"Sekarang giliranmu, Perempuan Jalang!" seru Kevan. Mata lelaki itu terlihat memerah, rahangnya mengeras, bahkan tangannya mengepal. Hingga buku-buku tangan Kevan terlihat memutih. Kevan terlihat sangat emosional. Kemarahan sudah menguasai lelaki tampan itu. Reygan masih setia berdiri di belakang tubuh Kevan. Kepala pria yang di tebas oleh Kevan masih berada di lantai. Bau anyir menyeruak, menusuk hidung. Membuat Angelina seketika mual, ia ingin muntah tetapi Angelina menahannya. Wanita muda itu menatap nanar pada mayat yang ada di sampingnya. "Ayah, aku tidak menyangka jika Kevan akan sangat kejam seperti ini. Andai saja, kita tidak terlalu terobsesi dengan harta yang ia miliki. Mungkin saat ini, kau masih berada denganku, setelah ini nasibku akan di tentukan oleh Kevan. Jika aku boleh meminta, aku lebih baik langsung mati. Daripada harus hidup dalam siksaan lelaki psikopat itu," monolog Angelina. Kevan menyeringai
"Karena aku membencimu. " Deg Angelina mematung, ia menatap tidak percaya. Tadinya Angelina berpikir jika Kevan benar-benar masih mencintainya. Pantas saja, sikap lelaki itu berubah, dingin dan juga datar padanya. Kevan menyeringai, saat ini di dalam hati dan pikirannya adalah istrinya. Wanita yang sudah dengan rela mengorbankan masa depannya demi menikah dengan dirinya pria cacat. "Baiklah, sudah saatnya kau menemui ayahmu. Sampaikan salamku padanya, dan aku harap kalian segera bertemu di neraka," desis Kevan. Kevan pun mengambil sebuah samurai. Samurai panjang dengan ujungnya yang tajam. Samurai itu tampak mengkilap, membuat mata Angelina sakit. Cetas Kevan mengarahkan Samurai tersebut ke arah lengan kanan Angelina. Membuat lengan itu seketika putus, darah langsung mengalir membasahi lantai. Jasad pria paruh baya itu bahkan masih tergeletak di ruangan itu. Bau anyir pun semakin menyeruak kuat, menusuk hidung. Membuat
"Cantik," gumam Kevan lantas lelaki itu pun beranjak dan membersihkan diri. Sejak hari ini, Kevan sudah memutuskan jika mereka akan tidur satu kamar. Kevan ingin memperbaiki semuanya sebelum semuanya terlambat. Beberapa menit kemudian, lelaki tampan itu pun sudah berganti pakaian, ia menatap baju yang masih di pakai sang istri. Ingin rasanya Kevan menggantikan baju itu, tetapi ia takut jika nanti Arancia akan marah padanya. Dengan perlahan, Kevan menaiki ranjangnya sangat perlahan ia takut membangunkan Arancia yang sudah terlelap dalam tidurnya. Kevan membuka topeng yang tengah ia pakai. "Selamat malam, dan selamat tidur," gumam Kevan seraya mencium pelipis Arancia. Perlahan Kevan menelusupkan kedua tangannya, lalu menarik Arancia merapat. Memeluk tubuh kurus nan ringkih itu. ********** Pagi menjelang, sinar matahari menelusup memasuki jendela kamar Kevan. Arancia yang tengah terlelap tidur pun terganggu, ia membuka sediki
"Maukah kamu menjadi istri dan ibu dari anak-anakku? Memulai semuanya dari awal, memperbaiki kesalahan yang sudah aku perbuat kepadamu." Kevan sudah menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya. Arancia hanya mendengarkan saja, karena ia sendiri masih bingung. Semua terlalu mendadak. Ia yang tadinya akan meminta cerai pada Kevan seketika mengurungkan niatnya. Melihat kesungguhan lelaki itu membuat Arancia seketika gamang dan juga bingung. Kevan tahu jika istrinya kebingungan, lantas ia meraih tangan Arancia. Dan mengenggamnya dengan tangan besarnya. "Kita mulai dari awal ya, mau 'kan?" tanya Kevan penuh harap. Melihat binar mata Kevan mau tidak mau membuat Arancia mengangguk meskipun samar. Kevan begitu senang, sehingga secara tidak sadar ia memeluk tubuh sang istri. "Mmm, maaf tuan. Bolehkah saya membersihkan diri? Rasanya tidak nyaman," lirih Arancia. Kevan tersenyum, lalu melepaskan rengkuhan tangannya. Arancia langsung tur
Kevan melepaskan pagutan pada bibir Arancia. Wajah gadis itu sudah memerah hingga ke telinga. Kevan terkekeh, Arancia menyembunyikan wajahnya di dalam dada bidang Kevan. "Kenapa, Sayang?"tanya Kevan. "Malu," cicit Arancia. Siapa sangka perubahan sikap Kevan akan sedrastis saat ini. Ia yang bersikap datar dan dingin kini berubah lebih baik dan juga hangat. Bahkan terkesan mesum, membuat Arancia malu sendiri melihat kelakuan pria tampan itu. Kevan terkekeh, ia sangat suka melihat wajah istrinya yang memerah itu . Arancia masih berada di atas pangkuan sang suami,sesekali ia bergerak tak nyaman karena merasakan sesuatu yang mengganjal di sela selangkangannya. Kevan menggeram kala sang adik kecil tertekan oleh pantat Arancia. "Shh, Sayang. Jangan terlalu banyak bergerak. Ough," ringis Kevan. Arancia semakin tidak nyaman kala melihat wajah Kevan yang semakin memerah. Seolah pria itu tengah menahan amarahnya padahal kenyataannya, lelaki itu tengah menahan gai
Kevan menggulingkan tubuh kekarnya di samping Arancia. Nafas keduanya terdengar masih memburu. Kevan meraih tubuh mungil Arancia dan memeluknya seraya mencium kening sang istri begitu lama. "Terima kasih, Sayang. Karena kamu telah menjaganya, dan aku adalah orang pertama yang menyentuhmu. Terima kasih,dan tolong maafkan atas semua kesalahanku,izinkan aku menebus semuanya." Kevan mengeratkan pelukannya, sesekali ia mengecup bahu polos Arancia, membuat wanita yang sudah tidak gadis lagi itu merasa geli. Bukannya berhenti Kevan malah semakin melancarkan aksinya. Membuat sesuatu yang sudah tertidur kembali terbangun. "Yang, dia kembali bangun." Suara Kevan terdengar begitu serak dan juga bergairah. Padahal keduanya baru saja menyelesaikan aktivitas mengenakan itu, kini Kevan ingin kembali mengulanginya. "Yang, bolehkah?" pinta Kevan. Arancia menghela nafasnya lelah, mau tidak mau ia harus menuruti kemauan sang suami. Dan hari itu, en
Kevan turun dengan wajahnya nan dingin. Ia menatap Reygan yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. Sahabatnya itu terkadang menyebalkan memang , ia sama sekali tidak melihat jika dirinya tengah sibuk mengejar surga dunia yang sudah lama tertunda. "Ada apa?" tanya Kevan datar begitu ia duduk di sofa hadapan Reygan. Reygan yang merasakan pergerakan di sampingnya pun menoleh. Lalu ia memutar bola matanya malas kala melihat wajah dingin nan datar milik Kevan. Rupanya lelaki itu sudah tidak memakai topengnya lagi. Baguslah! Sayang juga jika wajah tampan selalu di tutupi oleh sebuah topeng. Pikir Reygan. "Heh, kau lupa atau bagaimana hmm! Jika hari ini kita ada meeting dan kau!" tunjuk Reygan pada wajah Kevan. "Kau dengan seenaknya tidak datang ke perusahaan sehingga gue harus kembali mereschedule jadwalmu. Mana di telepon dan di pesan tidak sama sekali kau balas, menyebalkan!" gerutu Reygan. Kevan mendengus kesal. "Ck, kau tinggal ulang kembali jadwalku,
Kevan mematung di pintu yang tidak tertutup rapat itu. Istrinya tengah menangis, Kevan masih bertahan. Ia tidak masuk, karena ingin mendengar curahan hati sang istri . Tangis Arancia begitu lirih dan pilu. Lelaki yang tengah memegang nampan itu tampak mengepalkan tangannya. Kevan memutuskan untuk masuk, Arancia masih belum menyadari keberadaan Kevan. "Ternyata dia tidak sadar jika aku sudah berada di kamar," ucap Kevan pelan. Kevan pun memutuskan menghampiri Arancia yang tengah berdiri membelakangi dirinya. Kevan menelusupkan tangannya di antara perut sang istri. Arancia sempat kaget, tetapi ketika ia merasakan harum tubuh Kevan, Arancia pun diam. "Sedang apa?" tanya Kevan pura-pura tidak tahu jika Arancia menangis. Arancia tidak langsung menjawab. Ia mencoba menetralkan perasaannya. Jangan sampai Kevan tahu jika ia tengah menangis. Kevan pun menyandarkan dagunya di bahu Arancia, dan mengeratkan pelukannya. Merasai harum tubuh Arancia ya
Bab 54 - Pelukan Deg Kevan mematung, rasanya sakit kala mendengar jika Arancia tidak pernah merasakan sebuah pelukan. Sejahat itukah perempuan yang bergelar ibu itu, dia membedakan perlakuan yang ia berikan kepada kedua anaknya. Kevan lupa, jika Arancia memang di perlakukan berbeda dengan saudaranya yang lain. Perempuan paruh baya itu menoleh menatap sang tuan besar. Kevan pun mengangguk. Melihat jawaban sang tuan, lantas perempuan paruh baya itu membuka kedua tangannya dan Arancia langsung memeluknya. “Bibi, terimakasih,” lirih Arancia. Bahunya bergetar, Kevan tahu jika Arancia pasti menangis. Kevan membiarkan Arancia menyalurkan rasa sedih yang selama ini ia tahan. Setelah di rasa tenang, Kevan pun menghampirinya. Ia mengusap lembut air mata yang terjatuh di mata indahnya. Senyuman terukir di bibirnya yang jarang tersenyum itu. “Jangan menangis apalagi bersedih, kasian calon bayi kita dia akan ikut bersedih. Mulai saat ini,
Bab 53 - Kabar Menggembirakan “Saran saya, sebaiknya tuan membawa nyonya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Serta memastikan umur dari kandungan Nyonya. Lebih tepatnya supaya lebih akurat, Tuan.” Kevan mematung di tempatnya seraya memandang wajah cantik Arancia, dadanya berdegup kencang merasakan sebuah eforia besar. Kabar menggembirakan datang dari sang istri. Seulas senyum terbit di bibir Arancia, tangannya sontak mengelus perutnya yang masih terlihat rata. Begitu juga Kevan, ia meraih tangan sang istri dan mengikuti apa yang di lakukan olehnya. Kevan bahkan menundukkan kepalanya dan mengecup lembut perut yang berisikan calon janinnya. “Kamu hamil, Sayang. Kamu dengar itu?” Ucapnya dengan suara yang terdengar bergetar. Arancia mengangguk dengan antusias dan semangat. Rasanya ia sudah tidak sabar untuk memeriksakan kandungannya. Pantas saja ia mual dan muntah akhir-akhir ini, rupanya ada kehidupan lain yang tengah tumbuh di dalam rahimny
Bab 52 - Garis Dua Tidak terasa pernikahan Arancia dan Kevan sudah berjalan hampir empat bulan. Kevan yang awalnya menolak kehadiran Arancia, nyatanya di akhir perjuangan gadis itu. Kevan justru menerimanya dan jatuh cinta padanya. Kevan yang sedari awal menolak Arancia, nyatanya ia justru jatuh kedalam pesona sang istri. Sejak saat itu, Kevan enggan melepaskan Arancia. “Sayang,” ucap Kevan, ia meraba-raba samping ranjangnya, dingin. Lantas lelaki tampan itu pun membuka kedua matanya, dan mencari keberadaan sang istri. Namun, ia tidak menemukan keberadaan Arancia, padahal hari masih sangat pagi. “Kemana dia,” gumam Kevan lalu beranjak dari tidurnya. Baru saja ia akan menapakkan kakinya di lantai, suara dari kamar mandi menarik perhatiannya. “Sayang,” panggil Kevan untuk yang kedua kalinya. Tidak ada sahutan, hanya terdengar suara orang yang tengah muntah di dalam kamar mandi. Kevan langsung terbangun, dan berjalan dengan c
“Will you marry me?” pinta Reygan kepada Reina. Reina mematung di tempatnya kala mendengar ajakan Reygan yang begitu tiba-tiba. Bagaimana bisa, Reina kira Reygan cuek selama ini karena memang ia tidak menginginkannya. “Apa kamu serius?” tanya Reina penuh harap. Reygan mengangguk yakin, ia menatap Reina dengan tatapan penuh cinta. Berbeda sekali ketika dulu ia mengejar-ngejar lelaki itu. Kenapa di saat ia ingin menjauh, Reygan malah mendekat dan memintanya menikah. “Aku sangat yakin, Rei. Maafkan aku jika sikapku dulu padamu menyakitimu, membuatmu bersedih ataupun selalu menangis akibat perbuatanku. Sungguh aku tidak bermaksud seperti itu, tetapi aku bingung mengekspresikan perasaanku ini,” ucap Reygan tulus. Reina menatap kedua bola mata Reygan, mencoba mencari kebohongan dari sorot mata lelaki itu. Namun, Reina sama sekali tidak menemukan itu, ia hanya menemukan sebuah kejujuran juga binar cinta di mata tajam Reygan. R
Deg Reygan mematung di tempatnya mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Reina. Bagaimana bisa gadis itu berkata seperti itu. Hei, ini tidak bisa di biarkan, Reygan tidak mau jika harus kehilangan gadis yang selalu mengejarnya dengan tatapan memuja. Tapi, bukankah seseorang akan terasa sangat berarti ketika ia tidak ada di sisi kita?! Setelah dia pergi dan lelah berada di sisi, barulah kita sadar betapa berartinya dia untuk kita. Lalu hanya penyesalanlah yang akan menemani kita kelak. “Kau,” geram Reygan. “Tidak ada yang boleh memilikimu selain ….” “Selain siapa?!” potong Reina. “Siapa yang berhak memiliki saya tuan Reygan yang terhormat. Dengan siapa pasangan saya kelak, bukan urusan anda! Uruslah hidup anda sendiri, tidak perlu mencampuri urusan hidup saya. Mungkin sebaiknya kita kembali menjadi orang asing, yang tidak saling mengenal. Mungkin dengan seperti itu, tidak akan ada hati yang akan terluka.” “Tidak bisa!” tegas Reygan
“Sayang,” seru Kevan begitu ia tiba di mansionnya. Arancia yang tengah duduk di ruang tengah pun langsung berdiri, menyambut kedatangan sang suami. Kevan tersenyum lembut menatap wajah cantik sang istri, senyum yang tentu saja baru pertama kali Arancia lihat. Sebab, selama menikah baru kali ini Kevan memberikannya sikap yang begitu lembut. Berbeda dengan beberapa bulan yang lalu, dingin, datar dan ketus. “Eum, sudah pulang, Tuan,” sambut Arancia yang membuat Kevan menaikkan alisnya, menatap sang istri. “Mengapa kau memanggilku seperti itu? Apa kau lupa!?” Glek Arancia menelan ludahnya kasar, ia lupa jika semalam Kevan memintanya untuk memanggilnya ‘SAYANG’. Arancia tersenyum kikuk, seraya menggosok pangkal hidungnya yang tak gatal. “Eumh, maafkan aku tu … maksud aku, Hubby,” cicitnya. Kevan tersenyum tipis lantas merangkul pinggang Arancia dan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Arancia meski
Saat ini, Kevan tengah berkutat dengan beberapa berkas. Ia bekerja dengan semangat, sebab Kevan berniat akan membawa Arancia berbulan madu. Kevan ingin membuat istrinya itu selalu bahagia, meskipun dengan hal kecil sekalipun. Bukankah membuat istri bahagia itu adalah tugas seorang suami? Tidak ada salahnya jika kita sedikit mengeluarkan uang demi kebahagiaan istri. Menjaga mentalnya agar tetap sehat dan selalu memberi dukungan tentu adalah tugas seorang suami. Kevan pun ingin membuat istrinya selalu bahagia bila bersama dirinya. Sudah cukup airmata dan kesedihan yang ia rasakan. Kevan akan menjadi penebus untuk semua kesakitan Arancia. “Van,” panggil Reygan. Kevan mendongak menatap sahabatnya heran. Reygan seperti di kejar-kejar oleh hantu saja, wajahnya juga pucat. “Ada apa?” “Tolong gue, Van. Elah tuh cewek kejar-kejar gue terus, tolong gue,” lirih Reygan yang kini sudah berjongkok, sembunyi di dekat meja Kevan. Tak berselang lama,
Kevan menatap Arancia penuh cinta, hatinya berdebar kala ia berhadapan dengan istri kecilnya. Sesuatu yang tak pernah kurasakan sebelumnya, bahkan ketika ia berhadapan dengan Angelina ataupun Zahra. Tapi istrinya, seseorang yang baru saja memasuki hidupnya mampu mengobrak-abrik isi hatinya. Arancia masih setia menutup matanya, setelah di gempur habis-habisan oleh Kevan, membuat wanita itu kelelahan. Padahal ia baru saja mengisi tenaganya, tetapi harus kembali terkuras akibat ulah Kevan. Kevan mengecup lembut puncak kepala Arancia, lalu meraih tubuh itu menenggelamkannya ke dalam pelukan. Arancia sedikit menggeliat, namun mata itu enggan terbuka. “Tidurlah, istirahat,” bisik Kevan tepat di telinga Arancia. Arancia pun kembali menutup matanya, menjemput mimpi indahnya. Tak berselang lama, Kevan pun ikut menutup matanya. Menyusul sang istri menuju ke alam mimpi. * * Pagi menjelang, Kevan sudah terjaga sedari tadi, ia pun kini tengah berada di
Kevan mematung di pintu yang tidak tertutup rapat itu. Istrinya tengah menangis, Kevan masih bertahan. Ia tidak masuk, karena ingin mendengar curahan hati sang istri . Tangis Arancia begitu lirih dan pilu. Lelaki yang tengah memegang nampan itu tampak mengepalkan tangannya. Kevan memutuskan untuk masuk, Arancia masih belum menyadari keberadaan Kevan. "Ternyata dia tidak sadar jika aku sudah berada di kamar," ucap Kevan pelan. Kevan pun memutuskan menghampiri Arancia yang tengah berdiri membelakangi dirinya. Kevan menelusupkan tangannya di antara perut sang istri. Arancia sempat kaget, tetapi ketika ia merasakan harum tubuh Kevan, Arancia pun diam. "Sedang apa?" tanya Kevan pura-pura tidak tahu jika Arancia menangis. Arancia tidak langsung menjawab. Ia mencoba menetralkan perasaannya. Jangan sampai Kevan tahu jika ia tengah menangis. Kevan pun menyandarkan dagunya di bahu Arancia, dan mengeratkan pelukannya. Merasai harum tubuh Arancia ya