DI ruangan Rery, terlihat Carlson yang sedang duduk dengan cemas. Matanya berkali-kali melihat ke arah pintu masuk. Carlson yakin, dirinya pasti akan dipertemukan dengan Gwen. "Mereka pasti telah mengatakan segalanya pada Gwen! Pasti saat ini Gwen sangat membenci diri ku!" sesal Carlson dengan suara yang sangat pelan dan wajah yang terlihat sangat panik. Carlson memilin- milin jari-jari tangannya yang terasa sangat dingin itu. Wajahnya yang gugup menggambarkan kerisauan hati yang kini dia rasakan. Ingin sekali rasanya Carlson lari. Tapi mau lari kemana? ke lubang semut pun, Aiden pasti akan menemukannya. Hal ini yang membuat Carlson semakin merasa frustasi. Carlson tahu, bahkan kalau dia sujud dan mencium kaki Gwen pun belum tentu Gwen bersedia memaafkannya. Karena memang Carlsonlah yang selama ini yang menyebabkan Gwen gagal dalam karir modelnya. Entah sudah berapa banyak tawaran kerja sama yang Carlson tolak bahkan sebelum tawaran kerja sama itu Gwen ketahui. Dan yang paling
"Ke-kenapa Carlson? Kenapa? Kenapa kau tega melakukan ini pada ku?" Tanya nya dengan tetesan air mata yang turut keluar. "Kau itu bukan hanya sekedar manager ku! Kau bahkan sudah lebih dari sahabat ku! Aku sudah menganggap mu sebagai saudara ku! Lantas saudara seperti apa yang sanggup menusuk saudara nya dari belakang? Apa kurang banyak derita ku selama ini sehingga kau pun ambil bagian dalam hal ini." Tangan Gwen sampai gemetar saat mengatakan hal itu pada Carlson. Saat Gwen dan Carlson sedang dalam mode tatap tatapan, Rery membisikkan sesuatu pada Aiden. Aiden menarik nafas dan berpaling ke belakang melihat Gwen. "Gwen, bicara lah dengan Carlson. Aku dan Rery akan pulang duluan. Ada sesuatu yang terjadi di rumah. Di Luar ada pengawal ku yang berjaga. Kalau kau tidak ingin melihatnya untuk selamanya, dan butuh seseorang untuk menghabisi nyawa nya, maka cukup instruksikan saja pada pengawal ku. Dengan senang hati dia akan membuang kecoa tidak tahu diri ini dari dunia fana ini." Se
"Apa yang terjadi?" seru Aiden pada kepala pelayan di kediaman nya. "Suli tuan! Suli gantung diri." Sebut wanita tua yang bernama Berta itu pada Aiden dengan tangan gemetar. Aiden dan Rery pun saling pandang. Bukan karena mereka belum tahu nama pelayan yang gantung diri itu, melainkan karena nama Suli ini tentu saja tidak asing di telinga mereka. Suli adalah orang yang Rery perintahkan menjaga taman bunga Lili yang akan Aiden berikan sebagai kejutan untuk Gwen. Hal ini tentu saja sangat aneh. Selama ini Suli terlihat baik-baik saja. Sebagai orang yang langsung berinteraksi dengan Suli, Rery yakin benar kalau bawahannya itu dalam kondisi mental sehat dan stabil. Lantas mengapa tiba-tiba dia malah gantung diri hingga meninggal? Apakah ini hanya sebuah kebetulan? Atau jangan-jangan ini adalah ulah dari orang yang sedang mengincar nyawa Aiden. Hanya saja pertanyaan selanjut nya, mengapa harus membunuh seorang pelayan? Bukankah ini terlalu berlebihan bila hanya untuk menyampaikan
"Lalu bagaimana sekarang? Apa rencana tuan Muda?" Tanya Rery."Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada Gwen. Aku harus bisa mengatur cara agar Gwen menjauh dari ku." Sebut Aiden dengan wajah tidak senang.Karena saat ini, diri nya lah yang tidak dapat jauh dari Gwen.Tentu saja ini akan berat untuk dirinya sendiri lakukan."Apa tuan Muda Aiden akan menghindari nyonya Gwen lagi? Bersikap dingin lagi? Maaf tuan Muda, tapi aku rasa itu bukan lah pilihan yang bijaksana.""Mungkin sebaiknya tuan Muda membicarakan hal ini pada -"Aiden mengangkat tangan nya kembali sebagai isyarat supaya Rery berhenti bicara."Rery, aku tahu dan sangat tahu kalau akting Gwen benar-benar sempurna. Tapi yang nama nya akting tetap lah sebuah akting, akan ada saat nya Gwen terpelesat dan keluar dari akting nya. Aku tidak ingin ambil resiko seperti itu." Ucap Aiden."Jadi biarlah aku pikirkan sebuah cara untuk menjauhkan Gwen dari ku. Aku tidak ak
Gwen yang melihat perubahan air muka Aiden langsung sadar kalau dia telah salah mengalamatkan amarah nya pada Aiden. "Mati aku! Kenapa aku malah marah pada nya? Dia kan tidak tahu apa-apa!" Seru Gwen dalam hati." Ck!! Gwen !! Gwen!! kau ini!!" Gwen pun buru-buru meminta maaf pada Aiden. "Ekhm- maaf! Gwen jadi emosi. Hehehe." Ujar nya cepat. "Habis nya kalian laki-laki itu pada umum nya sama. Suka mencari solusi sendiri. Padahal pepatah lama orang -orang di kampung Gwen ada yang seperti ini. Dua kepala, itu jauh lebih baik dari pada satu kepala. hehehe. " Sebut nya sambil pasang senyum selebar mungkin supaya Aiden tidak tersingung dengan luapan emosi nya yang salah alamat tadi. "Tuing!" Aiden langsung mentowel dahi Gwen ke belakang. "Pepatah itu berlaku kalau kepala yang satu nya bisa diajak untuk berpikir." Sebut nya lalu berdiri. "Tapi kalau seperti kepala mu, aku ragu!" Lanjut nya penuh sarkas, sambil tersenyum tipis tapi penuh makna ejekan yang tertangkap di mata Gwen. "Apa k
"Gwen, mau kah kau berjanji sesuatu pada ku?" Ujar nya tiba-tiba. "Berjanji ? Berjanji apa dulu?" Tanya Gwen yang walaupun sedang dilanda asmara mode silent tetap berhati-hati dalam keputusan yang akan dia ambil. "Berjanji lah untuk selalu percaya pada ku, apapun yang terjadi tanpa harus bertanya mengapa atau kenapa. Cukup percaya saja pada ku." Pinta Aiden penuh harap. "Tidak bisa!" Sebut Gwen, lalu melepaskan tangan Aiden. "Aku tidak bisa begitu saja berjanji seperti itu. Aku harus tahu alasan mengapa kau meminta ku untuk berjanji seperti itu." Tegas Gwen. "Gwen dengarkan aku, orang-orang yang ada disekitar diri ku saat ini sedang diincar oleh musuh yang tidak aku ketahui wujud nya." "Hari ini saja, salah seorang pelayan kepercayaan ku sudah mereka habisi tepat di bawah hidung ku ."Sebut Aiden sambil menghela nafas pelan. "Dan kabar buruk nya, aku tahu dia telah dibunuh namun aku tidak punya bukti kalau dia telah dibunuh serta aku juga tidak tahu siapa pelaku nya." Lanjut Aide
"Apa kau sudah menemukan sesuatu Rery?" tanya Aiden sambil menyenter ke bawah tempat tidur Suli. "Belum tuan Muda. Aku sudah mengecek kesemua tempat tadi tidak menemukan apapun juga." Jawab Rery sambil memegang beberapa benda di dalam kamar Suli menggunakan sarung tangan. "Tidak mungkin tidak ada jejak apapun. Aku tidak yakin Suli yang telah memasang tali itu dan menggantung dirinya sendri." Sela Aiden. "Aku yakin seseorang telah masuk ke kamar Suli dan membunuhnya." Sambung Aiden sambil tetap mencari apapun yang dapat di jadikan sebagai bukti kalau Suli di bunuh. "Aku juga yakin seperti itu tuan Muda tapi- Ssssssssttt!" seru Rery yang langsung terpotong sebab Aiden meminta Rery diam padahal Rery saat itu ingin mengungkapkan pendapat nya. "Rery! Ada yang datang." bisik Aiden langsung menarik Rery untuk bersembunyi ke bawah tempat tidur Suli. Walau tidak mendengar apa yang Aiden dengar, Rery tetap mengikuti apa yang Aiden perintahkan. Dengan sebuah gelas yang masih terpegang di t
"Siapa kalian?" segah si pria yang pertama. Aiden dan Rery pun saling pandang. "Kau duluan saja pergi dan bawa gelas itu." Perintah Aiden pada Rery. Tanpa bersuara, Rery pun kabur duluan. Aiden menutup kembali pintu kamar setelah Rery meninggalkan kamar itu. Lalu dengan sombong dia memberikan instruksi kepada dua pria yang ada di depannya untuk maju menyerangnya. "Sialan! Cuih!" Dua pria itupun maju dan menyerang Aiden. Dengan semangat empat lima mereka siap memberikan Aiden pelajaran. "Biar aku saja yang menghabisinya!!" Ujar salah satu pria itu sombong.Sebuah tinju pun langsung ia layangkan ke arah Aiden. Meski penerangan di dalam kamar tersebut hanya sebatas penerangan dari handpone tapi pertarungan itu berlangsung dengan sengit.Aiden yang sudah dapat memprediksikan gerakan lawan nya langsung menghindar plus memberikan sebuah pukulan balik ke pria itu hingga pria itu terpental sedikit ke belakang. "Cuih!" si Pria meludah dan kembali menyerang Aiden. Dengan sigap kali ini