang ditugaskan untuk menjaga Istana, kini sedang mengumpulkan para pelayan yang dulunya merupakan korban persembahan untuk Dewa Naga di dalam sebuah ruangan. Setelah semua pelayan berkumpul di ruangan tersebut, sekeliling ruangan itu langsung disegel dan diberi penghalang oleh Jenderal Xiao. Agar jika Raja Iblis benar-benar menyerang Istana ini nantinya, maka para pelayan itu akan tetap aman. Usai dengan tugasnya, Jenderal Xiao pun pergi menemui Kaisarnya yang menunggu kedatangan Raja Iblis di depan Istananya bersama dengan Jenderal Shui. "Bagaimana dengan tugasmu, Jenderal Xiao?" lontar Jinlong ketika ia menyadari kehadiran bawahannya itu. Jenderal Xiao mengangguk, "Semua sesuai dengan perintah Yang Mulia," sahutnya, sembari mengambil tempat di sisi kanan Jinlong. Seperti halnya Jenderal Shui dan Jinlong, ia ikut melemparkan pandangannya ke arah perairan, di mana saat ini dari kejauhan... Kedatangan Raja Ibl