Arka masuk dengan ragu-ragu ke dalam ruangan di mana Amara telah dipindahkan ke ruangan rawat. Dia melihat gadis kecil itu baru selesai dipasang infus oleh dokter yang masih ada di dalam ruangan.Dokter itu berkata, “Tuan, nona ini katanya ingin bicara dengan Anda. Silahkan.”Sebelum melangkah mendekat Arka bertanya dahulu, “Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?”“Nona ini hanya mengalami luka ringan di kepalanya. Selain itu, tidak ada luka yang serius. Tadi dia mungkin hanya terkejut sehingga menyebabkan dia jatuh pingsan.”Arka merasa sedikit lega, tapi dia masih khawatir kemudian dengan perlahan dia mendekati Amara.Wajah gadis kecil itu sangat pucat dan bibirnya terlihat sedikit kering. Melihat semua itu matanya yang jernih menitikkan air mata, Arka merasa kasihan.“Nona Amara. Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?”Amara menatapnya, dia menggeleng perlahan. “Kakak mengenal namaku?”Arka mengangguk, “Namaku Arka, aku teman kakakmu. Tentu saja aku mengenalmu.”Selama ini
Setelah Arka pergi, Rayyan kembali menemui Amara. Hatinya sedih melihat adiknya kembali terbaring di atas ranjang rumah sakit, semua ini seakan-akan saja mengingatkannya pada masa lalu ketika Amara pernah terbaring seperti itu selama beberapa bulan.Melihat Rayyan masuk, Amara bermaksud ingin bangun, tetapi buru-buru bahunya ditekan lembut oleh Rayyan. "Jangan banyak bergerak, kamu masih terluka," pesan Rayyan.Amara meraba keningnya, "Ini hanya luka kecil, Kak. Lihatlah ini sudah tidak sakit lagi." Amara membantah."Memang ini luka kecil, tapi mungkin tadi itu luka ini sudah mengeluarkan banyak darah. Kakak yakin saat ini kamu pasti kekurangan darah." Rayyan lalu menarik kursi dan duduk di samping ranjang Amara.Dia menatap Amara dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang, namun ada rasa kecewa dalam hatinya."Lain kali, jangan pernah ulangi lagi, pergi tanpa izin orang tua atau kakak. Coba pikirkan kalau tadi itu sempat terjadi sesuatu, siapa yang bisa disalahkan? Apa kamu tidak k
Rayyan yang merasa penasaran, dengan apa yang sedang dipikirkan oleh adiknya itu kemudian bersuara sambil menggerakkan tangannya persis di depan wajah Amara.“Hei, apa yang sedang kamu pikirkan? Kakak lihat ekspresi wajah kamu terlihat begitu bahagia, padahal kamu itu baru saja mengalami kecelakaan yang hampir saja merenggut nyawa, tetapi kenapa malah tersenyum?" Tanya Rayyan seperti mencurigai sesuatu.Seketika saja Amara menjadi salah tingkah dan terlihat gugup tanpa alasan yang jelas."Tidak, aku.. aku hanya merasa sangat bersyukur sekali karena aku bisa selamat. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika hal buruk terjadi dan terpaksa harus meninggalkan mama dan juga nenek. Mereka pasti akan sangat sedih kalau sampai terjadi apa-apa padaku."Rayyan kemudian menepuk lembut kepalanya, "Sebab itu, lain kali kamu harus hati-hati. Untuk kedepannya kamu tidak boleh pergi tanpa izin dariku ataupun dari mamamu."Amara tersenyum kecut, sebenarnya selama ini dia benar-benar sudah bosan di
Sementara itu, Arka meninggalkan hotel dengan membawa perasaan hampa. Entah kenapa ia merasa malam pesta yang dihadiri nya hanya beberapa menit itu, sama sekali tidak memberi kesan di hatinya.Padahal, pesta tahunan ini adalah salah satu acara yang sangat ditunggu olehnya selama ini, rencana awalnya di saat pesta ini digelar ia akan memamerkan hasil kinerjanya. Akan tetapi di saat waktunya sudah tiba seperti ini, dia merasa jika malam ini sama dengan malam-malam biasanya tidak ada yang istimewa sama sekali.Dia masuk ke dalam mobil sportnya dan langsung bergegas pergi, untuk pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, pikirannya terpatri pada wajah mungil Amara.Selama ini dia hanya mendengar nama Amara serta cerita kehidupan gadis itu hanya dari Rayyan saja, walau beberapa kali ia sempat melihatnya, itu pun dari jauh.Dia belum pernah melihat wajah Gadis itu dari dekat, dan malam ini dia benar-benar melihat adik sahabatnya itu dengan jelas, bahkan juga ia sempat menggendong tubuhnya."Ter
Bagi Rayyan Kakeknya ini sangat luar biasa bahkan setiap gerak-geriknya pun dia bisa tahu. Ibaratnya kakek ini sudah seperti malaikat yang mempunyai 1000 mata bagi Rayyan.Pada akhirnya, di depan kakeknya Rayyan tidak bisa menyembunyikan sesuatu lagi.Setelah dia memastikan tidak ada orang lain yang mendengar pembicaraan mereka, dia pun mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada Amara.Ega bukan hanya menebak, tetapi orangnya telah mendapatkan berita ini sejak semalam, bahkan dia sudah tahu kabar ini sebelum mereka turun dari mobil tadi.“Kakek tenang saja. Aku akan segera mengutus orang untuk menyelidiki.”“Tidak perlu.” Ega memotong pembicaraan Rayyan, “Kakek sudah menyuruh orang kepercayaannya kakek untuk melakukannya. Kamu, tetaplah fokus pada tanggung jawabmu saja.”Rayyan mengangguk, meskipun kakeknya ini sudah tua, tetapi ia sangat-sangat bisa diandalkan. Dia tidak akan mungkin ragu dengan orang-orang spesial milik kakeknya yang keberadaannya sangat misterius.Tidak ada yang m
Rayyan tahu jika gadis yang sangat dicintainya ini tidak gampang untuk dibohongi. Sejenak ia mulai berpikir untuk mencari alasan yang cukup masuk akal supaya bisa diterima oleh Evelyn. Dia menarik nafas, “Semalam itu aku panik, karena takut kakakmu nantinya tidak bisa menahan diri dan membuat keributan. Jika Ia sampai melakukan kesalahan-kesalahan mau tidak mau pastinya akan menyeret nama baikku dan perusahaan juga. Jadi aku buru-buru datang untuk menyelamatkannya dari kekacauan. Kamu seperti tidak tahu saja bagaimana sifat kakakmu itu.” Evelyn menunduk, dia benar-benar malu jika teringat tingkah laku kakaknya yang memang benar-benar sangat menyebalkan. Akhirnya dia percaya dengan ucapan Rayyan kemudian dia mengangguk. “Ayo, kalau begitu kita masuk. Kak Rayyan pasti mau mandi kan, sebelum berangkat ke kantor?” “Tentu saja, aku pulang memang untuk mandi.” “Eh,” Sebelum melangkah, Evelyn teringat sesuatu. Dia kembali berbalik dan bertanya pada Rayyan. “Semalam kak Rayyan menginap di
Evelyn kembali tersenyum kala melihat nomor baru dengan foto profil gadis kecil yang sebenarnya memiliki wajah sama imutnya dengan dirinya itu. “Halo, Amara?” sapa lembut Evelyn saat panggilan terhubung. Suara manis Evelyn menggelitik hati Amara, membuat dia tersenyum senang dengan suara ramah itu. Entah mengapa Amara merasa saat ini dirinya seperti sedang berhubungan dengan teman lama, yang sudah sangat lama tidak bertemu sapa. “Kakak ipar, aku tidak mengganggu waktumu, kan?” Amara bertanya. “Tentu saja tidak, aku malah senang kamu mau menelponku,” jawab Evelyn. Akhir-akhir ini saat Evelyn berada di villa bunga mawar ia juga merasa sedikit kesepian, terlebih lagi di saat Rayyan sedang pergi untuk bekerja. Saat ini Dia tidak lagi pergi ke kampus, bahkan Mia juga sedang berada di luar negeri. Beberapa hari terakhir ini ia hanya menghabiskan waktunya di dalam studio untuk melukis. Jadi, saat Amara mau menelponnya, dia merasa sangat senang. Begitu juga sebaliknya yang diras
Amara masih menatap kontak yang telah diberinya nama Kak Arka dalam memori handphone miliknya itu. Sejenak dia merasa ragu, apa yang akan dia lakukan setelah mendapatkan nomor kontak itu?"Apa aku harus menelepon atau bagaimana ya?" Amara terus mempertimbangkan pikirannya.Tidak etis rasanya kalau dia tiba-tiba melakukan panggilan suara atau panggilan video, kan? Apalagi Kontaknya saja sudah pasti adalah nomor baru di sana.Setelah memikirkan berulang kali, Amara akhirnya mengirim pesan chat saja.Arka saat ini sedang ada di kantor, dia sedang sibuk berkutat dengan tumpukan berkas dari dua departemen yang saat ini menjadi tanggung jawabnya. Satu dokumen dari perusahaan ini, dan satu lagi adalah milik proyek pemerintah yang baru saja ia menangkan kemarin.Banyaknya pekerjaan membuat dia tidak menghiraukan notifikasi pesan yang muncul di ponselnya. Dia hanya melirik sekilas saat melihat benda pipi canggih itu bergetar. Karena banyaknya pesan dari beberapa rekan kerja, ditambah lagi obro
Mendengar gumaman Ibunya, Sofyan langsung berkata, “Ibu, kita tidak boleh berharap seperti itu. Meskipun sekarang kita ini adalah besan dengan grup Brahmana, tetapi kita harus tahu diri siapa kita. Jika dibanding dengan keluarga Brahmana, kita ini diibaratkan cuma seujung kukunya saja dari Brahmana grup. Evelyn dipilih oleh Tuan Rayyan untuk menjadi istrinya saja, itu sudah merupakan sebuah kebanggaan yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain. Jadi aku harap kita jangan bermimpi terlalu tinggi untuk mendapatkan jantung, jika saat ini kita sudah dikasih mereka hati.”Nenek Limanto tertawa kecil, “Iya, kamu benar. Lagi pula perkataan ibu tadi tidak terlalu serius.”Seharian ini Evelyn melewati waktu di rumah keluarganya ini. Dia mulai merasa suntuk dan bosan. Dia merindukan Rayyan, ingin menelepon tetapi dia takut mengganggu kesibukan Rayyan. Jadi pada akhirnya dia hanya bisa menahan diri.Hingga malam telah tiba, dia melihat kakaknya sudah pulang dari kantor nya. Dia segera menghampiri
Laras terdiam sejenak, kemudian dia berpikir jika apa yang dikatakan suaminya ini adalah benar. Bukankah kemarin-kemarin suaminya sudah menceritakan kepada dirinya tentang siapa sosok dari Rayyan ini.Pada akhirnya dia menatap Rayyan dan Evelyn secara bergantian, kemudian dia mengangguk. “Baiklah, terima kasih sekali. Ibu dengan sangat senang hati akan menerima hadiah ini. Sungguh ini adalah hadiah termewah yang pernah kumiliki dan pernah ibu terima. Sekali lagi, terima kasih ya, Tuan Rayyan.”Rayyan mengangguk kemudian dia berkata dengan lembut, “Ah iya, sama-sama Ibu mertua, kalau begitu, apa boleh aku meminta satu permintaan darimu Ibu?”Mendengar penuturan Rayyan semuanya menatap penuh rasa penasaran.“Bo-boleh apa itu Tuan, katakan saja?” tutur Laras penuh rasa heran dan binggung.“Apakah bisa jika mulai sekarang, Ibu jangan lagi memanggilku dengan sebutan Tuan?”Belum sempat semua orang menjawab tiba-tiba Arka berkata , “Ibu, seharusnya Ibu memang tidak boleh memanggilnya Tuan l
Dari melihat hadiah-hadiah yang di bawah oleh Rayyan saja, hati Laras sudah bergetar. Ditambah lagi saat pemuda yang begitu tetpandang dikota mereka yang saat ini berstatus sebagai suami dari putrinya, berjabatan tangan dengan dirinya dan mencium pucuk telapak tangannya dengan begitu hormat.Laras sampai gugup dan kemudian menjawab, “Iya, terima kasih, Tuan Rayyan. Terima kasih. Tapi kenapa mesti repot-repot membawa hadiah segala, dan sebanyak itu?”Rayyan melepaskan jabatan tangannya dengan lembut, kemudian mengangkat pandangannya sejenak. Sebelum akhirnya dia menatap orang-orang yang di sekelilingnya. Terakhir kali tatapannya terpatri pada Evelyn selama beberapa saat, kemudian dia tersenyum dengan hangat. “Mana mungkin merepotkan? Aku adalah menantu keluarga ini, memberi hadiah untuk Ibu mertua yang sedang berulang tahun itu adalah hal yang sangat wajar. Bukankah demikian sayang?” dia bertanya demikian kepada Evelyn.“Eh iya, itu benar ibu. Bukankah kak Rayyan ini menantumu? Jadi
Sebetulnya sejak kedatangan keluarga Lewis dikediaman Keluarga Limanto, perasaan Laras sudah tidak menentu. Terlihat mulutnya bersungut-sungut, antara menghina, kesal dan juga marah.“Dasar keluarga Lewis itu benar-benar tidak tahu malu. Tidak ibunya, tidak anak laki-lakinya dan juga anak perempuannya, semua sama saja tidak ada yang baik. Aku betul-betul merasa sangat beruntung jika hari itu putriku ditinggalkan di hari pernikahannya. Benar-benar sebuah anugerah bagi Evelyn tidak jadi masuk dalam keluarga yang tidak tahu malu itu.”Sofyan yang mendengar istrinya menggerutu langsung menarik lengannya, memberi isyarat agar dia diam sambil melirik Ibunya.Laras langsung diam, dia merasa bersalah telah mengumpat keluarga Lewis di depan Ibu mertuanya. Karena biar bagaimanapun juga Nyonya besar Lewis adalah sahabat Ibu mertuanya. Tidak seharusnya dia memaki mereka di depan Ibu mertuanya. Karena merasa tidak enak hati kepada ibu mertuanya itu, kemudian dia berinisiatif untuk meminta maaf,
Tetapi dia berusaha untuk menahannya. Pandangannya kini beralih pada sebuah lukisan yang bersandar di ujung dinding sana, ya Revan ingat jika itu adalah lukisan dirinya.Kemudian dengan ragu-ragu dia bertanya, “Ternyata, kamu masih menyimpan lukisan itu?”Evelyn menoleh sebentar, kemudian ikut menatap ke arah tatapan mata Revan. Sebentar kemudian dia kembali mengalihkan pandangannya pada lukisan yang ada di depannya sambil berkata,“Waktu aku membawa lukisan itu untuk hadiah ulang tahunmu, tapi kamu menolaknya. Kamu mengatakan jika tidak ada tempat untuk menyimpannya di rumahmu, jadi aku membawanya pulang dan menaruhnya di ujung sana. Sampai aku lupa kalau ternyata masih ada lukisan itu.”Revan tertegun, dia baru teringat jika dulu Evelyn pernah mengatakan jika dia sudah menghabiskan waktu hampir dua minggu hanya untuk menyelesaikan lukisan itu, tetapi dengan gampangnya dia justru menolak hadiah yang dibawa Evelyn itu di hari ulang tahunnya.Sekarang dia benar-benar merasa sangat meny
Nenek Limanto kemudian menambahkan, “Cuaca masih sangat dingin, jadi Evelyn tidak diperbolehkan untuk keluar kamar kecuali hanya makan. Tahu sendiri bagaimana fisik Evelyn yang memang kurang sehat dari dulu.”Bu Linda kemudian menoleh pada Anesa yang duduk di sampingnya, wajah gadis itu terlihat cemberut dan kesal. Sebenarnya dia benar-benar sangat malas untuk datang ke sini, tetapi ibu dan Ayahnya lah yang sudah mendesak begitu juga dengan kakaknya Revan. Bahkan dia diancam oleh Tomi, jika dia tidak mau datang dan meminta maaf dengan sungguh-sungguh kepada Evelyn maka bukan hanya dia yang akan bermasalah tetapi keluarganya juga yang akan menanggung akibatnya.Bu Linda yang melihat ekspresi wajah Anesa pun akhirnya menyenggol pinggangnya dengan sikunya.Anesa melirik sebentar kemudian dengan terpaksa dia bersuara sambil berlutut dan meraih kedua tangan Nenek Limanto.“Nenek, Tante Laras dan Om Sofyan, jadi sebenarnya kedatangan aku kesini ingin meminta maaf kepada kalian semua terutam
Sejenak hati Rayyan terasa seperti kosong. Ketika dia memasuki villa pun, rasanya villa itu menjadi sepi dan hening. Padahal baru beberapa menit Evelyn meninggalkan villa ini. Rayyan langsung merasa tidak betah berada di sini.Dia mendengus kasar. Kehadiran Evelyn di dalam villa ini benar-benar seperti atmosfer yang memenuhi ruangan ini. Ketika dia pergi maka langsung seperti sebuah ruangan tanpa udara. Dadanya pun terasa langsung sesak.Rayyan menyadari jika dia benar-benar sudah sangat mencintai gadis kecil itu dengan teramat sangat. Rasanya dia sudah tidak sabar untuk membawa keluarganya datang ke keluarga Limanto. Tetapi dia harus sabar menunggu tunggu dulu dia harus mengirim Arka pergi dulu dari negara ini, agar semua langkahnya lebih bebas.Meskipun waktu itu Arka sudah pernah menitipkan Evelyn padanya, tetapi Rayyan bukan orang yang gampang percaya dengan mudah. Apalagi Arka menjadi seorang yang plin-plan sekarang. Di depannya kadang begini, kadang tiba-tiba begitu lagi.Rayyan
Arka menarik nafas panjang, dia berusaha menenangkan kegugupannya kemudian dia mengubah topik pembicaraan.“Evelyn, aku datang kemari untuk menjemputmu. Ibu yang menyuruhku untuk membawamu pulang hari ini.”Evelyn mengangguk, dia sudah paham. Kemudian dia duduk di samping Rayyan dan berkata padanya, “Kak Rayyan, apa kamu mengijinkan aku untuk pulang? Besok adalah hari ulang tahun Ibuku, tadi Ayah juga sudah menelpon dan memintaku untuk pulang ke rumah.”Rayyan mengangkat kedua alisnya, dia betul-betul tidak tahu jika besok adalah hari ulang tahun Ibu mertuanya. Perasaan di hatinya mendadak jadi serba salah, Sedangkan untuk dua hari kedepan dia masih punya banyak urusan di kantor.Tidak lama kemudian dia mengangguk, “Pulang lah kalau begitu. Maafkan aku jika belum bisa mengantarmu atau datang ke sana. Tapi nanti aku pasti akan kesana setelah urusanku selesai. Kamu tidak akan marah kan?”Evelyn tentu saja mengerti, Rayyan punya banyak kesibukan. Apalagi dia mungkin harus mengurus kebera
“Oh, ya ampun! Ayah, aku lupa hari ini adalah ulang tahun Ibu kan? Ah, bukan hari ini, maksudnya besok adalah hari ulang tahun Ibu.”Di sana Sofyan tersenyum meskipun Evelyn tidak melihatnya, tapi dia sangat senang karena putrinya ternyata mengingat hari ulang tahun ibunya.“Kamu benar sekali. Jadi bagaimana, apakah hari ini kamu bisa pulang? Besok malam kita akan merayakan ulang tahun Ibu bersama-sama di rumah. Sederhana saja, asalkan dia senang.”“Iya, ayah. Aku pasti akan pulang.”“Ah, baiklah Evelyn. Terima kasih kalau begitu. Ayah akan tutup teleponnya ya?”“Iya ayah, sampai jumpa ya?”Evelyn menutup panggilan, setiap kali dia berbicara dengan ibu atau ayahnya sebenarnya hatinya selalu bergetar. Bukannya apa, dia sebenarnya tahu jika kedua orang tuanya itu sangat mencintainya dengan sepenuh hati.Hanya saja dulu memang ada sesuatu yang mengharuskan mereka untuk membuang dirinya. Bukan karena mereka tidak menginginkan dirinya. Bahkan sekarang setelah dia sudah berkumpul dengan mer