Beberapa saat kemudian di dalam kamar Nyonya Besar, Yu Jie yang baru saja memasuki kamar bersama Chun langsung memberi hormat ketika ia bertemu sang Nyonya Besar yang merupakan Nenek kandungnya sendiri.
"Salam Nenek." Ia membungkukkan tubuhnya di hadapan Nyonya Besar setelah Chun melepaskan lengannya."Chun, juga memberi salam kepada Nyonya Besar," ucap Chun mengikuti tingkah Majikannya sembari membungkuk lebih rendah dari Yu Jie.Melihat kehadiran Cucu kesayangannya bersama pelayan setianya, Nyonya Besar hanya menyunggingkan senyum di bibirnya, "Kalian berdua, berdirilah!" perintahnya dengan suara lembut."Terima kasih Nenek.""Terima kasih Nyonya Besar."Yu Jie dan Chun menegakkan tubuhnya lalu melemparkan pandangannya pada wanita paruh baya yang sedang duduk di atas dipan. Meskipun wajah wanita itu telah tampak termakan usia, masih ada sisa-sisa kearifan yang terlihat di sana. Hal itu yang membedakan Nyonya Besar dari Li Mei. Nyonya Besar memiliki tata krama seorang Bangsawan sejati, sama halnya dengan Ibu Yu Jie dulu. Itu sebabnya Nyonya Besar sangat menyayangi menantunya itu, bahkan baginya hanya Ibu Yu Jie yang pantas untuk menjadi menantunya."Jie, kemarilah!" panggil Nyonya Besar pada Yu Jie.Dengan senyum di bibirnya Yu Jie menganggukkan kepalanya kemudian melangkahkan kakinya untuk menghampiri Neneknya. Setibanya di hadapan dipan Nyonya besar, ia pun perlahan menjatuhkan bokongnya di atas dipan, tepat di samping Nyonya Besar."Maafkan Jie, Nek. Karena Jie terlambat menemui Nenek," ucapnya sopan.Nyonya Besar berdecak, kali ini ia sedikit jengah dengan sikap yang selalu Yu Jie perlihatkan padanya. Selama ini dari ketiga Cucunya hanya Yu Jie saja yang selalu terlihat sungkan padanya persis seperti Ibunya yang lembut, padahal ia sangat menyayangi Yu Jie."Kamu ini... Mengapa kamu tidak bisa seperti gadis lain yang selalu bermanja pada Neneknya?!"Yu Jie tersenyum kecut mendengar hal itu, perlahan ia mengangkat wajahnya untuk menatap Neneknya, "Walau begitu, Nenek tidak akan mengusir Jie dari kediaman, kan?" selorohnya."Tentu saja tidak," tukas Nyonya Besar, "Mana mungkin Nenek mengusirmu dari sini, karena rumah Nenek juga adalah rumahmu. Tetapi kamu jangan lupa! Umurmu sekarang sudah memasuki umur untuk menikah," nasehatnya pada Yu Jie sambil memasang wajah sebal, "Daripada harus menerima perlakuan dari wanita Iblis itu di kediaman ini, bukankah akan lebih baik jika Nenek segera mengirimmu ke rumah calon suamimu?" tambah Nyonya Besar lagi. ."Calon suami?" Yu Jie mengerucutkan bibirnya, "Apakah Nenek sangat membenci Jie? Jadi Nenek ingin agar Jie segera pergi meninggalkan Nenek?" sungutnya seraya menekuk wajahnya, ia sengaja berpura-pura merasa terluka di hadapan Nyonya Besar. Padahal ia telah mendengar tentang semua rencana Nyonya Besar yang ingin mengirimnya untuk memasuki Istana dari Chun."Bukan begitu," sanggah Nyonya Besar, ia berpaling pada Yu Jie lalu meraih kedua tangan cucunya itu kemudian menggenggamnya dengan penuh kasih. "Jie, sebentar lagi pihak Istana Taiyang akan mengadakan pemilihan untuk mencari Selir bagi Kaisar Gao. Dan di Zhejiang ini, hanya ketampanan Kaisar Gao yang belum ada tandingannya. Jadi, selain Kaisar Gao... Nenek pikir tidak ada orang lain lagi yang pantas untuk menjadi suamimu. Karena itu Nenek ingin mengirimmu ke Istana. Mungkin setelah melihatmu, kelak Kaisar Gao akan mengangkatmu untuk menjadi Selir Utamanya.""Tapi Nek, Jie dengar sangat sulit untuk menjadi Selir Utama Kaisar Gao. Lagipula selama ini sudah berapa banyak gadis cantik yang dikirim ke Istana? Namun tak satu pun dari mereka yang diangkat oleh Kaisar Gao untuk menjadi Selir Utamanya," dengus Yu Jie. Walau selama ini ia tidak pernah diperkenankan untuk meninggalkan kediaman, berita di luar tembok kediaman sebenarnya tidak pernah Yu Jie lewatkan. Karena di sisinya ada Chun yang selalu memberikan informasi padanya tentang kejadian terbaru yang sedang terjadi di wilayah Zhejiang. Termasuk tentang betapa sulitnya menangani seorang Kaisar Gao.Kaisar Gao adalah Penguasa Zhejiang yang sangat terkenal akan keatletisan tubuhnya dan juga wajahnya yang rupawan. Hanya sayangnya ia sangat pemilih dalam hal mencari Selir. Tidak hanya itu... Kaisar Gao juga sangat mencintai kekuasaan. Itu yang membuat Yu Jie tidak terlalu tertarik padanya.Sejujurnya jika saja Yu Jie diberi kesempatan untuk keluar dari kediaman, ia sangat ingin mencari sendiri seorang pria untuk menjadi calon suaminya. Meskipun apa yang dikatakan Nyonya Besar padanya juga tidak salah. Karena Yu Jie memang pernah mendengar dari Chun bahwa semua penduduk Zhejiang telah menobatkan Kaisar Gao sebagai pria paling menarik dan juga calon suami yang ideal bagi putri-putri mereka."Tapi... Aku masih tidak percaya kalau di luar sana tidak ada pria yang lebih menarik darinya," rutuk Yu Jie dalam hati.***Dua minggu kemudian... Pagi ini kesibukan terlihat di kediaman Bangsawan Yu. Dari pagi-pagi sekali Li Mei dan putranya Li Qi asik mempersiapkan semua kebutuhan Li Qui untuk memasuki Istana Taiyang sebagai calon Selir dari Kaisar Gao.Di saat yang sama, Nyonya Besar juga tengah bersiap-siap untuk mengirim Yu Jie ke Istana. Hanfu berwarna hijau muda dengan list hijau tua yang terbuat dari sutra terbaik, ia berikan kepada Yu Jie untuk dikenakan oleh Cucu kesayangannya itu. Dan warna alam itu terlihat sangat cantik kala Yu Jie mengenakannya di tubuhnya.Tadinya Nyonya Besar sempat meminta Yu Jie untuk mengenakan hanfu berwarna merah muda, tetapi Cucunya itu menolaknya dengan halus. Sejak kecil Yu Jie memang tidak pernah menyukai warna-warna yang mencerminkan sisi wanita tersebut. Menurut Yu Jie warna itu tidak pantas untuknya. Lebih tepatnya tidak pantas untuk kepribadian kerasnya yang selalu ia sembunyikan dengan baik."Di mana-mana anak gadis seusiamu biasanya akan menyukai warna merah muda," tukas Nyonya Besar setelah melihat penampilan Cucunya."Nenek, Nenek tidak bisa menyamakan Jie dengan mereka," protes Yu Jie, ia mengerucutkan bibirnya dengan sebal di hadapan Nyonya Besar. "Hanya gadis biasa yang akan menyukai warna merah muda, sementara Jie... Bukankah Jie adalah Cucu Nenek?" lontarnya sembari memilin helaian rambutnya yang jatuh ke depan dadanya dengan jemarinya.Tanpa Yu Jie sadari... Ucapannya itu telah membuat Nyonya Besar tersenyum kecut. Karena sifat Yu Jie itu mengingatkannya akan almarhum menantunya yang memiliki ilmu kultivasi tinggi. Meski selalu terlihat lembut, Ibu Yu Jie sebenarnya adalah wanita yang sangat dihormati. Dulu ia bahkan harus merayu Kakek Yu Jie agar bersedia menikahkan Shu Xiuying dengan putranya. Dan untungnya ia mendapatkan dukungan dari Shu Xiuying yang langsung menerima lamarannya. Meski banyak mak comblang yang telah datang pada Shu Xiuying dan meminta Shu Xiuying untuk menerima lamaran dari Tuan Muda lainnya yang sama-sama berasal dari keluarga Bangsawan."Kamu ini... Mengapa sifatmu ini sangat mirip sekali dengan Ibumu?" cetus Nyonya Besar lelah, setelah ia tidak berhasil meluluhkan sifat keras kepala Cucunya."Bukankah itu bagus?" seloroh Yu Jie."Yayaya." Nyonya Besar menggeleng gusar. Nyatanya ia memang menyukai sifat Shu Xiuying sesuai dengan tebakan Yu Jie. Karena selain cantik, Shu Xiuying juga lembut dan tegas. Entah bagaimana dua sifat yang saling bertolak belakang itu terdapat pada kepribadian menantunya itu. Tetapi hal itulah yang membuat Shu Xiuying memiliki nilai tambah di matanya. Begitu pula dengan Yu Jie. "Apakah kamu sudah siap untuk pergi?" tanya Nyonya Besar seraya menatap Yu Jie."Sudah, Nek," sahut Yu Jie."Kalau begitu pergilah sekarang!" titah Nyonya Besar.Selama hampir satu sichen dua kereta mewah dari Kediaman Yu terus berlari dengan kecepatan sedang menuju Istana Taiyang. Salah satu dari kereta tersebut ditempati oleh Yu Jie bersama Chun, sementara kereta lainnya ditempati Li Qui bersama pelayan setianya. Nyonya Besar sengaja tidak menempatkan Yu Jie dan Li Qui di dalam satu kereta, sebab ia tahu kalau Li Qui selalu iri terhadap Yu Jie dan kerap mengganggu Yu Jie tanpa sepengetahuan dirinya. Ia menerima laporan itu dari beberapa pelayan setia yang telah ia tempatkan di kediaman untuk menjaga Yu Jie secara diam-diam. Dan saat ini, dari dalam kereta yang membawanya menuju Istana Taiyang, Li Qui menyibak tirai jendela kereta yang berada di sisi kiri tubuhnya. Ia memperhatikan kereta Yu Jie yang bergerak di depan kereta yang ia tumpangi. Ada kecemburuan besar yang ia rasakan untuk Saudari tirinya itu yang pagi ini telah berhasil mendominasi perhatian Nyonya Besar hingga sang Nenek tidak memperhatikannya sama sekali ketika ia akan menin
Terlalu letih setelah menjalani pemeriksaan setengah hari ini, Yu Jie pun akhirnya terlelap. "Feng, Feng Huang!" Suara seorang pria tiba-tiba terdengar, suara itu sangat lirih menyapu indera pendengaran Yu Jie hingga ia mencoba untuk membuka matanya yang terasa berat. Di saat matanya telah terbuka lebar, Yu Jie seketika merasa bingung karena kini ia tidak lagi berada di dalam aula melainkan di sebuah tempat yang sangat asing. Tempat ini tampak seperti sebuah taman yang indah, bunga-bunga beraneka warna terhampar di depan matanya. "Feng Huang."Suara itu kembali terdengar, tetapi tidak ada seorang pun yang Yu Jie temukan di taman ini. Selain padang bunga dan kabut putih tebal yang membatasi jarak pandangnya. "Pheonikku, kemarilah!"Yu Jie mengangkat wajahnya, ia memicingkan matanya ke arah kabut tebal karena suara yang baru saja ia dengar seolah berasal dari dalam kabut tersebut. "Feng Huang? Aku adalah suamimu!" Seorang pria tiba-tiba menyeruak kabut, tubuh pria itu yang sedang m
Tatkala para Kasim Kekaisaran yang menjadi juri penilai uji bakat tengah kebingungan, di saat yang sama di wilayah barat Benua Zhejiang, di kaki bukit Gu Shan, tempat berdirinya Sekte Burung Api... Dua orang pria sedang berlari terburu-buru memasuki Sekte, melewati para murid Sekte yang sedang berlatih ilmu bela diri. Kedua pria ini adalah Ming Hao dan Guan Lin. Mereka merupakan murid senior dari Pimpinan Sekte Burung Api yang bertugas untuk mengawasi Yu Jie dari kejauhan atas perintah Shu Haochun. Setelah melintasi lahan tempat pelatihan dan memasuki aula Sekte Burung Api, akhirnya Ming Hao dan Guan Lin berhenti di hadapan Guru Besarnya yang tengah berdo,a pada patung Kaisar Langit. "Murid memberi salam pada Guru." Dengan mengatupkan kedua telapak tangannya di depan tubuhnya kedua pemuda yang baru berusia 18 dan 19 tahun itu membungkuk di hadapan Shu Haocun. "Mengapa kalian kembali?" lontar Shu Haocun datar tanpa membalikkan tubuhnya, ia melangkahkan kakinya ke arah altar sembahya
Istana Taiyang siang hari, usai menjalani uji bakat, semua calon Selir diminta untuk berkumpul di depan pelukis istana untuk dilukis. Lukisan ini nantinya akan dibawa oleh Kasim Kekaisaran untuk diperlihatkan pada Kaisar Gao. Dan demi mendapat perhatian dari Kaisar Gao, sebagian besar calon Selir mencoba menyogok pelukis istana agar lukisannya dibuat secantik mungkin, terkecuali Yu Jie dan Fu Yueyin. "Lihatlah mereka!" dengus Fu Yueyin sebal, dikarenakan ia dan Yu Jie mendapatkan giliran terakhir untuk dilukis, ia dan Yu Jie berkesempatan untuk menyaksikan tingkah polah para calon Selir lainnya. "Hanya demi menyenangkan Kaisar Gao, bisa-bisanya mereka meminta pelukis istana untuk mengubah lukisan wajah mereka," tambahnya lagi sambil terus memperhatikan belasan calon Selir yang tengah mengerubungi pelukis istana bak semut yang sedang mengerubungi gula. "Apakah semua calon Selir sejak dulu memang selalu seperti ini?" tanya Yu Jie polos, ia tidak mengerti mengapa para calon Selir seakan
Dua hari telah berlalu, Yu Jie yang ditempatkan di bagian timur Istana Taiyang sama sekali tidak merasa terganggu dengan keputusan Kaisar Gao itu karena ada Chun dan Fu Yueyin yang menemaninya untuk menghabiskan waktunya. Tetapi hari ini, di saat Li Qui datang menemuinya tatkala ia sedang bersantai dengan Fu Yueyin di taman depan paviliun Wangjile, hati kecil Yu Jie sontak mencelos setelah ia mendengar ucapan dari Saudari tirinya itu. "Aku telah tidur dengan Kaisar Gao!" cetus Li Qui tanpa berbasa-basi, "Semalam Yang Mulia telah datang untuk menemuiku. Tubuh Yang Mulia sangat luar biasa. Dan aku pikir hanya wanita beruntung saja yang bisa merasakan tubuh Yang Mulia. Selain itu semalam Yang Mulia juga terus menyiksaku hingga pinggangku ini sakit sekali," terangnya panjang lebar. Li Qui sengaja melakukannya agar Yu Jie merasa iri padanya, "Apanya yang cantik? Buktinya Yang Mulia lebih memilihku ketimbang dia!" celotehnya dalam hati sembari tersenyum sinis pada Yu Jie. "Sudah selesai
Malam hari, usai makan malam bersama Fu Yueyin, di dalam kamarnya Yu Jie terus berpikir. Semua ucapan Fu Yueyin tentang Kakak lelakinya terus terngiang di telinganya. "Nona?" Chun yang tengah duduk di lantai di hadapan Yu Jie mencoba menegur Majikannya itu yang terus saja melamun. Sejak satu dupa yang lalu ia telah memijat kaki Yu Jie setelah Yu Jie masuk ke dalam kamarnya. "Ada apa Nona? Apakah Nona sedang memikirkan ucapan Nona Qui?" tanyanya sambil menatap Yu Jie dengan wajah serius. Sebelum pergi ke Istana Taiyang, Chun sama sekali tidak pernah membayangkan kalau Yu Jie akan berakhir di paviliun Wangjile atau yang lebih dikenal dengan paviliun dingin. Ia bahkan tidak mengerti mengapa Kaisar Gao lebih memilih Li Qui daripada Yu Jie. "Bukan, bukan kata-kata Li Qui yang aku pikirkan," sanggah Yu Jie, ia menurunkan pandangannya. Melihat ke arah tangan Chun yang masih bergerak lincah memijat betisnya. "Chun, sudah cukup!" titahnya, kala tangan Chun mulai bergerak ke arah pahanya. "
Keesokan harinya Chun mulai melakukan aksinya untuk mencari informasi tentang Li Qui dengan mendekati beberapa pelayan Istana. Dari para pelayan Istana ia akhirnya mengetahui kalau Li Qui telah berbohong pada Yu Jie. Karena setelah menemui Selir pertamanya, selama dua malam berikutnya Kaisar Gao selalu menghabiskan waktunya di dalam ruang kerjanya. Membahas tentang persembahan kepada Dewa Naga Penguasa Laut Xishi dengan para Kasimnya. Usai mengumpulkan informasi, Chun kembali ke paviliun Wangjile untuk memberitahu Yu Jie tentang semua temuannya. Ia bahkan mendapatkan satu informasi penting lainnya, yaitu tentang mengapa Yu Jie dan Fu Yueyin sampai ditempatkan di paviliun Wangjile dan paviliun Dongfang. "Jadi benar kalau hal ini ada hubungannya dengan pelukis istana?" lontar Yu Jie, mencoba memastikan bahwa apa yang baru saja ia dengar dari Chun sama sekali tidak salah. "Benar, Nona," jawab Chun seraya menganggukkan kepalanya. "Lalu, apakah kamu sudah memastikan kalau Li Qui ada hu
Di kedalaman Laut Xishi satu dupa kemudian, Dewa Naga Emas yang tengah tidur tiba-tiba terbangun dari tidur siangnya. Tubuh naganya menggeliat ketika ia merasakan keberadaan dari inti jiwa milik Permaisurinya. Geliatan dari tubuhnya yang besar menimbulkan riak di atas permukaan air, ombak menggulung dari tengah laut dan menghantam setiap dinding batu yang membatasi Laut Xishi dengan pemukiman penduduk. "Energi Feng Huang?!" Dewa Naga Emas mengerang keras, suaranya bergema di atas laut dan membuat semua penduduk yang tinggal di sekitar Laut Xishi menjadi cemas. Para penduduk mulai berlarian keluar rumah, sementara beberapa kultivator yang mendengar hal itu dari dekat langsung pergi menemui para Pimpinan mereka. Ada 2 Sekte besar yang berada di sekitar Laut Xishi. Kedua Sekte ini adalah 'Sekte Seribu Bayangan' dan 'Sekte Telapak Angin'. Sekte Seribu Bayangan dipimpin oleh Seorang Tetua yang usianya sebaya dengan Shu Haocun, nama Tetua tersebut adalah Tian Kong. Sedangkan Sekte Telapak
Setelah Raja Iblis dikirim kembali ke Sungai Akhirat-- Feng Huang pun menjentikkan jarinya untuk mengembalikan Kaisar Gao yang sedang terluka ke kapal yang ditumpangi oleh Shu Haocun dan keempat Tetua Sekte. Ia dan Jinlong tidak menghampiri para Kultivator di kapal itu, melainkan hanya melambaikan tangan saja dari atap Istana Jinlong. Di saat yang sama, Hong Hu juga berpamitan pada Feng Huang dan Jinlong untuk kembali ke rakyatnya yang masih berada di hutan perbatasan. Sepeninggal Hong Hu, Feng Huang dan Jinlong memutuskan untuk kembali ke Alam Langit demi menemui para Dewa dan Dewi yang selama lebih dari 500 tahun telah dibiarkan hidup tanpa Pemimpin mereka. ***Keesokan harinya, keadaan di Benua Zhejiang kembali seperti sedia kala. Di Istana Taiyang, dua Tabib Istana sibuk bolak-balik ke ruangan kerja Kaisar Gao untuk mengobati Kaisar mereka itu. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" tanya Gong Fai pada seorang Tabib yang baru keluar dari kamar pribadi Kaisar Gao.Tabib itu mengernyit
Tanpa Feng Huang duga, Jinlong yang sejak tadi telah mencoba untuk tidak tertawa keras-- Kini justru terbahak di sampingnya. Melihat tingkah Suaminya itu, ia pun menghela nafas gusar. "Huftt!" ia mengerucutkan bibirnya lalu melemparkan pandangannya pada Raja Iblis yang saat ini telah berdiri tegak di atas rerumputan sambil menatap ke arahnya.Sejak Feng Huang menampakkan wujudnya, semua yang berada di balik kabut tebal sudah mengetahui di mana ia berada, termasuk Raja Iblis."Sekarang kamu sudah muncul? Bagus, jadi terimalah pembalasanku!!" teriak Raja Iblis yang langsung menyerang Feng Huang dengan senjata andalannya, yaitu pemusnah raga Dewa.Feng Huang menghindari serangan tersebut hanya dengan memiringkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada Jinlong, membuat serangan Raja Iblis itu tidak berhasil menyentuhnya dan justru melewatinya begitu saja."Apakah dia pikir ini adalah pertempuran 515 tahun yang lalu?" dengusnya.Jinlong hanya tersenyum smirk mendengar ocehan Istrinya i
"Bukankah itu maksud kedatanganku ke sini?" "Jika kamu bertemu dengannya, apakah kamu akan melakukan pertarungan dengan jujur kali ini?!" tukas Jinlong sambil menatap Raja Iblis dengan sebelah alis terangkat naik. "Selain itu, aku juga masih ingat bahwa di pertempuran kita yang terakhir kali di Alam Langit-- Saat itu kamu telah melukai Permaisuriku secara diam-diam." Lanjutnya lagi, di saat yang sama salah satu sudut bibirnya terangkat naik membentuk senyum sinis. Senyum Raja Naga itu yang seolah merendahkan kemampuannya, tentu saja membuat Raja Iblis menjadi geram. Ia bahkan berjanji di dalam hatinya akan membuat Raja Naga menyesali apa yang telah dilakukannya dengan cara membunuh Feng Huang di hadapan Raja Naga."Mengapa tidak perintahkan saja Istrimu untuk menampakkan wujudnya?!" cetus Raja Iblis lantang dengan kedua tangan yang terkepal dan rahang yang mengeras.Sesaat kemudian, suara pekikan pheonik memenuhi semua area di balik kabut tebal. Bersamaan dengan itu, seekor pheonik
Di dalam Istana Jinlong, saat ini Jenderal Shui sedang menahan lengan Jenderal Xiao yang sedang terbakar amarah agar tidak mengejar Raja Iblis. Dan sekeras apapun Jenderal Xiao memberontak, ia hanya terus menatap Sahabatnya itu. "Lepaskan, Jenderal Shui!!" teriak Jenderal Xiao garang sambil menyentakkan lengannya yang sedang dipegang oleh Jenderal Shui. Namun Jenderal Shui semakin mengeratkan genggamannya pada lengan Jenderal Xiao hingga ia mendapatkan pelototan dari Jenderal Xiao. Beberapa saat yang lalu, sebelum mengejar Jenderal Xiao ke dalam Istana-- Jenderal Shui dan Hong Hu bekerja sama terlebih dahulu untuk menjatuhkan ketiga bawahan Raja Iblis. Sebab saat itu, Raja Naga sedang menghukum Jenderal Tiong dengan mengurung sebagian tubuh sebelah bawah Jenderalnya itu di dalam bongkahan batu es. Bahkan kedua kepalan tangan Jenderal Tiong ikut dibuat membeku.Setelah membuat ketiga bawahan Raja Iblis tak lagi berkutik, ia lalu menitipkan mereka pada Hong Hu untuk mengejar Jenderal
"Rajaku, hanya 3 Iblis yang masih bertahan sejauh ini. Dan dengan sisa kekuatan ini hamba pikir kita tidak akan bisa menghadapi Raja Naga juga kedua Jenderalnya. Jadi... Bagaimana jika kita..."Raja Iblis tidak menanggapi ucapan dari salah seorang bawahannya itu, ia justru melirik ke arah Istana Jinlong. Kebetulan kini ia telah berada sangat dekat dengan Istana tersebut, jika ia bisa secepat mungkin berkelebat ke dalam Istana untuk menemukan Feng Huang lalu membunuhnya-- Maka pengorbanan beberapa bawahannya kali ini tidak akan sia-sia.Hanya masalahnya, di bagian mana Istana wanita itu berada sekarang?Ketika pertanyaan ini berkelebat di dalam benaknya, Raja Iblis pun mendengus gusar.'Apakah aku benar-benar tidak bisa menemukan wanita itu?' ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah pembatas api dan air. Ada beberapa retakan tampak di bagian atas pembatas, melihat hal itu ia tersenyum licik.Namun, tanpa Raja Iblis duga-- Dari Langit tiba-tiba dua buah cincin emas melesat cepat ke arahn
Pertarungan di pulau terjadi dengan sengit, serangan demi serangan bahkan beberapa kali mengenai dinding pembatas api dan air. Saat itu terjadi, semua Kultivator yang berada di luar pembatas menahan nafas menyaksikan pertempuran antar Raja Naga dan Raja Iblis. Dan, di tengah-tengah kecemasannya akan nasib Benua Zhejiang, Kaisar Gao pun berpikir. Ia tidak bisa hanya diam saja mempertahankan pembatas sedangkan nasib semua penduduk di Benua Zhejiang dan sekitarnya sedang berada di ujung tanduk. "Te-Tetua Shu!" panggilnya pada Shu Haocun. Shu Haocun sontak berpaling setelah ia mendengar panggilan itu, netra tuanya nanar menatap Kaisar Gao. Mencoba mencari tahu apa yang ingin Kaisar Gao bicarakan padanya. "Ada apa, Yang Mulia?" tanyanya dengan kening berkernyit. "Bisakah Tetua Shu menjelaskan padaku, di mana aku bisa menemukan Permaisuri Raja Naga?" tanya Kaisar Gao. Shu Haocun berpikir sejenak, kemudian ia berpaling ke arah Biksu Changyi. Setelah saling bertukar isyarat... Shu Haocun
Netra Raja Iblis yang tajam berkeliaran, meneliti satu persatu ruangan Istana Raja Naga. Apa yang dilakukan oleh Raja Iblis itu tidak luput dari pandangan Jinlong, ia bahkan tersenyum tipis kala menyadari apa yang sedang dicari oleh Raja Iblis. Hingga suara erangan tertahan menyentakkannya dari mengamati Raja Iblis. Caping telinganya bergerak pelan mencoba mencari asal suara, sementara netranya berputar mengamati sekitar pulau. Hingga netranya jatuh pada sesosok tubuh yang berada di atas pundak Raja Iblis. Tubuh itu bergerak, dari sanalah erangan yang baru ia dengar berasal. Bukan hanya Jinlong yang tersentak mendengar erangan tadi, Raja Iblis yang tengah fokus mencari Feng Huang juga sama terkejutnya di saat ia menyadari kalau Hong Hu mulai tersadar di pundaknya. Tidak ingin Hong Hu kembali berontak padanya, Raja Iblis pun mengangkat tangannya untuk menyentuh kepala Hong Hu. Namun, tanpa ia duga, tiba-tiba... Wussh!! Hembusan sedingin badai salju memukul pergelangan tangannya. M
"Jenderal Shui, pembatas air!" titah Jinlong. Dengan cambuk air di tangannya, Jenderal Shui berkelebat melewati Raja Iblis dan ke tujuh bawahannya. Ia mengambang 30 kaki dari permukaan Laut Xishi lalu memecutkan cambuknya ke atas permukaan air laut. Permukaan air bergemuruh, air bergolak mengelilingi pulau di balik kabut. Naik ke atas membentuk pembatas air setinggi 100 kaki. "Sekarang, Jenderal Xiao!" teriak JinlongDua tombak Jenderal Xiao beradu, percikan api besar pun meluncur ke angkasa dan membentuk sebuah kubah api raksasa. Dua perpaduan elemen yang saling bertolak belakang dalam membentuk pembatas ini, membuat kagum para Kultivator yang baru saja menembus kabut tebal dengan belasan perahu. "Hentikan perahu!!" teriakan Shu Haocun menggema. Para juru kemudi segera menarik energi kultivasi mereka yang mereka pergunakan untuk menggerakkan perahu agar perahu segera berhenti. Di saat perahu-perahu itu telah berhenti sempurna tak jauh dari pembatas, Shu Haocun segera mendekati
Di pulau di balik kabut, di Istana Jinlong. Prajurit-prajurit Alam Langit yang ditugaskan untuk menjaga Istana, kini sedang mengumpulkan para pelayan yang dulunya merupakan korban persembahan untuk Dewa Naga di dalam sebuah ruangan. Setelah semua pelayan berkumpul di ruangan tersebut, sekeliling ruangan itu langsung disegel dan diberi penghalang oleh Jenderal Xiao. Agar jika Raja Iblis benar-benar menyerang Istana ini nantinya, maka para pelayan itu akan tetap aman. Usai dengan tugasnya, Jenderal Xiao pun pergi menemui Kaisarnya yang menunggu kedatangan Raja Iblis di depan Istananya bersama dengan Jenderal Shui. "Bagaimana dengan tugasmu, Jenderal Xiao?" lontar Jinlong ketika ia menyadari kehadiran bawahannya itu. Jenderal Xiao mengangguk, "Semua sesuai dengan perintah Yang Mulia," sahutnya, sembari mengambil tempat di sisi kanan Jinlong. Seperti halnya Jenderal Shui dan Jinlong, ia ikut melemparkan pandangannya ke arah perairan, di mana saat ini dari kejauhan... Kedatangan Raja Ibl