Selamat membaca. Kami saling tatap selama beberapa saat. Sebelum aku melompat dengan gesit dari istana yang begitu tinggi. 'Patah kaki pun tak masalah!' Asalkan aku lepas malam ini saja. Namun detik berikutnya, pria itu menyambarku seperti elang yang membunuh mangsanya, atau menyelamatkan mangsanya. Ia menggendongku. Dan kami terbang semakin tinggi. "A-aku bisa kehabisan nafas la-lagi!" mataku mulai naik ke atas, sebab semakin tinggi. Udara semakin menipis. Menatap. Baginda menurunkan sedikit jarak antara ia dan bumi—sontak, aku melingkarkan kedua tanganku di lehernya. "Wah…""Wah?" tanyanya mengulang kekagumanku pada kerajaannya ini. Utara, harusnya tak seindah ini. Tidak. Semua indah, hanya istananya saja yang tidak. "Nama siapa yang kau sebutkan itu?""Itu kekaguman!"Jawaban mulus yang disertai ketakutan. Aku bahkan harus menelan salivaku kasar, karena jujur saja. Suaranya itu masih membuat semua tubuhku merinding—seolah ingatan pada malam kembali lagi. Hingga, sekitar 7 ja
Selamat membaca. Ia membawaku pulang, padahal. Ku pikir ia akan meninggalkanku sendirian di tengah hutan seperti ini tanpa busana. Tapi saat kami kembali, ia sama sekali tak bicara padaku. Tak makanan, tak ada dunia luar. Aku dikurung! Bahkan, baik Almosa dan aku tidak boleh mengobati lukaku. Aku kesakitan. "Aku ingin kembali ke rumah, aku ingin meringkuk di samping kasur kamar di rumah bibi Anne. Aku ingin berteriak, aku ingin tenggelam lagi…. Hiksss…"Menangis adalah jalan. Sampai aku sadar. "Mengapa aku begitu lemah di hadapannya?" lantas aku menatap ke arah tanganku sendiri yang masih dipenuhi oleh bekas luka. Bangkit. Membuka peti, sebelum mengobati luka-lukaku dengan herbal yang dikirim oleh kakak—tidak peduli lagi jika baginda akan memperkosaku atas tindakan yang ku anggap benar. "Aku tidak peduli lagi!" Aku, harus jadi lebih kuat….***Malam harinya, berbekal tekad karena perutku yang kosong. Aku dengan nekatnya berjalan keluar dari kamar yang tidak dijaga, ke arah dapur.
Selamat membaca. Jarum itu membuat aku tak bisa bergerak! Sebenarnya, apa yang mereka inginkan dariku? BUGH! Tiba-tiba saja Baginda mencekik leherku, sampai membuat tembok yang menahanku retak. "Ulahmu?" tanyanya dengan tatapan dingin yang menusuk. Padahal aku tengah kesakitan. Lukaku juga belum kering. "Panas…" Kukunya muncul, menancap di leherku—aku tahu, ia marah karena penyebab informasi raja yang sedang tak sadarkan diri karena racun Damor adalah memang karena ulahku. Aku berbohong. Sebab aku takut pada apa yang akan terjadi. Dan akhirnya, hal yang ku takutkan benar-benar terjadi. "Ba-baginda!" ringisku. Seperti digantung hidup-hidup! "Akhh… sakit!"Kafkan menahan bahu pria itu. Mencoba untuk menahan emosi yang sebentar lagi akan pecah dari dalam dirinya! Aku takut, tapi ini tidak adil baginya. Arggghhh! Aku menangis. Tubuhku gemetar saat kuku baginda menancap menyebabkan luka baru pada leherku. Hiksss! "Yang mulia!" Semua terlihat terkejut. Tapi, mereka tetap tak bisa b
Selamat membaca. Ku Kira ia akan membunuhku malam itu, nyatanya tidak dan mungkin akan berlangsung cukup lama. Atas permintaan Kafkan, Almosa dan Damor. Rantai yang mengikat kakiku di cabut, dan Baginda membawaku ke tempat yang tidak aku tau. Dia—Baginda, seperti ingin mengobati luka di hatiku setelah menyakitinya. Tap! Tap! Tap! Lama berjalan, dengan bantuannya yang terpaksa ku terima. Akhirnya kami sampai di tempat dengan rumput hijau. Tunggu…rumput hijau. Menyandarkan pandanganku ke depan. "Ini?" sontak mataku membulat saat melihat pemandangan yang cukup menyegarkan mata. Taman, dengan kolam bundar di tengah-tengahnya. Aku bertanya-tanya apakah ada ikan yang hidup di sana? Di beberapa tempat, di buat taman bunga. Bukan bunga biasa, tapi bunga yang mengandung manfaat. Di pinggir kolam, terdapat batang pohon tua dengan jamur berbagai macam jenis yang tumbuh subur. "Jika kau bosan di kamarmu, datanglah!" Aku terkejut dengan kata-kata itu. Ragu. Aku menoleh ke arahnya yang
Selamat membaca. Selesai menaruh semua barang-barangku ke dalam kamar, mataku beralih pada pintu kamar mandi yang dilapisi emas. 'Hah' menghembuskan nafasku kasar, sebelum berjalan ke arah lemari berwarna hitam keemasan. Mengambil jubah mandi ku yang begitu mudah untuk dilepas. Bisakah aku memaki?! Setelahnya aku berjalan masuk. Membuka pintu perlahan-lahan, yang sambut oleh aroma semerbak dari wewangian yang tak pernah ku dapatkan saat tinggal di Clossiana Frigga. Sebab biasanya, aku hanya berendam dengan air mawar. Tapi aku melihat Baginda. "Apa aku mandi seorang diri?" aku bertanya dengan raut bingung, tapi mengapa hatiku seakan begitu senang. Seolah ada yang bersorak-sorak dalam diriku—Aku. "Terserahlah!"Menanggalkan pakaianku, ini pertama kalinya aku akan masuk ke dalam bak yang seperti kolam pemandian air panas pribadi. Karena biasanya, aku hanya mandi di pinggirnya saja dengan cara yang gila karena Baginda. Tap! BYURRR! Deg! Sesak… mataku membelalak saat kakiku tak meng
Selamat membaca. Sampai pagi pun, aku hanya menunggu sampai ia pergi dari sisiku—benar, dia memang menyuruhku untuk tidur. Tapi coba bayangkan, apakah kamu bisa tidur dalam seperti itu. Aku hanya menutup mataku. Hingga matahari menyambar netra mataku yang berair— diatas tempat tidur, aku mencoba untuk bangkit. Krakkk! Seperti tubuhku ada yang patah! Dia benar-benar menghabisiku. "Kau tidak tidur?"DEG! Mataku sontak membulat saat melihat ke arah sofa yang menghadap langsung ke dalam kamar, dengan Baginda yang sedang duduk disana! "Ba-baginda…""Tidurlah!""Tapi aku…" ingin bangun—sambungku dalam hati. Tak berani melanjutkan kata-kataku, saat melihat tatapan tajam penuh peringatan yang ia layangkan padaku. Kembali berbaring, aku mencoba untuk menutup mataku sampai mataku berkerut. Memaksa otakku untuk segera tertidur….***"Emabell, Emabell!" Panggilan seseorang membuat aku tersadar dari tidurku. "Ba…" Bukan. Tapi, "Kafkan?!" "Sampai kapan kau akan tidur? Apakah kau begitu kel
Selamat membaca. "Akhhh!" Aku meringis saat pria yang tak ku kenal mencekik leherku dengan sangat kuatnya. Mataku hampir tertutup dibuatnya, keringatku juga bercucuran menahan sakit. Pria di hadapanku ini siapa? "Ternyata kau memang sangat cantik!" sinisnya. Setidaknya lepaskan aku dulu baru bicara! "Tapi orang-orang dari utara, tidak mungkin hanya mengagumi kecantikanmu, 'kan?" ucapnya menatapku dari atas sampai bawah. Me-mereka dimana? A-aku mati kalau terus-terusan tergantung seperti ini. Bugh! Tiba-tiba saja Damor dan Kafkan datang, dan langsung menahan pria gila itu. Uhuk! Uhuk! Uhuk! "LARI!" seru Damor, itu membuatku mengerutkan kening ku bingung. Tak mengerti. "EMABELL!" Mungkinkah pria itu adalah musuh? Tak peduli, aku berlari keluar dari dalam kamar karena pria asing itu terlihat ingin sekali menghabisiku. Hosh! Hosh! Hosh! Aku berlari tanpa arah, tentu saja dengan darah yang menemaniku setiap langkahku. Leherku sakit, tapi ini bukan racun—pria itu jelas ingin me
Selamat membaca. Aku kembali dengan alasan lelah, sebab aku tak mau kalau nanti baginda melakukan sesuatu di tempat terbuka—oh ayolah, memikirkannya saja sudah membuatku merasa pusing. Di kamar, aku membuka kotak herbal. Tapi botol dengan surat didalamnya menghilang. "Aku tidak menyentuhnya? Bagaimana bisa tidak ada? Apa, aku menjatuhkan saat berlari tadi?" bingungku. Mencari ke arah bawah meja, dan sekitaran tempat tidur. Namun tak ada apa-apa disana, semuanya bersih. Bekas kekacauan tadi juga telah selesai. "Tidak ada!" kataku, melirik ke arah luar jendela—aku bisa dikurung kalau keluar tengah malam begini! Tapi. Aku menatap kembali ke arah kotak herbal. "Aku rindu kakak!"Dan ya. Berbekal kenekatan, aku kembali ke taman secara diam-diam. Gelap, dan menakutkan. Dan pikiranku mulai membayangkan kepala yang melayang. "Astaga Emabell, tenang saja. Tidak ada hantu disini!"Tap! Tap! Tap! Mengendap-endap, aku melangkahkan kaki telanjangku keluar. Sebab sepatu hanya akan membuat s
Selamat membaca. Tabir pelindung yang terbentuk di atas dunia Elydra itu mampu menyerap setiap api kemarahan Darka, meski terlambat. Tapi kekuataan itu begitu besar sampai setiap kaki yang berdiri akhirnya tak mampu lagi untuk berdiri—semua mahkluk akhirnya menghormati Emabell, bahkan para tetua yang tersisa menundukan kepalanya.Bukan karena kekuataan lagi. Tapi karena pengorbanan seorang manusia biasa pada dunia yang dengan hebatnya menolaknya sebagai ratu, tapi dengan sangat luar biasanya ia bela dengan mengorbankan nyawanya sendiri."Mungkin agak terlambat, tapi kini kau akan menjadi ratu kami. Satu-satunya ratu kami, Emabell kami."Aku menang. Tapi tunggu, aku kewalahan karena menahan kekuataan Darka. Keringat dingin memenuhi tubuhku, tapi tidak apa-apa. Ini bukan pertama kalinya aku di panggang!WUSH!Lenyap. Ah, rupanya aku juga tumbang. Baginda…tolong aku?!Gelap.***Beberapa hari kemudian, akhirnya aku sadar. Seolah tersadar dari mimpi, atau terbangun di dalam mimpi.Aku me
Selamat membaca.Raja dan Ratu, dan setiap makhluk yang mengisi aula utama Gratarus yang mengag dan indah saling tatap. Mereka kebingungan dengan alis yang mengerut sempurna—bagaimana tidak, pasalnya aku yang sudah seperti kehilangan kendali akan dirinya sendiri tiba-tiba saja menjadi tenang."Kau baik-baik saja Nak?" tanya ayah. Melirik ke arahku yang sedang berjalan menuju altar. "Emabell?""Ya ayah? Aku baik. Sangat baik." ucapku sembari tersenyum. Meski hatiku sangat ragu sekarang—"ternyata benar ya ayah, memilih itu sangat mudah. Yang susah itu, adalah bertahan." Kataku sambil mengumbar senyuman khas seorang Emabell dari Clossiana Frigga.Dan yah. Mata ayahku berbinar, dapat ku rasakan kalau hatinya tergetar atas perkataanku yang sepertinya sangat menyentuh hatinya. "Kau a-akhirnya mengerti Emabell?""Iya.""Ayah bangga padamu."Aku tersenyum. "Ayah akan semakin bangga. Karena kini aku mencintai Dunia Elydra.""Kenapa?" Karena dunia ini mencintai Bagindaku, rajaku, pilihan hatiku
Selamat membaca.Kau mengurungku. Lalu memintaku untuk melangsungkan upacara pernikahan yang tidak seharusnya terjadi Vardiantura? Baik, lakukan. "Aku akan mengukur waktu!"Mataku berubah warna menjadi keemasan, dan darah keluar dari mataku meski hanya sedikit. Itu karena Sakana mencoba melakukan lelepati denganku yang ternyata berhasil—baginda, hanya menyuruhku untuk menunggu sampai ia datang."Kalau kau tidak bisa bersabar, Baginda bersumpah akan memperkosaku setiap malam dan membunuh kami di depanmu! Jadi jangan lakukan hal gila. Kau mengerti!" tegas Sakana mengingatkan.Mataku membulat sempurna. Dan dengan susah payah aku menelan salivaku, "iya a-aku mengerti." jawabku.Karena semakin pusing. Jadi Sakana memutuskan telepati.Setelahnya, aku menatap ke arah pintu. Tapi percuma, pintu itu dikunci dari depan. 'hah' aku tidak suka di paksa—runtukku dalam hati.***-sementara itu, istana hitam. Utara yang membeku. Terjadi penangkapan besar-besaran di empat wilayah di Utara. Kota Devika
Selamat membaca.Berkat kecurigaan yang sepenuhnya benar. Aku di sidang di hadapan raja Vardiantura, di temani pangeran Edanosa dan Raja Nesessbula sebagai saksi atas kesalahanku."Bagaimana bisa rasa rindu menjadi kesalahan? Rindu itu tidak menyakitiku maka itu bukanlah sebuah kesalahan." Aku membela diriku sendiri. Tidak peduli seberapa hebatnya para ratu serta ibu dan ayahku yang terus memberiku kode agar aku diam saja tak mengatakan apapun—maaf tapi dia bukan Bagindaku, dan aku tidak akan pernah tunduk padanya."Berarti kamu berkomunikasi dengannya." ucapnya dingin."Itu hakku!" "Sejak kapan kamu memiliki hak Emabell?""Dan sejak kapan kau memiliki hak untuk bertanya padaku?" balasku tak ingin kalah. karena aku benar, ini adalah hakku.Edanosa menatapku dengan alis yang mengerut ke atas lagi. Tapi aku tidak bisa diam lagi, aku menatapnya sekali lalu tersenyum padanya seolah mengatakan kalau aku akan baik-baik saja meski hasilnya."Lihat aku!" Titah Vardiantura. Dan aku menatapnya
Selamat membaca.Gartarus. Kerajaan yang yang akan menjadi yang utama setelah Utara, indah, asri dan sangat nyaman namun sedikit mencekam.Orang-orangnya berkulit sawo matang dan hampir dari 99% warganya adalah pengendali tumbuh-tumbuhan. Merekalah yang membuat tumbuhan dapat bergerak, tapi ada juga tumbuh-tumbuhan yang sudah memiliki nyawa sejak lahir.Dedaunan yang jatuh bahkan bisa terbang kembali ke udara seperti ribuan burung-burung.Mereka ramah, dan alami saat tersenyum padaku."Huh! Senang rasanya melihat semua saling bahu membahu dalam mengurus kerajaan. Tamu tak diundang bahkan di sambut dengan baik," Ucapku sambil tersenyum manis menghirup udara segar menyambut hari pernikahanku. "Anehnya hanya Raja Nesessbula yang berbeda." Tambahku."Apa maksud Anda Emabell?!""Kau seperti orang mati, berkulit pucat, dingin dan terlihat seperti bukan berasal dari wilayah ini."Dia tersenyum smirk. "Timur. Tidak selalu tentang warna kulit. Dan lagi, aku adalah keturunan asli kerajaan Grata
Selamat membaca.Akhirnya hari itu tiba juga. Aku dan gaun pengantin di hadapanku, perhiasan bahkan mahkota yang akan ku kenakan terpajang dalam lemari kaca yang begitu mewah.Pernikahanku dan Vardiantura. Mereka berpikir kami akan menjadi 'lawan mencintai lawan' harusnya begitu. Tapi aku sudah mencintai lawanku yang sebenarnya—pria brengsek itu bukan Vardiantura tapi Baginda.Aku tersenyum membayangkan. "Kau tersenyum?" Edanosa muncul di sampingku. "Kau suka gaunnya?""Ya.""Aku mengenal guruku Emabell, dia memiliki dua senyuman. Yang satunya tulus, dan yang satunya lagi tulus dengan rencana.""Hm?" Ku kerutkan keningku pada pangeran Edanosa yang ada di sampingku. Sebelum tersenyum padanya. "Benarkah? Jadi, apa arti senyumanku ini?!" "Tulus dengan rencana." Aku tersenyum senang. "Emabell. Aku mohon!" Dia mengerutkan keningnya padaku. Mengandeng tanganku dengan mata berkaca-kaca."Lepas.""Alasan kau koma, bukan karena kekuataan misterius yang membutakan. Tapi karena…." Aku buru-bu
Selamat membaca.Aku tersenyum senang. Lalu menatap ke arah Nesessbula yang ingin menyampaikan informasi ini. "Sekalian, katakan padanya, aku masih menunggu." Terangku yang membuat Sih Vardiantura sialan itu tersenyum sinis."Apa yang kau harapkan?""Sampaikan saja!" Potongku. Tak peduli pada wajah angkuh seakan tak terkalahkan padahal cuma mayat hidup, aku jadi merindukan dia yang ku ciptakan dalam benakku. "Ini perintah!" Deg!"Kau….""Kau ingin aku menjadi ratu, akan ku lakukan sesuai yang kau inginkan. Dan kalian akan hidup!" Tegasku sembari tersenyum sampai mataku tidak lagi terbuka—meski artinya adalah sindiran.Mereka saling tatap. Tersenyum satu sama lainnya. "kau mau menikah denganku?" tanya Vardiantura."Hm." Jawabku sembari terus mengunyah."Kau mau menjadi ratu kami tanpa Baginda tercinta mu itu?""Hm." "Kau ingin memberikanku cinta.""Tentu.""Bagaimana dengan keturunan.""Tidak buruk."Mereka semakin bingung. "Kau masih waras Emabell?""Tidak. Setengah gila. YAH WARASL
Selamat membaca.Aku berjalan seperti orang bodoh diantara dinginnya malam, menikmati luasnya taman yang di bangun hanya untukku. Emabell dari Clossiana Frigga, bahkan nama taman ini adalah namaku. TAMAN EMABELL. Semuanya lengkap, kasih sayang, cinta, perhatian bahkan makanan sudah tersedia. Hanya saja, mengapa? Aku terus menatap ke arah tembok raksasa yang menghalangi duniaku."Baginda?" Sadar kalau ada langkah yang terus mengikutiku sedari tadi—Kubiarkan karena Baginda juga diam saja sedari tadi.Tiba-tiba. Ia memelukku dari belakang. "Tidak dingin?" tanyanya—Bisa kurasakan dengan jelas hembusan nafasnya yang menyentuh leher jenjangku. "Em.""Em?" Ulangnya.Aku tidak bersemangat sampai aku bisa membaca isi pikirannya. "Baginda mereka mengadakan pertemuan dan akhirnya Utara diundang….""Kita tidak akan pergi!""Mereka memilihku sebagai perwakilan." Aku sangat bersemangat sampai lupa akan sesuatu. "Ini…" tak melanjutkan ucapanku, kepalaku malah tertunduk ke bawah. Dan tak kusadari k
Selamat membaca.Ribuan panah amarah penuh penolakan di tengah kedamaian tanpa Utara. Dari orang-orang yang pernah tersenyum padaku—Tetapi Dia, Baginda. Dengan cepat menerjang ribuan anak panah itu seperti meteor yang kembali naik ke atas langit tanpa rasa takut.WUSH!Angin berhembus menerpa ku dengan sangat kuat, membuat surai dan pakaian kami beterbangan ke mana-mana. Tapi mata kami seakan menatap biasa saja ke arah Baginda.Zurra menatapku. "Nah Emabell, kita pulang?" Ia mengulurkan tangannya. Membuat aku tergetar, tersentak kagum. Melihat senyuman mereka yang berdiri di hadapanku, dengan ribuan prajurit Utara yang mendekat. Seolah menjemput kami untuk kembali pulang.Meski hanya kumpulan tengkorak dan mayat hidup. Mengapa rasanya bisa sangat hangat? Kegerian dan ketakutan yang pernah ada, sekarang ada dimana? Dan tekad untuk pulang ke Clossiana Frigga yang membuat banyak sekali rasa sakit. Terbang ke angkasa mana?"Ayo kita pulang." Senyumku sembari meraih tangan Zurra.Namun seb