"Hari ini tolong disiapkan keperluan baby Ghaazi untuk empat hari ya Sus, Besok pagi sekali kita berangkat ke Kalimantan." Kupesani suster sebelum ke kantor pagi ini.
"Wah, pertama kali saya diajak pergi langsung ke Kalimantan, Bu?" cetus suster kaget tapi terlihat senang."Bosnya baik ya Bu, urusan kerja boleh ngajak anak dan saya juga?" Suster masih nyeletuk melihatku hanya diam."Saya jujur bilangnya nggak tega meninggalkan suster cuma berdua Egha selama lima hari, sedangkan papanya dan oma Netty juga sedang ke Jakarta. Ternyata malah dibelikan tiket untuk kalian berdua?" Kucoba menjelaskan walaupun logikanya aku pun merasa aneh dengan keputusan Pak Desta.Sudahlah, berhusnudzon saja. Undangan kali ini kulihat bersifat privat dari Pengusaha Tambang yang memiliki memiliki berbagai lini usaha di bawah naungan Group BorneoCitra. Hari jadi corporasi dimeriahkan dengan berbagai agenda promotif-edukatif-sosial Responsibility, oleh karena iPerjalanan ke Jakarta tanpa kesediaan Alia ikut serta membuatku terjaga dalam benak, mempertanyakan nasib pernikahan kami ke depannya.Fakih menelpon bahwa dokter Viona mendesak keluarga segera menyikapi pengobatan Tyas yang harusnya ditingkatkan dalam bentuk penerimaan keluarga. Ingatan Tyas akan pulih sepenuhnya bila orang terdekat dan lingkungannya mendukung.Manakala semua orang sependapat, kudapati Alia bergeming seperti sikapnya empat bulan lalu. Penolakan terhadap poligami begitu kental dalam sorot mata dan bahasa tubuhnya yang menjaga jarak."Aku paham Mas, situasi ini memang tidak bisa kau hindari? Aku mendukungmu untuk menyelesaikan masalah, tapi bukan berarti secara fisik aku bisa hadir di antara kalian! Atau sebaliknya Tyas bisa masuk lagi dalam rumah tangga kita, aku nggak bisa Mas?" Ucapannya terngiang lagi, dengan sorot mata terluka menikamku tanpa daya. Dukungan Alia kuharapkan agar bisa kutegaskan kondisi tidak ideal dalam hubung
"Jadi ini gadis yang diceritakan papa-mama kamu, Desta? Calon istri yang membuat kamu memandang sebelah mata pada anak gadis tante?" Ucapan itu bernada sedikit ketus, oleh seorang wanita berumur limapuluhan dalam look yang cantik dan mewah. Pandangannya tajam memindaiku dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.Senyumku tertahan mendengar Desta sampai terbatuk disemprot nyonya rumah yang mengharapkannya jadi menantu."Putri tante Selfi istimewa, banyak penggemar menunggu kesempatan mendekatinya. Saya dan Alia akan senang menganggapnya sebagai adik?" Kilah Desta kemudian."Hem, tante masih menunggu undangan kalian. Bila janur kuning sudah melengkung, barulah tante merekomendasikan pria lain buat anak gadis tante!" Ujar tante Selfi tak menyerah. Aku meneguk ludah melihat kegigihan seorang ibu menjodohkan putrinya. Sementara Desta kulihat lebih santai menanggapi, mungkin dipikirnya mengenalkanku sudah cukup telak buat menampik rencana perjodohan.Kami beruntung karena om Wimar segera data
Hari ketiga kembali di Surabaya, seperti biasa pekerjaan rutin menyambutku. Hari ini Bu Yani meminta Reviu triwulan pada semua unit. Tingkat Kehadiran, interaksi dan dinamika kelas, aktivitas online di media pembelajaran, semua data itu yang sekarang sedang kukompilasi."Alia, kita bergabung di zoom meeting sekarang ya! link sudah diemailkan oleh mereka," Seruan Bu Yani dari balik pintu memaksaku membuka email dan masuk ke rapat virtual yang nampaknya baru mulai berhai-halo, saling menyapa antar manager operasional dan para assisten yang menjadi peserta dari seluruh cabang.Menghadiri rapat secara virtual memungkinkanku sambil menggarap permintaan bu Yani. Sengaja tidak mengaktifkan suara dan video, hanya menampilkan foto profil di jendela akun. Sekilas kudengar suara yang kukenali adalah Restu dan Bu Yani, selebihnya masih asing. Aku terus saja mengerjakan kompilasi data, menampilkan dalam bentuk bentuk Bar chart dan Curve, sambil pasang telinga menyimak apakah pembahasan di zoom me
"Kita jemput Egha kan, Mas?" Aku bertanya begitu mendudukkan bobot dijok mobil, di samping Erland yang menjemput lagi sore ini. Suamiku mengangguk dan memutar kemudi melajukan mobil menuju Graha Estate.Kangen sekali rasanya pada putraku karena tadi malam Erland menginginkan waktu berdua kami tidak terganggu, jadilah baby Ghaazi dibiarkan menginap di rumah orangtuanya. "Ma-ma, maaa!" Buah hatiku yang sedang bermain dengan suster di halaman, berlari menghambur begitu melihatku turun dari mobil."Apakabar sayang? Muuaach. Cup.Cup. Dua hari nggak lihat kamu, mama kangennn?" Kugendong baby Ghaazi masuk ke rumah. Kaki yang mengayun langkah jadi terhenti menyaksikan siapa yang sedang mengobrol di ruang keluarga.Feysa dan Tyas.Kedua wanita itu menoleh diusik oleh baby Ghaazi yang mengoceh dalam pelukannku. Feysa memutar badannya melambai pada putraku yang segera saja terkekeh senang setiap di sapa oleh siapa pun "Kalian tidak jadi p
Tak ada cara lain untuk mengupayakannya, pagi ini aku memberanikan diri bertandang ke kediaman owner Desta. Beruntungnya Firda tempo hari mengajak ke alamat ini dan sekarang aku sejenak ragu sebelum akhirnya men-dial pada nomor kontak Desta."Halo, Alia. Ada apa?" Tak kusangka segera diterimanya."Ahm, ini saya sedang di depan rumah, Pak Desta. Bisakah minta waktu bicara dengan Pak Desta?" Aku tak punya topik untuk sekedar basa-basi."Apa? Kamu di rumah saya? Tunggu sebentar saya kebetulan mau keluar," Nada suara terkejutnya begitu kentara.Tak berapa lama pintu gerbang dibuka oleh seorang pria, aku meminta sopir taksi melajukan mobil kami mendekati gerbang. Kubuka kaca dan mengatakan ingin bertemu Pak Destanto Amirudin."Silakan mobilnya langsung ke dalam saja, barusan bapak menyuruh masuk?" sahut pria itu sopan. Mobil melaju memasuki halaman yang menyita setengah lapangan bola itu. Aku turun di sisi kanan teras berpilar tinggi. Owner Desta sendiri yang menyambutku. Langkah panjangny
"Bagaimana kondisimu? Hari ini kita jalan ya, lusa aku sudah balik." Feysa mendudukkan bobotnya di sampingku. Pagi ini kedatangannya mengurai rasa sepi karena aku sendirian di rumah mertua."Kamu ngajak jalan terus dari kemarin, tapi aku beneran gak mood, Fey?" "Kenapa? Erlan jutek lagi?""Ish, dia bukan jutek tapi sikapnya diamnya itu malah menyiksa, Fey!?" sergahku sambil mendorong bahu Feysa. Kenapa pula Feysa jadi menjuluki kakak sepupunya lelaki jutek. Erland yang kami kenal sejak masa SMA mana pernah bersikap ketus atau kasar, hanya saja akhir-akhir ini ngobrol dengannya lebih banyak mandeg dan tidak nyambung. Tidak ada yang bisa kujadikan topik untuk lebih menarik minatnya kecuali bila kondisi kesehatan kandungan yang kuutarakan, barulah Erland nampak peduli."Kamu itu baiknya jangan bikin Erlan gerah. Biarkan saja dia begitu, kalau nanti anak kalian sudah lahir pasti sikapnya jadi lebih cair?" ujar Feysa."Kamu sok tahu
Rumah kediaman itu kini ramai dengan tamu yang ingin mengucapkan belasungkawa secara langsung kepada pihak keluarga. Mobil yang silih berganti datang-pergi sejak tadi tak juga berkurang frekwensinya.Karangan bunga ucapan duka berjejer sepanjang pagar hingga mengitari halaman berumput hijau yang menyita setengah lapangan bola, menggambarkan keluarga yang berduka ini cukup dikenal oleh kalangan luas.Seminggu yang lalu aku datang ke sini menemui owner Desta, tapi hari ini sosoknya tak dapat ditemui di antara banyaknya pelayat dan keluarga kerabat yang sibuk dengan prosesi penyelenggaraan Jenazah. "Ibu akan ikut ke pemakaman?" tanyaku pada Bu Yani yang duduk di sampingku. Beliau menggeleng."Saya menyelesaikan prosesi di rumah ini, besok baru ke sini lagi. Kegiatan belajar sore dan malam ini ditiadakan saja, infokan di grup kelas " "Baik, Bu" Aku segera mengetik pesan digrup WA pengajar dan seluruh penanggungjawab sejumlah unit
Dua minggu lagi masa kontrakan rumah berakhir. Tak ada niat dan juga tak sempat mencari alternatif lain, jadi pilihannya adalah melanjutkan atau berhenti. Pilihan kedua berarti aku kembali ke Jakarta dan untuk sementara menetap di rumah Citraland. Persoalannya adalah job yang belum kudapatkan, kecil kemungkinan proses pencarian yang baru berjalan dua minggu bisa memberiku lapangan pekerjaan baru di ibokota.Aku sedang berpikir untuk menego pemilik kontrakan barangkali bersedia dibayar kelanjutan sewa untuk tiga bulan ke depan. Rentang waktu masih bisa kuupayakan mencari lowongan kerja lagi. Ketika itulah telpon masuk dari......Owner Desta."Hallo, Alia?" Sapaan khasnya begitu sambungan kuterima."Iya, Pak?" Entah kenapa kaku sekali suaraku menyahuti."Mengenai peluang kerja yang kamu butuhkan, bisa kita bicara di alamat yang saya kirimkan? Nanti sore ya, sepulang kamu dari kantor?" Perkataannya berikut membuatku terhenyak senan