Selamat membaca. Bukh! Sebuah patung hancur karena aku menyenggolnya. "Maaf!" ucapku sembari membersihkan pecahan-pecahan patung. Setidaknya aku punya alasan untuk menjauhi itu. "Letakan semua itu!" Tapi aku tak menurut, dan tetap membereskan semua puing-puing. Menumpuknya pada pakaianku. Sampai sebuah tangan menarik lenganku kasar. "EMABELL! KAU TIDAK MENDENGARKANKU?!" bentaknya—membuatku ketakutan, menatapnya dengan mata berkaca-kaca menahan tangisku agar tak jatuh. Meletakan semua puing-puing itu kembali ke lantai. Lalu menatap baginda yang seakan menusukku, dengan tatapan tajamnya. "Maafkan aku," kataku. Memutus pandangan dengan menundukkan kepalaku ke bawah. Yang dengan tidak tahu dirinya. Ia bertanya padaku. "Jika suatu hari kehancuran terjadi. Siapa yang akan kau pilih?!" ia menjeda menatap dengan tatapan dinginnya. "Aku, atau Clossiana Frigga?!"Aku diam. Tak menjawabnya, sebab aku tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan. Ia tiba-tiba saja mengangguk-anggukan ke
Selamat membaca. Kami saling tatap selama beberapa saat. Sebelum aku melompat dengan gesit dari istana yang begitu tinggi. 'Patah kaki pun tak masalah!' Asalkan aku lepas malam ini saja. Namun detik berikutnya, pria itu menyambarku seperti elang yang membunuh mangsanya, atau menyelamatkan mangsanya. Ia menggendongku. Dan kami terbang semakin tinggi. "A-aku bisa kehabisan nafas la-lagi!" mataku mulai naik ke atas, sebab semakin tinggi. Udara semakin menipis. Menatap. Baginda menurunkan sedikit jarak antara ia dan bumi—sontak, aku melingkarkan kedua tanganku di lehernya. "Wah…""Wah?" tanyanya mengulang kekagumanku pada kerajaannya ini. Utara, harusnya tak seindah ini. Tidak. Semua indah, hanya istananya saja yang tidak. "Nama siapa yang kau sebutkan itu?""Itu kekaguman!"Jawaban mulus yang disertai ketakutan. Aku bahkan harus menelan salivaku kasar, karena jujur saja. Suaranya itu masih membuat semua tubuhku merinding—seolah ingatan pada malam kembali lagi. Hingga, sekitar 7 ja
Selamat membaca. Ia membawaku pulang, padahal. Ku pikir ia akan meninggalkanku sendirian di tengah hutan seperti ini tanpa busana. Tapi saat kami kembali, ia sama sekali tak bicara padaku. Tak makanan, tak ada dunia luar. Aku dikurung! Bahkan, baik Almosa dan aku tidak boleh mengobati lukaku. Aku kesakitan. "Aku ingin kembali ke rumah, aku ingin meringkuk di samping kasur kamar di rumah bibi Anne. Aku ingin berteriak, aku ingin tenggelam lagi…. Hiksss…"Menangis adalah jalan. Sampai aku sadar. "Mengapa aku begitu lemah di hadapannya?" lantas aku menatap ke arah tanganku sendiri yang masih dipenuhi oleh bekas luka. Bangkit. Membuka peti, sebelum mengobati luka-lukaku dengan herbal yang dikirim oleh kakak—tidak peduli lagi jika baginda akan memperkosaku atas tindakan yang ku anggap benar. "Aku tidak peduli lagi!" Aku, harus jadi lebih kuat….***Malam harinya, berbekal tekad karena perutku yang kosong. Aku dengan nekatnya berjalan keluar dari kamar yang tidak dijaga, ke arah dapur.
Selamat membaca. Jarum itu membuat aku tak bisa bergerak! Sebenarnya, apa yang mereka inginkan dariku? BUGH! Tiba-tiba saja Baginda mencekik leherku, sampai membuat tembok yang menahanku retak. "Ulahmu?" tanyanya dengan tatapan dingin yang menusuk. Padahal aku tengah kesakitan. Lukaku juga belum kering. "Panas…" Kukunya muncul, menancap di leherku—aku tahu, ia marah karena penyebab informasi raja yang sedang tak sadarkan diri karena racun Damor adalah memang karena ulahku. Aku berbohong. Sebab aku takut pada apa yang akan terjadi. Dan akhirnya, hal yang ku takutkan benar-benar terjadi. "Ba-baginda!" ringisku. Seperti digantung hidup-hidup! "Akhh… sakit!"Kafkan menahan bahu pria itu. Mencoba untuk menahan emosi yang sebentar lagi akan pecah dari dalam dirinya! Aku takut, tapi ini tidak adil baginya. Arggghhh! Aku menangis. Tubuhku gemetar saat kuku baginda menancap menyebabkan luka baru pada leherku. Hiksss! "Yang mulia!" Semua terlihat terkejut. Tapi, mereka tetap tak bisa b
Selamat membaca. Ku Kira ia akan membunuhku malam itu, nyatanya tidak dan mungkin akan berlangsung cukup lama. Atas permintaan Kafkan, Almosa dan Damor. Rantai yang mengikat kakiku di cabut, dan Baginda membawaku ke tempat yang tidak aku tau. Dia—Baginda, seperti ingin mengobati luka di hatiku setelah menyakitinya. Tap! Tap! Tap! Lama berjalan, dengan bantuannya yang terpaksa ku terima. Akhirnya kami sampai di tempat dengan rumput hijau. Tunggu…rumput hijau. Menyandarkan pandanganku ke depan. "Ini?" sontak mataku membulat saat melihat pemandangan yang cukup menyegarkan mata. Taman, dengan kolam bundar di tengah-tengahnya. Aku bertanya-tanya apakah ada ikan yang hidup di sana? Di beberapa tempat, di buat taman bunga. Bukan bunga biasa, tapi bunga yang mengandung manfaat. Di pinggir kolam, terdapat batang pohon tua dengan jamur berbagai macam jenis yang tumbuh subur. "Jika kau bosan di kamarmu, datanglah!" Aku terkejut dengan kata-kata itu. Ragu. Aku menoleh ke arahnya yang
Selamat membaca. Selesai menaruh semua barang-barangku ke dalam kamar, mataku beralih pada pintu kamar mandi yang dilapisi emas. 'Hah' menghembuskan nafasku kasar, sebelum berjalan ke arah lemari berwarna hitam keemasan. Mengambil jubah mandi ku yang begitu mudah untuk dilepas. Bisakah aku memaki?! Setelahnya aku berjalan masuk. Membuka pintu perlahan-lahan, yang sambut oleh aroma semerbak dari wewangian yang tak pernah ku dapatkan saat tinggal di Clossiana Frigga. Sebab biasanya, aku hanya berendam dengan air mawar. Tapi aku melihat Baginda. "Apa aku mandi seorang diri?" aku bertanya dengan raut bingung, tapi mengapa hatiku seakan begitu senang. Seolah ada yang bersorak-sorak dalam diriku—Aku. "Terserahlah!"Menanggalkan pakaianku, ini pertama kalinya aku akan masuk ke dalam bak yang seperti kolam pemandian air panas pribadi. Karena biasanya, aku hanya mandi di pinggirnya saja dengan cara yang gila karena Baginda. Tap! BYURRR! Deg! Sesak… mataku membelalak saat kakiku tak meng
Selamat membaca. Sampai pagi pun, aku hanya menunggu sampai ia pergi dari sisiku—benar, dia memang menyuruhku untuk tidur. Tapi coba bayangkan, apakah kamu bisa tidur dalam seperti itu. Aku hanya menutup mataku. Hingga matahari menyambar netra mataku yang berair— diatas tempat tidur, aku mencoba untuk bangkit. Krakkk! Seperti tubuhku ada yang patah! Dia benar-benar menghabisiku. "Kau tidak tidur?"DEG! Mataku sontak membulat saat melihat ke arah sofa yang menghadap langsung ke dalam kamar, dengan Baginda yang sedang duduk disana! "Ba-baginda…""Tidurlah!""Tapi aku…" ingin bangun—sambungku dalam hati. Tak berani melanjutkan kata-kataku, saat melihat tatapan tajam penuh peringatan yang ia layangkan padaku. Kembali berbaring, aku mencoba untuk menutup mataku sampai mataku berkerut. Memaksa otakku untuk segera tertidur….***"Emabell, Emabell!" Panggilan seseorang membuat aku tersadar dari tidurku. "Ba…" Bukan. Tapi, "Kafkan?!" "Sampai kapan kau akan tidur? Apakah kau begitu kel
Selamat membaca. "Akhhh!" Aku meringis saat pria yang tak ku kenal mencekik leherku dengan sangat kuatnya. Mataku hampir tertutup dibuatnya, keringatku juga bercucuran menahan sakit. Pria di hadapanku ini siapa? "Ternyata kau memang sangat cantik!" sinisnya. Setidaknya lepaskan aku dulu baru bicara! "Tapi orang-orang dari utara, tidak mungkin hanya mengagumi kecantikanmu, 'kan?" ucapnya menatapku dari atas sampai bawah. Me-mereka dimana? A-aku mati kalau terus-terusan tergantung seperti ini. Bugh! Tiba-tiba saja Damor dan Kafkan datang, dan langsung menahan pria gila itu. Uhuk! Uhuk! Uhuk! "LARI!" seru Damor, itu membuatku mengerutkan kening ku bingung. Tak mengerti. "EMABELL!" Mungkinkah pria itu adalah musuh? Tak peduli, aku berlari keluar dari dalam kamar karena pria asing itu terlihat ingin sekali menghabisiku. Hosh! Hosh! Hosh! Aku berlari tanpa arah, tentu saja dengan darah yang menemaniku setiap langkahku. Leherku sakit, tapi ini bukan racun—pria itu jelas ingin me