Langkahnya terhuyung-huyung perlahan menghampiri pria yang duduk di sofa memandangnya dengan penuh kebingungan dan tanda tanya yang bersarang di otaknya. Entah kenapa perempuan itu nampak lemah tak sanggup menatap kekasih hati yang duduk itu. "Nikahi aku, Kunang ...." terucap dari bibir seorang gadis. Ia menahan air mata yang mau mengucur deras."Tentu saja Honey! Aku akan menikahimu setelah kita lulus kuliah. Okey?" Tanpa keraguan Kunang menjawab. Ia berusaha meyakinkan gadisnya. Nampak terukir lengkungan senyum manis bak bulan sabit. Namun wanitanya hanya mematung dengan bibir pucat yang seperti tidak minum beberapa hari. Bola mata indah itu menatap kosong ke depan seakan tak bernyawa. Relung hatinya tak puas mendengar jawaban Mahasiswa itu.Wanita itu hanya menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak Kunang! Bukan jawaban itu yang aku butuhkan. Nikahi aku sekarang juga. Kalau tidak, maka cepatlah kamu menjauh dariku."Seperti belati yang menancap tepat menghunus hati Kunang. Pria itu m
Kemarin hariku yang paling buruk saat dosen beku memarahiku dan membuat hukuman berlarian 50 kali putaran keliling kampus. Namun, gak sampai diputaran 50 baru sampai di putaran ke 4 aku pingsan dan dibawa ke unit kesehatan kampus (UKK).Berharap semoga saja hari ini nasibku baik. Selama masuk kampus dan mengambil jurusan Akuntansi di BEU. Aku belum punya musuh. Walau musuhku cuman Dosen phobia wanita itu.Aku mendapat julukan Miss Balsem, ratu balsem, nenek pembawa balsem tetap harus kuat iman, serta membentengi hati supaya tidak membalas cacian mereka yang kadang tepat menghunus jantung. Tapi, cacian itu tak sebanding dengan perlakukan dosen beku yang membuatku kewalahan kemaren.Hari ini hujan begitu mengguyur kampus. Suasana mendingin lebih kunikmati daripada harus berpapasan atau bertemu dosen beruang kutub itu. Kejam sekali kalau di pikir-pikir aku menyebutnya beruang dalam hati. So, tak apa yang penting cuma dalam hati kan?Kebiasaan saat hujan semakin deras. Aku paling suka mema
Kupegangi kepala yang sakit dan berdenyut. Entah apa yang terjadi. Membuka perlahan mata. Suasananya berbeda, aroma kamar juga beda. Ini seperti bukan kamarku? Lemari yang bewarna gelap. Lampu tidur dan semua perabotan mewah. Ini kamar siapa? Apakah aku sudah mati dan berada di surga? Aku berusaha mengingat kembali apa yang terjadi. Oh iya aku kan mau mengantar Pak Kunang pulang? Kenapa bisa berada di kamar asing?Aku bangkit dan berkaca di kaca berukuran besar, badanku terlihat jelas. Wah aku terlihat sangat memukau dengan gamis baru merah jambu. Kerudung yang menjuntai. Aku seperti bidadari yang turun dari kayangan, hehe.Tercium aroma kamar yang berbau khas kamar pria. Hah kamar pria? Berarti aku sedang berada di kamar siapa? Dan tunggu, siapa yang menganti pakaianku?"AAAA ...." Aku menjerit diiringi tangisan yang meraung-raung. Aku seperti kesurupan, Kulemparkan semua barang yang ada di dalam kamar dan tak terkecuali vas. Hingga pecahan vas itu menyakiti kakiku. Aku tak peduli. Y
Inikah takdir jodohku? Apa pria kutub selatan itu adalah jodoh yang dikirim Allah untukku? Yang tertulis di lauful mahfuz?Mengetik kata-kata konyol itu di memo ponselku. Seketika aku terkekeh karena ulah sendiri. Bisa-bisanya mengetik hal yang konyol.Dreeet!Ada yang ngechat nanyain kabarku. Siapa lagi kalau bukan Intan.[Kamu kenapa pingsan? Sorry saat aku mau ke sana eh malah Pak Kunang membantumu.][Mungkin aku lagi kedinginan saja.] Balasku singkat di chat."Ehem ...," dehaman seseorang mengagetkanku. Hampir saja ponselku jatuh. Apa dia tidak tahu kalau aku jenuh?"Ponselnya ditaruk dulu ya... tanganmu kan masih perih.""Emm ...." Lidahku kenapa? Kok kelu banget sih.Pak Kunang langsung mencabut ponsel yang kupegang dan menaruhnya di saku celananya."Loh? Balikin, Pak!""Sudah, besok saja saya balikin," jawabnya masih datar. Entah kenapa aku gak suka nada datarnya.Kenapa aku malah repot mengurusi jawabannya. Lama-lama diri ini merasa aneh.DOR DOR DOR!!!"MAS! MAS! BUKA PINTU!"
Merasakan aroma maskulin yang menyeruak menyebar di rongga hidung. Memeluk guling yang terasa begitu menghangatkan. Tunggu dulu, baunya seperti aroma sosok yang tak asing, seperti Pak Kunang. Apakah setiap ingin tidur pinguin dingin itu memakai parfum? Sampai aromanya melekat di guling. Setelah membuka mata betapa kagetnya diriku mendapati mata tegas, rahang kokoh dan wajah tampan yang menyiratkan tanda tanya. Di depanku ia berdiri bersidekap. Detak jantungku tiba-tiba tak beraturan. Mungkin saja tadi ia tengah memerhatikanku yang sedang memeluk gulingnya dengan erat."Kamu tidak mau shalat subuh?" Pertayaannya sangat datar, dingin dan membuat bulu kuduk merinding. Langsung saja kubangkit dari tidur, mengubah posisi menjadi duduk. Sambil menunggu apa yang mau ia bicarakan. Seketika mengingat saat memeluk gulingnya. Tangan terasa lemas tanpa tulang, bisa-bisanya tadi bertingkah memalukan dengan memeluk guling Pak Kunang. Tapi lebih parah lagi kalau aku sampai memeluk dirinya. Astaga
Akhirnya aku pulang ke rumah. Kata orang, rumah adalah istana. Ya, rumahku adalah istanaku. Meskipun rumahku ini tidak sebesar rumah Pak Kunang. Aku tetap menganggapnya istana. Daripada harus mendengar pertengkaran Pak Kunang dan Dion.Kubuka kamar lalu mengirim tubuh ke tempat tidur yang tidak terlalu empuk ini. Tapi aku senang bisa balik ke rumahku. Apalagi bertemu ibu yang selalu ada untukku. Selalu tegar dan mampu menghilangkan penat yang ada dipikiranku.Aku kenapa malah mengingat perkataan Dion tentang kekasih dosen phobia itu. Pasti dia sangat cantik sehingga Pak Kunang tak bisa melupakannya."Bening? Bagaimana perasaanmu di sana? Dosen kamu itu tampan dan baik hati ya? Ibu rela kamu dinikahi dia."Suara ibu mengagetkan dan menyadarkan aku dari lamunan.u selalu saja begitu bertanya banyak."Ibu apaan sih, mana mungkin dia mau sama Bening yang buluk ini?" jawabku minder."Hust jangan merendah seperti itu! Berdoa saja ya sama Allah. Kamu cantik loh Bening. Dulu aja kamu buluk."Ku
Memapah bedak tipis-tipis supaya tidak terlalu terlihat pucat. Tidak ingin terlihat menor juga. Kupakai gamis pemberian orang yang entah dari siapa. Ibu merahasiakan orang yang telah memberikan gamis menjuntai, indah dengan bordiran bunga-bunga ini. Kupandangi pantulan diriku dicermin, begitu memukau. Seakan lebih cantik gaun ini daripada diriku. Ketika mengolesi lip balm pada bibir. Sepintas bayangan dosen beku bergelayut dibenakku. Ada apa denganku? Mengapa aku malah membayangkan wajah tampan tapi bukan muhrimku? Astagfirullah ini tidak benar! Kuusap wajahku dengan kasar. Membaca istigfar berulang kali.Ceklek!Suara derit pintu kamar terbuka. Derap langkah seseorang yang kukenal makin mendekat. Segera kubalikkan badan dan tatapan bersirobok pada wajah ibu yang begitu berbinar. Siluet wajah yang kelihatan sangat bahagia.Astaga ada apa dengan Ibu? Mengapa begitu sangat bahagia? Fikiranku mulai sambil menerka-nerka apa yang membuatnya sebahagia ini."Waw amazing! Putri ibu tidak la
Aku berjalan mengekor di belakang orang yang sudah sah menjadi suamiku. Aku begitu tidak menyangka Pak Kunang bisa menyelesaikan ijab kabul dengan hikmat tapi penuh kepura-puraan. Sementara Dion hilang entah kemana mungkin saja ditelan bumi. Setelah akad nikah usai Pak Kunang bergeming dan mengantarkan aku ke kamar. Apakah dia bersungguh-sungguh dalam menjalani pernikahan ini? Ah membayangkannya saja itu tidak mungkin. Segera kutepis segala pikiran aneh yang berkelebat di kepala.Dilihat dari sorot mata yang kosong seperti itu, sudah jelas dia hanya menyelamatkan reputasi nama besar keluarganya. Kududuk di tepi ranjang kingsize ini, dengan membalas tatapan kosong yang dia berikan padaku.Terkejut saat Pak Kunang tiba-tiba mengunci pintu. Ya Allah apakah beruang kutub ini akan tidur bersamaku malam ini? Seketika panas dingin menjalar seakan tubuhku ini diberi formalin yang bisa membuat tubuhku membeku.Tiba-tiba kepala mendadak pusing, mungkin akibat kelamaan menunggu Dion di acara aka
Acara syukuran sudah selesai. Bening sangat bahagia melihat anak yatim itu juga bahagia. Bening jadi ingat dengan anak-anak Palestina yang sedih kehilangan orang tua mereka."Thanks yah Mas. Kamu sudah mendatangkan kebahagiaan di dalam hidupku. Oh iya kamu sudah cuci darah Mas? Jangan sampai telat yah," ucap Bening sambil menggendong Anggun."Kamu tidak usah khawatir Beningku. Aku selalu ingat untuk hal itu. Eh aku mau coba ajarin Anggun jalan. Boleh?" "Iya nih Anggun belum bisa jalan Mas." Bening memberikan Anggun pada Kunang.Kunang mulai mengajari Anggun berjalan dengan memegangi kedua tangan Anggun. Terpancar dari wajah Anggun bahwa dia sangat bahagia bersama sang ayah.Bening sangat bahagia juga melihat kebahagiaan yang terpancar dari sang putri. "Aku kangen Tante, eh maksudku Mama Jessi Mas. Bisakah kita kesana?" kata Bening. Kunang yang tengah fokus mengajari Anggun berjalan menjadi beralih menatap Bening. "Boleh-boleh saja kita kesana. Tapi, aku punya kejutan lagi untukmu, S
Bening berbincang-bincang dengan sahabatnya Intan, dia sangat senang, akhirnya kekasih dan sahabat kembali lagi."Intan sungguh aku merasa kesepian tanpamu. Kapan kamu kesini, kita bercanda-canda lagi seperti dulu." Bening meneteskan air mata dari kedua sudut netranya.Intan diseberang sana berusaha tidak menjatuhkan air mata. Dia tidak mau Bening sampai mengetahui dirinya menangis."Maaf Bening, aku pengen sekali bertemu denganmu, namun aku masih sibuk dengan urusanku. Semoga lain waktu kita bisa betemu ya," jawab Intan."Baiklah Intan. Aku selalu menunggumu.""Sudah dulu Bening. Aku ada urusan lain ya. Kita sambung lagi nanti.""Baiklah Intan."Intan memustuskan panggilan. Disana Intan masih merasa bersalah pada sahabatnya. Dia menimal ponsel dan menjatuhkan air mata berulang kali, hingga membasahi kedua pipinya."Maafkan aku, Bening. Aku belum bisa menampakkan wajahku dihadapanmu. Aku belum sanggup bertemu dirimu setelah apa yang aku lakukan sama kamu. Aku beraninya memusuhimu. Sung
"Kamu?" Bening kaget dengan penampakan sosok tampan dihaxapannya."Iya ini aku Ahan." Ahan tersenyum lebar.."Dia siapa Bening?" tanya Sulaikha yang kebingungan. Arjun yang sedang menggendong Yugi langsung turun ke bawah untuk mengecek siapa yang bertamu kerumah mereka."Dia teman kantor Bu," jawab Bening ngasal."Ayo Nak Ahan silakan duduk." Sulaikha mempersilahkan Ahan duduk lalu pergi dari hadapan mereka."Bagaimana tawaranku. Masih terbuka lebar loh. Aku masih menyukaimu cewek misterius." Ahan berucap sambil menyodorkan sebuket bunga.Bening menggeleng. "Maaf Tuan Ahan. Jawabanku padamu tetaplah sama dan tidak akan pernah berubah. Maaf jika saya menyakiti hati Anda,"ungkapan Bening tentu merobek hati Ahan berkali-kali."Jangan seperti ini dong Bening. Kamu wanita terunik yang baru aku temui. Kamu masuk ke dalam hatiku tanpa ijin lalu kenapa kamu tidak menetap saja disana? Aku akan membangunkan rumah megah dan jauh lebih mewah daripada mantan suamimu itu.""Maaf sekali lagi ya. S
Setelah mereka bersatu menyatukan cinta yang lama hilang, merajut kembali benih cinta. Bening kembali pulang kerumah sehabis pulang dari kantor. Rumah Bening memang sudah lebih bagus dari rumah dosen bernama Kunang itu. Namun, Bening lebih memilih untuk ikut kembali ke rumah suami yang dulu.Anak Bening yang bernama Yugi pun sudah bisa melihat ayahnya kembali yaitu Kunang."Bening ada satu rahasia yang belum kamu ketahui," kata Pak Kunang ditengah-tengah Bening sedang melipat baju."Apa Pak?" tanya Bening penasaran."Sebenarnya Koldam adalah adik kembarku," jelasnya membuat Bening menjatuhkan baju-baju yang yang mau ia lipat. Mulut Bening pun menganga mendengar penuturan suaminya tadi. Dada Bening berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia masih bisa belum mencerna perkataan Kunang suaminya."Bukannya Koldam itu adalah sepupumu? Bagaimana bisa Koldam adalah adik kembarmu? Kenapa semua ini bisa terjadi? Aku jadi bingung," ucap Bening. Bening masih belum memungut beberapa baju yang berjatuha
Sudah dua tahun usaha Bening berjalan dan dia sudah bisa menikmati hasilnya. Selama setahun pula Bening menahan kerinduan terhadap Kunang sang suami. Sulaikha ibunya pun belum juga mengizinkan Bening untuk melihat batu nisan Kunang Dramasta, itu sangat membuat Bening menangis tiap malam, serta terpukul, dan ketika ibunya bertanya, maka bening hanya menjawab tidak apa-apa.Angin berhembus membelai jilbab Bening. Dia menatap lurus ke depan sambil membayangkan wajah Kunang.Bening sudah membangun masjid dibeberapa daerah. Tapi, dia tidak memberi tahu warga sekitar masjid bahwa dirinya--lah yang membangun. Ia tak mau kalau sampai suatu pujian bisa membuat dirinya mempunyai sombong dan hanya terlalu senang dipuji orang. Maka itu Bening ingin menjauhi sifat itu.[Mas Kunang. Sampai detik ini aku belum bisa melihat peristirahatanmu yg trakhir Mas! Jiwa ini sudah benar-benar rapuh, hati ini juga sudah hancur melebur. Sampai aku tak tahu bagaimana caranya membahagiakan diriku sendiri. Ok aku bi
Pria tegap memakai jas hitam pekat pun menghampiri Bening yang tengah mematung. Bening hanya merasa kaget melihat sosok dihadapannya yang belum ia kenal."Hei Nona, mengapa Anda melamun?" tanya pria misterius.Bening hanya menggeleng pelan serta menahan kegugupan. Pria itu hanya membalas dengan senyuman."Anda akan bekerja sama dengan perusahaan kami. Kami siap memberikan sebuah pabrik perusahaan untuk Anda dan semua yang Anda perlukan nanti diperusahaan Anda," tutur pria itu."Seriously? Anda tidak bohong?" tanya Bening tak percaya dan tak menyangka jika ada seseorang sebaik pria dihadapannya. Pria itu membalas dengan anggukan."Yes. Anda siap bekerja sama dengan kami? Kami hanya butuh ide dari Anda saja," lanjut pria itu mulai menyodorkan beberapa berkas yang perlu ditanda tangani oleh Bening."Saya tidak siap Tuan. Maksudnya saya tidak siap menerima kebaikan ini. Mending saya bekerja keras sendiri tanpa menerima bantuan dari siapapun. Apalagi bantuan yang amat besar seperti ini. Sa
Tubuh Bening bergetar hebat melihat pemandangan tak lazim ketika pisau itu mengarah pada leher Sulaikha."Baik Bu. Bening berubah pikiran. Bening tidak akan pergi. Bening tidak akan melihat jazad suami Bening," lirih Bening pasrah. Ia begitu menyayangi Sulaikha. Maka dari itu Bening menahan segala keegoisannya agar ibunya tidak jadi bunuh diri."Sebagai seorang anak, kamu memang sepantasnya mendengarkan perkataan ibu, Bening. Ibu tahu kamu sangat mencintai suamimu, Kunang. Namun, Jessi sudah melarang kita untuk pergi ke sana. Lalu ibu bisa apa? Mungkin inilah yang terbaik untukmu agar kamu bisa melupakan Kunang yang selalu menyakitimu itu," ucap Sulaikha yang mulai melempar pisau tadi ke lantai.[Bagaimana aku bisa melupakan suami dinginku itu ibu? Bagaimana bisa? Memang dia begitu kaku dalam menjalani hubungan rumah tangga kami. Dia juga selalu menyakiti perasaanku dengan tidak jujur tentang mantan kekasihnya dulu yang ternyata adalah sepupuku. Tapi, cintaku padanya nyata Bu. Dan juj
BRUKKKSuara begitu memekakan telinga membuat Bening terenyak serta tak mampu berdiri apa yang ada dihadapannya. Tubuhnya terasa ringat dan sangat lemas tanpa tulang. Air mata Bening sudah tak bisa dibendung lagi. Kau tahu siapakah yang celaka?Darah bercucuran dari pria yang sudah jatuh diatas balkon. Detak jantung Bening seakan terhenti dunianya begitu runtuh melihat orang yang amat dicintainya, orang yang selama ini bertengger di hatinya terkapar berlumuran darah dan tak sadarkan diri. Ya Kunang melompat dari atas balkon membuat hati wanita apalagi istrinya hancur berkeping-keping berserakan tak karuan."KUNANG!! APA YANG KAMU LAKUKAN?" pekik Bening histeris. Sementara Koldam yang tadinya ingin mengakhiri hidupnya gagal karena Kunanglah yang lebih dulu melompat.Sebenarnya sebelumnya yang terjadi ...Kunang merasakan kepalanya amat sangat sakit sebenarnya kepala Kunang terbentur pada pintu ketika Bening dan Koldam tengah fokus mengobrol."Bening?" lirih Kunang.[Mengapa aku selalu
Wanita dihadapan pria yang bergelantungan itu mulai memejamkan kedua mata. Wajahnya berubah pucat pasi serta bibirnya gemetar dan dadanya berdegup kencang melihat pemandangan yang membuatnya takut. Ya takut kehilangan kekasih yang mulai mengisi jiwa meski kekasih itu tidak menganggap dia ada sekarang. Bodoh! Bodoh memang jika Bening masih bersama lelaki yang sama sekali tidak mengingatnya namun malah mengingat si mantan."Ya Allah aku harus menolong siapa dulu? Kunangku memang suamiku namun dia juga yang sudah menciptakan luka beberapa kali di hati. Dia yang sudah mencabik-cabik hatiku menjadi berantakan," batin Bening.Koldam dan Kunang masih saja bergelantungan di atas balkon. Kunang memegangi kepalanya, ia mulai merasakan kesakitan dibagian kepala."Baiklah aku akan menolong kalian," kata Bening.GrebbbMata Koldam membulat sempurna saat Bening mulai mau menolong Kunang. Bening mulai melilitkan tali kepada Kunang dan ingin mengikatnya ke sesuatu yang kuat."JANGAN BENING! Kenapa kam