Share

Sanctum Perennial

Penulis: Deni A. Arafah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-13 15:42:07

Kami berkumpul dalam lingkaran kecil, mengelilingi peta yang baru saja diberikan oleh Raka. Udara di sekitar kami terasa semakin berat, seperti reruntuhan yang mengelilingi kami membawa kenangan tentang kehancuran yang terus-menerus. Aku memandang wajah teman-temanku satu per satu, mencoba membaca pikiran mereka. Kebingungan, rasa takut, dan harapan yang rapuh terpancar jelas.

“Apa kita benar-benar akan pergi kesana?” tanya Hendra, memecah keheningan. Dia menatapku dengan keraguan, tetapi aku bisa melihat ada sedikit harapan dalam sorot matanya.

“Kita tak punya pilihan lain?” jawabku. “Dunia ini sudah cukup menghancurkan kita. Jika kita tetap berjalan tanpa tujuan, kita hanya akan menunggu mati. Kalau ada sedikit saja kesempatan untuk tetap bertahan, bukankah kita harus mencobanya?”

Hendra menghela napas panjang, lalu mengangguk. “Aku hanya ingin kita semua tetap hidup. Itu saja.”

Mirna menatapku tajam, matanya menyipit seolah-olah mencoba membaca pikiranku. “Kau tahu betapa berbahaya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (2)

    Langkah kami perlahan menyusuri jalan berbatu yang dingin, diterangi cahaya remang-remang dari bulan di langit. Reruntuhan kota tempat pertarungan kami hanya menjadi bayangan kelam, seperti monumen bisu dari kehancuran yang ditinggalkan. Udara malam terasa menusuk, tapi yang lebih dingin adalah ketidakpastian di hati kami. Peta di tanganku menjadi satu-satunya panduan, meskipun setiap langkah ke depan terasa seperti berjalan menuju jurang yang tak terlihat.“Berapa jauh lagi kak Ardi sampai kita sampai?” tanya Ayu, suaranya terdengar lelah. Dia menggenggam lenganku erat, seolah takut jika dia melepaskannya, dia akan tersesat dalam kegelapan.Aku menatap peta di tanganku. “Jika tanda ini benar, kita harus mencapai sungai dalam tiga hari,” jawabku. “Setelah itu, Sanctum Perennial tidak akan terlalu jauh.”“Tiga hari?” Dika mengeluh, menyandang ranselnya yang hampir kosong. “Dengan persediaan kita yang tinggal sedikit, aku tidak yakin kita bisa bertahan.”“Jangan berpikir terlalu jauh,”

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (3)

    Langit malam di atas tembok Sanctum Perennial memancarkan warna kelabu yang diselingi kilau bintang, menciptakan pemandangan yang sekaligus indah dan suram. Angin sejuk mengalir lembut, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang entah mengapa terasa asing di tengah hiruk-pikuk kehancuran dunia di luar. Aku berdiri di depan gerbang raksasa dari baja hitam, mengingat perjalanan panjang yang telah kulewati untuk sampai di sini. Setiap langkah membawa bekas luka, baik di tubuh maupun di hati. Nama-nama yang pernah ada dalam perjalanan ini, seperti Gatra dan Pak Rusdi, berputar di pikiranku seperti nyanyian pilu. Aku mengepalkan tangan, mencoba menahan rasa bersalah yang merayap tanpa henti. Andai saja aku lebih kuat, lebih cepat, atau lebih berani... mungkin mereka masih bersama kami sekarang. Di sebelahku, Dika melangkah maju, memecah keheningan dengan gumaman cemas, "Jadi... ini tempat yang katanya aman?" Aku tidak menjawab. Pikiranku teralihkan oleh suara gesekan logam dari atas tem

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (4)

    Pagi itu, cahaya matahari menembus jendela kecil di kamar kami, memberikan sedikit kehangatan di tengah udara dingin Sanctum Perennial. Suara lonceng pagi yang khas bergema di seluruh kota, mengingatkan para penduduk untuk memulai aktivitas mereka. Aku bangun lebih awal dari yang lain, duduk di tepi tempat tidur sambil menatap jendela di sudut ruangan."Ardi, kamu sudah bangun?" tanya Mirna pelan, suaranya sedikit serak karena baru bangun tidur. Dia melangkah mendekat dan duduk di sebelahku. "Kau juga memikirkan apa yang Dika katakan semalam, kan?"Aku mengangguk. "Aku tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa ada lebih banyak hal yang terjadi di sini daripada yang mereka tunjukkan."Mirna hanya diam. Kami berdua terjebak dalam pikiran masing-masing, hingga suara ketukan di pintu membuyarkan keheningan."Hei, sudah waktunya sarapan," kata Dika dari balik pintu. Aku bangkit dan membuka pintu, menemukan dia sudah siap dengan seragam Wardens-nya. "Cepatlah. Hari ini ada pertemuan di aula besa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (5)

    Keesokan harinya, suasana Sanctum terasa lebih berat dari biasanya. Langit yang biasanya cerah kini tertutup awan kelabu, seolah mencerminkan perasaan gelisah yang mulai meresap di antara kami semua. Para penghuni berjalan lebih cepat dari biasanya, dengan kepala tertunduk dan langkah tergesa-gesa.Saat aku sedang menyusun arsip di ruang Archivists, Drian menghampiriku. Wajahnya tampak serius, lebih dari biasanya. Dia menyodorkan secarik kertas kecil, nyaris tersembunyi di antara tumpukan dokumen yang dia bawa.“Ini yang berhasil kudapatkan,” bisiknya. “Aku belum bisa mengakses keseluruhan dokumen itu, tapi ada satu kalimat yang menarik perhatian.”Aku membuka kertas kecil itu dan membaca tulisan yang ditulis dengan tergesa-gesa:“Penyintas adalah wadah kosong untuk pemeran, dan untuk menciptakan pemeran buatan maka di butuhkan inti kekuatan dari seorang pemeran murni.”Kalimat itu menancap dalam pikiranku. Apa maksudnya? Siapa yang dimaksud dengan pemeran murni? Apakah orang-orang se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (6)

    Keesokan harinya, langit Sanctum masih kelabu, seakan-akan mendung itu enggan pergi. Langkah-langkah para penghuni terdengar tergesa-gesa di lorong-lorong, dan suasana semakin terasa menyesakkan. Aku tak bisa mengenyahkan rasa gelisah yang menyelubungi pikiranku sejak pertemuan tadi malam. Tawaran Davin masih bergema di benakku seperti jerat yang tak kasat mata.Di ruang arsip, aku duduk bersama Drian, Ayu, dan beberapa anggota faksi Archivists lainnya. Suara gemerisik kertas menjadi latar belakang monoton yang biasanya menenangkan, tetapi hari ini terasa lebih menekan. Drian, seperti biasa, sibuk dengan dokumen-dokumennya. Namun, aku tahu pikirannya tidak sepenuhnya terfokus. Pandangannya sering melayang ke arahku, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi selalu mengurungkan niatnya.Akhirnya, dia tak tahan lagi. "Ardi," bisiknya pelan, memastikan tak ada yang mendengar. "Kau harus berhati-hati dengan Davin. Aku tak tahu apa yang dia rencanakan, tapi aku yakin dia tidak akan menawarka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (7)

    Lorong-lorong gelap Sanctum berubah menjadi labirin yang terasa semakin sempit seiring suara sirene yang menggema di seluruh penjuru. Alarm yang nyaring itu menggigit telinga, menciptakan ketegangan yang menekan dada kami. Aku memimpin kelompok kami keluar dari laboratorium, mencoba mengingat setiap tikungan dan lorong tersembunyi yang pernah disebutkan Drian. Di belakangku, Nina terengah-engah sambil memegangi luka kecil di lengannya yang didapat saat merunduk dari salah satu rak logam.“Kita tidak bisa kembali ke gudang,” bisik Drian, matanya melirik ke sekeliling, mencari alternatif. “Mereka akan menyisir setiap sudut Sanctum.”“Kalau begitu, ke mana kita harus pergi?” tanya Hendra dengan nada mendesak.Sebelum aku sempat menjawab, langkah-langkah kaki berat terdengar mendekat. Kami semua terpaku sejenak, lalu tanpa berpikir panjang, aku mengisyaratkan agar kami berlindung di balik pintu baja kecil yang sedikit terbuka. Kami masuk satu per satu dengan cepat, menutup pintu itu denga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (8)

    Pagi di Sanctum terasa lebih dingin dari biasanya, tapi bukan hanya suhu udara yang membuat tubuhku merinding—melainkan tatapan tajam Mirna yang menusuk, seakan menyelami pikiranku hingga ke dasar. Ia berdiri hanya beberapa langkah dariku, sikapnya tegap dan penuh kontrol."Ardi," katanya, suaranya datar namun sarat dengan tekanan. "Kemana saja kau setiap malam, apa yang kau lakukan?"Aku membuka mulut, mencoba merangkai jawaban, tapi Mirna memotongku sebelum satu kata pun keluar."Keributan semalam apa ini ulahmu juga." ucapnya tanpa memberiku jeda. "Apa yang kau cari Ardi, tanpa melibatkan kita semua, apa kau tak percaya pada kami?"Dadaku berdegup kencang. Aku melihat ke arah pintu, memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. "Mirna, ini bukan saatnya untuk–""Untuk apa?" ia menyelaku dengan nada penuh emosi. "Untuk mempercayaimu begitu saja? Kau menyembunyikan sesuatu, dan aku tidak akan diam melihat kita semua berada dalam bahaya!"Aku terdiam, mencoba merangkai jawaban yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (9)

    Dingin menjalari kulitku, meski ruangan ini terasa pengap dan penuh udara busuk. Gelap di sekelilingku tidak lagi membuatku takut, karena yang aku takutkan sekarang adalah suara langkah berat yang akan segera mendekat. Tidak perlu menunggu lama, suara itu akhirnya datang. Davin berdiri di balik jeruji dengan tatapan puas. Di belakangnya, dua Wardens menyeret tubuh-tubuh lemah Nina, Drian, dan Hendra.Mereka dibawa ke hadapanku, masing-masing dengan tangan terikat di belakang punggung dan kain kotor membungkam mulut mereka. Mata Nina yang biasanya penuh semangat kini hanya menyiratkan ketakutan. Drian tampak berusaha melawan, tetapi tubuhnya yang penuh luka membuatnya sulit untuk berdiri tegak. Hendra, yang paling pendiam di antara kami, tidak berani mengangkat wajahnya.Davin berdehem pelan, lalu memandangku dengan senyuman miring yang penuh kebencian. "Ardi, kau tahu kenapa mereka di sini, bukan?" tanyanya, suaranya terdengar seperti pisau yang mengiris perlahan.Aku tidak menjawab,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18

Bab terbaru

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (13)

    Suara ledakan besar mengguncang seluruh penjara bawah tanah, menggema seperti guntur yang mengoyak langit. Dinding-dinding batu yang kokoh runtuh dalam hitungan detik, debu tebal menyelimuti ruangan, mengaburkan pandangan dan membuat napas terasa berat. Rasa panas dari ledakan masih terasa di kulitku, seperti bara yang baru saja padam. Aku terduduk di lantai, tubuhku terguncang, sementara debu-debu halus mengendap di rambut dan pakaianku.Lalu, langkah kaki bergema di antara reruntuhan, suara beratnya mengguncang lantai yang kini tertutup puing. Ada sesuatu yang aneh dan familiar dari suara itu, sebuah memori yang muncul samar-samar dari masa lalu. Aku memicingkan mata, mencoba melihat melalui kabut debu yang menari di udara. Sesosok pria perlahan muncul dari balik kabut, bayangan tubuhnya kian jelas. Pedang besar tergantung di punggungnya, mengkilap meski dikelilingi debu dan darah. Dia berhenti tepat di depanku, menatapku seolah menilai kerusakan yang telah terjadi.Tanpa berkata ap

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (12)

    Tetesan air bergema dalam ruang gelap, bergabung dengan suara samar gerakan tikus di sudut-sudut. Aroma amis darah bercampur logam menguar tajam, membuat hidung perih dan perut mual. Di lantai berbatu yang licin, jejak-jejak merah menciptakan pola acak, dan di tengahnya, tubuh teman-temanku tergeletak tak bernyawa, wajah mereka membeku dalam ekspresi putus asa yang membuat dadaku terasa sesak. Cahaya redup dari lentera yang hampir mati menambah kesan muram, bayangannya menari di dinding seperti ejekan dari kegelapan.Semua ini salahku. Aku yang mengirim mereka ke neraka ini, dan sekarang tubuh mereka dingin di lantai berbatu. Aku bisa melihat wajah Mia, Mirna, Ayu, dan Dika yang penuh harapan... harapan yang akan segera hancur seperti yang lain. Aku tak berdaya. Apa pun yang kulakukan, aku hanya akan membawa mereka menuju kematian. Andai saja aku memiliki kekuatan untuk melindungi mereka, andai saja aku diberi peran dalam skenario busuk ini. Tapi aku hanya pion tanpa guna, menonton tra

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (11)

    Ketika langkah-langkah Davin dan para prajurit Wardens mulai menjauh, kesunyian kembali menyelimuti ruangan seperti selimut kematian. Aku terduduk lemas, tubuhku bergetar hebat, rantai di pergelangan tanganku terasa seperti bara api yang membakar kulitku. Pandanganku terpaku pada genangan darah yang semakin meluas di lantai. Kepala Rei dan Bu Sri, dua orang yang pernah memberiku harapan dalam neraka ini, kini hanya menjadi simbol kegagalanku.“Ardi...” suara Nina memanggilku lagi, kali ini disertai isakan yang tak tertahankan dengan suara yang lebih jelas karena kain yang ada di mulutnya mulai terlepas. Matanya yang lebar dan kosong terpaku pada kepala Rei dan Bu Sri, tubuhnya mengguncang liar seolah mencoba melepaskan diri dari kenyataan yang mengerikan ini. Dia meronta, berusaha mendekat meski rantai di pergelangan tangannya mencengkeram erat, seperti jebakan kejam yang menolak melepaskannya."Rei... Bu Sri... Hendra..." gumam Nina, suaranya pecah menjadi jeritan memilukan. "Tidak!

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (10)

    Pandanganku terhenti di tengah keheningan yang mencekik, jantungku berdetak seperti genderang perang di kejauhan. Kegelapan ruangan ini terasa menyatu dengan udara, menekan dadaku seperti beban yang tak kasat mata. Bayangan Hendra yang tergeletak di lantai menjelma menjadi mimpi buruk yang enggan hilang. Tapi itu belum seberapa; kegelapan lain mulai menjalari pikiranku, menyelinap seperti racun ke dalam setiap sudut kesadaranku. Sesuatu yang lebih mengerikan, lebih mencekam, perlahan menyerap apa yang tersisa dari keberanianku.“Ardi…,” suara lembut itu mengalun, seperti bisikan angin yang membawa gelombang dingin menyusup ke dalam tulang. Aku mengenalnya. Suara yang sudah lama terkubur dalam ingatan, tetapi kini kembali seperti mimpi buruk yang menolak untuk dilupakan. Tubuhku gemetar tanpa kendali, dan ketika aku perlahan menoleh, bayangannya muncul.Ibuku.Dia berdiri di sana, tubuhnya bagaikan siluet yang muncul dari kegelapan, tapi detail wajahnya begitu nyata hingga menusuk inga

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (9)

    Dingin menjalari kulitku, meski ruangan ini terasa pengap dan penuh udara busuk. Gelap di sekelilingku tidak lagi membuatku takut, karena yang aku takutkan sekarang adalah suara langkah berat yang akan segera mendekat. Tidak perlu menunggu lama, suara itu akhirnya datang. Davin berdiri di balik jeruji dengan tatapan puas. Di belakangnya, dua Wardens menyeret tubuh-tubuh lemah Nina, Drian, dan Hendra.Mereka dibawa ke hadapanku, masing-masing dengan tangan terikat di belakang punggung dan kain kotor membungkam mulut mereka. Mata Nina yang biasanya penuh semangat kini hanya menyiratkan ketakutan. Drian tampak berusaha melawan, tetapi tubuhnya yang penuh luka membuatnya sulit untuk berdiri tegak. Hendra, yang paling pendiam di antara kami, tidak berani mengangkat wajahnya.Davin berdehem pelan, lalu memandangku dengan senyuman miring yang penuh kebencian. "Ardi, kau tahu kenapa mereka di sini, bukan?" tanyanya, suaranya terdengar seperti pisau yang mengiris perlahan.Aku tidak menjawab,

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (8)

    Pagi di Sanctum terasa lebih dingin dari biasanya, tapi bukan hanya suhu udara yang membuat tubuhku merinding—melainkan tatapan tajam Mirna yang menusuk, seakan menyelami pikiranku hingga ke dasar. Ia berdiri hanya beberapa langkah dariku, sikapnya tegap dan penuh kontrol."Ardi," katanya, suaranya datar namun sarat dengan tekanan. "Kemana saja kau setiap malam, apa yang kau lakukan?"Aku membuka mulut, mencoba merangkai jawaban, tapi Mirna memotongku sebelum satu kata pun keluar."Keributan semalam apa ini ulahmu juga." ucapnya tanpa memberiku jeda. "Apa yang kau cari Ardi, tanpa melibatkan kita semua, apa kau tak percaya pada kami?"Dadaku berdegup kencang. Aku melihat ke arah pintu, memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. "Mirna, ini bukan saatnya untuk–""Untuk apa?" ia menyelaku dengan nada penuh emosi. "Untuk mempercayaimu begitu saja? Kau menyembunyikan sesuatu, dan aku tidak akan diam melihat kita semua berada dalam bahaya!"Aku terdiam, mencoba merangkai jawaban yang

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (7)

    Lorong-lorong gelap Sanctum berubah menjadi labirin yang terasa semakin sempit seiring suara sirene yang menggema di seluruh penjuru. Alarm yang nyaring itu menggigit telinga, menciptakan ketegangan yang menekan dada kami. Aku memimpin kelompok kami keluar dari laboratorium, mencoba mengingat setiap tikungan dan lorong tersembunyi yang pernah disebutkan Drian. Di belakangku, Nina terengah-engah sambil memegangi luka kecil di lengannya yang didapat saat merunduk dari salah satu rak logam.“Kita tidak bisa kembali ke gudang,” bisik Drian, matanya melirik ke sekeliling, mencari alternatif. “Mereka akan menyisir setiap sudut Sanctum.”“Kalau begitu, ke mana kita harus pergi?” tanya Hendra dengan nada mendesak.Sebelum aku sempat menjawab, langkah-langkah kaki berat terdengar mendekat. Kami semua terpaku sejenak, lalu tanpa berpikir panjang, aku mengisyaratkan agar kami berlindung di balik pintu baja kecil yang sedikit terbuka. Kami masuk satu per satu dengan cepat, menutup pintu itu denga

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (6)

    Keesokan harinya, langit Sanctum masih kelabu, seakan-akan mendung itu enggan pergi. Langkah-langkah para penghuni terdengar tergesa-gesa di lorong-lorong, dan suasana semakin terasa menyesakkan. Aku tak bisa mengenyahkan rasa gelisah yang menyelubungi pikiranku sejak pertemuan tadi malam. Tawaran Davin masih bergema di benakku seperti jerat yang tak kasat mata.Di ruang arsip, aku duduk bersama Drian, Ayu, dan beberapa anggota faksi Archivists lainnya. Suara gemerisik kertas menjadi latar belakang monoton yang biasanya menenangkan, tetapi hari ini terasa lebih menekan. Drian, seperti biasa, sibuk dengan dokumen-dokumennya. Namun, aku tahu pikirannya tidak sepenuhnya terfokus. Pandangannya sering melayang ke arahku, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi selalu mengurungkan niatnya.Akhirnya, dia tak tahan lagi. "Ardi," bisiknya pelan, memastikan tak ada yang mendengar. "Kau harus berhati-hati dengan Davin. Aku tak tahu apa yang dia rencanakan, tapi aku yakin dia tidak akan menawarka

  • Pengamat Takdir: Pemegang Kendali Tersembunyi   Sanctum Perennial (5)

    Keesokan harinya, suasana Sanctum terasa lebih berat dari biasanya. Langit yang biasanya cerah kini tertutup awan kelabu, seolah mencerminkan perasaan gelisah yang mulai meresap di antara kami semua. Para penghuni berjalan lebih cepat dari biasanya, dengan kepala tertunduk dan langkah tergesa-gesa.Saat aku sedang menyusun arsip di ruang Archivists, Drian menghampiriku. Wajahnya tampak serius, lebih dari biasanya. Dia menyodorkan secarik kertas kecil, nyaris tersembunyi di antara tumpukan dokumen yang dia bawa.“Ini yang berhasil kudapatkan,” bisiknya. “Aku belum bisa mengakses keseluruhan dokumen itu, tapi ada satu kalimat yang menarik perhatian.”Aku membuka kertas kecil itu dan membaca tulisan yang ditulis dengan tergesa-gesa:“Penyintas adalah wadah kosong untuk pemeran, dan untuk menciptakan pemeran buatan maka di butuhkan inti kekuatan dari seorang pemeran murni.”Kalimat itu menancap dalam pikiranku. Apa maksudnya? Siapa yang dimaksud dengan pemeran murni? Apakah orang-orang se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status