Sore harinya, Saras meminta izin pada Liam untuk menikmati suasana sore hari setelah mendapatkan insiden di Mall tadi siang. Udara sore yang sejuk membelai wajahnya saat Viktor membuka pintu mobil dan membantu Saras keluar."Terima kasih, Viktor," kata Saras dengan senyum.Viktor tersenyum. "Saya hanya melakukan tugas, Nyonya. saya akan menunggu anda di luar,”Di dalam restoran, Saras memilih meja di sudut, memandang menu yang ditawarkan. Tiba-tiba, suara yang familiar terdengar. "Saras, apa kabar?"Saras menoleh, melihat Ricard berdiri di sebelahnya dengan senyum licik. "Ricard, apa yang kau inginkan?" tanyanya dengan curiga.Ricard duduk di seberang Saras. "Aku hanya ingin berbicara. Bagaimana kabar Liam?"Saras memandang Ricard tajam. "Jangan berpura-pura peduli. Aku tahu apa yang kau inginkan dan lakukan pada kami.”Ricard tersenyum. "Aku hanya ingin membantu. Aku tahu siapa yang melakukan penembakan itu."Saras terkejut. "Siapa?"Ricard memandang sekitar sebelum menjawab, "Aku ak
Suasana dalam mobil terasa hangat dan tegang. Cahaya matahari sore memancar melalui kaca, menciptakan bayangan-bayangan yang lembut di wajah Liam dan Saras.Liam mengemudi dengan mata fokus pada jalan, wajahnya serius. Saras duduk di sebelahnya, memandang ke luar jendela dengan mata yang kosong.Udara dalam mobil terasa kaku, dipenuhi kesunyian yang tidak terputus. Suara mesin mobil terdengar monoton, seperti detak jantung yang berdegup kencang.Liam tidak berbicara, hanya memandang jalan. Saras juga diam, membiarkan kesunyian memisahkan mereka. Tapi, di balik kesunyian itu, terdapat kecemasan dan ketakutan yang tidak terucapkan.Tiba-tiba, Liam memperlambatkan mobil, memandang Saras dengan mata yang tajam. "Apa yang Ricard katakan padamu dan apa maksud Video yang kau ucapkan?" tanyanya dengan suara yang rendah.Saras menoleh, mata cokelatnya bertemu dengan mata hitam Liam. Ia melihat kekhawatiran dan kemarahan di mata itu. "Entahlah Liam, aku juga bingung dengan semua ini." jawabnya
Suasana di bangunan kosong itu terasa mencekam, seperti udara yang terjebak dalam ruang hampa. Dinding-dinding yang retak dan kusam, lantai yang berdebu, dan jendela-jendela yang pecah, semuanya menambah kesan kemurungan dan kehancuran.Tiba-tiba, suara tembakan pecah, menghentakkan kesunyian. Dua kelompok besar, bersenjata dan berwajah keras, berhadapan dengan penuh kebencian. Suara tembakan terus menggema, seperti rentetan petir yang tidak berhenti.Cahaya matahari yang masuk melalui jendela pecah, memantulkan bayangan-bayangan yang bergerak cepat. Asap peluru mengambang di udara, menciptakan kabut yang mematikan. Suara teriakan dan raungan kesakitan terdengar di antara suara tembakan.Lantai bangunan bergetar di bawah kaki mereka, seperti gempa yang menghantam. Dinding-dinding retak semakin parah, seolah-olah bangunan itu sendiri merasakan sakit.Kelompok pertama, dipimpin oleh Liam, bergerak maju dengan strategis. Mereka menembakkan senjata dengan tepat, mengenai target dengan pre
Pagi hari , rumah Liam terasa tegang. Aroma kopi dan roti panggang tidak bisa menghilangkan kesan tidak nyaman. Liam, Saras, dan mertuanya, Rosa, duduk di meja makan dengan suasana kaku.Rosa menatap Saras dengan mata yang dingin, tidak menyembunyikan kebencian. "Kamu masih di sini?" tanyanya dengan nada tajam.Liam mencoba menenangkan. "Bu, aku sudah menjelaskan--"Tiba-tiba, bel rumah berbunyi. Liam berdiri untuk membuka pintu. Dia terkejut melihat Luna berdiri di ambang pintu, wajahnya basah oleh air mata."Liam, aku tidak percaya kamu tidak datang ke acara ulang tahunku," kata Luna, suaranya bergetar.Rosa langsung berdiri, memeluk Luna. "Sayang, aku minta maaf atas kelakuan Liam."Saras merasa tidak nyaman, menatap Liam dengan keheranan. Suasana sarapan yang sudah kaku menjadi semakin tidak nyaman.Liam berusaha menjelaskan, tapi Rosa memotong. "Liam, kamu tidak perlu menjelaskan. Yang jelas, kamu menyakiti Luna."Luna menangis lebih keras, memeluk Liam. Rosa membantu Luna, menat
Langkah-langkah Vinso terdengar pelan di antara makam-makam yang berderet. ia membawa keranjang bunga, wajahnya menunjukkan kesedihan. Ketika melihat Sarastika menangis di depan makam Bagas Danuarta, Vinso terkejut."Sarastika?" katanya dengan suara yang terdengar begitu terkejut.Sarastika menoleh, mata coklatnya merah karena tangis. "Pak Vinso...," katanya dengan suara bergetar. "Pak Vinso, benarkah itu kau?"Vinso meletakkan keranjang bunga di dekat makam Bagas, lalu mendekati Sarastika. ia memeluknya dengan hangat. "Saras," katanya dengan suara penuh empati.Sarastika menangis lebih keras, melepaskan kesedihannya. Vinso membiarkannya menangis, memeluknya erat. Ia mengingat Bagas, merasa begitu bersalah.Setelah beberapa saat, Sarastika tenang. Vinso melepaskan pelukannya, menatap wajahnya dengan khawatir. "Ceritakan, apa yang dilakukan oleh Liam?"Sarastika mengambil napas dalam-dalam, menceritakan kesulitan rumah tangganya. Vinso mendengarkan dengan sabar, wajahnya menunjukkan ke
Rumah Liam terasa seperti peti mati yang terbuka, mengeluarkan aroma kebusukan dan kebohongan. Suasana tegang menggantung di udara, seperti pedang yang siap menembus hati. Cahaya lampu yang lembut tidak bisa menghilangkan bayangan gelap yang menyelimuti ruangan. Liam berdiri di tengah ruangan, wajahnya penuh kekhawatiran. Rosa dan Luna berdiri di belakangnya, mata mereka terpaku pada Vinso yang terlihat duduk tenang namun ketenangan itu seperti sebuah bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu. Vinso, dengan wajah serius, kembali melanjutkan percakapan yang akan mengubah segalanya. "Anjaswara datang untuk memohon agar Perusahaannya diselamatkan." Suara Vinso memecah kesunyian, seperti guntur yang menghantam bumi. Liam dan Rosa saling menatap, kekhawatiran terlihat jelas di wajah mereka. Luna menggigit bibirnya, mata penuh kebencian menatap Sarastika. Sarastika berdiri tegak, hatinya berdebar. Ia siap menghadapi kebenaran yang akan mengubah hidupnya untuk selamanya. Viktor berdiri d
“Jaga mulut anda, Saras adalah gadis baik-baik dan tidak mungkin melakukan hal sekeji itu!” Vinso yang mendengar tuduhan Rosa langsung membela anak bosnya yang sudah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri.“Aku percaya pada Saras, tapi bagaimana dengan Ricard? bisa saja, ia melakukannya tanpa sepengetahuan Saras. dan benih Ricard terta-”“Keluar!” nada dingin itu terdengar begitu menyeramkan di telinga setiap orang yang berada di dalam ruangan. mendengar hal itu, Viktor bergegas untuk mendampingi sang dokter agar keluar terlebih dahulu, disusul Vinso yang terlihat diberi isyarat agar mengikuti Viktor.“Apa kalian tuli?” Liam sudah tidak sabar saat melihat Luna dan Rosa yang masih berada didalam kamarnya. Tidak ingin mencari masalah dengan Liam, akhirnya Luna keluar disusul oleh Rosa. setelah semua orang pergi, Liam mengunci kamarnya.“Saras bangun!” katanya sambil terus menggoyangkan tubuh Saras berharap agar gadis cantik yang masih memejamkan matanya itu membuka mata. Karena tida
Setelah pergumulan panasnya dengan Saras, Liam masih betah berada di dalam kamar bersama dengan Saras yang kini nampak masih tertidur pulas. Liam berjalan menuju ke arah jendela kamar, ia nyalakan rokok. lalu menghisap rokoknya dalam-dalam, sebelum meniupkan asapnya ke udara. Pikirannya kembali pada kata dokter yang menyatakan bahwa saat ini Saras telah mengandung anaknya. namun, disisi lain ia masih belum bisa mengenyahkan pikirannya dari perkataan yang terlontar dari mulut ibunya. ya, bisa saja janin yang dikandung oleh Saras adalah milik Ricard, karena malam itu kakaknya telah menculik istrinya.“Li-liam…” Saras terlihat sudah bangun. gadis itu nampak malu dan berusaha untuk menutupi tubuhnya dengan selimut sampai ke leher.“Kau hamil.” Ucap Liam berterus terang.“Si-siapa yang hamil?” Saras masih berharap jika isi kepalanya tidak sama dengan ucapan yang nantinya Liam katakan.“Kau Saras, kau hamil.” Liam memandangnya dengan tatapan mata yang begitu dingin. Diam-diam, dari balik
Saras duduk bersandar pada kepala ranjang, dengan mata yang terlihat sedikit merah karena menahan air mata. ia tidak bisa mempercayai bahwa Liam bisa mempercayai tuduhan Anjaswara tentang dirinya. ia merasa seperti sedang ditikam dari belakang oleh orang yang ia cintai.Saras mencoba untuk meredam emosi, tapi ia tidak bisa menahan rasa sakit yang dia rasakan. ia merasa seperti sedang berada di dalam badai yang tidak terjelaskan. ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat Liam mempercayainya.Di sisi lain, Liam berdiri bersandar pada dinding kamar dekat pintu, dengan mata yang terlihat sedikit merah karena menahan amarah. ia tidak bisa mempercayai bahwa Saras bisa memiliki hubungan spesial dengan Ricard. ia merasa seperti sedang kehilangan kepercayaan pada orang yang dia cintai.Liam mencoba untuk meredam rasa cemburunya, tapi dia tidak bisa menahan rasa sakit yang dia rasakan. Dia merasa seperti sedang berada di dalam kegelapan yang tidak terjelaskan. ia tidak tahu apa yang
Vinso berlari dengan cepat melalui hutan yang lebat, dengan napas yang terengah-engah dan keringat yang bercucuran di wajahnya. ia telah melarikan diri dari tempat penyekapan beberapa jam yang lalu, dan sekarang ia harus mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.Saat dia berlari, dia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Vinso segera berhenti dan memutar tubuhnya, dengan hati yang berdebar-debar. Ia pikir itu salah satu orang jahat yang menyekapnya, dan dia siap untuk melawan.Tapi, saat ia melihat wajah orang yang berdiri di depannya, Vinso merasa seperti terkena petir. Wajah itu begitu familiar, begitu dicintai, dan begitu dirindukan. Vinso tidak percaya apa yang dia lihat, dan dia merasa seperti sedang bermimpi."Pak…anda" Vinso berbisik, dengan suara yang tergagap-gagap. "Apakah ini benar?"Danuarta,orang yang Vinso cintai dan rindukan, tersenyum dan mengangguk. "Ya, Vinso," Danuarta berkata, dengan suara yang lembut. "Aku telah mencarimu selama ini. aku khawatir tentangm
Viktor berjalan dengan cepat ke arah pintu rumah Liam, Viktor juga tidak terlalu memperhatikan orang-orang yang berjejer rapi yang menyambut kedatangannya. mereka juga begitu menghormati Viktor, sebagai tangan kanan Liam.Saat Viktor membuka pintu rumah, ia melihat Liam dan Saras yang sedang duduk di ruang tamu. Keduanya terlihat dalam keadaan kurang baik. hal itu, dapat dilihat bagaimana cara Saras menundukkan wajahnya.saat Liam melihat Viktor, ia terlihat cukup terkejut. "Viktor, apa yang terjadi?" Liam bertanya dengan suara yang pelan.Viktor memandang ke arah Liam. "Tuan Liam,maaf saya lancang dan harus berbicara dengan anda mengenai sesuatu yang penting,” jawab Viktor.Liam memandang ke arah Saras. "Saras, aku minta kau untuk menungguku di dalam kamar," Liam berkata dengan suara yang pelan. "Aku akan menyusulmu jika urusanku dengan Viktor selesai."Saras memandang ke arah Liam, lalu ke arah Viktor. ia terlihat cukup penasaran, tapi dia tidak bertanya apa-apa. ia hanya mengangguk
Vinso berusaha untuk kabur dari tempat penyekapan, dengan tubuh yang lemah dan terluka. ia berlari dengan terseok-seok, dengan kaki yang terasa berat dan sulit untuk digerakkan. ia tidak tahu kemana ia harus pergi, tapi ia tahu bahwa dirinya harus keluar dari tempat itu secepat mungkin.Vinso memandang ke arah sekitarnya, dengan mata yang terlihat sedikit kabur. Ia melihat hutan yang lebat dan gelap di depannya, dan ia tahu bahwa itu adalah tempat yang paling aman untuk bersembunyi. Vinso berlari ke arah hutan, dengan tubuh yang terasa semakin lemah.ia kembali berlari dengan terseok-seok, dengan kaki yang semakin sulit untuk digerakkan namun harus dipaksakan.ia tidak tahu berapa lama lagi dia bisa berlari, tapi ia tahu bahwa harus terus berusaha. Ia tidak ingin ditangkap lagi oleh orang-orang yang telah menyekapnya.Vinso memasuki hutan, dengan tubuh yang terasa semakin lemah. ia tidak tahu berapa lama lagi dia bisa berlari, tapi Vinso tahu bahwa ia harus terus berusaha. Tiba-tiba, V
Liam menarik tangan Saras agar mengikuti langkahnya, dengan gerakan yang cepat dan pasti. Saras merasa sedikit terkejut dengan gerakan Liam yang tiba-tiba, tapiia tidak bisa menolak untuk mengikuti langkahnya.Mereka berdua memasuki lift yang terletak di dekat kamar Rosa, dengan Liam yang masih menggenggam tangan Saras. Saras merasa sedikit tidak nyaman dengan genggaman tangan Liam yang terlalu kuat, tapi ia memilih untuk diam.Lift bergerak ke bawah, Saras merasa mulai sakit karena genggaman tangan Liam yang terlalu kuat, tapi ua tidak bisa mengatakan apa-apa, kali ia takut untuk mengeluarkan suara.Saat lift berhenti di lantai dasar, Liam membuka pintu lift dan menarik tangan Saras agar mengikuti langkahnya. Mereka berdua keluar dari lift dan berjalan ke arah parkiran, dengan Liam yang masih menarik tangan Saras.Saras hanya bisa mengikuti langkah Liam, dengan hati yang sedikit berdebar.Saat mereka berdua sampai di parkiran, Liam membuka pintu mobil dan menarik tangan Saras agar m
Saras memasuki kamar inap Rosa dengan langkah yang pelan dan hati-hati. ia memandang ke arah sekitarnya, mencari tahu apakah ada orang lain di dalam kamar selain Rosa. Saat itu, ia melihat Anjaswara, ayah mertuanya, tengah menyuapi sarapan pada Rosa dengan sangat telaten.Rosa terlihat sedikit lemah dan kurus, dengan wajah yang pucat dan mata yang terlihat sedikit lelah. Anjaswara, di sisi lain, terlihat seperti biasa, dengan wajah yang serius dan mata yang tajam.Saat Saras memasuki kamar, Anjaswara dan Rosa saling tatap, dan terlihat tidak terlalu menyambut baik kedatangan menantunya itu. Mereka berdua terlihat sedikit tegang, dengan wajah yang yang nampak tak bersahabat.Saras memandang ke arah mereka berdua dengan mata yang sedikit ragu-ragu. ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres."Ada yang ingin kau katakan?" Anjaswara berkata dengan suara yang pelan, namun Saras dapat mengartikan bahwa hal itu seperti kalimat sindiran.Saras m
Liam memasuki ruangan kerjanya dengan langkah yang santai, sambil memandang ke arah Viktor yang sudah menunggu di depan meja kerjanya. Viktor,dengan wajah yang serius dan mata yang tajam, memandang ke arah Liam dengan ekspresi yang khawatir."Selamat pagi Tuan, saya senang anda hari ini masuk kantor." Viktor berkata dengan suara yang serius. "Karena ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan dengan anda, Tuan.."Liam memandang ke arah Viktor dengan mata yang penasaran, sambil berjalan ke arah meja kerjanya. "Apa yang terjadi, Viktor?" ia bertanya dengan suara yang santai.Viktor memandang ke arah Liam dengan ekspresi yang khawatir. "Saya memiliki beberapa keganjalan saat menjual barang kita ke sekelompok mafia di luar negeri," ia berkata dengan suara yang serius.Liam memandang ke arah Viktor dengan mata yang penasaran. "Apa yang terjadi?" dia bertanya dengan suara yang santai, namun ekspresinya menuntut agar Viktor cepat berbicara.Viktor memandang ke arah Liam dengan ekspresi yang k
Saras membuka pintu mobil dan turun ke jalan, sambil memandang ke arah rumah sakit yang besar dan megah. Liam mengikuti di belakangnya, sambil menutup pintu mobil dan memandang ke arah Saras dengan mata yang penuh perhatian."Mau aku antar ke dalam?" Liam bertanya, sambil mengambil langkah ke arah Saras.Saras menggelengkan kepala, sambil tersenyum lembut. "Tidak perlu, Liam," dia berkata dengan suara yang lembut. "Aku bisa sendiri."Liam menganggukkan kepala, sambil memandang ke arah Saras dengan mata yang penuh kekaguman."Baik, aku akan menunggu di sini, sampai dirimu tidak terlihat. baru setelah itu aku akan pergi.” Ia berkata dengan suara yang santai.Saras tersenyum dan membalikkan badannya, sambil berjalan ke arah pintu masuk rumah sakit. Liam memandang ke arahnya dengan mata yang penuh perhatian, sambil berdiri di samping mobil dengan tangan yang terlipat di dada.Tanpa sepengetahuan mereka, Ricard sedang mengawasi dan menunggu Saras di balik tembok yang menghubungkan parkiran
Mobil itu berjalan dengan pelan di depan gerbang rumah Liam, terkesan sengaja ingin memperhatikan rumah yang elegan dan mewah itu. Pria paruh baya yang mengendarai mobil itu memandang ke arah rumah Liam dengan mata yang tajam, tapi tidak terlihat wajahnya karena kaca riben yang menutupi wajahnya.Mobil itu berhenti sejenak di depan gerbang rumah Liam, seolah-olah pria paruh baya itu ingin memastikan bahwa rumah itu adalah rumah yang dia cari. Setelah beberapa detik, mobil itu melanjutkan perjalanan, tapi tidak sebelum pria paruh baya itu memandang ke arah rumah Liam sekali lagi.Gerakan mobil itu tidak terlalu mencolok, tapi cukup untuk menarik perhatian seseorang yang sedang memperhatikan. Dan, kebetulan, ada seseorang yang sedang memperhatikan mobil itu. Saras, yang sedang berada di dalam kamarnya yang berada dilantai paling atas, melihat mobil itu berjalan di depan gerbang rumah dengan pelan.Saras merasa sedikit penasaran dengan mobil itu, Tapi, karena dia tidak bisa melihat wajah