"Lalu bagaimana sekarang? Apa rencana tuan Muda?" Tanya Rery."Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada Gwen. Aku harus bisa mengatur cara agar Gwen menjauh dari ku." Sebut Aiden dengan wajah tidak senang.Karena saat ini, diri nya lah yang tidak dapat jauh dari Gwen.Tentu saja ini akan berat untuk dirinya sendiri lakukan."Apa tuan Muda Aiden akan menghindari nyonya Gwen lagi? Bersikap dingin lagi? Maaf tuan Muda, tapi aku rasa itu bukan lah pilihan yang bijaksana.""Mungkin sebaiknya tuan Muda membicarakan hal ini pada -"Aiden mengangkat tangan nya kembali sebagai isyarat supaya Rery berhenti bicara."Rery, aku tahu dan sangat tahu kalau akting Gwen benar-benar sempurna. Tapi yang nama nya akting tetap lah sebuah akting, akan ada saat nya Gwen terpelesat dan keluar dari akting nya. Aku tidak ingin ambil resiko seperti itu." Ucap Aiden."Jadi biarlah aku pikirkan sebuah cara untuk menjauhkan Gwen dari ku. Aku tidak ak
Gwen yang melihat perubahan air muka Aiden langsung sadar kalau dia telah salah mengalamatkan amarah nya pada Aiden. "Mati aku! Kenapa aku malah marah pada nya? Dia kan tidak tahu apa-apa!" Seru Gwen dalam hati." Ck!! Gwen !! Gwen!! kau ini!!" Gwen pun buru-buru meminta maaf pada Aiden. "Ekhm- maaf! Gwen jadi emosi. Hehehe." Ujar nya cepat. "Habis nya kalian laki-laki itu pada umum nya sama. Suka mencari solusi sendiri. Padahal pepatah lama orang -orang di kampung Gwen ada yang seperti ini. Dua kepala, itu jauh lebih baik dari pada satu kepala. hehehe. " Sebut nya sambil pasang senyum selebar mungkin supaya Aiden tidak tersingung dengan luapan emosi nya yang salah alamat tadi. "Tuing!" Aiden langsung mentowel dahi Gwen ke belakang. "Pepatah itu berlaku kalau kepala yang satu nya bisa diajak untuk berpikir." Sebut nya lalu berdiri. "Tapi kalau seperti kepala mu, aku ragu!" Lanjut nya penuh sarkas, sambil tersenyum tipis tapi penuh makna ejekan yang tertangkap di mata Gwen. "Apa k
"Gwen, mau kah kau berjanji sesuatu pada ku?" Ujar nya tiba-tiba. "Berjanji ? Berjanji apa dulu?" Tanya Gwen yang walaupun sedang dilanda asmara mode silent tetap berhati-hati dalam keputusan yang akan dia ambil. "Berjanji lah untuk selalu percaya pada ku, apapun yang terjadi tanpa harus bertanya mengapa atau kenapa. Cukup percaya saja pada ku." Pinta Aiden penuh harap. "Tidak bisa!" Sebut Gwen, lalu melepaskan tangan Aiden. "Aku tidak bisa begitu saja berjanji seperti itu. Aku harus tahu alasan mengapa kau meminta ku untuk berjanji seperti itu." Tegas Gwen. "Gwen dengarkan aku, orang-orang yang ada disekitar diri ku saat ini sedang diincar oleh musuh yang tidak aku ketahui wujud nya." "Hari ini saja, salah seorang pelayan kepercayaan ku sudah mereka habisi tepat di bawah hidung ku ."Sebut Aiden sambil menghela nafas pelan. "Dan kabar buruk nya, aku tahu dia telah dibunuh namun aku tidak punya bukti kalau dia telah dibunuh serta aku juga tidak tahu siapa pelaku nya." Lanjut Aide
"Apa kau sudah menemukan sesuatu Rery?" tanya Aiden sambil menyenter ke bawah tempat tidur Suli. "Belum tuan Muda. Aku sudah mengecek kesemua tempat tadi tidak menemukan apapun juga." Jawab Rery sambil memegang beberapa benda di dalam kamar Suli menggunakan sarung tangan. "Tidak mungkin tidak ada jejak apapun. Aku tidak yakin Suli yang telah memasang tali itu dan menggantung dirinya sendri." Sela Aiden. "Aku yakin seseorang telah masuk ke kamar Suli dan membunuhnya." Sambung Aiden sambil tetap mencari apapun yang dapat di jadikan sebagai bukti kalau Suli di bunuh. "Aku juga yakin seperti itu tuan Muda tapi- Ssssssssttt!" seru Rery yang langsung terpotong sebab Aiden meminta Rery diam padahal Rery saat itu ingin mengungkapkan pendapat nya. "Rery! Ada yang datang." bisik Aiden langsung menarik Rery untuk bersembunyi ke bawah tempat tidur Suli. Walau tidak mendengar apa yang Aiden dengar, Rery tetap mengikuti apa yang Aiden perintahkan. Dengan sebuah gelas yang masih terpegang di t
"Siapa kalian?" segah si pria yang pertama. Aiden dan Rery pun saling pandang. "Kau duluan saja pergi dan bawa gelas itu." Perintah Aiden pada Rery. Tanpa bersuara, Rery pun kabur duluan. Aiden menutup kembali pintu kamar setelah Rery meninggalkan kamar itu. Lalu dengan sombong dia memberikan instruksi kepada dua pria yang ada di depannya untuk maju menyerangnya. "Sialan! Cuih!" Dua pria itupun maju dan menyerang Aiden. Dengan semangat empat lima mereka siap memberikan Aiden pelajaran. "Biar aku saja yang menghabisinya!!" Ujar salah satu pria itu sombong.Sebuah tinju pun langsung ia layangkan ke arah Aiden. Meski penerangan di dalam kamar tersebut hanya sebatas penerangan dari handpone tapi pertarungan itu berlangsung dengan sengit.Aiden yang sudah dapat memprediksikan gerakan lawan nya langsung menghindar plus memberikan sebuah pukulan balik ke pria itu hingga pria itu terpental sedikit ke belakang. "Cuih!" si Pria meludah dan kembali menyerang Aiden. Dengan sigap kali ini
"Apa? Apa maksud mu?" Tanya Gwen yang semakin tidak paham dengan apa yang di lakukan oleh Aiden. "Cepat! Buka saja pakaian mu! Dan berbaringlah di tempat tidur." Perintah Aiden lalu pergi ke ruang ganti pakaian untuk mengambil pakaian tidur nya. "B-buka baju?" Ulang Gwen bertanya. "Iya!! buka bajumu Gwen dan berbaringlah! Cepat lah!!" Perintah Aiden dari dalam kamar. "B-baiklah." Jawab Gwen dengan wajah merah dan pikiran yang malah terbang kemana- mana. "Ini perintah mu ya Aiden! Bukan Gwen yang mau." Ucap Gwen sangaaaat - sangat pelan sambil membuka pakaiannya helai demi helai. Setelah selesai membuka semua pakaiannya Gwen pun berbaring dan menarik selimutnya hingga hidung. Aiden yang sudah berhasil mendapatkan baju tidurnya pun keluar dari ruang ganti. Sejenak Aiden melirik ke arah Gwen. Aiden sempat mengira jika Gwen masih duduk bengong di atas tempat tidur, padahal situasi sudah sangat mendesak saat ini, karena Aiden yakin orang -orang di luar pasti akan menerobos masuk ke
Terdengar suara Aiden samar-samar seperti suara orang yang baru bangun tidur. Theodor yang mendengar suara Aiden langsung menoleh ke arah Aiden. "Kak, maaf aku-" "Lancang sekali kau Theodor!!! Apa yang kau lakukan di dalam kamar ku? Bagaimana kau bisa masuk ke dalam kamar ku!!" Berang Aiden sambil memegang pelipis nya seolah-olah kepala nya sakit karena tidur nya terganggu. Aiden beringsut sedikit demi sedikit untuk merubah posisi nya yang sedang berbaring agar bisa bersandar di kepala tempat tidur. "Maaf kak, aku sedang-" ucap Theodor terputus saat melihat selimut Gwen yang sedikit turun karena Aiden yang merubah posisi dari berbaring ke duduk sekali. "Jaga mata mu Theodor! Berani kau melihat ke arah kakak ipar mu Theodor! Cepat kau bawa semua orang ini keluar dari kamar ku!!" Segah Aiden yang kali ini benar-benar marah dan bukan sekedar akting belaka. Aiden langsung menaikan selimut Gwen untuk menutupi punggung Gwen yang sedikit terlihat itu. "Aku tunggu kau di luar kak Aiden
Di luar kamar Aiden dan Gwen, terlihat Theodor tengah berjalan bolak balik bagaikan setrikaan.Bukannya memikirkan siapa orang yang telah masuk ke kamar Suli, tapi yang menjadi pemikiran nya saat ini malah Gwen yang tadi tidur tanpa menggunakan pakaian dan memeluk Aiden."Apakah Gwen sudah melakukan hubungan suami istri dengan Aiden?" Pikir nya semakin kalut.Benar! Saat ini pikiran Theodor benar-benar sedang kalut.Semakin Theodor pikir kan apa yang dilihatnya tadi maka semakin kalut pula lah pikiran dan perasaan nya.Dia merasa milik nya telah di rebut oleh Aiden dari nya."Tidak! Mereka tidak mungkin sudah melakuan nya! Aku tidak percaya mereka sudah melakukan nya!" Tegas nya pada diri nya sendiri dalam hati."Aiden itu lumpuh! Bagaimana bisa orang lumpuh melakukan hubungan suami istri?"Theodor mengusap kasar wajah nya saat membayangkan Gwen dan Aiden melakukan hubungan suami istri."Tidak mungkin! Tidak mungkin!" Teriak nya dalam hati." Tapi-" tiba-tiba saja Theodor berhenti.Dia