Dengan sopan Evelyn mengembalikan kartu itu, dia tidak mau menggunakan uang orang tuanya lagi, tetapi Pak Sofyan memaksa dan meletakkan kartu kredit itu di telapak tangan Evelyn.“Ayah, Ibu. Bukankah kalian sudah memberikan hadiah untukku? Aku tidak memerlukan kartu kredit ini lagi.”“Tas adalah hadiah dari Ibumu, kartu kredit ini adalah hadiah ulang tahun dari Ayahmu. Meskipun Rayyan adalah teman kakakmu tapi dia dari keluarga yang tidak sembarangan. Sekarang kamu tinggal di rumah keluarganya dan itu tempat orang kaya, Ayah tidak mungkin membiarkan keluarganya menganggap rendah kita hanya karena kamu kekurangan uang saat berada di sana.” Ayah Evelyn sadar jika keluarga Rayyan sangat kaya. Dia takut Evelyn akan merasa tidak enak tinggal di sana dan membuatnya jadi tidak percaya diri.Evelyn ingin menjelaskan, kalau dia tidak memerlukan uang saat tinggal di sana, tapi Ayahnya dengan cepat menyela,“Dengar, nanti malam kamu akan pergi dengan teman-temanmu. Itu juga akan memerlukan uang.
Mata Revan yang tadi menatap Mia kini beralih pada Evelyn kemudian dia berkata, “Evelyn, bukankah hari ini kamu berulang tahun? Aku sengaja datang kemari untuk menemuimu dan ingin merayakan ulang tahunmu.” Dia mengangkat tangannya yang menggenggam tas berisi perhiasan dari merk terkenal. Itu adalah hadiah ulang tahun yang dipersiapkannya untuk Evelyn.Tiba-tiba Mia tertawa, kemudian mencibirnya.“Dulu kamu sama sekali tidak pernah peduli dengan ulang tahun Evelyn. Kenapa hari ini tiba-tiba saja kamu sangat bersemangat seperti ini? Apa karena perasaan bersalah atau kamu ada maunya seperti ada Udang dibalik Batu, begitu?”Mata Revan kembali menatap Mia,Dengan suara tertahan dia berkata, “Hari ini adalah ulang tahun Evelyn. Aku tidak ingin bertengkar denganmu.”“Siapa juga yang mau bertengkar denganmu? Asal kamu ya, jika saat ini aku hanya ingin sedikit menyadarkan otakmu yang sudah terganggu itu, supaya kamu tahu diri! Malam ini aku lah yang membayar tempat ini dan kami tidak menerim
Mereka pun dibawa ke kantor polisi. Polisi mulai menginterogasi keduanya. Karena tadi Arka yang lebih dulu memukul, polisi berkata semua tergantung dari pihak lainnya. Ingin menuntutnya atau tidak. Apabila dia menuntutnya, maka Arka harus ditahan.Saat berpapasan Bu Linda dan suaminya memandang Evelyn dengan tatapan dingin dan penuh kebencian, tanpa menyapa atau berkata apa-apa keduanya lalu bergegas mencari keberadaan putranya.Sementara itu, Anesa adik Revan datang bersama orang tuanya, saat melihat Evelyn seketika langsung menghentikan langkahnya dan berkata dengan penuh amarah.“Kakakku dengan baik hati pergi untuk merayakan ulang tahunmu, tapi kalian malah memukulnya seperti anak yang tidak punya orang tua! Dasar manusia tidak punya tata krama, begitu rupanya tingkah anak yang sejak kecil tidak pernah dididik oleh kedua orang tuanya dan hanya dibesarkan oleh nenek saja, tidak ubahnya seperti bajingan!” Ucap Anesa.Mia yang mendengar perkataan Anesa langsung berkata, “Kamu saja pu
Melihat keadaan yang saat ini kembali terlihat menegangkan, Evelyn menarik lengan baju Arka,“Kak, sudahlah. Semua sudah berlalu.” Dia tidak ingin Kakaknya peduli lagi dengan orang yang tidak memiliki hubungan dengannya lagi.Bu Linda yang tidak ingin jika anak laki-lakinya merasa telah melakukan suatu kesalahan, segera mungkin menarik lengan Revan untuk pergi meninggalkan mereka.“Ayo Revan sebaiknya kita pergi ke rumah sakit. Mama rasa kita tidak perlu terlalu banyak melakukan omong kosong dengan orang-orang seperti ini.” Revan pun ditarik dengan paksa, tapi matanya terus menatap Evelyn seperti enggan untuk pergi dari sana.Evelyn sama sekali tidak peduli, dia malah menatap Arka dengan khawatir. “Kak, kamu tidak apa-apa kan? Apa ada yang terluka?”Arka memang mengalahkan Revan dalam perkelahian tadi, tapi dia juga mendapatkan beberapa pukulan dari perlawanan Revan.Arka tertawa, “Tidak apa-apa, kakakmu ini sudah banyak pengalaman dari ratusan perkelahian dan tidak terkalahkan di sel
Evelyn perlahan merasa tenang, lalu dia menoleh ke arah Mia dan bertanya,“Ada apa ini?”Mia memegang ujung hidungnya dengan malu sambil tersenyum,“Itu.. itu adalah teman-teman kita. Mereka datang untuk merayakan hari ulang tahunmu.”Akhirnya Evelyn mengerti kenapa Mia memesan ruangan sebesar ini, ternyata sejak awal Mia sudah Berencana untuk memanggil semua teman-teman mereka untuk datang.“Terima kasih.”PEvelyn memandang semua pria dan wanita yang ada di depannya. Mereka memang teman satu kampus Mia dan juga Evelyn. Tapi Evelyn tidak terlalu akrab. Dan kebanyakan adalah teman Mia.Mereka semua rata-rata berasal dari keluarga yang memiliki status sosial yang tunggi, beberapa dari mereka juga mengenal Arka. Tapi saat ini mata mereka malah tertuju kepada Rayyan, terutama para gadis yang terpaku padanya.Evelyn teringat sesuatu lalu dia berdiri di tengah antara Rayyan dan orang-orang itu. Dia bersikap seperti tuan rumah lalu berkata dengan lembut.“Terima kasih kalian sudah mau datan
Sebelum Rayyan mengangkat panggilan telponnya, Tanpa sadar matanya kembali menatap ke arah Evelyn yang saat ini berada ditengah-tengah kerumunan teman-temannya itu, ada senyuman di wajahnya, dia begitu bahagia melihat senyum Evelyn cerah seperti matahari dan seakan-akan saja senyum itu tidak akan perna bisa terbenam lagi.“Halo,”Kemudian ia menjawab teleponnya saat sudah berada diluar.Terdengar suara seorang pria dari ujung ponselnya.“Rayyan, apa hubunganmu dengan gadis itu? Aku mendengar, dia dibawa oleh Polisi, tapi kamu langsung mencari pengacara. Aku juga mendengar dari Robi kalau kamu juga sudah membatalkan jadwal konferensi internasional hanya demi gadis itu.”Tanpa sedikit rasa ragu Rayyan menjawab, “Dia akan menjadi wanita yang akan menghabiskan hidupnya bersamaku.”Setelah mematikan telepon, Rayyan membalikkan badan dan berniat kembali ke ruangan itu, sebelum berjalan mendekat dia melihat Evelyn keluar dari ruangan.Mata Evelyn berbinar ketika melihatnya, “Kamu sudah seles
Rayyan membawa Evelyn kembali ke Villa bunga Mawar. Sesampainya di Villa, gadis itu membawa tasnya masuk ke dalam kamar. Sedangkan Rayyan membawa beberapa komik kado yang diberikan oleh Mia, untuk Evelyn tadi. Baru saja Evelyn meletakkan barang-barang yang dibawahnya diatas meja rias yang berada di dalam kamarnya, tiba-tiba saja Mia menelepon. Tentu saja begitu panggilan itu terhubung, Mia langsung bertanya kemana Evelyn pergi. Evelyn minta maaf kepadanya dan menyuruhnya untuk bersenang-senang saja. Mia tahu kalau Evelyn dan Rayyan sudah pulang. Dia tidak marah, dia malah merasa sangat bahagia dan membiarkan Evelyn memiliki kesempatan untuk memenangkan hati Rayyan. Evelyn tertawa. “Mia, kamu terlalu banyak minum. Kamu berbicara sembarangan lagi.” “Aku ini peminum yang baik. Seribu gelas pun tidak akan membuatku mabuk. Yang ku katakan itu benar, kamu harus bisa memenangkan hati Rayyan, dengan begitu hidupmu akan sangat bahagia.” “Oke-oke. Terserah kamu saja. Nanti saat pul
Arka langsung menyadari jika tatapan mata dan raut wajah Evelyn tadi mengisyaratkan jika dia merasa kesal karena masih dianggap seperti anak kecil.Saat Evelyn mulai melangkahkan kakinya menuju anak tangga terdengar suara Arka kembali ingin menggodanya,“Hei, apa kamu tidak mengucapkan kata selamat malam terlebih dahulu, untuk kakak mu yang ganteng ini?”“Selamat malam,” Ucap Evelyn malas.“Dengar Evelyn, suka atau tidak bagiku kamu itu tetap adik kecilku yang selalu aku sayangi dan akan aku jaga sampai kapanpun, walau sejatinya kamu sudah menikah nanti, kakakmu ini akan tetapi menjagamu,”Evelyn tersenyum, dan terus melangkah menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.Setelah Evelyn tidak terlihat, Rayyan langsung menendang kaki Arka.“Heh, dengar! Masalah keluarga Revan akan ditangani oleh pengacara besok. Kamu bisa pulang sekarang! Jangan buat masalah lagi. Aku bosan mengurus masalahmu terus seperti ini!"Arka melirik, “Tidak perlu, aku bisa menanganinya sendiri!”“Bagaimana cara m
Mereka paham akan maksud dari ucapan Amara, mereka juga mengerti kegelisahan yang Amara rasakan.Pada akhirnya Amar pun menepuk pundak Arka, “Ada baiknya memang seperti itu Arka, kamu tidak keberatan kan, atas permintaan Amara?”Arka mengangguk, “Ya, Paman. Jika itu permintaan Amara, aku pasti akan menurutinya.”Amar kemudian keluar, dia menemui pihak rumah sakit untuk mengutarakan niatnya. Dokter tidak mempermasalahkan itu dan mengizinkan. Beberapa orang juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang akan mereka lakukan. Menikah di rumah sakit, karena saat salah satu dari pasangan dari mereka kritis. Bahkan ada yang meninggal setelah mereka menikah. Dokter mengerti dan tidak mempersulit semua itu.Amar menghubungi Rayyan dan mengatakan hal ini. Lalu Rayyan menghubungi mertuanya dan menyampaikan apa yang dikatakan Amar.Siang ini di ruangan rawat inap tempat dimana Amara dirawat, nampak ramai orang. Tetapi mereka masih tetap menjaga ketenangan dan jarang yang berbicara. Sekali berbi
Evelyn menceritakan semuanya tentang kakaknya. Laras bukan tidak khawatir, dia bahkan menangis membayangkan jika hampir saja dia akan kehilangan putra satu-satunya milik mereka.Arka menoleh pada Azura, calon ibu mertuanya itu mengangguk. Dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh ibunya. Akhirnya Arka pun menurut.“Baiklah Bu, aku akan pulang.” Pada akhirnya Arka pun berpamitan pada Azura dan Amar untuk pulang dahulu.Ketika dia memasuki pintu, Laras dan Sofyan sudah berdiri menunggunya. Laras menatap putranya itu berjalan dengan lesu ke dalam rumah dengan wajah yang kusut dan pucat. Penampilan Arka sangat berantakan. Tetapi wajahnya tersirat sebuah kedewasaan. Jauh berbeda dengan Arka sebelum ini. Hati Laras sakit rasanya melihat keadaan putranya seperti itu. Langsung berlari dan memeluk Arka serta menangis tersedu-sedu.“Arka, jangan khawatir lagi. Semua akan baik-baik saja. Cinta kalian pasti akan bersatu.”Arka mendorong lembut tubuh ibunya kemudian mengangkat dagu
Pintu ruangan dimana Amara dirawat terbuka, beberapa suster masuk dan hanya memerlukan waktu sekitar dua menit, mereka sudah keluar dengan mendorong tubuh Amara.Semua orang mengikuti, namun langkah mereka harus terhenti ketika pintu ruangan operasi tertutup, menyisakan cahaya lampu halogen dan lampu LED yang sinarnya menembus kaca jendela. Tapi itu hanya beberapa detik saja, cahaya lampu di dalam ruangan itu menghilang karena tirai jendela telah ditutup dengan rapat.Amar merengkuh tubuh Azura dan membawanya ke ruang tunggu, sementara Rayyan merengkuh tubuh Arka dan membawanya ke ruangan tunggu juga, Rayyan memperlakukan Arka seperti memperlakukan anak kecilnya saja, bahkan dia melupakan istrinya yang bengong melompong melihat suaminya yang bukannya merengkuh dirinya justru malah merengkuh kakaknya.Sejenak Evelyn tertegun kemudian dia langsung tersadar. Dia ikut menyusul mereka dengan berlari kecil, lalu duduk di samping Arka.Dia segera memeluk Arka kembali, menyisihkan tangan Ray
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i
Sudah hampir tiga jam lamanya, Tim medis dari rumah sakit ternama di kota mereka itu menangani Amara di ruangan ICU.Saat ini, Rayyan dan Evelyn sudah berada di rumah sakit, Amar yang sudah menghubungi mereka. Saat Rayyan mendapatkan kabar jika kondisi Amara kritis seketika saja ia langsung membawa serta Evelyn untuk bergegas menuju rumah sakit.Mereka sempat tidak percaya dengan berita yang mereka dengar, karena baru beberapa jam yang lalu suami dari Bibinya itu baru saja mengabarkan jika kesehatan Amara sudah membaik, bahkan hari ini Amara sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah dan menjalankan berobat jalan saja.Akan tetapi semuanya terasa seperti mimpi, mendadak kondisi Amara menjadi kritis seperti saat ini. Semua orang dipenuhi rasa kekhawatiran. Menatap penuh harap ke arah pintu ruangan ICU tempat Amara sedang ditangani secara intensif oleh tim medis.Tak ada satupun suara yang terdengar, mereka hanya terdiam dan memanjatkan doa didalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya
Epilog.Pagi-pagi, Amar dan Azura sudah terlihat melangkah menuju ruangan dimana Amara dirawat dengan wajah penuh ketenangan."Pagi sayang!" Azura menyapa berbarengan dengan membuka pintu ruangan."Pagi Mama, Papa." Amara menyambut dengan mata yang berbinar bahagia.Mata Azura langsung fokus pada tangan Arka yang sedang menyisir rambut Amara.'Wajar saja kalau Amara jatuh cinta pada pria itu. Dia begitu perhatian.' batinnya.Arka cepat mengangguk pada mereka berdua lalu kembali pada rambut Amara. Dia mengikat rapi rambut Amara keatas. Kemudian segera beranjak untuk menyisih."Bagaimana keadaan Amara, Arka?" tanya Amar pada Arka."Kata Dokter, aku sudah diperbolehkan pulang hari ini, Pa!" seru Amara.Amar tersenyum. "Papa sudah tahu. Dokter sudah menelpon Papa semalam, jika pagi ini kamu sudah boleh kembali ke rumah.""Paman, kalau begitu aku akan segera mengurus administrasi dulu." ucap Arka.Amar mengangguk."Kak Arka, kamu mau kemana?" tanya Amara."Arka harus mengurus biaya adminis
Hari ini, Amar menepati janji.Sepulang dari menjenguk Amara di rumah sakit, dia langsung menghubungi Rayyan untuk membahas rencana persiapan pernikahan Amara dan Arka.Rayyan pun segera datang bersama dengan Evelyn ke rumah besar keluarga Brahmana untuk membahas hal ini di sana.Setelah mereka berdiskusi akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Evelyn yaitu kediaman keluarga Limanto. Sebelum menuju rumah orang tuanya tidak lupa Evelyn memberi kabar pada ibunya supaya Ayahnya jangan dulu berangkat kerja, agar saat mereka tiba di kediaman keluarga Limanto, sang Ayah masih berada di rumah karena keluarga Brahmana akan datang ke sana.Laras tidak tahu apa yang akan mereka bahas, Dia mengira jika keluarga besar Brahmana hanya mengunjungi mereka sekedar untuk bersilaturahmi saja.Jadi dia pun memberitahu suaminya agar jangan pergi dulu ke kantor.Ketika semua orang sudah berkumpul di ruangan tengah kediaman keluarga Limanto, Laras dan Sofyan sedikit terkejut karena yang