“Jemputannya telat?” tanya Raja pada Elin setelah mereka sampai di depan pintu keluar bandara. Setelah saling diam canggung di sela langkah kaki mereka, Raja memberanikan diri membangun percakapan untuk menghilangkan kecanggungan yang terjadi.
Bagaimana tidak canggung jika saat di pesawat tadi, keduanya akhirnya tersadar atas apa yang mereka lakukan. Jemari mereka saling bertaut layaknya sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Elin dan Raja segera menjauhkan tangan masing-masing setelah tersadar, dan Elin langsung menutup mata pura-pura ingin tidur, yang berakhir ia benar-benar tertidur.
“Sepertinya begitu—"
“Lin!”
Ucapan Elin terhenti saat mendengar teriakan seorang pria. Raja dan Elin menoleh ke depan, tempat di mana sumber suara tadi. Mata Raja langsung mengawasi dengan saksama seorang pria berpakaian kasual dan kekinian berjalan ke arahnya dan Elin.
Pria itu tampan. Tinggi tubuhnya hampir sama dengan Raja. Mun
Sudah dua minggu berlalu. Pihak Weni Amanda belum memberi kepastian. Wanita itu seakan hilang ditelan bumi setelah sebelumnya menyerang keluarga Raja dengan tidak tahu malu.Apakah Weni memilih tetap membawa masalah mereka ke jalur hukum?Jika iya, Raja sepertinya sudah harus siap dengan pemberitaan yang pasti akan mencuat ke mana-mana.Keluarga Jagapati bukanlah keluarga selebriti. Tapi karena sang ayah dulu sempat digosipkan berhubungan dengan beberapa selebriti wanita, mau tak mau, keluarga mereka sering tersorot.Belum lagi, jika masalah ini benar-benar dibawa ke meja hijau, dia akan sering berhubungan dengan sang pengacara cantik, Velindira Gunawan.Mereka sudah dua minggu tidak berhubungan sejak berpisah di bandara saat itu. Raja sedang menata hati untuk tidak terpesona terlalu jauh.Jika sampai mereka kembali berhubungan, bisa gagal usahanya.Raja menghela napas panjang.Tring!Pintu salah satu lift yang ia naiki di perusahaan JCA sudah terbuka. Menandakan jika ia telah sampai
Tangguh kembali membuka mata saat mengingat jeritan kencang sang mama saat kakak dari sang mama mengancam seperti itu. Dari sejak semalam, Tangguh tidak bisa tidur, dan memutuskan diam-diam datang ke Jakarta, tempat di mana perusahaan pusat almarhum papanya berada. Ia datang ke sini agar pamannya tidak dituntut sehingga rahasia mamanya sebagai istri simpanan tidak mencuat ke permukaan.Tangguh sebenarnya tidak takut jika kena hujat, tapi mamanya... mamanya tidak boleh merasakan hal itu. Mamanya sangat berarti bagi Tangguh. Mereka hanya memiliki satu sama lain bahkan sebelum papanya pergi untuk selamanya.Tangguh kembali menatap Raja yang masih menatapnya dalam.“Om… saya mohon, Om, tolong cabut tuntutan buat Paman saya.”“Saya mau tanya dulu, berapa usia kamu?”“Apakah perlu?”“Saya rasa, kamu terlalu kecil untuk membicarakan hal ini. Pembicaraan ini terlalu rumit untuk kamu pahami.”
"Di sini aja, A'."Raja mengangguk. Mobil sengaja ia parkir di seberang jalan gang menuju ke arah rumah Weni Amanda. Ia dan Tangguh berjalan kaki menyusuri gang ini beberapa saat yang lalu, dan mereka telah sampai di samping tiang listrik besar yang berada tak jauh dari rumah wanita itu."Ya sudah, sana masuk. Pasti Mama kamu sedang khawatir.""Makasih Aa' udah mau anterin saya pulang.""Sudah semestinya. Saya itu kakak kamu. Jangan lupa, simpan nomor ponsel saya ya. Kita ketemu lagi kalau saya ke Bandung.""Aa' suka ke Bandung?""Kadang-kadang. Untuk memeriksa perusahaan cabang JCA yang ada di sini.""Sama pacarnya ya?""Pacar?""Yang Tante cantik waktu itu. Yang jatuhin tas."Raja mengernyit. Tak lama, matanya membelalak. Ia menggeleng kencang. Pasti yang dimaksud adiknya adalah Velindira. "Dia bukan pacar saya!""Masa? Tapi kayaknya Aa’ perhatian sama Tante—Ehm... kayaknya saya tidak bisa panggil Tante lagi, tapi Teteh ya? Aa’ kayak perhatian sama Teteh itu. Lagian Aa’ sama Teteh i
*Sayangku, Magani…*Maaf, aku baru bisa memberikan surat ini kepadamu. Hari ini tepat satu tahun aku pergi, bukan?“Salah. Satu tahunmu masih dua bulan lagi, Mas…” Magani berbicara sendiri saat membaca kembali sebuah surat yang diberikan pengacara Herjuno Jagapati padanya.Seharusnya surat itu diamanahkan untuk diberikan pada Magani satu tahun setelah Herjuno meninggal. Namun karena kedatangan istri siri Herjuno yang tak terduga, akhirnya sang pengacara terpaksa memberikan surat itu pada Magani lebih awal.*Aku memiliki istri lain selain dirimu. Namanya Weni Amanda. Aku juga punya anak darinya. Anak itu bernama Tangguh Askara. Usianya empat belas tahun sekarang. Kamu pasti sangat terkejut.“Aku terkejut. Sampai aku nyaris ingin membongkar tanah makammu untuk dapat langsung memakimu, Herjuno!”*Aku tahu aku salah. Aku s
Raja melangkah memasuki rumah keluarga Jagapati seraya menyugar rambut. Entah sudah berapa hari ia tidak tidur di rumah, dan sore ini memutuskan pulang karena sang ibu terus-terusan cerewet memintanya pulang.Pria ini memijat pangkal hidung saat kepalanya terasa berat. Rasa kantuk sepertinya mulai mengendalikan tubuh.“Aku sedang kerja. Kenapa kamu tidak sabaran sih?!”Langkah Raja terhenti saat mendengar suara itu. Detakan jantungnya berpacu kencang, karena tahu siapa si pemilik suara. Wanita cantik yang sudah berhasil menjerat hatinya, bahkan di pertemuan pertama mereka. Sang pengacara, Velindira Gunawan.Raja melangkah perlahan dengan hati-hati, dan langsung disuguhkan dengan punggung indah sang pengacara yang saat ini sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Ia menghentikan langkah tak jauh di belakang Elin.Kenapa wanita itu bisa ada di rumahnya?Raja memaki kesal dirinya di dalam hati setelah tersadar. Tentu saja wanita itu ada di sini. Pasti Elin sedang membahas pen
“Mbak Velindira!”Elin yang baru saja akan masuk ke dalam mobil Bima, dikejutkan oleh sebuah suara seorang pria. Ia mengenali suara itu. Segera saja Elin mengalihkan pandangan ke arah sumber suara. Tak jauh di depannya, sang klien mengesalkan a.k.a Raja Buana Jagapati sudah berdiri di luar gerbang rumah keluarga Jagapati.Dahi Elin mengernyit dalam. Pria itu… sedang apa di luar gerbang?Elin menahan napas saat Raja mendekat. Jantungnya berdetak kencang seperti genderang mau perang~Apakah Raja ingin meminta maaf atas sikapnya tadi?Kedua tangan Elin mengepal kuat. Ia menggigit bibir gemas.‘Jangan terlalu percaya diri, Elin! Lagi pula… kenapa Raja harus meminta maaf? Memang apa salahnya jika Raja bersikap formal? Bukankah memang seharusnya seperti itu? Hubungan kalian hanya sebatas klien dan pengacara! Ke mana sikap profesionalmu selama ini, Velindira Gunawan?!’maki Elin di dalam hati pada
“Bang Raja mau ke JCA?”“Tidak. Saya ada urusan sebentar, Jim. Jaga Perfect Bubbles ya.”“Enggak usah disuruh, saya selalu akan menjaga Perfect Bubbles seperti anak sendiri, Bang.”Raja terkekeh geli saat Jimmy, salah seorang karyawan yang dia percaya bercanda seperti itu. Jimmy adalah orang yang memegang Perfect Bubbles pusat setelah Raja disibukkan dengan JCA. Pria itu juga seringnya berada di mess daripada pulang.Tempat pencucian mobil milik Raja ini dilengkapi mess yang ada di lantai atas bangunan berlantai dua ini.Sejak awal proses pembuatan bangunan untuk Perfect Bubbles, Raja sengaja memfasilitasi mess untuk calon pekerjanya. Raja beranggapan, mungkin saja nanti para pekerjanya berasal dari luar kota. Mereka bisa menghemat uang karena tidak harus mencari tempat kos atau kontrakan. Tapi jika pekerjanya ingin suasana yang lebih pribadi, tentu saja Raja tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka bebas ingin mengontrak sendiri. Asalkan kinerja mereka baik.Selain itu, tempat ini juga dil
Elin mengaduk minumannya tak bersemangat. Sudah satu minggu semangatnya pergi entah ke mana. Elin tidak tahu mengapa sikap Raja satu minggu yang lalu mengganggu pikirannya. Elin sampai berpikir, apakah dia punya salah pada pria itu? Mungkin saja tak sengaja ia melukai hati Raja. Tapi semakin dia ingat setiap pertemuan dan kebersamaannya dengan Raja, Elin merasa tidak ada yang salah. Ia tidak punya salah apa pun. Elin yakin itu!“Kusut banget, Lin.”“Kalah sidang?”
Melihat hal itu, Raja ikut berdiri dengan panik. “Ha? Selingkuh? Wanita lain? Tidak ada wanita lain, Sayang. Hanya kamu!”“Terus siapa itu Mayang? Jawab jujur saja kalau itu selingkuhan Mas kan?!” tuduh Elin lagi.Raja mengernyit. Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri. “Maksud aku tuh Maaf Sayang. Sumpah! ‘MaYang’ yang aku maksud cuma singkatan dari ‘Maaf Sayang’, bukan nama orang, Yang.”“Alasan!”“Sumpah, Sayang~! Tidak ada wanita lain. Itu benar-benar cuma singkatan.”“Ish! Kenapa disingkat sih! Random sekali Mas Raja.”“Keluar tiba-tiba, Yang. Mungkin karena aku terlanjur malu sampai salah tingkah, jadinya tidak sengaja lidah ini jadi pendek makanya tersingkat sendiri.”Elin masih memandang Raja curiga.“Sayang, tidak ada wanita namanya Mayang yang aku kenal. Sumpah!” Raja mengangkat jari telunjuk dan tenga
“Sayang, jangan yang ini ya. Ini juga jangan. Ini apa lagi! Oh tidak-tidak! Tidak boleh!”“Bagaimana kalau aku pakai daster saja, Mas?” sindir Elin. Entah sudah berapa kali kata ‘jangan’ keluar dari mulut Raja sejak setengah jam lalu mereka melihat katalog gaun pengantin, yang salah satunya mungkin akan dipilih Elin untuk resepsi mereka. Gaun-gaun itu mungkin terlihat indah bagi sebagian besar orang. Namun bagi Raja, amat sangat membuatnya gerah. Gerah karena g*irah juga hati. Raja tidak bisa membayangkan sang kekasih memakai salah satu gaun yang sebagian besar s*ksi itu. Ia tidak rela tubuh indah Elin dilihat orang. Posesif memang, tapi ini yang dia rasakan.“Pakai daster ya? Hm…” Raja berpikir. Ia mengusap-usap dagunya dengan sebelah tangan. Sementara sebelah tangan lagi masih memegang katalog. Tak lama, katalog itu ia letakkan di atas meja di depannya lalu meraih ponsel yang sejak tadi ia angguri.“
“Kenalin, Ja, ini Pakdenya Elin. Kakak tertua istri saya.”Raja membelalak terkejut melihat pria paruh baya yang sudah bertahun-tahun tidak ia lihat. Pria itu semakin memiliki aura yang kuat dan tampan. Meski usianya jauh di atas Raja, tapi sebagai seorang pria, jujur Raja iri pada pria di depannya ini. Dan apa tadi Daniel bilang? Kakak tertua Kristal? Jadi Kristal punya kakak lagi selain Raflint? Tadi saat acara akan berlangsung, Raja berkenalan dengan Raflint.Pria yang saat ini berdiri di samping pria yang Daniel sebut kakak tertua Kristal. Sementara Daniel ada di samping Raja. Mereka saling berhadapan.“Apa kabar, Raja? Maaf baru bisa hadir dikarekan saya baru tiba di kota ini.”Daniel dan Raflint mengernyit dan saling tatap. Di dalam hati keduanya bertanya-tanya mengapa kakak mereka bisa mengenal Raja. Bukankah ini pertemuan pertama mereka?"M-Mister Donn—A-ah, maksud saya, Mister John Azrael?"Lagi-lagi Daniel dan
“Jadi begini, Bapak Daniel Gunawan beserta keluarga, kami dari pihak keluarga Raja Jagapati meminta kesediaan—"“Velindira Aeera Gunawan to be Velin Jagapati, kita menikah hari ini ya…”Plak!“Awwshhh! Bu~” bisik Raja terkejut. Ia meringis nyeri seraya mengusap lengan kokohnya yang baru saja kena tepukan kencang Magani. Dapat Raja lihat Magani melotot kesal bercampur malu.“Kamu jangan malu-maluin ibu, Ja! Om Ridwan belum selesai bicara, Raja! Seharusnya kamu tunggu Om Ridwan meminta kesediaan Nak Elin untuk menjadi istrimu. Lalu setelah itu, berikan waktu untuk Nak Elin menjawab. Begitu urutannya. Bukan tahu-tahu menentukan waktu pernikahan!” Magani balas berbisik gemas. Matanya setia memelototi anak semata wayangnya itu. Malu sekali dia pada keluarga besar Gunawan dan Kristal. Ya, dua keluarga itu berkumpul di acara lamaran resmi Raja dan Elin tepat hari ini, dua hari setelah Raja pulih. Bu
Setelah Bima keluar, Daniel mendudukkan diri di kursi yang berada di samping ranjang Raja. Pria muda yang kemungkinan besar akan menjadi menantunya ini. “Kamu tidak perlu membuat perjanjian seperti ini, Ja. Yang namanya keluarga itu harus saling percaya, dan saya, percaya kamu tidak akan melanggar janji yang kamu katakan pada saya.”Dada Raja serasa mau meledak mendengar pernyataan Daniel. Terlebih dengan tatapan lembut Daniel di balik wajah datarnya.Keluarga? Daniel sudah menganggapnya bagian dari keluarga kah? Mengapa terdengar indah??“K-keluarga, Om?” lirih Raja bergetar.“Ada yang salah? Memang kamu tidak mau nikah sama Elin?”“Mau, Om, mau!” jawab Raja penuh semangat sampai tangannya yang terdapat jarum infus bergerak heboh. Sampai-sampai, tiang infusnya bergeser nyaris jatuh.“Jangan banyak tingkah! Tidak lupa kan kalau tangan kamu sedang diinfus?!” pekik Daniel galak penuh khawatir. Pria paruh baya ini bahkan sudah membenahi letak tangan Raja dan tiang infus itu.Bukannya mer
“Pi, masa calon menantu seorang Daniel Gunawan ngelamar pakai kancing baju, bukannya cincin.” Bima tertawa ngakak setelah mengatakan hal itu. Kepalanya terus mengingat kejadian kemarin di dalam mobil yang menurutnya menggelikan.Raja melotot garang. “Kamu—”“Bicara apa kamu, Bim?”Bima menceritakan secara singkat tingkah calon mantu idaman Kristal itu diiringi tawa yang semakin menjadi. Tanpa peduli tatapan Raja yang semakin tajam. Bukannya mengerikan, malah terlihat lucu. “Enggak modal banget kan, Pi? Hahaha!” kata Bima mempengaruhi Daniel.“Pria gila—” Raja langsung menghentikan perkataannya saat melihat mata Daniel yang melotot tajam ke arahnya. Raja yakin bukan karena mengatai Bima, tapi karena apa yang Bima sampaikan. Raja yakin itu.“Yang benar saja kamu, Ja!” pekik Daniel.“Rugi dong~! Selama ini Elin enggak kekurangan apa pun, eh malah dilamar pakai kancing. Cowok modal nekat doang ya, Pi, ya—"“Sorry ya!” sela Raja segera pada Bima. “Kamu yang paling tahu situasi nyatanya kem
“Kamu tahu dari mana aku mau melamarmu di malam itu, Sayang?” Raja kembali bersuara tanpa menanti Elin menjawab apa yang Bima katakan. Sampai si pengacara cantik kembali mengalihkan pandangan ke arahnya.“K-Kak Jihan.” Lalu setelah mengatakan itu, Elin menceritakan saat Jihan sempat menghubunginya. Elin dapat melihat raut terkejut dari wajah Raja. “Maaf, aku benar-benar tidak tahu kalau Mas ingin melamarku di malam itu…” kata Elin lesu. Kembali menyalahkan diri. Memaki diri tampaknya masih belum sebanding dengan kekecewaan yang Raja rasakan di malam itu.“Sudah ya maaf-maafannya… Kita sudah tahu situasinya seperti apa. Sekarang, meski tempatnya kurang mendukung, aku… Izinkan aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan di malam itu.”Jantung Elin berdetak amat sangat kencang. Menanti apa yang akan dikatakan pria yang saat ini sedang menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Tampaknya Raja sedang gugup. Pria itu masih setia menggenggam jemarinya yang sudah mulai dingin karena ia pun
“Meski aku kesal, tapi jujur saja, apa yang baru saja sepupumu katakan benar adanya. Maaf kalau… aku asal asumsi di malam itu. Rasa cemburuku mengalahkan akal sehat. Aku pikir kamu lebih memilih menemui sepupumu karena kamu akhirnya sadar dia yang kamu cintai—”“Situasinya bukan seperti yang Mas Raja pikirkan,” sela Elin bergetar. Meski ia sudah menduga kalau Raja salah paham di malam itu, tapi setelah mendengar sendiri dari mulut Raja, Elin dapat memahami kesakitan Raja. Apalagi melihat tatapan sendu Raja saat mengatakannya. Tanpa sadar Elin balas menggenggam jemari sang kekasih. “M-malam itu, a-aku memang harus menemui Bima. Tapi sumpah demi apa pun, bukan karena rasa romantis seperti yang Mas Raja duga. Aku… a-aku…” Elin melirik Bima, lalu menggigit bibir. Rautnya tampak ragu. Ia ingin mengatakan hal yang sesungguhnya. Namun, ia juga tidak bisa mengkhianati kepercayaan Bima. Biar bagaimanapun, kejadian malam itu adalah rahasia terbesar seorang Bima.“Aku sudah tahu apa yang terjadi
“S-sayang, kamu marah ya?” tanya Raja gugup bercampur waswas. Hal yang tidak perlu dipertanyakan sebenarnya. Karena jawabannya adalah ‘Ya’. Dapat dilihat dari sikap Elin yang diam dengan raut datar sejak lebih dari lima belas menit lalu mereka sudah berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang ke rumah Gunawan. Tatapannya mengarah ke depan. Seolah tak ada makhluk bernama Raja Buana Jagapati yang padahal sedang duduk di sampingnya. Tepatnya di kursi belakang mobil berjenis sedan milik Bima. Sementara Bima, harus kembali merelakan diri jadi supir pribadi. Meski ogah-ogahan.“Jangan diamkan aku seperti ini,” kata Raja memelas. Namun ia tak berani mendekat pada Elin. Ia duduk mentok pada pintu sebelah kiri, sementara Elin di sisi lainnya. Tentu saja dengan posisi yang sama mentoknya dengan Raja. Sehingga menimbulkan jarak lumayan jauh. Bukan maksud Raja ingin menjaga jarak. Namun ia terlalu takut Elin semakin marah. Di samping itu, ini juga syarat dari Bima agar ia diperbolehkan duduk be