Aira mengusap kasar air mata yang jatuh di pipinya. "Apa kamu pikir aku ini ibu yang jahat, yang bisa membunuh anakku sendiri? Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu? Aku pikir kamu adalah seorang malaikat yang hadir dalam hidupku untuk memberikan warna yang indah, tapi aku salah. Aku salah menilai kamu, Steven."Steven menatap Aira dengan perasaan bersalah, menyesali semua perbuatannya karena telah merahasiakan rahasia besar kepada istrinya. Tangannya mencoba meraih tangan Aira, mencoba menggenggam erat dan meredakan emosi Aira yang sudah memuncak."Kamu pantas marah padaku, Aira, karena sudah merahasiakan kebenaran tentang Veline. Maafkan aku, meski aku tahu maafku tak pernah kamu terima, tapi hanya itu yang bisa aku katakan saat ini. Aku menyesal."Aira dengan kasar menghempaskan tangan Steven yang sedang menggenggamnya. "Aku tidak ingin lagi melihatmu, Steven!"Aira beranjak dari tempat duduknya, lalu melangkah keluar dari kamar. "Aira, kamu mau ke mana?" tanya Steven yang semakin
Steven mengelus pipi Aira dengan lembut. Namun, tiba-tiba ia mendengar Aira mengigau."Michael," gumam Aira lirih.Satu kata yang keluar dari mulut istrinya membuat hati Steven teramat sakit. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang yang dalam dan gelap, di mana semua rasa sakit dan kekecewaan berkumpul menjadi satu."Aira, kenapa kamu masih menyebut namanya? Apa selama ini kamu hanya mencintai Michael? Apa aku sama sekali tidak ada di hatimu?"Steven tersenyum getir, merasa dirinya hanya sebuah pelampiasan bagi istrinya. "Apa aku ini terlalu bodoh? Aku bahkan sudah mengira kamu mencintaiku, ternyata aku hanya pelarianmu saja."Steven mengusap kedua bola matanya yang sudah memanas, ia kemudian bangkit dari tepi ranjang meninggalkan Aira sendiri di kamar. Akan tetapi, ketika ia hendak menyentuh gagang pintu, ia kembali mendengar Aira mengigau."Steven …."Sejenak, Steven langsung menoleh ke arah Aira kembali ketika ia mendengar Aira memanggil namanya."Aku mencintaimu .…"Ketika mendeng
Emily dan Widya memutuskan untuk makan siang bersama di restoran yang dipilih Emily. Mereka berdua duduk santai dan menikmati hidangan, percakapan mereka pun dimulai."Bagaimana kabarmu, Widya? Sudah lama sekali kita tidak bertemu," tanya Emily dengan ramah.Widya tersenyum. "Iya, Bu Emily. Saya baik-baik saja. Bagaimana dengan Bu Emily sendiri?"Emily menghela napas. "Aku baik, Widya. Tentang Steven, aku masih mencari tahu di mana keberadaannya. Sudah 26 tahun kami tidak bertemu, dan rindu ini semakin terasa."Widya melihat ekspresi kesedihan di wajah Emily. "Saya sangat mengerti, Bu. Tentu saja, Bu Emily masih merindukan Steven. Bu, saya ingin meminta maaf sama Ibu," tutur Widya.Emily merasa heran dengan perkataan Widya. "Minta maaf, untuk apa?""Sebenarnya, selama ini, Steven bersama saya."Deg!Jantung Emily terasa diremas kencang ketika mendengar perkataan Widya."Apa? Kenapa selama ini kamu membohongiku, Widya? Kamu bilang waktu itu Steven hilang entah ke mana! Jadi selama ini
Anwar mengangguk pelan. "Sudah setahun ini, Aira. Dokter menyebutkan kondisi ini memburuk setiap harinya."Aira merasa dunianya runtuh. Setiap kenangan manis bersama ayahnya melintas dalam benaknya. Ia mencoba menahan air matanya yang mulai menetes."Papa, maafkan Aira. Maafkan Aira yang meninggalkan Papa sendiri. Aira tidak tahu bahwa Papa …"Anwar menyentuh lembut pipi Aira. "Tidak ada yang perlu dimaafkan, Nak. Papa tahu kamu selalu berjuang dengan keras. Ini takdir, dan kita harus menerimanya."Sari mendekat ke arah Aira, mengelus bahu Aira, ia mencoba menahan tangisnya. "Anakku, kita harus bersama-sama menghadapi semua ini.""Aira sangat menyesal, Ma. Aira ingin bisa kembali ke waktu dulu dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama Papa."Anwar tersenyum lemah. "Waktu yang kita miliki bersama sudah sangat berharga, Aira. Jangan menyesal. Papa selalu bangga denganmu."Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan suasana haru mengisi ruangan. Aira mencoba menguatkan dirinya untuk menj
Mereka berdua duduk di teras rumah makan, tempat yang nyaman untuk berbincang. Steven masih mencerna informasi yang baru saja dia terima. "Aku tidak tahu harus berkata apa, Ma. Ini begitu mengejutkan."Emily meletakkan tangannya perlahan di pundak Steven. "Mama paham ini sulit untuk diterima, Sayang. Tapi setidaknya, kita sekarang sudah bersama lagi."Steven tersenyum tipis. "Bagaimana mungkin seorang ayah bisa melakukan itu pada anaknya? Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah."Emily menatapnya penuh pengertian. "Sudah banyak air yang mengalir di bawah jembatan, Steven. Yang penting sekarang adalah kita punya kesempatan untuk membangun kembali hubungan kita.""Aku juga tak bisa mempercayai Michael sebagai adik kandungku. Bagaimana ini bisa terjadi?"Emily menjelaskan dengan penuh kesabaran. "Meskipun kamu dan Michael memiliki konflik, tapi kalian tidak boleh melupakan bahwa kalian adalah saudara."Steven mengangguk pelan, mencoba menc
Aira berada di sudut ruangan, setelah mendengar percakapan yang terjadi di antara Emily dan Steven. Rasa kecewa dan pahit menyelimuti hatinya saat mengetahui bahwa keluarga yang selama ini di idamkannya ternyata hanyalah ilusi. Aira merasa dikecewakan oleh tiga orang yang seharusnya paling dekat dengannya.Emily dan Steven, ibu dan anak yang selama ini ada dalam kehidupan Aira, tak lain adalah bagian dari masa lalu yang semakin terungkap dengan begitu sangat pahit. Aira merasa seperti terjatuh ke dalam jurang yang gelap, tanpa tahu harus berbuat apa.Pikiran-pikiran memenuhi benaknya. Steven, suaminya sendiri, telah membohonginya sejak awal pernikahan. Suami yang dicintai selama lima tahun, ternyata menyimpan begitu banyak rahasia yang tak pernah Aira duga.Aira tidak bisa mengendalikan emosinya. Kekecewaan, amarah, dan kesedihan bercampur aduk dalam dirinya. Aira melangkah pergi dari ruangan itu, mencoba meredam emosinya, tapi setiap langkah yang diambilnya terasa begitu berat.Di da
Setelah berada di depan kediaman Adiwijaya, Aira dan Veline segera memasuki rumah tersebut dengan membawa koper mereka. Sari melihat dengan haru anak kecil yang ada dalam genggaman Aira. Dengan penuh kebahagiaan, Sari bertanya kepada Aira, "Apakah ini cucuku?""Iya, Ma, ini cucu mama!" kata Aira sambil memperkenalkan Veline.Sari langsung memeluk Veline dengan hangat, rasa bahagia dan harunya tak terbendung. Aira tersenyum melihat kebahagiaan ibunya dan melihat Veline berinteraksi dengan keluarga di rumah Adiwijaya."Terima kasih, Aira, sudah membawa Veline ke sini," ujar Sari penuh rasa syukur."Iya, Ma, Aira membawa Veline ke sini karena Aira tahu pasti kalian juga ingin bertemu dengannya," kata Aira sambil tersenyum bahagia.Sari juga turut tersenyum. "Vel, jangan malu-malu, ya. Ini rumahmu juga sekarang."Veline mengangguk antusias. "Iya, Oma! Veline suka rumah ini!"Mereka pun beralih masuk ke dalam rumah. Anwar yang tengah duduk di kursi roda yang melihat keceriaan mereka bertig
Ruangan kerja Steven dipenuhi dengan udara yang tegang. Meskipun berada di tengah tumpukan pekerjaan, fokusnya terpecah oleh masalah rumit yang melibatkan Aira dan dirinya. Steven melirik layar komputernya, tetapi pikirannya melayang jauh ke dalam persoalan pribadinya.Aryo, sahabat karib Steven, memasuki ruangannya dengan wajah penuh keheranan melihat Steven yang tampak begitu terganggu. "Steven, ada apa sebenarnya? Aku melihat kau seperti orang yang kehilangan arah."Steven menghela napas berat sebelum akhirnya memutuskan untuk berbagi dengan Aryo. "Aryo, semuanya menjadi kacau belakangan ini. Aira sudah tahu bahwa Veline adalah anakku, dan yang lebih mengejutkan, aku dan Michael adalah saudara kandung."Aryo membulatkan mata, terkejut mendengar pengakuan tersebut. "Apa? Saudara kandung dengan Michael? Bagaimana bisa?"Steven pun menceritakan dengan detail bagaimana awalnya ia terpisah dengan orang tuanya, Emily, ketika kabur dari rumah membawa mereka yang masih kecil, Aryo hanya bi