"Ayah sangat kecewa padamu, Bart." Tuan Megens membuka suara."Ayah pikir kau sudah benar-benar bangkit memperbaiki hubunganmu bersama Hanna. Tapi, bukannya memperbaiki hubungan yang sempat kau rusak, justru kau melukai istrimu lebih dalam lagi demi kepuasanmu sendiri."Bart ingin membela diri dengan argumennya, tapi hal itu tidak mampu dia lakukan. Ucapan sang ayah membuatnya meremas rambut dengan kedua tangan begitu kuat. Dia sadar apa yang diucapkan sang ayah merupakan sesuatu yang tak terbantahkan."Lepaskan saja Hanna. Ayah yang akan mengurus perceraian kalian. Ayah benar-benar kecewa padamu," lanjut Tuan Megens tanpa ingin menatap wajah sang anak. Suaranya bergetar menahan amarah. Di sisinya, Fabian mencoba menenangkan sang ayah dengan afeksi yang dia berikan di pundak pria tua itu. Bart mencengkeram rambutnya lebih kuat lagi. Jelas terlihat urat-urat kebiruan menyembul di pelipis pria itu. "Maafkan aku, aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Sungguh, semuanya tidak sep
Dua bulan sejak kepergian Hanna dari kehidupan Bart dan sama-sama kembali ke Amsterdam, komunikasi keduanya benar-benar terputus. Hanya kedua kuasa hukum masing-masing yang masih berhubungan untuk melanjutkan proses perceraian. Kenangan peristiwa malam panas Bart bersama Samantha membuat Hanna belum mampu menyembuhkan lukanya, sehingga dia memilih untuk menutup mata dan telinga tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan sang calon mantan suaminya itu.Isabelle sendiri tidak ingin banyak mengungkit nama Bart di hadapan sang sahabat meski terkadang dia dan Tonny menjadikan pembahasan itu sebagai tema kencan mereka. Dia tahu, Hanna sedang mengalami masa-masa yang tidak mudah. Terlebih lagi kini Hanna sedang mengandung buah cintanya bersama Bart yang sudah berusia enam belas minggu di dalam rahimnya. Itu berarti kehamilan Hanna sudah terjadi sejak peristiwa kehadiran Sophia yang mengganggu hubungan rumah tangga antara Bart dan Hanna. Hanya saja kehamilan tersebut belum terdeteksi saat
Samantha menoleh ke arah Tonny yang melintas berlawanan arah dengannya. Demikian halnya yang dilakukan oleh Tonny. Namnun, pandangan Tonny tak mampu menyembunyikan rasa ketidaksukaannya kepada wanita itu. Samantha panik dan sedikit berlari mendatangi Bart dengan kondisi seperti itu."Sayang, apa yang terjadi padamu." Samantha menghambur ingin memeluk Bart, tapi sebelum hal itu terwujud Bart justru memperisai diri dengan pergerakan tangannya menghalau tubuh wanita itu. Kejadian tersebut tertangkap oleh pandangan Tonny yang tiba-tiba menoleh ke belakang. Tak hanya itu, di saat yang bersamaan Bart tiba-tiba terlihat mual hingga membuat Tonny tersenyum smirk. 'Kau menyiksa dirimu sendiri, Bart.' batin Tonny. Dia berlalu dengan menyimpulkan sesuatu yang baru. "Sayang," Samantha kembali ingin mendekat. Namun, hal yang sama berulang, Bart dengan cepat mengibaskan tangannya ke hadapan. "Samantha bisakah kau hentikan panggilan seperti itu saya tidak terbiasa," pinta Bart sebelum membekap m
Isabelle pucat mendengar pernyataan Tonny. "Kupikir, ini adalah kesempatan untuk kita mempersatukan mereka. Aku tahu Bart dan Hanna masih saling mencintai. Semua ini hanya kesalahpahaman, Isabelle!" Tonny mencoba meyakinkan."Kesalahpahaman bagaimana menurutmu? Bart bercinta dengan Samantha sementara Hanna menyaksikannya sendiri. Lalu, perceraian pun belum sampai pada keputusan final, Bart dan Samantha sudah sibuk mempersiapkan acara perunangan mereka. Ini tidak adil!" tandas Isabelle."Aku tahu, tapi sungguh Isabelle, aku mencium sesuatu yang tidak beres di sini. Bart tidak mencintai Samantha."Isabelle mengibaskan tangan kanannya di depan wajah, dia kemudian memijat pangkal hidungnya yang terasa nyeri. "Dengarkan aku dulu, Isabelle. Bart memang akan bertunangan dengan Samantha. Tapi, apakah kamu tidak menyadari sesuatu?" ucap Tonny menatap mata sang kekasih dalam-dalam. "Apa maksudmu?" tanya Isabelle membalas tatapan mata Tonny. "Tadi siang aku meninju wajah Bart!"Isabelle ter
Mobil mewah Bart memasuki halaman parkir restaurant kenamaan khas Jepang bernuansa plump blossom lampion yang menciptakan suasana romantis. Bukan tanpa sebab, Bart ternyata dapat mengejar laju mobil sang istri hingga berakhir di tempat itu tanpa disadari oleh Samantha. "Kau mengajakku makan malam di sini, Bart?" tanya Samantha dengan wajah berbinar. "Hmm ..." balas Bart seolah membenarkan. Namun, pikirannya sedang berada di tempat lain. Anehnya setelah mobil terparkir di depan pintu utama, Bart langsung melompat turun dan berjalan dangan langkah lebar meninggalkan Samantha yang kebingungan. "Bart!" teriak Samantha dengan menghentakkan kakinya. Langkah Bart terhenti, pria itu menggertakkan gigi hingga tulang rahangnya menyembul sebelum memutuskan untuk membalik tubuh menghadap Samantha yang berada di belakangnya. Sebisa mungkin Bart merubah mimik wajahnya yang kesal menjadi tenang. "Kau melupakan pasanganmu?" tanya Samantha dengan nada manja. Bart melangkah malas, "Maaf ... saya t
"Are you okay?" Sebotol air mineral berada di tangan Paul yang terulur ke arah Hanna. Hanna hanya mengangguki pertanyaan Paul tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia mencoba untuk menahan diri agar tidak meluapkan semua perasaannya yang kacau. Bagaimana mungkin dirinya baik-baik saja ketika melewati malam yang menyakitkan seperti ini. Tentu saja dia belum lupa akan apa yang telah dia lihat sebelumnya. Hanna memergoki Bart dan Samantha sedang bercumbu di dalam mobil saat lampu merah lalu lintas menyala. Ingin rasanya Hanna mendamprat kedua manusia tak tahu malu itu, tapi dia tidak punya alasan untuk melakukan hal tersebut. Bart adalah calon mantan suaminya sebentar lagi, lalu atas dasar apa Hanna mengacaukan aktifitas mesra mereka.Hanna menggigil, bukan karena cuaca malam itu terlalu dingin. Wanita yang sedang berbadan dua itu mencoba menahan amarah dan kesedihan yang hadir secara bersamaan sehingga menampakkan tubuhnya yang bergetar menahan tangis. Dia tidak menyangka pria yang sel
"Bagaimana ini bisa terjadi, Paul!" bentak Isabelle dengan napas tersengal. Baru saja dia tiba di rumah sakit bersama Tonny. Sepasang kekasih itu tak menyadari kepergian Hanna malam itu. Mereka justru sibuk menonton Netf*** berdua di ruang tengah setelah sebelumnya Tonny mencoba menggoda sang kekasih, tapi Isabelle tidak mampu digoyahkan prinsipnya yang menentang 's** before married'."Semua terjadi begitu saja," desah Paul yang berlutut di ubin rumah sakit sambil mengusap wajahnya dengan perasaan yang bercampur aduk."Tentu kau tahu apa yang terjadi!" bentak Isabelle kemudian, sementara Tonny sibuk dengan ponselnya. "Tenangkan dirimu, Isabelle," pinta Tonny yang baru saja kembali dari teras rumah sakit. Nampaknya dia baru saja menghubungi seseorang. Isabelle tak mampu menangis meskipun kini perasaannya begitu kacau, yang saat ini dia khawatirkan bukan hanya keselamatan sang sahabat, melainkan juga janin yang tengah berada di dalam kandungan sahabatnya itu. "Aku bersumpah akan mem
"Ya Tuhan, Ton! Apa yang kau lakukan di sini?Aku mencarimu ke mana-mana!" Tiba-tiba Isabelle muncul menghentikan percakapan antara Bart dan Tonny. Isabelle melirik sekilas ke arah Bart dengan sinis. Bart tak memutus tatapannya ke arah Tonny hingga kekasih Isabelle tersebeut bersuara, "Maaf, aku tidak bisa menjelaskan apapun padamu saat ini, tapi kujamin setelah ini kau akan menye-" "Tonny! Ayo!" Isabelle menarik pergelangan tangan Tonny dengan paksa untuk menjauh. Bart hanya terdiam hingga bayangan Tonny menghilang dari pandangannya dengan perasaan yang bercampur aduk.Ucapan Tonny mengganggu pikiran Bart di sepanjang perjalanan. Dia tidak mampu mengenyahkan ancaman Tonny beberapa saat yang lalu. Tentu rasa sesal itu sudah ada. Namun, sepertinya Tonny tidak bermain-main atas pernyataannya tentang penyesalan yang akan benar-benar dihadapi oleh Bart di masa mendatang.____Pagi itu di rumah sakit. "Sebenarnya ada apa, Paul? Kau bahkan tidak mengizinkan pihak kepolisian untuk ikut an