Terlalu letih setelah menjalani pemeriksaan setengah hari ini, Yu Jie pun akhirnya terlelap.
"Feng, Feng Huang!"Suara seorang pria tiba-tiba terdengar, suara itu sangat lirih menyapu indera pendengaran Yu Jie hingga ia mencoba untuk membuka matanya yang terasa berat. Di saat matanya telah terbuka lebar, Yu Jie seketika merasa bingung karena kini ia tidak lagi berada di dalam aula melainkan di sebuah tempat yang sangat asing. Tempat ini tampak seperti sebuah taman yang indah, bunga-bunga beraneka warna terhampar di depan matanya."Feng Huang."Suara itu kembali terdengar, tetapi tidak ada seorang pun yang Yu Jie temukan di taman ini. Selain padang bunga dan kabut putih tebal yang membatasi jarak pandangnya."Pheonikku, kemarilah!"Yu Jie mengangkat wajahnya, ia memicingkan matanya ke arah kabut tebal karena suara yang baru saja ia dengar seolah berasal dari dalam kabut tersebut."Feng Huang? Aku adalah suamimu!" Seorang pria tiba-tiba menyeruak kabut, tubuh pria itu yang sedang melangkah ke arah Yu Jie, tinggi dan kekar. Tubuh sempurna itu terbalut dalam balutan hanfu sutra berwarna biru muda dengan detail benang emas tersulam indah pada bagian kerahnya. Rambut pria tersebut berwarna putih keperakan dan terikat rapi dengan pita berwarna kuning keemasan. "Kemarilah!" pria itu mengulurkan tangannya pada Yu Jie, meminta Yu Jie agar mendekat padanya.Tapi, Yu Jie yang sama sekali tidak mengenali pria itu hanya mematung di tempatnya berdiri. "Ma... Maaf, anda siapa?" tanyanya terbata, sejujurnya baru kali ini Yu Jie bertemu dengan seorang pria yang memiliki wajah bak Dewa kahyangan. Dan berhadapan langsung dengan pria itu dalam jarak yang hanya 3 langkah saja, berhasil membuat jantungnya berdetak kencang."Feng Huang, aku adalah Jinlong, Suamimu.""Suamiku?" Yu Jie mengerutkan keningnya. Meskipun polos dan belum pernah meninggalkan kediamannya, tetapi Yu Jie sama sekali masih belum kehilangan ingatannya. "Ini pertama kalinya aku memasuki Istana untuk menikah, lalu kapan aku menikah dengannya?" rutuknya dalam hati sambil mengamati pria yang tengah berdiri di hadapannya."Aku Kaisar Langit, Dewa Naga Emas. Apakah kamu tidak mengingatku?""Kaisar Langit?!" Yu Jie segera merapatkan kedua bibirnya demi menahan tawanya, "Jadi anda adalah seorang Dewa?""Benar." Pria itu menganggukkan kepalanya."Dan aku adalah Istrimu?" lontar Yu Jie.Pria itu lagi-lagi mengangguk, "Kamu adalah Feng Huang, Istri yang sangat aku cintai," jawabnya."Anda yakin?""Tentu saja, perasaanku tidak pernah salah!" sahut pria itu tegas.Keseriusan yang tampak pada wajah pria itu membuat Yu Jie merasa geli. Dan demi meredakan rasa geli yang seolah menggelitik setiap titik sensitif di tubuhnya, Yu Jie pun menghela nafas sejenak. Setelah ia mampu mengendalikan dirinya, ia kembali membuka mulutnya. "Tuan Dewa, sepertinya anda telah salah paham padaku. Mana mungkin aku adalah Istri Tuan Dewa, bukan?"Pria yang tengah berdiri di hadapan Yu Jie menyunggingkan senyum tipis di sudut bibirnya. "Apakah Istriku sedang marah padaku hingga tidak ingin mengakuiku sebagai Suamimu?" celetuknya penuh percaya diri."Hah?!" Yu Jie membelalakkan kedua mata indahnya, walau baru kali ini ia bertemu dengan seorang Dewa, tetapi... "Apakah semua Dewa selalu senarsis ini?!" pikirnya."Yu Jie?"Sayup-sayup Yu Jie mendengar suara seorang wanita tengah memanggil namanya. Suara itu membuat Yu Jie memalingkan wajahnya, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari tahu siapa yang baru saja memanggilnya. Hanya sayangnya tidak ada seorang pun di taman ini selain ia dan juga pria yang telah mengaku sebagai Dewa itu. Dan ketika ia kembali berpaling pada pria yang belum lama ini berbicara padanya... Pria itu sudah lenyap begitu saja."Kita akan bertemu lagi, cintaku."Yu Jie hanya diam."Yu Jie? Bangunlah!"Seiring tepukan terasa di lengannya, Yu Jie perlahan membuka matanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk meyakinkan dirinya bahwa apa yang baru saja ia alami hanyalah mimpi belaka."Jadi itu cuma mimpi?""Yu Jie?" Fu Yueyin yang sejak tadi terus berdiri di samping dipan Yu Jie dan berusaha membangunkan sahabatnya itu, menatap Yu Jie yang sedang bergumam sendiri dengan wajah bingung. "Apa yang terjadi?"Mendengar pertanyaan ini Yu Jie sontak menaikan pandangannya, ia menatap Fu Yueyin yang juga tengah menatap padanya. "Yueyin?""Sukurlah sudah sadar," Fu Yueyin menghela nafas lega, ia kemudian membantu Yu Jie untuk duduk di atas dipan dengan menarik tangan Yu Jie. "Sebaiknya kamu membersihkan tubuhmu sekarang, karena sebentar lagi kita harus makan bersama," ujarnya."Oh, apakah sekarang sudah pagi?" Yu Jie memiringkan kepalanya, ia melirik ke belakang Fu Yueyin ke arah pintu aula yang telah terbuka lebar. Saat ini langit di luar sana sudah terlihat terang."Bukan hanya pagi, tetapi Kasim baru saja datang ke sini untuk memperingatkan kita agar segera bersiap. Karena uji bakat akan diadakan tiga dupa dari sekarang," terang Fu Yueyin sembari memberi isyarat pada Chun yang baru tiba sambil membawa baskom tembaga berisi air hangat. "Bantu Nonamu untuk mengganti pakaiannya!""Baik, Nona," sahut Chun patuh, ia dengan sigap membantu Yu Jie untuk bersiap. Walau Fu Yueyin bukan Majikannya, tetapi Chun bersedia mematuhi gadis itu sebab Fu Yueyin telah bersikap baik pada Yu Jie sebelumnya. Selain itu, menjaga Yu Jie dan mempersiapkan Yu Jie dalam tampilan terbaik sudah menjadi tugasnya. Apalagi ia sedikit berharap kalau kelak Yu Jie bisa menarik perhatian Kaisar Gao. Setidaknya hal itu bisa menjamin kehidupan Yu Jie di Istana Taiyang ini nantinya.***Tiga dupa kemudian semua calon Selir dikumpulkan di taman Istana untuk uji bakat, bermacam bakat menarik berusaha ditampilkan oleh para calon Selir untuk memikat Kasim Kekaisaran yang menjadi juri penilainya. Dan karena Benua Zhejiang sangat terkenal sebagai tempat para Kultivator berada, maka sebagian besar dari para calon Selir mencoba menampilkan kemampuannya dalam segi bertarung. Terkecuali Yu Jie, ia bahkan merupakan satu-satunya calon Selir yang justru menampilkan bakatnya melalui sebuah tarian."Apa ini?!" bentak salah seorang Kasim tatkala Yu Jie mengakhiri tariannya, "Mengapa kamu tidak menampilkan bakatmu dalam ilmu beladiri?!"Yu Jie hanya tersenyum, ia menurunkan tubuhnya sedikit sebelum ia menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan Kasim Kekaisaran padanya."Yu Jie dari Kediaman Yu memberi salam kepada Kasim, dan jika Kasim tidak keberatan... Tolong beri kesempatan pada hamba untuk menjelaskannya," ucapnya sopan.Para Kasim yang menjadi juri penilai saling bertukar pandang."Bagaimana ini?" bisik salah seorang Kasim pada rekannya."Dia adalah Nona Jie dari Kediaman Yu," tukas salah seorang Kasim lainnya."Aku dengar Ibunya adalah Shu Xiuying.""Kalau begitu Kakeknya adalah... Shu Haocun?!"Kasim yang telah membentak Yu Jie sontak membeku ketika mendengar nama Tetua dari Sekte Burung Api yang sangat melegenda disebutkan oleh salah seorang rekannya."Apakah aku baru saja sudah menyinggung Sekte Burung Api?!" gumamnya cemas.Tatkala para Kasim Kekaisaran yang menjadi juri penilai uji bakat tengah kebingungan, di saat yang sama di wilayah barat Benua Zhejiang, di kaki bukit Gu Shan, tempat berdirinya Sekte Burung Api... Dua orang pria sedang berlari terburu-buru memasuki Sekte, melewati para murid Sekte yang sedang berlatih ilmu bela diri. Kedua pria ini adalah Ming Hao dan Guan Lin. Mereka merupakan murid senior dari Pimpinan Sekte Burung Api yang bertugas untuk mengawasi Yu Jie dari kejauhan atas perintah Shu Haochun. Setelah melintasi lahan tempat pelatihan dan memasuki aula Sekte Burung Api, akhirnya Ming Hao dan Guan Lin berhenti di hadapan Guru Besarnya yang tengah berdo,a pada patung Kaisar Langit. "Murid memberi salam pada Guru." Dengan mengatupkan kedua telapak tangannya di depan tubuhnya kedua pemuda yang baru berusia 18 dan 19 tahun itu membungkuk di hadapan Shu Haocun. "Mengapa kalian kembali?" lontar Shu Haocun datar tanpa membalikkan tubuhnya, ia melangkahkan kakinya ke arah altar sembahya
Istana Taiyang siang hari, usai menjalani uji bakat, semua calon Selir diminta untuk berkumpul di depan pelukis istana untuk dilukis. Lukisan ini nantinya akan dibawa oleh Kasim Kekaisaran untuk diperlihatkan pada Kaisar Gao. Dan demi mendapat perhatian dari Kaisar Gao, sebagian besar calon Selir mencoba menyogok pelukis istana agar lukisannya dibuat secantik mungkin, terkecuali Yu Jie dan Fu Yueyin. "Lihatlah mereka!" dengus Fu Yueyin sebal, dikarenakan ia dan Yu Jie mendapatkan giliran terakhir untuk dilukis, ia dan Yu Jie berkesempatan untuk menyaksikan tingkah polah para calon Selir lainnya. "Hanya demi menyenangkan Kaisar Gao, bisa-bisanya mereka meminta pelukis istana untuk mengubah lukisan wajah mereka," tambahnya lagi sambil terus memperhatikan belasan calon Selir yang tengah mengerubungi pelukis istana bak semut yang sedang mengerubungi gula. "Apakah semua calon Selir sejak dulu memang selalu seperti ini?" tanya Yu Jie polos, ia tidak mengerti mengapa para calon Selir seakan
Dua hari telah berlalu, Yu Jie yang ditempatkan di bagian timur Istana Taiyang sama sekali tidak merasa terganggu dengan keputusan Kaisar Gao itu karena ada Chun dan Fu Yueyin yang menemaninya untuk menghabiskan waktunya. Tetapi hari ini, di saat Li Qui datang menemuinya tatkala ia sedang bersantai dengan Fu Yueyin di taman depan paviliun Wangjile, hati kecil Yu Jie sontak mencelos setelah ia mendengar ucapan dari Saudari tirinya itu. "Aku telah tidur dengan Kaisar Gao!" cetus Li Qui tanpa berbasa-basi, "Semalam Yang Mulia telah datang untuk menemuiku. Tubuh Yang Mulia sangat luar biasa. Dan aku pikir hanya wanita beruntung saja yang bisa merasakan tubuh Yang Mulia. Selain itu semalam Yang Mulia juga terus menyiksaku hingga pinggangku ini sakit sekali," terangnya panjang lebar. Li Qui sengaja melakukannya agar Yu Jie merasa iri padanya, "Apanya yang cantik? Buktinya Yang Mulia lebih memilihku ketimbang dia!" celotehnya dalam hati sembari tersenyum sinis pada Yu Jie. "Sudah selesai
Malam hari, usai makan malam bersama Fu Yueyin, di dalam kamarnya Yu Jie terus berpikir. Semua ucapan Fu Yueyin tentang Kakak lelakinya terus terngiang di telinganya. "Nona?" Chun yang tengah duduk di lantai di hadapan Yu Jie mencoba menegur Majikannya itu yang terus saja melamun. Sejak satu dupa yang lalu ia telah memijat kaki Yu Jie setelah Yu Jie masuk ke dalam kamarnya. "Ada apa Nona? Apakah Nona sedang memikirkan ucapan Nona Qui?" tanyanya sambil menatap Yu Jie dengan wajah serius. Sebelum pergi ke Istana Taiyang, Chun sama sekali tidak pernah membayangkan kalau Yu Jie akan berakhir di paviliun Wangjile atau yang lebih dikenal dengan paviliun dingin. Ia bahkan tidak mengerti mengapa Kaisar Gao lebih memilih Li Qui daripada Yu Jie. "Bukan, bukan kata-kata Li Qui yang aku pikirkan," sanggah Yu Jie, ia menurunkan pandangannya. Melihat ke arah tangan Chun yang masih bergerak lincah memijat betisnya. "Chun, sudah cukup!" titahnya, kala tangan Chun mulai bergerak ke arah pahanya. "
Keesokan harinya Chun mulai melakukan aksinya untuk mencari informasi tentang Li Qui dengan mendekati beberapa pelayan Istana. Dari para pelayan Istana ia akhirnya mengetahui kalau Li Qui telah berbohong pada Yu Jie. Karena setelah menemui Selir pertamanya, selama dua malam berikutnya Kaisar Gao selalu menghabiskan waktunya di dalam ruang kerjanya. Membahas tentang persembahan kepada Dewa Naga Penguasa Laut Xishi dengan para Kasimnya. Usai mengumpulkan informasi, Chun kembali ke paviliun Wangjile untuk memberitahu Yu Jie tentang semua temuannya. Ia bahkan mendapatkan satu informasi penting lainnya, yaitu tentang mengapa Yu Jie dan Fu Yueyin sampai ditempatkan di paviliun Wangjile dan paviliun Dongfang. "Jadi benar kalau hal ini ada hubungannya dengan pelukis istana?" lontar Yu Jie, mencoba memastikan bahwa apa yang baru saja ia dengar dari Chun sama sekali tidak salah. "Benar, Nona," jawab Chun seraya menganggukkan kepalanya. "Lalu, apakah kamu sudah memastikan kalau Li Qui ada hu
Di kedalaman Laut Xishi satu dupa kemudian, Dewa Naga Emas yang tengah tidur tiba-tiba terbangun dari tidur siangnya. Tubuh naganya menggeliat ketika ia merasakan keberadaan dari inti jiwa milik Permaisurinya. Geliatan dari tubuhnya yang besar menimbulkan riak di atas permukaan air, ombak menggulung dari tengah laut dan menghantam setiap dinding batu yang membatasi Laut Xishi dengan pemukiman penduduk. "Energi Feng Huang?!" Dewa Naga Emas mengerang keras, suaranya bergema di atas laut dan membuat semua penduduk yang tinggal di sekitar Laut Xishi menjadi cemas. Para penduduk mulai berlarian keluar rumah, sementara beberapa kultivator yang mendengar hal itu dari dekat langsung pergi menemui para Pimpinan mereka. Ada 2 Sekte besar yang berada di sekitar Laut Xishi. Kedua Sekte ini adalah 'Sekte Seribu Bayangan' dan 'Sekte Telapak Angin'. Sekte Seribu Bayangan dipimpin oleh Seorang Tetua yang usianya sebaya dengan Shu Haocun, nama Tetua tersebut adalah Tian Kong. Sedangkan Sekte Telapak
Sore hari setelah terlibat adu mulut dengan empat Tetua Sekte lainnya, Shu Haocun memutuskan untuk kembali ke Sektenya. Matahari telah tergelincir di ufuk barat ketika kereta yang membawanya tiba di Sekte. Namun yang membuat Shu Haocun sangat terkejut adalah di saat ia membuka tirai jendela kereta, di depan gerbang Sekte ia melihat Guan Lin dan Ming Hao sedang menunggunya dengan kepala tertunduk. Ada lebam biru di sudut bibir kedua murid terpercayanya itu. "Kalian... Apa yang kalian lakukan di sini?!" bentak Shu Haocun pada Ming Hao dan Guan Lin melalui jendela kereta ketika kereta miliknya melewati kedua muridnya itu. Sudah cukup baginya hari ini bertengkar dengan keempat kepala Sekte, dan sekarang ditambah dengan kehadiran Ming Hao dan Guan Lin yang telah ia tugaskan untuk menjaga cucunya, toleransi amarahnya rasanya sudah tidak bisa lagi ia bendung. Kemarahan Shu Haocun memuncak, darahnya seolah berputar terbalik dan mengumpul di ubun-ubun. "Maafkan kami Guru." Dengan takut-takut
Malam ini, meski waktu mulai merambat ke penghujung musim gugur dan hembusan angin dingin terasa menembus lapisan pakaian yang ia kenakan, semua itu sama sekali tidak membuat Yu Jie mengurungkan langkahnya untuk keluar dari paviliun Wangjile. Sejak berbicara dengan kedua murid Kakeknya siang ini, entah mengapa ia merasakan seolah ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ming Hao dan Guan Lin darinya. Siang harinya... "Apa alasan Kakek hingga berbuat sejauh ini?" Saat itu jawaban yang Yu Jie terima untuk pertanyaannya itu ternyata sangat klise dan kurang masuk akal baginya. "Nona Kecil, Guru Besar hanya mengatakan kalau ini berkaitan dengan status Nona kelak. Sebagai calon pewaris dari Sekte Burung Api, Nona Kecil tidak diperkenankan untuk menjalin hubungan dengan Kaisar Gao yang memiliki ambisi tinggi untuk menguasai Benua Zhejiang!""Tidak boleh berhubungan dengan pria yang berambisi, huh?!" Yu Jie mendengus mengingat jawaban yang diberikan Guan Lin padanya. Dan, sekeras apapun usahan
Setelah Raja Iblis dikirim kembali ke Sungai Akhirat-- Feng Huang pun menjentikkan jarinya untuk mengembalikan Kaisar Gao yang sedang terluka ke kapal yang ditumpangi oleh Shu Haocun dan keempat Tetua Sekte. Ia dan Jinlong tidak menghampiri para Kultivator di kapal itu, melainkan hanya melambaikan tangan saja dari atap Istana Jinlong. Di saat yang sama, Hong Hu juga berpamitan pada Feng Huang dan Jinlong untuk kembali ke rakyatnya yang masih berada di hutan perbatasan. Sepeninggal Hong Hu, Feng Huang dan Jinlong memutuskan untuk kembali ke Alam Langit demi menemui para Dewa dan Dewi yang selama lebih dari 500 tahun telah dibiarkan hidup tanpa Pemimpin mereka. ***Keesokan harinya, keadaan di Benua Zhejiang kembali seperti sedia kala. Di Istana Taiyang, dua Tabib Istana sibuk bolak-balik ke ruangan kerja Kaisar Gao untuk mengobati Kaisar mereka itu. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" tanya Gong Fai pada seorang Tabib yang baru keluar dari kamar pribadi Kaisar Gao.Tabib itu mengernyit
Tanpa Feng Huang duga, Jinlong yang sejak tadi telah mencoba untuk tidak tertawa keras-- Kini justru terbahak di sampingnya. Melihat tingkah Suaminya itu, ia pun menghela nafas gusar. "Huftt!" ia mengerucutkan bibirnya lalu melemparkan pandangannya pada Raja Iblis yang saat ini telah berdiri tegak di atas rerumputan sambil menatap ke arahnya.Sejak Feng Huang menampakkan wujudnya, semua yang berada di balik kabut tebal sudah mengetahui di mana ia berada, termasuk Raja Iblis."Sekarang kamu sudah muncul? Bagus, jadi terimalah pembalasanku!!" teriak Raja Iblis yang langsung menyerang Feng Huang dengan senjata andalannya, yaitu pemusnah raga Dewa.Feng Huang menghindari serangan tersebut hanya dengan memiringkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada Jinlong, membuat serangan Raja Iblis itu tidak berhasil menyentuhnya dan justru melewatinya begitu saja."Apakah dia pikir ini adalah pertempuran 515 tahun yang lalu?" dengusnya.Jinlong hanya tersenyum smirk mendengar ocehan Istrinya i
"Bukankah itu maksud kedatanganku ke sini?" "Jika kamu bertemu dengannya, apakah kamu akan melakukan pertarungan dengan jujur kali ini?!" tukas Jinlong sambil menatap Raja Iblis dengan sebelah alis terangkat naik. "Selain itu, aku juga masih ingat bahwa di pertempuran kita yang terakhir kali di Alam Langit-- Saat itu kamu telah melukai Permaisuriku secara diam-diam." Lanjutnya lagi, di saat yang sama salah satu sudut bibirnya terangkat naik membentuk senyum sinis. Senyum Raja Naga itu yang seolah merendahkan kemampuannya, tentu saja membuat Raja Iblis menjadi geram. Ia bahkan berjanji di dalam hatinya akan membuat Raja Naga menyesali apa yang telah dilakukannya dengan cara membunuh Feng Huang di hadapan Raja Naga."Mengapa tidak perintahkan saja Istrimu untuk menampakkan wujudnya?!" cetus Raja Iblis lantang dengan kedua tangan yang terkepal dan rahang yang mengeras.Sesaat kemudian, suara pekikan pheonik memenuhi semua area di balik kabut tebal. Bersamaan dengan itu, seekor pheonik
Di dalam Istana Jinlong, saat ini Jenderal Shui sedang menahan lengan Jenderal Xiao yang sedang terbakar amarah agar tidak mengejar Raja Iblis. Dan sekeras apapun Jenderal Xiao memberontak, ia hanya terus menatap Sahabatnya itu. "Lepaskan, Jenderal Shui!!" teriak Jenderal Xiao garang sambil menyentakkan lengannya yang sedang dipegang oleh Jenderal Shui. Namun Jenderal Shui semakin mengeratkan genggamannya pada lengan Jenderal Xiao hingga ia mendapatkan pelototan dari Jenderal Xiao. Beberapa saat yang lalu, sebelum mengejar Jenderal Xiao ke dalam Istana-- Jenderal Shui dan Hong Hu bekerja sama terlebih dahulu untuk menjatuhkan ketiga bawahan Raja Iblis. Sebab saat itu, Raja Naga sedang menghukum Jenderal Tiong dengan mengurung sebagian tubuh sebelah bawah Jenderalnya itu di dalam bongkahan batu es. Bahkan kedua kepalan tangan Jenderal Tiong ikut dibuat membeku.Setelah membuat ketiga bawahan Raja Iblis tak lagi berkutik, ia lalu menitipkan mereka pada Hong Hu untuk mengejar Jenderal
"Rajaku, hanya 3 Iblis yang masih bertahan sejauh ini. Dan dengan sisa kekuatan ini hamba pikir kita tidak akan bisa menghadapi Raja Naga juga kedua Jenderalnya. Jadi... Bagaimana jika kita..."Raja Iblis tidak menanggapi ucapan dari salah seorang bawahannya itu, ia justru melirik ke arah Istana Jinlong. Kebetulan kini ia telah berada sangat dekat dengan Istana tersebut, jika ia bisa secepat mungkin berkelebat ke dalam Istana untuk menemukan Feng Huang lalu membunuhnya-- Maka pengorbanan beberapa bawahannya kali ini tidak akan sia-sia.Hanya masalahnya, di bagian mana Istana wanita itu berada sekarang?Ketika pertanyaan ini berkelebat di dalam benaknya, Raja Iblis pun mendengus gusar.'Apakah aku benar-benar tidak bisa menemukan wanita itu?' ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah pembatas api dan air. Ada beberapa retakan tampak di bagian atas pembatas, melihat hal itu ia tersenyum licik.Namun, tanpa Raja Iblis duga-- Dari Langit tiba-tiba dua buah cincin emas melesat cepat ke arahn
Pertarungan di pulau terjadi dengan sengit, serangan demi serangan bahkan beberapa kali mengenai dinding pembatas api dan air. Saat itu terjadi, semua Kultivator yang berada di luar pembatas menahan nafas menyaksikan pertempuran antar Raja Naga dan Raja Iblis. Dan, di tengah-tengah kecemasannya akan nasib Benua Zhejiang, Kaisar Gao pun berpikir. Ia tidak bisa hanya diam saja mempertahankan pembatas sedangkan nasib semua penduduk di Benua Zhejiang dan sekitarnya sedang berada di ujung tanduk. "Te-Tetua Shu!" panggilnya pada Shu Haocun. Shu Haocun sontak berpaling setelah ia mendengar panggilan itu, netra tuanya nanar menatap Kaisar Gao. Mencoba mencari tahu apa yang ingin Kaisar Gao bicarakan padanya. "Ada apa, Yang Mulia?" tanyanya dengan kening berkernyit. "Bisakah Tetua Shu menjelaskan padaku, di mana aku bisa menemukan Permaisuri Raja Naga?" tanya Kaisar Gao. Shu Haocun berpikir sejenak, kemudian ia berpaling ke arah Biksu Changyi. Setelah saling bertukar isyarat... Shu Haocun
Netra Raja Iblis yang tajam berkeliaran, meneliti satu persatu ruangan Istana Raja Naga. Apa yang dilakukan oleh Raja Iblis itu tidak luput dari pandangan Jinlong, ia bahkan tersenyum tipis kala menyadari apa yang sedang dicari oleh Raja Iblis. Hingga suara erangan tertahan menyentakkannya dari mengamati Raja Iblis. Caping telinganya bergerak pelan mencoba mencari asal suara, sementara netranya berputar mengamati sekitar pulau. Hingga netranya jatuh pada sesosok tubuh yang berada di atas pundak Raja Iblis. Tubuh itu bergerak, dari sanalah erangan yang baru ia dengar berasal. Bukan hanya Jinlong yang tersentak mendengar erangan tadi, Raja Iblis yang tengah fokus mencari Feng Huang juga sama terkejutnya di saat ia menyadari kalau Hong Hu mulai tersadar di pundaknya. Tidak ingin Hong Hu kembali berontak padanya, Raja Iblis pun mengangkat tangannya untuk menyentuh kepala Hong Hu. Namun, tanpa ia duga, tiba-tiba... Wussh!! Hembusan sedingin badai salju memukul pergelangan tangannya. M
"Jenderal Shui, pembatas air!" titah Jinlong. Dengan cambuk air di tangannya, Jenderal Shui berkelebat melewati Raja Iblis dan ke tujuh bawahannya. Ia mengambang 30 kaki dari permukaan Laut Xishi lalu memecutkan cambuknya ke atas permukaan air laut. Permukaan air bergemuruh, air bergolak mengelilingi pulau di balik kabut. Naik ke atas membentuk pembatas air setinggi 100 kaki. "Sekarang, Jenderal Xiao!" teriak JinlongDua tombak Jenderal Xiao beradu, percikan api besar pun meluncur ke angkasa dan membentuk sebuah kubah api raksasa. Dua perpaduan elemen yang saling bertolak belakang dalam membentuk pembatas ini, membuat kagum para Kultivator yang baru saja menembus kabut tebal dengan belasan perahu. "Hentikan perahu!!" teriakan Shu Haocun menggema. Para juru kemudi segera menarik energi kultivasi mereka yang mereka pergunakan untuk menggerakkan perahu agar perahu segera berhenti. Di saat perahu-perahu itu telah berhenti sempurna tak jauh dari pembatas, Shu Haocun segera mendekati
Di pulau di balik kabut, di Istana Jinlong. Prajurit-prajurit Alam Langit yang ditugaskan untuk menjaga Istana, kini sedang mengumpulkan para pelayan yang dulunya merupakan korban persembahan untuk Dewa Naga di dalam sebuah ruangan. Setelah semua pelayan berkumpul di ruangan tersebut, sekeliling ruangan itu langsung disegel dan diberi penghalang oleh Jenderal Xiao. Agar jika Raja Iblis benar-benar menyerang Istana ini nantinya, maka para pelayan itu akan tetap aman. Usai dengan tugasnya, Jenderal Xiao pun pergi menemui Kaisarnya yang menunggu kedatangan Raja Iblis di depan Istananya bersama dengan Jenderal Shui. "Bagaimana dengan tugasmu, Jenderal Xiao?" lontar Jinlong ketika ia menyadari kehadiran bawahannya itu. Jenderal Xiao mengangguk, "Semua sesuai dengan perintah Yang Mulia," sahutnya, sembari mengambil tempat di sisi kanan Jinlong. Seperti halnya Jenderal Shui dan Jinlong, ia ikut melemparkan pandangannya ke arah perairan, di mana saat ini dari kejauhan... Kedatangan Raja Ibl