"Siapa kamu?" tanya Arga menatap tajam ke arah wanita cantik bergaun merah maroon yang sedang berdiri mematung di depan pintu kamarnya.Deg!Larissa langsung tersadar dari lamunannya. Kini raut wajahnya tampak gugup dan juga kebingungan."H-hay, Sayang. Kamu sudah bangun?" tanyanya tergagap. Dengan tersenyum manis, sebisa mungkin gadis itu bersikap normal seperti tidak pernah terjadi apa-apa.Padahal kalau boleh jujur, hatinya kini terasa deg-deg ser tidak karuan. Ia sangat gugup dan juga ketakutan sedang menduga jangan-jangan lelaki itu sudah melihat wajah Nayla semalam.Perlahan wanita itu berjalan mendekati Arga yang masih terbengong terus menatapnya kebingungan."Tunggu-tunggu-tunggu! Sebenarnya kau ini siapa? Dan kenapa pula kau berada di sini, huh?" bentak Arga. Ia merasa sangat yakin kalau wanita yang ada di hadapannya ini bukanlah Larissa.Lelaki berparas tampan itu masih mengingat dengan jelas bagaimana rupa wajah Larissa semalam jelas sangat berbeda jauh dengan wanita ini. Ya
Pada sore hari, Arga masih berada di dalam kamar hotel. Sedangkan Larissa meminta izin untuk pulang ke rumahnya terlebih dahulu.Dengan ditemani dua orang pria yang terlihat sedang duduk santai di sisi kanan- kirinya. Lelaki tampan berkemeja hitam itu kini sedang duduk termenung di sebuah sofa yang ada di tengah-tengah ruangan.Lelaki itu sengaja mengundang kedua orang tersebut untuk menceritakan semua hal kejadian aneh yang telah dialamaminya sejak awal pernikahannya kemarin."Jadi, tadi pagi Abang nyuruh aku ngirim foto Larissa itu karena masalah ini, Bang?" tanya seorang pria yang berusia 3 tahun lebih muda dari Arga.Arga pun mengangguk malas."Tunggu tunggu tunggu! Kok aku jadi bingung ya?" sela pria yang satunya lagi. "Kamu bilang kalau gadis yang kemarin itu adalah Larissa palsu? Maksudnya bagaimana sih?" Dengan memasang wajah kebingungan, pria yang bernama Daniel Jackson itu menatap kedua temannya secara bergantian."Huff!" Terlihat Arga menghela nafas panjang. Sepertinya pria
Di dalam sebuah kamar pelayan yang ada di bagian belakang dari rumah keluarga Aditama. Terlihat seorang gadis cantik kini sedang duduk meringkuk di atas ranjang.Dengan ditemani seorang wanita yang usianya 8 tahun lebih tua darinya, gadis itu menangis sesegukan menceritakan semua hal yang telah terjadi padanya semalam."Ya, Allah, Nay. Kamu yang sabar ya!" ujar Eni yang ikut menitikan air matanya karena merasa sedih ketika mendengar semua ceritanya tadi."Hiks ... hiks ... sekarang aku harus bagaimana, Mbak? Mahkotaku kini sudah hancur da-dan aku sudah tidak suci lagi, Mbak. Hiks ... hiks!" ucap Nayla. Dengan tersedu-sedu gadis berlesung pipi itu masih meneruskan tangisnya yang seolah tidak bisa untuk dihentikan.Eni langsung memeluknya dengan sangat erat. Lalu mengusap-usap punggungnya pelan, mencoba untuk menenangkannya. Sungguh ia merasa miris, iba dan tidak tega melihat gadis yang baru 4 bulan yang lalu ia bawa untuk bekerja di rumah ini, tengah bersedih.Dirinya tidak pernah meny
"Ternyata se-semalam dia telah tidur dengan Arga, Pah!" kata Larissa."Apaa?!" Lagi-lagi semua orang yang sedang berada di kamar itu dibuat syok saat mendengar tiap perkataan yang diucapkan oleh Larissa."A-apa maksud kamu, Sayang?" tanya Winda dibuat kebingungan belum mengerti arti dari perkataan ambigu yang dilontarkan oleh putrinya ini."Sekarang semua keluar!" usir Aditama kepada beberapa orang pelayan yang sedang berdiri di samping Nayla.Dengan patuh, ketiga orang pelayan itu keluar dengan satu per satu meninggalkan kamar tersebut. Hingga akhirnya di saat Eni berjalan ingin menuju pintu, lelaki paruh baya itu langsung mencegahnya."Tunggu, Eni! Kamu tetap di sini temani Nayla!" titahnya lagi."Ba-baik, Tuan," jawab Eni menggangguk. Kemudian ia bergerak mendekati Nayla dan menuntunnya untuk kembali terduduk di pinggir ranjang."Sekarang jelaskan, Nayla! Apakah yang dikatakan oleh Rissa tadi adalah benar?" tanya Aditama mulai menginterogasi. Dengan wajah yang terlihat datar, tatap
"Apaa?! A-arga datang ke sini?" pekik Larissa syok.Sontak secara bersamaan semua orang yang sedang berada di kamar itu langsung merasa panik dan juga tegang."Duh ... bagaimana ini, Pah, Mah?" tanya Larissa merasa kebingungan."Ya udah, tolong suruh dia menunggu dulu, Bik. Biar nanti kami akan menyusul ke sana," tukas Aditama."Baik, Tuan. Permisi." Lalu pelayan wanita yang berusia 30 tahunan lebih itu segera pergi menuju ke ruang tamu untuk menyampaikan pesan Tuannya ini kepada lelaki yang kini telah berstatus sebagai anak mantu majikannya."Sekarang kamu pergi temui Arga! Dan sebisa mungkin kamu harus bersikap normal, jangan sampai ada yang mencurigakan, Ok!" saran sang ayah."Baik, Pah," jawab Larissa mengangguk patuh.Kemudian pria paruh baya itu menoleh ke arah Nayla."Dan kamu. Tetaplah berada di sini, jangan pernah keluar dari kamar sebelum Arga pergi dari sini. Mengerti?" lanjutnya."Me-mengerti, Tuan," Dengan terbata gadis itu juga menganggukkan kepalanya."Ayo, Mah, Rissa k
Di pinggir kolam renang, Arga masih terus sibuk mengamati keadaan di sekitar rumah itu. Dengan sorot mata yang tajam, setajam mata elang yang sedang mencari mangsa. Lelaki tampan berkemeja hitam itu tampak seperti sedang mencari ataupun sedang menyelidiki sesuatu hal di rumah tersebut.Sembari terus mengayunkan langkah kakinya, pandangan matanya menelisik menyusuri tiap sudut ruang yang ada di sekitarnya. Keadaan di sekitar kolam itu tampak tenang dan sunyi. Tidak ada yang mencurigakan.Selain kursi dan meja tempat ia duduk tadi, di sisi kanan kiri kolam itu ada hamparan rumput hijau yang dilengkapi dengan beberapa macam bunga atau pun tumbuhan hias yang membuat suasana di kolam itu tampak asri dan sangat sejuk di pandang mata.Lalu, tanpa sengaja kedua netranya tertuju pada sisi lain dari tempat ini. Pandangan matanya jauh menyorot lurus ke depan. Di mana ia mendapati ada sebuah bangunan kecil yang berada di bagian paling sudut belakang rumah tersebut.Bangunan itu tampak seperti dere
Sementara dari dalam kamar, gadis cantik yang sedang mengintip lewat kaca jendela itu tampak syok dan juga merasa sangat panik, saat melihat Arga yang kini seperti sedang berjalan menuju ke arahnya.Dengan reflek ia segera menutup gorden. Sehingga membuat lelaki itu menyadari pergerakannya."Aduh ... gawat! Apakah laki-laki itu akan menuju ke mari?" batin Nayla mulai resah.Kini dengan bergerak gusar, gadis itu berjalan mondar-mandir di dekat ranjang. Sesekali ia menoleh ke arah pintu. Sungguh ia merasa sangat panik dan juga ketakutan.Ia takut jika lelaki itu datang menghampirinya. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan mencoba berpikiran positif."Tidak mungkin, 'kan laki-laki itu akan masuk ke dalam kamar ini. Lagi pula buat apa ia ke sini? Ah ... mungkin ini hanya perasaanmu saja, Nayla! Jadi, kamu harus tetap tenang, ok?" batin Nayla sibuk berbicara dengan dirinya sendiri."Huff ...." Sembari menempelkan tangan di dada, Nayla menghela nafasnya dengan pelan. Berusaha menenangka
Fllashback.Beberapa menit yang lalu.Brugh!Eni yang sedang tergesa-gesa berlari masuk ke dalam rumah, dengan tanpa sengaja ia malah menabrak sang majikan yang sedang berdiri tepat di hadapannya."Aduh, Maaf, Tuan!" ujar Eni menundukan kepala."Eni, kamu ini kenapa sih? Kaya lagi dikejar-kejar setan aja!" celetuk Aditama merasa keheranan melihatnya."I-itu, Tuan, gawat!" jawab Eni dengan wajah yang terlihat tegang dan gugup ia menunjuk ke arah kolam renang."Hah, gawat! Gawat apanya?" sambar Winda yang baru saja akan memanggil suaminya untuk makan malam, merasa penasaran saat mendengar ucapannya.Kini ketiga orang itu sedang berdiri di tengah-tengah ruangan yang berada tepat di depan tangga. Lalu, dengan saling melempar pandang satu dengan yang lainnya, sepasang suami istri itu menjadi ikut panik ketika melihat wajah tegang pelayannya itu."Ih ... Eni! Kok malah diam aja, sih!" tegur Winda yang kesal melihat pelayanan itu malah terdiam."Sebaiknya kalian tenang dulu. Ayo kita ke ruan
Aditama yang datang bersama sang istri, dengan wajah yang tampak masih sedikit sedih memberikan ucapan selamat kepada mantan menantunya. Dengan berlapang dada dan berpikiran bijak, ia beserta istri berusaha untuk saling memaafkan dan lebih memilih berdamai dengan keluarga mantan besannya tersebut. Karena mereka menyadari kalau kesalahan bukan hanya terletak pada Arga saja. Melainkan pada putrinya juga yang sama-sama bersalah karena telah berselingkuh. Lagi pula bila ia memilih untuk memusuhi keluarga itu, mereka sendirilah yang akan merugi. Karena pasti keluarga Dewantara akan langsung menghentikan kerjasama dan mencabut segala investasi pada perusahaan miliknya.Sehingga demi memikirkan kelangsungan perusahaan yang dikelolanya, mau tidak mau kedua paruh baya itu lebih memilih untuk berdamai saja dengan keluarga itu.Nayla yang masih tampak tertegun, tersenyum canggung dan sedikit ragu menyambut uluran tangan manta majikannya. "Te-terimakasih, Nyo-nyonya," ucapnya terbata.Sebenarn
"Wah ... kamu cantik sekali, Nis!" Desi yang baru saja datang bersana Wati, langsung memujinya."Terimakasih!" Nayla tersipu malu."Kamu sudah siap?" tanya Wati menepuk pundaknya.Nayla mengangguk pelan."Ya udah, ayo kita turun sekarang. Tamu-tamu udah pada gak sabar nungguin kamu. Apa lagi si Arga," celetuk Wati dengan sengaja ingin mengodanya."Ih, apaan sih?" Nayla tersipu malu."Hahaha ... ternyata ada yang lagi malu-malu kucing nih," ledek Desi."Ah ... sudah-sudah. Ayo kita harus bawa Nayla sekarang. Kalau tidak, yang ada Tuan Agra nanti sampai ngamuk, gimana coba?" timpal Wati yang masih saja terus mengoda Nayla."Iya-ya, benar. Ya udah. Mari Tuan putri ikut kami ke bawah sekarang!" Nayla hanya busa tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah kedua temannya itu. Kemudian kedua gadis itu mengiringi Nayla berjalan menuju pelaminan.Lagi-lagi Nayla seperti merasa Dejavu. Di mana dengan dada yang berdegup kencang, ia merasa sangat gugup. Langkah demi langkah ia ayunkan
Dengan dada berdetak kencang, Arga yang kini masih tetap berada di posisinya. Yaitu berlutut di depan Nayla, sungguh merasa sangat resah dan tak sabar ingin mengetahui jawaban darinya.Begitu juga dengan ketiga orang yang berada di depan ruangan itu pun sama tak sabarnya dengan Arga. Seraya terus mengintip lewat kaca bening yang ada di pintu, wajah mereka tampak menegang dan sangat penasaran ingin segera tau apa yang akan dikatakan oleh Nayla.Sementara Nayla kini masih tertegun menatap Arga. Wajah wanita cantik itu masih tampak bimbang untuk mengambil keputusan.Setelah ia berpikir dengan cukup lama, ia pun mempertimbangkan banyak hal. Mulai dari perkataan Ibunya yang menyarankan untuk memberi kesempatan pada Arga, hingga memantapkan bagaimana perasaannya terhadap laki-laki tersebut. Pada akhirnya ia pun memutuskan untuk memaafkannya."Em ... tapi maaf, Arga. A-aku tak akan memaafkanmu jika kau masih saja berlutut seperti ini," ucapnya.Dengan wajah yang berbinar, Arga mengangkat waja
Degh!Seketika itu Nayla tampak syok, panik dan juga sangat cemas mengkhawatirkannya. "Aapaa?! A-arga kecelakaan?" Jelas Nayla langsung terpekik kaget. Begìtu juga Bu Salamah pun sama terkejutnya dengan Nayla. "Ka-kamu jangan bercanda deh, Daniel?" Nayla terbata-bata karena saking paniknya dan juga ketakutan membayangkan hal yang buruk terjadi pada pria itu. "Siapa yang bercanda, Nayla. Beneran Arga sekarang sedang dirawat di rumah sakit ini juga. Da-dan ... keadaanya kini--" Dengan sengaja Daniel menggantung ucapannya. Sehingga membuat hati Nayla semakin menjadi tak karuan. Dengan wajah yang terlihat pucat pasi, ia membayangkan bagaimana keadaan Arga sekarang. Berbagai pikiran buruk mulai bermunculan di benaknya."Kamu tenang dulu ya, Ela! Jangan berpikiran macam-macam dulu!" Bu Salamah mengusap bahunya dengan sangat lembut, berusaha untuk menenangkannya. "Sebaiknya kita melihat Arga sekarang! Di ruang mana dia di rawat?" Wanita paruh baya itu menoleh ke arah Daniel dan Reza. "
Di tempat kejadian.Arga terlihat pingsan di dalam mobil, dalam keadaan duduk menunduk, kepalanya bersandar di atas kemudi mobil. Ada darah yang menetes di dahi akibat benturan keras dengan setir.Mobil itu menabrak sebuah pohon yang ada di pinggir jalan. Sehingga membuat bemper mobil hancur, lampu pada pecah dan kap mobil terbuka. Asap mengepul dari dalam bagian mesin mobil itu."Tolong ... ada yang kecelakaan. Cepat panggil polisi!" Salah satu pengendara motor dengan sigap berteriak meminta tolong dan menghampiri mobil Arga. "Toolong, tolong ... bantuin korban keluar dari dalam mobil!" teriak laki-laki berjaket kulit berwarna hitam.Sehingga membuat beberapa pengendara motor yang kebetulan lewat di sana, datang membantu. Ada sekitar empat atau lima orang yang turun dari motor berusaha memecahkan kaca jendela mobil.Namun tampaknya agak sulit untuk membuka pengait kunci otomatis mobil Arga. "Ah ... sial, macet susah buat dibuka!" seru yang lainnya sedikit mengeluh.Kecelakaan itu me
Bu Salamah yang baru saja kembali setelah mencari makanan di luar buat Nayla sarapan, merasa kaget ketika mendengar suara teriakan putrinya dari dalam kamar. Dengan seketika ia langsung menerobos masuk ke dalam kamar.Dan betapa terkejutnya ia, ketika melihat Arga sedang memeluk paksa Nayla. Lalu dengan sangat geram ia segera mendorong kasar tubuh lelaki itu agar menjauhi putrinya."Apa yang kamu lakukan?" bentaknya seraya menatap nanar pria itu. "Ibu!" Sembari menangis Nayla segera memeluk Ibunya. "Ibu, tolong usir dia dari sini!" tunjuknya ke arah Arga."Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi. Tolong jauhkan dia dariku, Ibu!" pintanya. Dengan raut wajah memohon, wanita berpakaian pasien itu tampak begitu tertekan dan sangat membenci Arga."Iya, Ela Sayang. Ini Ibu, Sayang. Sudah kamu yang tenang ya, jangan nangis lagi, ok?" Wanita paruh baya itu balas memeluknya dan mengusap-usap punggunggnya pelan. "Baiklah, Ibu pasti akan menjauhkan laki-laki itu darimu, Ela." Wanita paruh baya i
Dengan satu per satu, mata Nayla menyorot tajam ke semua orang yang kini hanya tertunduk diam membisu tidak ada yang mau angkat bicara.Sehingga membuat hatinya kian merasa sangat penasaran dan juga ketakutan membayangkan sesuatu hal yang buruk telah terjadi pada sang calon buah hatinya kini. "Kenapa kalian semua diam?" tanyanya. "Baiklah kalau kalian tidak mau menjawab, biar aku tanyakan langsung pada dokter saja sekarang." Dengan sifat keras kepalanya, tiba-tiba gadis yang masih diperban kepalanya itu hendak turun dari ranjang. Sehingga membuat semua orang itu pun menjadi panik dan langsung mencegahnya."Jangan, Nayla. Kamu diam saja di sini!" "Dengarkan Ibu, Ela. Kamu 'kan baru sadar dari koma. Jadi, sebaiknya kamu jangan berpikiran yang macam-macam dulu, Ok! Nanti bila kamu sudah benar-benar merasa baikan baru kita akan bicara lagi ya, Sayang!" Dengan penuh kelembutan, Bu Salamah mengusap pelan kepala gadis itu. Berusaha untuk menenangkannya.Namun, tampaknya hati Nayla tetap ta
"Bohong, semua itu tidak benar." Dengan wajah yang terlihat sangat panik dan juga ketakutan, Siska menggelengkan kepala mencoba untuk menyangkal. "Papah, tolong jangan percaya sama dia! Bi-bisa saja dia hanya ingin menuduhku dan ingin membuat Papah jadi salah paham terhadapku, Pah. La-lagi pula mana mungkin aku melakukan itu." Wanita yang tengah berdiri di hadapan suaminya itu terus memohon dan berusaha untuk menyakinkannya.Seperti orang yang sedang berperan sebagai antagonis, Bu Salamah kembali tergelak dengan sangat sinis dan sumbang menertawakan wajah gugup dan ketakutan wanita itu. Sedangkan Bagas masih tak bergeming, diam mematung karena kebingungang. Begitu juga dengan yang lainnya. Dengan berbagai pertanyaan yang kini mulai timbul di hati mereka masing-masing, semua orang itu hanya terdiam tak ada yang mengeluarkan suara sedikit pun. Sungguh mereka kini dibuat syok, kebingungan dan sekaligus penasaran ingin tau apa yang akan dikatakan oleh Bu Salamah selanjutnya. Dan benar
Plakk!Dengan sangat syok, sebelah pipi Arga kembali mendapatkan sebuah tamparan keras dari seorang wanita paruh baya. Sehingga membuat semua orang yang berada di sekitarnya pun langsung dibuat kagèt dan melongo kebingungan melihatnya.Terlebih lagi Daniel dan Reza, ikut meringis miris membayangkan bagaimana rasanya menjadi korban tamparan dari dua orang wanita yang berbeda."Uhh!" Sambil memegangi pipinya sendiri, kedua pria itu cukup merasa prihatin padanya.Namun, kali ini bukanlah Bu Salamah yang melakukannya. Melainkan sang ibu mertuanya.Dengan wajah yang terlihat merah padam, wanita berpakaian modis dan elegan itu melotot tajam ke arahnya menantunya. Sungguh ia merasa sangat marah dan tidak terima dengan tindakan Arga yang telah melaporkan putrinya ke polisi waktu itu. Hingga membuat putrinya menjadi buronan dan berakhir dengan kehilangan nyawa.Keadaan di depan ruang rawat Nayla kini terlihat kembali menegang karena peristiwa itu. Tentu semua orang-orang yang ada di sana tamp