“Panas?” tanya Raja pada sang kekasih yang berada di sampingnya saat melihat matahari pagi mulai menyinari wajah mereka. Keduanya sudah berlari kecil mengelilingi stadion yang mereka datangi sebanyak tiga kali. Napas mereka pun sudah terengah meski tidak heboh.“Hanya silau.”Raja menarik lembut lengan sang kekasih, sampai mereka berhenti berlari kecil. Ia berdiri di hadapan pengacara cantik-nya ini.“Pakai tudungnya.” Dengan penuh perhatian, Si Kalem memakaikan penutup hoodie Elin ke atas kepala wanita ini. Raja merogoh saku hoodienya sendiri, lalu mengeluarkan handuk putih kecil dari sana.Elin membeku saat Raja mengusap dahinya yang penuh keringat tanpa rasa jij*k.“E-eh… A-aku bisa sendiri—"“Diamlah. Sebentar lagi selesai.”“T-tapi keringatku kotor—”“Ssttt!”Elin langsung mengatupkan bibir mendengar nada peringatan dari Raja yang sepertinya tak suka dengan apa yang Elin katakan. Wajah Elin merona. Jantungnya ribut seperti orang sedang demo kenaikan harga BBM karena perlakukan ro
"Yang satu kayak biasa ya, Pak, jangan pakai daun seledri sama kacang.""Siap, Mas Bima!""Untukku?" tanya Elin pada Bima sambil menunjuk dirinya sendiri."Memang buat siapa lagi? Kan yang enggak suka seledri sama kacang cuma kamu."Elin tersenyum lebar. "Thanks."Deg!Tubuh Raja menegang. Hatinya tercubit rasa iri. Bima benar-benar terlihat sangat-sangat mengenal Elin dengan baik. Persis seperti apa yang dikatakan Nina. Seketika Raja merasa rendah diri."Ugh! Kak Bima emang debest banget deh. Inget banget apa yang Kak Yin suka sama enggak." Nina melirik Raja saat mengatakan hal itu. Senyum licik muncul dari bibirnya setipis benang ketika melihat rahang Raja mengeras. Terlihat sepertinya pria itu sedang menahan emosi."Ya wajar lah, kan—""Kak Yin cinta pertamanya Kak Bima kan," sela Nina saat Elin hendak berbicara."Cinta pertama???" Raja tersentak. Ia menatap Elin dan Bima bergantian. Pria itu, yang mana adalah sepupu sang kekasih duduk tepat di sampingnya. Sementara Elin dan Nina d
Matahari sudah tenggelam dua jam lalu. Langit mulai dihiasi bintang. Udara malam terasa menusuk kulit sampai ke tulang. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangat Raja membelah jalanan menggunakan mobil kebanggaannya.Raja tersenyum seraya mengangguk sopan saat melewati satpam keluarga Gunawan yang membukakannya pintu gerbang. Dadanya meletup senang melihat bangunan di hadapannya, seolah yang ia lihat adalah sang pujaan hati. Lelah perjalanan lebih dari tiga jam rasanya tidak berarti apa-apa jika imbalannya adalah pertemuannya dan Elin.Sudah tiga hari ia dan Elin tidak bertemu. Raja harus pergi lagi ke luar kota demi pekerjaan. Selama tiga hari itu, komunikasi keduanya terbatas karena disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.Dan hari ini akhirnya tiba. Hari di mana ia bisa kembali melihat wajah sang kekasih secara live. Kalau bisa sih bukan cuma lihat, tapi pegang-pegang tangan sambil peluk-peluk kalau beruntung. Hm… icip-icip bibir sepertinya boleh juga. Mereka tidak pernah melakukan
“Bim! Apa-apaan sih bicara seperti itu! Jangan ngaco!”Senyum Raja perlahan muncul kembali melihat Elin memarahi pria itu.‘Dengar tuh! Jangan ngaco!’ bisik hati Raja girang.“Tau nih Bocah. Kamu mabok biji karambol ya? Sampai bicara ngawur seperti itu!”Rasanya Raja ingin loncat-loncat girang saat Kristal ikut-ikutan memarahi Bima.“Mami sekarang gitu ya. Udah enggak bela Bima lagi mentang-mentang udah punya calon mantu idaman lain! Bima merasa terkhianati, Mi!”“Kamu duluan kan yang mengkhianati mami? Kamu duluan yang mengundurkan diri jadi calon mantu mami waktu kena pelet cewek obral itu!”Deg!Raja kembali menghentikan langkah saat hampir saja ia sampai di hadapan lima orang itu.‘Calon mantu??? Bima pernah melamar Elin???’ Sebelah tangan Raja terkepal kuat. Kegalauan dua minggu lalu yang sempat menghilang, kini muncul kembali
“Enggak-enggak kok. Iya kan, Pi!” Kristal menyenggol lengan Daniel.“Iya. Ehm…” Daniel meredakan tenggorokan yang tiba-tiba mengering. “Sejak kapan kamu di sini?” tanya Daniel untuk memastikan Raja salah paham atau tidak.Raja menunduk sejenak dengan wajah muram, lalu kembali menatap Daniel. “Sejak Om merestui hubungan dia dan Velin,” kata Raja dengan hati yang kembali nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum sambil menatap Bima yang saat ini menatapnya aneh.“Mana ada yang seperti itu, Mas Raja!” pekik Elin tak terima. Tuh kan, sudah Elin duga Raja kembali salah paham. Elin beralih menatap Papinya. “Pi, tidak seperti itu kan???” tanya Elin nelangsa. Pancaran matanya seperti meminta Daniel untuk membantunya meluruskan apa yang Raja dengar.Daniel berdecak, lalu menatap Raja tajam. “Kapan saya merestui Bima dan Elin?”“Tadi… dia bilang ‘Papi merest
Elin mengurai pelukan mereka. Ia menengadah sampai matanya dan Raja saling menatap dengan jarak yang cukup dekat. Bahkan Elin dapat merasakan embusan napas sang kekasih yang menerpa bibirnya, karena Raja tidak membiarkan tubuh mereka menjauh.“Maksudnya?”“Jangan terlalu dekat lagi sama SEPUPU JAUH-mu itu ya…”“Tapi dia saudaraku—”“Aku tahu dia saudaramu, tapi aku tidak bisa membohongi diri kalau aku sangat cemburu padanya. Terlebih tadi dia sampai minta restu pada kedua orang tuamu. Maksudnya apa seperti itu?! Mungkin kamu menganggap dia sekadar saudara, tapi bagaimana dengannya? Dia sepertinya masih suka padamu!” Raja berseru menggebu, mengeluarkan kekesalannya yang sejak tadi coba ditahan. Rahangnya mengeras karena emosi yang tercipta setelah kembali mengingat keberadaan Bima yang belakangan ini sering muncul di rumah sang kekasih. Bahkan Bima sering menginap di rumah ini. Raja tentu saja tidak bisa melarang, karena kan yang punya rumah Daniel dan Kristal. Jadi setiap kali Elin be
“Jangan ya, Sayang… Aku pesankan saja makan siang untukmu ya.” Raja membujuk sang kekasih agar Elin tidak makan siang bersama Bima. Beberapa menit lalu, Elin menghubunginya, dan langsung meminta izin pada Raja kalau dia akan makan siang dengan SEPUPU JAUHnya itu. Pria itu berkunjung ke kantor Setiadi satu jam lalu. Entah untuk urusan apa. Raja yang sudah overthinking dengan Bima, menduga-duga kalau Bima datang untuk mendekati Elin. Tentu saja Raja tak rela. Siapa yang rela kekasih hatinya didekati pria lain? Kalau pun ada, berarti orang itu sangat bodoh, atau bisa jadi tidak benar-benar mencintai kekasihnya.>> “Tapi, Mas, ini juga makannya sama Om Setiadi. Aku tidak enak kalau menolak.”Raja menyugar rambut frustrasi seraya memikirkan perkataan Elin. “Kenapa SEPUPU JAUH-mu itu bisa ke kantor kalian?” tanya Raja tak dapat menyembunyikan rasa jengkelnya.>> “D-dia kan memang… Ehm… dia salah satu klien kami, Mas.”“APA???” pekik Raja terkejut. Hatinya semakin tak tenang. “Sejak kapan, S
Kernyitan bingung muncul di dahi Andromeda yang baru menyadari keberadaan Nina, teman sekelas sekaligus kekasihnya. Ya… Nina dan Andro menjalin tali kasih diam-diam sudah hampir satu tahun karena Nina dilarang pacaran oleh papinya sebelum lulus sekolah.“Yang? Kamu kenapa? Kok marah-marah?”Nina langsung menatap Andromeda. “Kamu kenal sama Om ini, By?” Tangannya menunjuk Raja. Wajahnya semakin terlihat kesal.“Hey… enggak sopan tunjuk-tunjuk orang tua seperti ini.” Andro berucap lembut. Ia menurunkan tangan Nina. Matanya melirik Raja tak enak hati.Ada apa dengan sang kekasih? Kok sepertinya membenci sahabat dari Abangnya?Raja diam. Memperhatikan interaksi dua remaja di hadapannya ini. Kalau boleh Raja menebak dari panggilan keduanya, sepertinya Andro dan Nina memiliki hubungan romantis.“Kamu bela Om ini, By?!”“Namanya Bang Raja dan kayaknya Bang Raja bukannya… pacarnya Kakak kamu ya, Yang?” tanya Andromeda, mengingat berita yang beberapa waktu lalu sempat menghangat antara Elin da
“Velin naik pesawat apa?” tanya Raja di sela langkah kakinya yang terburu-buru. Di sampingnya, Bima tampak menyamai kecepatan langkah si King Raja yang sudah tidak sabar bertemu dengan pujaan hati. Raja ingin segera memberikan obat penenang yang berada di saku kemejanya sebelum sang kekasih terbang. Syukur-syukur tidak jadi terbang. Atau mungkin… Raja akan ikut terbang juga ke manapun Elin pergi. Kan memang niat awalnya ingin menempeli Elin sampai Elin kec*nduan dengan kehadirannya. Pokoknya Raja mau menggentayangi Elin mulai sekarang!“Penerbangan luar kota kan? Kota mana? Apa di sana?” Raja melangkah menuju gate untuk penerbangan domestik. Namun langkahnya tertahan karena Bima menarik lengannya.“Bukan.”“Terus di mana?” tanya Raja tak sabar.“Em…” Bima tampak ragu mengatakan sesuatu. Ia menggaruk tengkuk salah tingkah dengan sebelah tangan yang bebas.Apa yang Bima l
“Om, kamu beneran enggak mengkhianati Elin kan?”Raja menoleh ke arah pria yang sedang mengemudi di sampingnya. Sejak hening entah berapa lama setelah mereka meninggalkan kediaman Gunawan, pria yang ia gaungkan sebagai rival-nya itu bertanya dengan nada waswas. Bukan nada mengesalkan seperti saat di depan rumah Elin tadi.“Saya bukan orang yang seperti itu. Terserah kamu mau percaya atau tidak. Dan mengenai kenapa saya tidak menepis berita itu, karena saya benar-benar tidak tahu. Seperti apa yang saya katakan tadi, saya menghapus semua sosial media di ponsel saya setelah masalah saya di sana selesai.”“Kenapa kamu hapus, Om? Jadinya kamu enggak tau kan kalau kamu jadi pembahasan ‘lagi’ di sosmed.”“Saya pikir kan masalahnya sudah selesai. Jadi ya sudah saya hapus saja daripada tidak pernah saya pergunakan. Bukankah Mubazir ruang penyimpanan kalau saya pertahankan? Tidak sangka ternyata ada mas
“Mau ke mana dulu?”“Menemui Velin! Ayo kita tanyakan pada KEKASIH SAYA, siapa sebenarnya yang dia cintai!” kata Raja datar. Namun tatapannya tajam menusuk. Napasnya masih memburu karena emosi yang belum mereda sama sekali. Namun, Raja merasa buang-buang waktu tarung sama Bima. Bukan, bukan Raja takut pada Bima setelah pria itu sempat meninjunya. Walaupun bisa dikatakan Bima memiliki tenaga yang boleh juga, tapi Raja yakin bisa mengalahkan pria itu kok. Tapi Raja tetaplah Raja yang sebenarnya tidak suka cara kekerasan seperti tadi. Anggap saja dia tadi sedikit khilaf telah meninju Bima dua kali. Raja akan memilih menanyakan langsung pada Velin-nya siapa sebenarnya yang ada di hati wanita itu. Atau kalau memang Elin mencintai dua pria sekaligus, Raja ingin tahu berapa persen kedudukannya di hati Elin. Kalaupun lebih kecil Raja, Raja harap tidak selisih jauh. Sehingga Raja masih bisa segera mengejar ketertinggalannya sampai menjadi seratus persen. Sampai nama Bima gone dibawa angin.“El
“Ngapain Bang Toyib ke sini?”Raja mengernyit tak suka setengah bingung saat mendengar perkatakan rivalnya, Bima si SEPUPU JAUH sang kekasih. Kenapa pria itu ada di rumah ini?! Alih-alih mendapati keberadaan sang kekasih, Raja justru disuguhi wajah songong pria mengesalkan itu. Apa sejak ia pergi, Velin-nya dan Bima sering menghabiskan waktu bersama?Kedua tangan Raja terkepal kuat.Si*lan!Tidak bisa dibiarkan!Rencana membuat Elin kecanduan akan kehadirannya harus segera dilaksanakan DETIK INI juga!“Siapa yang kamu sebut ‘Bang Toyib’?”“Anda lah. Memang siapa lagi yang enggak pulang-pulang malah sibuk selingkuh? CLBK sama mantan? Idih! Enggak banget! Kayak enggak ada cewek lain aja!”“Nama saya ‘Raja’, bukan ‘Bang Toyib’! Dan jangan bicara sembarangan! Siapa yang CLBK?!”“Jangan pura-pura beg0. Enggak punya HP atau gimana? Bukannya Anda lagi jadi selebriti di sosmed? Akun Anda juga bolak-balik kena tag loh. Masih mau belagak beg0? Atau jangan-jangan kamu b*ta?” sinis Bima tajam.Ra
“Jangan teriak bisa tidak sih?! D-dan jangan bicara sembarangan!” Kok malah jadi dia kena tuduh. “Gue bertanya karena…” Raja terdiam. Bingung ingin memberi alasan apa pada sahabatnya itu. >> “Karena apa hayo? Ngaku lo kalau lo lagi in lope juga sama cewek lain! Enggak usah pakai istilah ABC deh! Kayak vitamin aja.”“Tidak! Gue cuma cinta sama Velindira!” kata Raja tegas.>> “Terus kenapa nanya kayak gitu?”“Em… t-teman gue, teman gue menjalin hubungan sama dua orang.” Raja menggigit lidah gugup setelah mengatakan hal itu. Di dalam hati, ia memohon maaf sebanyak-banyaknya entah pada temannya yang mana, karena secara tidak langsung, dia sudah memfitnah ‘teman’nya itu. Anggap saja teman khayalan. “G-gue bingung, kenapa bisa seperti itu? Apa bisa rasa dibagi-bagi?”>> “Lah, temen lo yang jalin hubungan, kenapa lo yang bingung? Lagian ya, lo tanya sana sama Ares yang pernah pacaran sama dua cewek sekaligus. Bisa enggak tuh rasa dibagi-bagi?”“Lo kan tahu kalau dulu Ares melakukan hal itu
Magani mengusap-usap lembut surai sang putra. Sesekali tangannya mampir ke dahi Raja untuk memeriksa suhu tubuh si kalem ini. Masih hangat ternyata. Sejak tiba dari bandara lebih dari satu jam lalu, Raja langsung meminta izin membaringkan tubuh di sofa ruang keluarga setelah melihat keberadaan sang ibu. Kepalanya ia letakkan di pangkuan Magani. Berbaring menyamping menghadap sandaran sofa dengan kedua tangan bersedekap. Tak membutuhkan waktu lama, Raja langsung terlelap. Sempat Magani memerintah putranya untuk makan dan membersihkan diri lebih dulu, tapi Raja menolak. Mengatakan kalau ia sedang tidak enak badan. Akhirnya Magani membiarkan saja sang putra tidur setelah mengetahui kalau suhu tubuh Raja sedang tidak normal.Pria muda yang amat sangat jarang sakit ini memang sedikit manja jika sedang sakit. Maunya dekat dengan Magani. Semandiri apa pun dia, Raja tetaplah anak tunggal yang sesekali memperlihatkan sikap manjanya. Tentu saja hanya pada sang ibu.Drrrtt!Drrrtt!Magani menghe
Elin menunduk. Cukup menjadi jawaban atas pertanyaan Bima. Ia juga tak sanggup melihat tatapan penuh rasa bersalah yang saat ini terpancar dari mata Bima. Sungguh, Elin tidak ingin Bima juga merasa bersalah. Inilah yang menjadi penyebab ia tak ingin bercerita pada sepupunya ini. Namun apa mau dikata, ia sudah keceplosan bercerita.Bima menghela napas panjang, lalu mengusap sayang puncak kepala sepupu jauh yang sudah ia anggap kakak sendiri itu. “Nanti kalau dia balik ke sini, aku kasih dia pelajaran!”Elin mengangkat kepala secepat kilat. “Siapa maksud kamu?”“Si Om-om bego lah—AH, Lin! Gak kira-kira kamu nabok punggungku!” Bima meringis seraya mengusap-usap punggung yang baru saja ditabok Elin sekuat tenaga. Gila ini sepupunya! Apa tidak ada tempat lain untuk ditabok? Kenapa harus di tempat yang sama?! Tiga kali loh! Bima yakin punggungnya pasti sudah memerah. “Tu Om-om tau enggak ya kamu galak? Apalagi tabokanmu
“Hiks…”“Sebenarnya kamu ini kenapa sih, Lin?!” Bima mengernyit bingung setengah kesal. Pasalnya, sejak beberapa waktu lalu datang ke rumah Gunawan, Elin tidak berhenti menangis. Ditanya malah nangisnya tambah jadi. Kan bikin jengkel. Padahal dia mau ikut menikmati nonton kartun kucing dan tikus yang terkenal doyannya gelut terus untuk menaikkan mood yang belakangan ini kacau balau. Kebetulan kartun itu sedang tayang. Kartun populer yang enggak ada matinya meski usia tayangnya sudah puluhan tahun.“I-itu…” Elin menunjuk layar televisi, “tikus sama kucingnya berantem! K-kasihan tikusnya! Huaaa~!” Elin menangis semakin kencang saat tokoh tikus kena perangkap si kucing. Mungkin kalau Raja melihat bagaimana kekanakannya sang kekasih saat ini, Raja bisa terkejut sampai terjungkal-jungkal. Karena inilah Elin yang sebenarnya dibalik sikap dewasanya. Meski mungkin sedikit-sedikit Raja mulai merasakan sikap
[ To: KodokYa. Gue masih di Inggris. ][ // Kodok Kapan pulang? Mau gue dan Jihan bantuin buat persiapan nikahnya? ]Raja menggigit pipi dalamnya galau. Pesan yang dikirim Azam membuatnya merutuki diri karena berbohong kepada ketiga sahabatnya kalau acara lamaran itu berhasil. Bukan maksud ingin berbohong, tapi Raja tak ingin kalau ketiga sahabatnya tahu yang sebenarnya, lalu mereka membenci Elin. Tidak. Raja tidak ingin pandangan baik mereka pada Elin selama ini berubah jadi buruk. Belum lagi, dia juga berbohong pada Daniel, mengatakan memundurkan waktu melamar Elin karena belum mendapat tempat istimewa yang pas. Daniel mengomelinya saat mengingat Raja pernah mengatakan kalau sudah dapat tempat itu. Raja merutuki diri karena lupa akan hal itu. Ini nih akibatnya kalau berbohong. Ia segera memutar otak. Memberikan alasan kalau tempat yang waktu itu ia katakan pada Daniel ternyata tidak seistimewa perkiraannya saat Raja datang untuk observasi. Meski kena omelan si Kaisar, tapi setel