Di samping rasa bangga yang ada di dalam hatinya, tersirat juga rasa sangat kesal. Biar bagaimanapun juga keselamatan Evelyn adalah nomor satu baginya.“Lain kali jangan gegabah. Boleh menolong orang, tetapi sesuai juga dengan kemampuan serta keselamatan. Jika sudah begini kan, kamu sendiri yang terluka dan aku paling tidak suka melihat kamu terluka walau sekecil apapun itu.”Evelyn tidak marah meskipun Rayyan sudah memarahinya, dia justru sangat senang. Itu tandanya Rayyan benar-benar peduli padanya.“Maaf, janji lain kali aku akan lebih hati-hati.” Evelyn berkata dengan suaranya yang manis dan tersenyum sambil mengangkat kedua jarinya.Rayyan tersenyum, dia kembali berdiri untuk menaruh kecupan lembut di kening Evelyn, “Kalau begitu, nanti siang kita pulang bersama. Aku akan merawat lukamu.”“Eh, aku rasa tidak perlu. Bukankah kak Rayyan, akhir-akhir ini sangat sibuk kan? Kemarin kakak sudah ada satu mingguan menjagaku di rumah dan sekarang akan kembali libur karena cedera sedikit i
Setelah menerima telpon dari Neneknya, Evelyn terlihat seperti orang yang linglung. Saat ini hatinya benar-benar merasa tidak nyaman dan bingung. Dia mulai merasa khawatir dan tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya pada Rayyan dengan maksud dari permintaan yang diutarakan oleh Neneknya tadi itu.Selama ini, bukankah Rayyan sudah bersusah payah membantu dirinya untuk memberi hukuman pada Anesa, akan tetapi sekarang justru dia yang menginginkan agar Anesa dibebaskan dari tuntutan hukum yang akan menjerat gadis licik itu dipengadilan.Dia merasa seperti orang yang tidak tahu diri dan terkesan plin-plan. Lukisan yang awalnya tadi ingin dilukisnya, tiba-tiba menjadi tidak menarik lagi. Dia pun duduk di sofa yang berada di dalam ruangan studio miliknya itu, dengan posisi memeluk lututnya dan kepala tertunduk ke bawah bertumpu pada kakinya.Ketika Rayyan kembali, dia langsung bertanya kepada pelayan dan mencari keberadaan istrinya, Setelah kepala pelayan memberitahu dimana Evelyn berada,
Ternyata yang sedang dihubungi oleh Rayyan di ujung gawai telepon adalah Robi, ia sepertinya baru saja pulang kerja, belum sempat bokongnya menyentuh sofa handphone yang berada di dalam sakunya terasa bergetar.Ia menatap layar handphonenya ternyata bosnya yang sedang menghubungi, “Tuan Rayyan, apa ada perintah?”“Tarik kasus Anesa dari pengadilan.” Terdengar suara Rayyan berkata dengan jelas tanpa berbasa-basi.Robi terkejut bukan main. Bagaimana mungkin Tuan Rayyan-nya tiba-tiba saja mendadak jadi berbaik hati pada orang yang telah mencelakai Nyonya?“Tuan, bukankah wanita itu sudah…”Belum sempat Robi meneruskan ucapannya, tiba-tiba saja suara Rayyan memotong, “Tarik kasus Anesa dari pengadilan dan selesaikan saja di luar pengadilan. Dia harus minta maaf, ditambah biaya kerugian mental sebesar 200 miliar. Sewa pengacara. Jika dia tidak bisa membayar denda, maka segera mungkin untuk membawa kasus ini ke pengadilan.”“Baik, Tuan.”Robi yang tadi sedikit terkejut sekarang kembali terk
Keesokan harinya,Tepat di saat senja mulai menampakkan pesonanya di langit, Robi datang ke villa bunga mawar dengan beberapa orang. Mereka membawa beberapa kotak pakaian, sepatu dan juga aksesoris lainnya.Evelyn yang melihat orang-orang itu membawa pakaian yang tergantung, merasa kaget dia terbatuk ringan dan bertanya kepada Rayyan yang saat ini dengan santainya sedang menghirup kopi kesukaannya,“Kak Rayyan, Apa semua ini tidak terlalu berlebihan?”Rayyan mendongak dan menggeleng, lalu menatap dengan tenang, “Tidak, semua ini biasa saja. Ngomong-ngomong apa kamu ingin aku yang memilihnya?”“Eh, tidak perlu. Terima kasih. Aku bisa memilih sendiri kok.” Evelyn dengan sopan menolak kebaikannya.Desainer mulai memperkenalkan koleksi gaun yang dibawanya hari ini.“Gaun ini dirancang secara pribadi oleh desainer domestik terkenal. Desainnya sangat bagus dan cocok untuk Nyonya Miga. Jadi Nyonya tidak perlu khawatir sama sekali.”Evelyn mengangguk, gaun yang dikatakan oleh desainer itu me
Tidak ingin sampai terjadi kesalahpahaman, Evelyn kemudian bersuara.“Tentu saja dia ingin membelikan apa saja yang aku inginkan, akan tetapi aku sengaja menolaknya. Apalagi setelah mendengar ada undian ini, aku sengaja ingin menguji keberuntunganku. Lagian juga aku berpikir, jika aku ikut merasakan sensasi jantung yang berdebar serta berharap dalam doa untuk mendapatkan undian itu hal yang sangat istimewa bukan?”Dian merasa begitu kagum akan sikap Evelyn, “Untuk hal itu pastinya tidak diragukan lagi, bahkan jika Nyonya Miga menginginkan bulan di langit sekalipun, aku rasa hal yang wajar dan itu tidak akan berlebihan. Karena Tuan Rayyan pasti akan mengabulkan. Aku pikir betul sekali apa yang Nyonya Miga katakan, ada kesenangan tersendiri saat panitia mulai mengocok nomor undian, dan berdoa dalam hati nomor undian milik siapa yang akan keluar dan mendapatkan sebuah hadiah,” Evelyn hanya tertawa kecil menanggapi ucapan Dian. “Betul itu, kalau begitu mari kita sama-sama berdoa,”Keduan
Amara tersenyum menatap Evelyn, yang saat ini terlihat sedikit bingung.“Oh ya, aku pikir kak Evelyn tidak perlu memasukan kata-kata kedua wanita tadi di dalam hati, kakak tidak perlu khawatir jika perlu nanti aku akan menyuruh kak Rayyan untuk memecat mereka.”“Eh, jangan! Tidak perlu seperti itu. Aku pikir mereka berbicara seperti tadi hanya karena mereka belum tahu saja. Kasihan jika dipecat, mereka akan kehilangan pekerjaan.”“Mereka itu tidak tahu malu, bisa-bisanya membicarakan kakak dan kakak iparku di belakangnya.”“Sudah tidak apa-apa, aku tidak mengambil hati.”“Ehm, kakak ipar, kira-kira kapan kamu akan datang ke rumah kami dan berkenalan dengan keluarga besar kami? Mereka semua sangat penasaran lho... Terkadang aku juga merasa heran mengapa Rayyan belum mau memperkenalkan kakak ipar dengan keluarga besar kami. Jujur saja ya kak, kami itu sering pusing dengan sikap aneh kak Rayyan ini,”Evelyn terdiam, dia juga tidak tahu kenapa Rayyan belum juga mengenalkan dirinya dengan
Rayyan mengangguk. Dia kemudian menoleh ke belakang untuk memastikan jika Amara memang datang bersama sopirnya yang bernama Yuda.Mereka kembali duduk setelah Rayyan betul-betul yakin jika Amara sudah pulang bersama sopirnya.Evelyn kemudian melirik Rayyan, “Kenapa kamu sangat mengekang nya?”Rayyan menoleh, dia mengerti apa yang dimaksud oleh Evelyn. Mungkin saja tadi Amara sudah sedikit bercerita padanya.Rayyan menarik nafas, “Sejak kecil Amara sudah sakit-sakitan karena sebuah kecelakaan yang menimpanya saat bayi. Jadi kami semua benar-benar harus memperlakukannya dengan hati-hati. Aku sering mengkhawatirkannya jika dia di luar. Apalagi Ibunya?”‘Ibunya? Evelyn tertegun beberapa saat. Tadi Amara juga sempat menyebut kata, Ibuku dan Ibumu, apa mereka berdua itu bukan saudara kandung?’ batin Evelyn.“Kak Rayyan, apa kamu dan Amara..,”Belum sempat Evelyn bertanya, Rayyan sudah menjelaskan. “Amara itu adalah anak dari bibiku. Ibuku hanya memiliki aku saja sedangkan bibi ku hanya memi
Rayyan terperanjat saat mendengar ucapan Arka. Instingnya mengatakan jika Arka bukan sedang bercanda atau menggerjai dirinya. Meskipun Arka dikenal sebagai orang yang suka usil dan iseng, akan tetapi Rayyan yakin bahwa saat ini Arka tidak dalam keadaan bercanda dalam hal seperti ini.Rayyan memegang erat ponselnya di telinga, menahan debaran jantungnya."Kamu bilang apa?" tanya Rayyan, nadanya gemetaran karena khawatir.Arka juga berbicara dengan nada panik dan gugup,” aku juga tidak mengerti, tapi aku menemukan mobil adikmu di persimpangan jalan, menabrak tiang listrik! Sopirnya terluka parah! Dan mobilnya meledak! Cepatlah kesini! Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan!"Nada bicara Arka yang terdengar seperti itu membuat hati Rayyan seperti ditimpa batu yang cukup besar. Ia merasa panik dan sangat khawatir.Ponsel di tangannya hampir saja terjatuh, apalagi ketika Rayyan mengingat jika Amara memang baru saja pulang beberapa menit yang lalu. Wajah Rayyan menjadi pucat, napasnya se
Mereka paham akan maksud dari ucapan Amara, mereka juga mengerti kegelisahan yang Amara rasakan.Pada akhirnya Amar pun menepuk pundak Arka, “Ada baiknya memang seperti itu Arka, kamu tidak keberatan kan, atas permintaan Amara?”Arka mengangguk, “Ya, Paman. Jika itu permintaan Amara, aku pasti akan menurutinya.”Amar kemudian keluar, dia menemui pihak rumah sakit untuk mengutarakan niatnya. Dokter tidak mempermasalahkan itu dan mengizinkan. Beberapa orang juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang akan mereka lakukan. Menikah di rumah sakit, karena saat salah satu dari pasangan dari mereka kritis. Bahkan ada yang meninggal setelah mereka menikah. Dokter mengerti dan tidak mempersulit semua itu.Amar menghubungi Rayyan dan mengatakan hal ini. Lalu Rayyan menghubungi mertuanya dan menyampaikan apa yang dikatakan Amar.Siang ini di ruangan rawat inap tempat dimana Amara dirawat, nampak ramai orang. Tetapi mereka masih tetap menjaga ketenangan dan jarang yang berbicara. Sekali berbi
Evelyn menceritakan semuanya tentang kakaknya. Laras bukan tidak khawatir, dia bahkan menangis membayangkan jika hampir saja dia akan kehilangan putra satu-satunya milik mereka.Arka menoleh pada Azura, calon ibu mertuanya itu mengangguk. Dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh ibunya. Akhirnya Arka pun menurut.“Baiklah Bu, aku akan pulang.” Pada akhirnya Arka pun berpamitan pada Azura dan Amar untuk pulang dahulu.Ketika dia memasuki pintu, Laras dan Sofyan sudah berdiri menunggunya. Laras menatap putranya itu berjalan dengan lesu ke dalam rumah dengan wajah yang kusut dan pucat. Penampilan Arka sangat berantakan. Tetapi wajahnya tersirat sebuah kedewasaan. Jauh berbeda dengan Arka sebelum ini. Hati Laras sakit rasanya melihat keadaan putranya seperti itu. Langsung berlari dan memeluk Arka serta menangis tersedu-sedu.“Arka, jangan khawatir lagi. Semua akan baik-baik saja. Cinta kalian pasti akan bersatu.”Arka mendorong lembut tubuh ibunya kemudian mengangkat dagu
Pintu ruangan dimana Amara dirawat terbuka, beberapa suster masuk dan hanya memerlukan waktu sekitar dua menit, mereka sudah keluar dengan mendorong tubuh Amara.Semua orang mengikuti, namun langkah mereka harus terhenti ketika pintu ruangan operasi tertutup, menyisakan cahaya lampu halogen dan lampu LED yang sinarnya menembus kaca jendela. Tapi itu hanya beberapa detik saja, cahaya lampu di dalam ruangan itu menghilang karena tirai jendela telah ditutup dengan rapat.Amar merengkuh tubuh Azura dan membawanya ke ruang tunggu, sementara Rayyan merengkuh tubuh Arka dan membawanya ke ruangan tunggu juga, Rayyan memperlakukan Arka seperti memperlakukan anak kecilnya saja, bahkan dia melupakan istrinya yang bengong melompong melihat suaminya yang bukannya merengkuh dirinya justru malah merengkuh kakaknya.Sejenak Evelyn tertegun kemudian dia langsung tersadar. Dia ikut menyusul mereka dengan berlari kecil, lalu duduk di samping Arka.Dia segera memeluk Arka kembali, menyisihkan tangan Ray
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i
Sudah hampir tiga jam lamanya, Tim medis dari rumah sakit ternama di kota mereka itu menangani Amara di ruangan ICU.Saat ini, Rayyan dan Evelyn sudah berada di rumah sakit, Amar yang sudah menghubungi mereka. Saat Rayyan mendapatkan kabar jika kondisi Amara kritis seketika saja ia langsung membawa serta Evelyn untuk bergegas menuju rumah sakit.Mereka sempat tidak percaya dengan berita yang mereka dengar, karena baru beberapa jam yang lalu suami dari Bibinya itu baru saja mengabarkan jika kesehatan Amara sudah membaik, bahkan hari ini Amara sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah dan menjalankan berobat jalan saja.Akan tetapi semuanya terasa seperti mimpi, mendadak kondisi Amara menjadi kritis seperti saat ini. Semua orang dipenuhi rasa kekhawatiran. Menatap penuh harap ke arah pintu ruangan ICU tempat Amara sedang ditangani secara intensif oleh tim medis.Tak ada satupun suara yang terdengar, mereka hanya terdiam dan memanjatkan doa didalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya
Epilog.Pagi-pagi, Amar dan Azura sudah terlihat melangkah menuju ruangan dimana Amara dirawat dengan wajah penuh ketenangan."Pagi sayang!" Azura menyapa berbarengan dengan membuka pintu ruangan."Pagi Mama, Papa." Amara menyambut dengan mata yang berbinar bahagia.Mata Azura langsung fokus pada tangan Arka yang sedang menyisir rambut Amara.'Wajar saja kalau Amara jatuh cinta pada pria itu. Dia begitu perhatian.' batinnya.Arka cepat mengangguk pada mereka berdua lalu kembali pada rambut Amara. Dia mengikat rapi rambut Amara keatas. Kemudian segera beranjak untuk menyisih."Bagaimana keadaan Amara, Arka?" tanya Amar pada Arka."Kata Dokter, aku sudah diperbolehkan pulang hari ini, Pa!" seru Amara.Amar tersenyum. "Papa sudah tahu. Dokter sudah menelpon Papa semalam, jika pagi ini kamu sudah boleh kembali ke rumah.""Paman, kalau begitu aku akan segera mengurus administrasi dulu." ucap Arka.Amar mengangguk."Kak Arka, kamu mau kemana?" tanya Amara."Arka harus mengurus biaya adminis
Hari ini, Amar menepati janji.Sepulang dari menjenguk Amara di rumah sakit, dia langsung menghubungi Rayyan untuk membahas rencana persiapan pernikahan Amara dan Arka.Rayyan pun segera datang bersama dengan Evelyn ke rumah besar keluarga Brahmana untuk membahas hal ini di sana.Setelah mereka berdiskusi akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Evelyn yaitu kediaman keluarga Limanto. Sebelum menuju rumah orang tuanya tidak lupa Evelyn memberi kabar pada ibunya supaya Ayahnya jangan dulu berangkat kerja, agar saat mereka tiba di kediaman keluarga Limanto, sang Ayah masih berada di rumah karena keluarga Brahmana akan datang ke sana.Laras tidak tahu apa yang akan mereka bahas, Dia mengira jika keluarga besar Brahmana hanya mengunjungi mereka sekedar untuk bersilaturahmi saja.Jadi dia pun memberitahu suaminya agar jangan pergi dulu ke kantor.Ketika semua orang sudah berkumpul di ruangan tengah kediaman keluarga Limanto, Laras dan Sofyan sedikit terkejut karena yang