Tak cukup sekali, hingga saat ini keduanya bahkan masih berada di peraduan padahal hari sudah menjelang siang. Wajah Hanna merona mengingat apa yang baru saja mereka lalui. Bahkan keduanya belum sekalipun berbincang-bincang secara normal. "Sayang ..." Bart membuka percakapan, masih menempatkan Hanna di dalam pelukannya. Hanna sungguh malu untuk sekedar mendongak dan mendapati wajah Bart yang kini berada di atas kepalanya. Pria itu menumpukan dagunya di atas kepala sang istri dengan tangan masih melingkari pinggang wanita itu yang masih polos. Bahkan Hanna masih bisa merasakan kulit tubuh mereka saling menyentuh. Bergerak sedikit lagi mungkin Hanna akan membuat Bart kembali menuntut haknya sebagai suami untuk yang kesekian kali. "Kau lelah?" tanya Bart dengan suara parau. Jujur Hanna ingin mengatakan 'ya.' Tapi, wanita itu memilih untuk tetap bergeming. Dia mencoba mengembalikan kewarasannya setelah kejadian itu. Bagaimana mungkin hanya dengan sentuhan, lalu masalah yang sempat memi
Beberapa hari melewatkan hari bersama, Bart merasakan hidupnya kembali bergairah sejak hari itu. Hari di mana dirinya dengan bebas menyatakan seluruh apa yang dia rasakan dengan mengesampingkan ego yang selama ini justru menyiksa batinnya sendiri. Dia sepertinya enggan untuk kembali ke Amsterdam, karena merasa di tempat ini dirinya menemukan ketenangan bersama wanita yang dia cintai. Hanna berdiri menatap kalender yang berada di atas nakas, nampak ada gurat khawatir yang tidak bisa dia sembunyikan. Gestur sang istri rupanya tak luput dari perhatian Bart. "Ada apa?" Bart memeluk sang istri dalam posisi duduk dari belakang tubuh Hanna. Dia merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran wanitanya. Hanna menggeleng dengan desahan napas yang lolos dari indra penciuman, "Sepertinya siklus menstruasiku terganggu. Sudah lebih dari dua bulan aku melewatkan masa menstruasi. Kau tahu? Tubuh wanita akan merasa tidak nyaman saat itu terjadi," jelas Hanna. "Apa hal ini sering terjadi?" tanya Bart.
Sudah hampir seminggu Hanna mengabaikan gawainya. Lebih tepatnya sejak kedatangan Bart. Entah mengapa baru akhir-akhir ini dia mengeluhkan rasa tak nyaman yang dia rasakan di tubuhnya, sehingga Hanna enggan untuk melakukan aktifitas di luar ruangan dan lebih banyak beristirahat di sela-sela waktu saat Bart tidak mengganggunya. Terlebih lagi semenjak kedatangan pria itu, mereka lebih banyak menghabiskan waktu kebersamaan keduanya di kamar. Bart menganggap bahwa Hanna sengaja menggodanya ketika pria itu menawarkan untuk berjalan-jalan menikmati suasana luar, tapi Hanna selalu menolak dengan alasan dirinya kelelahan. Dengan mudahnya Bart menyimpulkan sendiri bahwa sang istri sedang berusaha mewujudkan harapan mereka untuk mendapatkan keturunan. "Halo ...""Oh, hai! Apa kau masih mengenalku?" sarkas Isabelle ketika sambungan telepon terhubung dari sudut negara lain.Hanna tersenyum kecut dan sejujurnya dia merasa bersalah. Dia merasa bukan sahabat yang baik untuk Isabelle. Selama ini Is
Binar bahagia tercetak jelas di wajah Hanna. Dia yakin jika Isabelle sudah menjatuhkan pilihan pada seorang pria maka hal itu bukan sesuatu yang dia lakukan secara asal. Isabelle yang terkadang bersikap konyol tentu tidak akan pernah bermain-main dengan hidupnya sendiri. Meski hidup di negara barat, mereka berdua menolak gaya hidup berganti-ganti pasangan dengan merelakan kesucian sebelum terjadi pernikahan. Hanna masih tak habis pikir bagaimana bisa Isabelle dan Tonny menjalin sebuah hubungan serius. Tapi, jika Isabelle bahagia dengan pilihannya, maka tak ada alasan bagi Hanna untuk tidak ikut merasakan kebahagiaan itu. "Apa yang sedang istriku ini pikirkan?" Tiba-tiba Bart hadir dari belakang dan memeluk tubuh Hanna yang kini menghadap balkon. Sebuah perlakuan yang akhir-akhir inin membuat Hanna merasa nyaman. Setiap kali tangan milik sang suami melingkar di perut, Hanna seolah merasakan sengatan cinta di sana. Hanna membalikkan tubuh menghadap sang suami sehingga pelukan tangan B
Hanna masih memikirkan ucapan Bart sebelum beranjak ke bangunan sebelah kamarnya. Sejak kedatangan Bart ke pulau cantik itu, tak sekalipun Bart bersedia mempertimbangkan permintaan sang istri. Memang dirasa masuk akal ketika Bart mengatakan bahwa alasannya untuk tetap menyewa kamar tersebut bertujuan untuk khusus dijadikan ruangan bekerja. Namun, entah mengapa alasan yang terasa masuk akal itu tidak cukup membuat Hanna yakin. Hanna bukanlah wanita yang mudah mempercayai firasat, tapi kali ini dia ingin memecahkan kegelisahannya bagaimana pun caranya. Wanita cantik itu berdecak merutuki diri sendiri, "Jelas saja dia akan memilih tempat yang tenang untuk bekerja. Hanna, berhentilah berpikir yang tidak-tidak." Dia memberikan sugesti pada diri sendiri.Merasa bahwa kecurigaannya terlalu berlebihan. Karena menurut pengamatan Hanna, selama berada di dalam kamar, fokus Bart hanya tertuju padanya. Dia pikir mungkin itulah salah satu pertimbangan Bart untuk tetap menyewa bangunan kamar terseb
Larut dalam pikirannya sendiri, Bart tak lagi berlari mencari sang istri karena kekuatannya kini sudah melemah. Akan tetapi, Hanna tak kunjung dia temukan, yang tersisa hanyalah rasa sesal dan takut. Takut jika dirinya tak dapat lagi menyaksikan senyum penuh cinta milik wanita yang begitu dia cintai yang akhir-akhir ini membuat hidupnya seperti manusia yang baru saja dilahirkan.Sudah bisa dipastikan bahwa Hanna tidak akan sudi kembali ke dalam pelukannya. Bart merutuki diri sendiri dan tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan benar-benar hancur akibat kebodohannya yang tidak berhati-hati dalam bertindak. Semua itu memang sulit dipercaya. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari gerak-gerik wanita yang begitu dia kenal tersebut mencoba untuk menggantikan posisi Hanna, sehingga mampu memanipulasi pikirannya meski ada hal-hal yang bertentangan dengan nurani Bart seperti sebuah sinyal peringatan. Semua itu tidak pernah terbesit sedikit pun akan terjadi. Sungguh menjijikkan dan memalukan!
"Ayah sangat kecewa padamu, Bart." Tuan Megens membuka suara."Ayah pikir kau sudah benar-benar bangkit memperbaiki hubunganmu bersama Hanna. Tapi, bukannya memperbaiki hubungan yang sempat kau rusak, justru kau melukai istrimu lebih dalam lagi demi kepuasanmu sendiri."Bart ingin membela diri dengan argumennya, tapi hal itu tidak mampu dia lakukan. Ucapan sang ayah membuatnya meremas rambut dengan kedua tangan begitu kuat. Dia sadar apa yang diucapkan sang ayah merupakan sesuatu yang tak terbantahkan."Lepaskan saja Hanna. Ayah yang akan mengurus perceraian kalian. Ayah benar-benar kecewa padamu," lanjut Tuan Megens tanpa ingin menatap wajah sang anak. Suaranya bergetar menahan amarah. Di sisinya, Fabian mencoba menenangkan sang ayah dengan afeksi yang dia berikan di pundak pria tua itu. Bart mencengkeram rambutnya lebih kuat lagi. Jelas terlihat urat-urat kebiruan menyembul di pelipis pria itu. "Maafkan aku, aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Sungguh, semuanya tidak sep
Dua bulan sejak kepergian Hanna dari kehidupan Bart dan sama-sama kembali ke Amsterdam, komunikasi keduanya benar-benar terputus. Hanya kedua kuasa hukum masing-masing yang masih berhubungan untuk melanjutkan proses perceraian. Kenangan peristiwa malam panas Bart bersama Samantha membuat Hanna belum mampu menyembuhkan lukanya, sehingga dia memilih untuk menutup mata dan telinga tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan sang calon mantan suaminya itu.Isabelle sendiri tidak ingin banyak mengungkit nama Bart di hadapan sang sahabat meski terkadang dia dan Tonny menjadikan pembahasan itu sebagai tema kencan mereka. Dia tahu, Hanna sedang mengalami masa-masa yang tidak mudah. Terlebih lagi kini Hanna sedang mengandung buah cintanya bersama Bart yang sudah berusia enam belas minggu di dalam rahimnya. Itu berarti kehamilan Hanna sudah terjadi sejak peristiwa kehadiran Sophia yang mengganggu hubungan rumah tangga antara Bart dan Hanna. Hanya saja kehamilan tersebut belum terdeteksi saat