Isabelle menatap nyalang ke arah Hanna akibat rasa sakit yang ditimbulkan dari cubitan itu. Sedangkan Hanna memberikan isyarat dengan matanya.
"Akhem, apa kehadiranku mengganggu kalian?" Hanna tak tahan lagi untuk tidak bersuara. Suasana di mansion tadi saja masih mempengaruhi moodnya, dan sekarang ada banyak tanda tanya di kepala Hanna dengan situasi yang terjadi. Hanna tidak sehaus itu dengan sentuhan laki-laki, jadi tidak sepatutnya Isabelle mendatangkan dua orang laki-laki sekaligus untuk 'bermain-main' dengan mereka.
Plak! Isabelle mendaratkan tepukan keras di paha Hanna. Pertama, ini adalah sebuah balasan dari cubitan keras yang sempat dia rasakan sebelumnya. Ke dua, Isabelle mencoba menyadarkan Hanna yang Isabelle yakini sedang memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.
"Mereka sepupuku!" ucap Isabelle dengan kekehan kecil yang terdengar seperti sebuah ledekan. "Apa yang kamu pikirkan?" lanjut wanita cantik berponi itu.
"Maksudmu?" Hanna mengernyit d
Hallo Readers ... Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat semua ya. Author harap, kalian enjoy menikmati kisah 'Bukan Pernikahan Impian' karya Author ini. Jangan pernah lupa untuk terus mendukung karya ini dengan memberikan VOTE sebanyak yang kalian bisa. Serta KOMENTAR-KOMENTAR POSITIF dengan BINTANG 5 yang merupakan salah satu penyemangat bagi Author untuk terus memberikan karya-karya yang terbaik. Selain itu, Author juga tak lelah-lelahnya untuk mengingatkan agar para Readers sudi kiranya untuk mampir ke karya Author yang lain. Karya yang tidak kalah menariknya dari karya yang kalian nikmati ini. Semoga kita selalu berada di dalam lindungan Allah Azza wajjal. Author ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi pembaca setia dan kawan-kawan penulis yang turut memberikan dukungan atas karya ini. ^_^
Bart mengepalkan salah satu tangannya di bawah meja dengan urat-urat yang menonjol di sepanjang lengan. Dia melihat dengan sangat jelas bagaimana kemesraan yang ditunjukkan oleh wanita yang sangat ia kenal. Entah Hanna menyadari kehadiran Bart atau tidak, dia hanya bersikap seperti yang diperintahkan oleh Isabelle sebelumnya. Sesaat kemudian, tanpa sengaja Hanna melihat sosok sang suami yang juga sedang menatapnya. Beberapa detik berlalu, Hanna menyadari jika yang terjadi sekarang bukanlah sebuah kebetulan. Ekor matanya melirik ke arah Isabelle tak henti-henti tersenyum bahagia. Dan, Hanna menyadari jika wanita cantik berponi itulah dalang dari kejadian ini. Tentu saja, Hanna yang sudah memahami situasi itu semakin bersemangat untuk melanjutkan perannya. Bart tidak akan mungkin marah di tengah-tengah orang banyak. Lagi pula pria itu tidak pernah sekalipun mendeklarasikan hubungan mereka berdua. Jadi, tidak akan ada yang berpikir jika Bart memiliki seorang istri
"Baiklah, terima kasih untuk hari ini. Tapi sebaiknya aku harus pulang sekarang juga dan bersiap-siap untuk menghadapi kemarahan singa jantan itu malam ini." Hanna berniat untuk memisahkan diri. Dia merasa aktingnya tadi sudah cukup keterlaluan. Namun, di saat yang bersamaan ada rasa kepuasan di dalam dirinya yang sulit untuk digambarkan. Tetutama setelah melihat perubahan wajah Bart yang dia lirik secara diam-diam. "Kamu yakin akan pulang sekarang? Bukannya ada wanita ular itu di sana?" Isabelle sangat benci dengan wanita yang bernama Samantha itu. Jika dia berada di posisi Hanna, akan dia pastikan jika Samantha keluar dari rumah itu dengan wajah yang cacat. "Apa yang bisa dia lakukan selain menggoda Bart dan memanas-manasiku? Cukup memejamkan mata dan menulikan pendengaran, kurasa sudah cukup membantu. Aku tidak peduli dengan apa yang akan mereka lakukan." Sejenak Hanna teringat dengan kehadiran Thomas di mansion itu. Memorinya kembali berputar menunjukkan adegan d
Setelah yakin siluet Hanna menghilang, Samantha tersenyum puas mengenakan pakaiannya kembali. Dia kemudian mendekati Bart yang sedang tertidur pulas. Mencium bibir pria itu dan mengabadikannya ke dalam bentuk foto dengan keadaan sama-sama terpejam. Seolah-olah keduanya sama-sama menikmati moment itu. Tanpa ada yang menyangka jika itu hanyalah akal-akalan Samantha untuk membuat asumsi publik bahwa dirinya dan Bart memiliki hubungan serius. Terlebih lagi untuk membuat Hanna membenci suaminya sendiri. Sejak tadi Bibi Helena mondar-mandir di hadapan kamar Hanna. Dia merasa bersalah karena tidak bisa menjelaskan kejadian yang disaksikan wanita itu. "Apa yang kamu lakukan di sini wanita tua!" Samantha tiba-tiba muncul di hadapan Bibi Helena dan membuat wanita berumur itu sedikit terkejut. Bibi Helena menunjukkan wajah takut dan benci secara bersamaan. Wanita yang berdiri angkuh di hadapannya ini benar-benar seekor ular berwujud manusia. Dia dengan mudah
Hanna seolah-olah tidak terganggu dengan percakapan dua manusia di hadapannya. Dia bahkan bersikap sangat menikmati makanan yang tersaji di depan. Berkali-kali Hanna menambahkan makanan dengan porsi kecil ke atas piringnya, seolah selera makannya cukup baik saat itu. "Kau pandai sekali memasak, Bi. Andai saja aku masih memiliki ruang yang tersisa di dalam perutku, tentu aku akan menghabiskan semua makanan ini," puji Hanna kepada Bibi Helena. Wanita tua itu tersenyum. "Bibi rasa nafsu makan Nyonya sepertinya sangat baik." "Tentu saja, Bi. Aku melewati hari yang sangat menyenangkan hari ini. Jadi, karena itulah. Oh ya, kau bisa membersihkan sisa-sisa tubuhku yang melengket di kursi makan. Aku tidak ingin pekerjaanmu menjadi semakin berat jika seseorang nanti akan muntah karena bekas yang aku tinggalkan, tentunya hal itu akan merepotkanmu." Hanna berlalu begitu saja setelah berhasil mengucapkan kata-kata sindiran itu. Perasaannya sudah mati terhadap Bart. Dia pe
Di dalam kamar. Turunkan aku, Bart!" Hanna meronta-ronta ketika Bart masih memposisikan wanita itu di atas bahunya. Brak! "Sesuai permintaanmu." Tanpa aba-aba Bart menghempaskan tubuh Hanna ke atas tempat tidur. "Aw ...!" Wanita itu memekik sambil memegangi tulang punggungnya yang terasa sakit. "Kamu laki-laki kejam!" "Berhenti bermain-main, Hanna. Saya tahu kamu tidak benar-benar menyukai laki-laki itu, kan? Kamu hanya mencintai saya, hanya saya!" Dengan membenarkan bathrobe yang tadi sempat tersibak dari tubuhnya karena perlakuan kasar Bart, Hanna memandang suaminya dengan tatapan mengejek. "Cih! Kamu percaya diri sekali. Sejak kapan aku pernah mengatakan kalau aku mencintaimu? Bermimpilah!" "Kamu tidak usah berbohong. Jangan kamu pikir saya tidak tahu setiap kali kamu memandangi saat saya tidur. Kenyataannya saya memang tampan dan punya segalanya. Mustahil kamu lebih memilih orang lain. Seharusnya kamu bersyukur sudah menjadi istri
Samantha terlihat sangat kesal dengan apa yang dia alami. Menu sarapan di atas meja yang terlihat menarik, justru membuat selera makannya terganggu. Pasangan suami istri yang duduk bersisian di hadapannya, seolah-olah sengaja memancing emosinya sepagi ini. Setelah menyelesaikan sarapan, Bart dan Hanna kembali membuat wanita ular itu merasa kepanasan. Beralih ke ruang utama, Bart menegakkan tubuh ketika Hanna melingkarkan dasi ke arah kerah kemejanya. Wanita itu begitu terampil mengambil salah satu ujung dasi dan menyimpulnya dengan rapi di bagian tengah. Mereka sengaja melakukan itu di hadapan Samantha agar wanita ular itu sadar bahwa kehadirannya di sana hanya dianggap sebagai seorang pengganggu. Ketika wajahnya dengan wajah Bart hampir tidak berjarak, Hanna merasakan hangat hembusan napas pria itu menyapu puncak kepalanya. Seketika saja tengkuknya meremang saat mengingat seperti apa kedekatan mereka semalam. Bart bisa sangat lembut saat berada di dalam peluka
"Bart, bisakah aku pergi saja dari sini. Aku tidak ingin mengganggu konsentrasimu bekerja. Lagipula aku tidak memiliki andil apa-apa di sini." Hanna terlihat gelisah berada di ruang kerja Bart tanpa melakukan apa-apa. Pria itu justru sibuk dengan beberapa berkas yang berada di atas meja kerjanya tanpa memedulikan kehadiran sang istri. Padahal dia sendiri lah yang memaksa wanita itu untuk ikut ke kantor meskipun Hanna sempat menolak. "Kamu ingin pergi ke mana?" tanya Bart singkat. Hanna menjawab ragu-ragu. "E ... Me-mengunjungi Isabelle untuk membahas sesuatu." "Membahas tentang apa yang kamu bicarakan di telepon tadi?" balas Bart. 'Sh*t, pria ini memang mendengar apa yang sudah kami bahas tadi' batin Hanna dengan raut wajah salah tingkah. Dia menunduk sambil merutuki dirinya sendiri. Sungguh harga dirinya seolah-olah terbang dan entah hinggap di mana, sehingga Hanna merasa sangat kecil, benar-benar kecil di hadapan pria itu. "Pergilah jika kam