“Kenapa bicaramu begitu jujur, Liam?” Saras kembali mencoba untuk melepaskan diri dari Liam, ia sempat melirik sekilas ke arah lain dan ternyata Pantai dalam keadaan sepi. tidak seperti saat ia datang tadi, beberapa orang terlihat tengah menikmati keindahan matahari yang akan tenggelam. tapi sekarang, entahlah kemana perginya orang-orang itu.“Nikmati saja,” ucap Liam seperti mengerti apa yang saat ini Saras pikirkan. Liam lantas memutar tubuh Saras yang masih berada di pelukannya, Ke arah matahari terbenam. melihat pemandangan di hadapannya, membuat Saras sedikit melupakan kedua tangan Liam yang masih menempel erat pada perutnya. Dagu Liam disandarkan pada bahu atas Saras, matanya terpejam menikmati kehangatan matahari yang terbenam yang memancar ke wajah mereka berdua. Lengan Liam masih berada di posisi yang sama, dan justru kian mengeratkan pelukannya. Saras dapat merasakan napas hangat Liam di telinganya, menciptakan sebuah getaran lembut yang tak dapat diuraikan. Semua terasa sem
Mobil Saras melaju pelan di jalanan yang sepi. Lampu-lampu kota memantulkan cahaya di jendela mobil, membuat suasana menjadi tenang. namun, ketenangan itu hanya sebentar karena tiba-tiba saja mobil-mobil hitam memotong jalan, memaksa mobil Saras untuk berhenti. Pintu mobil dipaksa dibuka oleh pria-pria bersenjata. Mereka menyeret Saras keluar, mengancam nyawa pengemudi yang sendiri.“Apa yang kalian inginkan?” teriak pengemudi mencoba untuk melawan.Tapi, karena pria bersenjata menang jumlah membuat pengemudi itu tidak dapat melawan dan berakhir pingsan karena dipukul beberapa kali tepat di bagian titik vital yang membuat pengemudi itu tak sadarkan diri.“Lepaskan, aku!” teriak Saras berusaha untuk melawan. namun, karena kekuatannya tidak sebanding dengan pria-pria bersenjata itu membuat Saras harus pasrah saat tubuhnya di masukkan ke dalam mobil mereka. Rasa takut kembali menyelimuti hati, belum reda rasa syok atas kejadian yang ia alami di pantai, kini Saras harus mengalami hal yang
Saras menatap ke sekeliling, mengamati kamar yang memiliki corak berwarna biru muda. “Ini kamarnya Tuan Ricard,” sang maid mulai menjelaskan.“Kenapa dia membawaku kesini?” walaupun Saras dalam keadaan lapar, ia masih dapat berpikir jernih untuk tidak langsung menyantap makanan yang ditawarkan.“Alasan pastinya, saya tidak mengerti. tapi, setahu saya Nona adalah calon istri Tuan Ricard.”“Ap-apa?” Saras mencoba untuk mencerna perkataan wanita itu.“tapi maaf, saya sudah menikah dan pastinya saat ini saya sudah memiliki suami. soal saya adalah calon istri Ricard, itu sangat tidak mungkin dan tidak masuk akal…” “Kata siapa?” seorang pria bertubuh tinggi, seperti tinggi badan Liam tengah berjalan memasuki kamar. Pria yang tempo hari Saras lihat di Rumah Sakit dan juga parkiran Perpustakaan itu nampak tersenyum tipis menatap wajah Saras. “Ka-kau?” Saras menatap tak percaya, pria itu benar-benar berada di hadapannya saat ini. “Selamat datang, calon istriku.” “Aku adalah istri Liam Anj
Bab 48Malam hari yang gelap dan hujan deras membalut kota dalam kesunyian. Lampu kota berkedip-kedip seperti bintang jauh, mencoba menerangi jalanan yang basah dan licin. Liam membawa Luna ke rumah sakit dengan langkah yang cepat wajahnya mencerminkan rasa khawatir dan kecemasan. Hujan deras menghantam atap mobil, menambah kesan darurat. Suara air hujan memenuhi udara, membuat suara lain terdengar begitu jauh.Luna berbaring di atas pangkuan Liam, matanya terpejam erat. Liam memanggil nama Luna berulang kali agar Luna tetap sadar. Sesampainya di rumah sakit, petugas medis siap menyambut di pintu rumah sakit, siap membantu untuk menyelamatkan nyawa Luna. Setelah Luna mendapat perawatan, Liam berinisiatif untuk menghubungi Viktor untuk mengetahui kabar tentang Saras. ***Saras mulai mengetikkan hari ulang tahunnya pada ponsel Ricard dan benar saja, ponsel yang tadinya terkunci kini bisa terbuka dan menampilkan sebuah video yang sepertinya sudah disengaja untuk diperlihatkan padanya. S
Pagi hari tiba dengan hujan yang membalut kota dengan kesegaran. Langit abu-abu pekat menjatuhkan air bagaikan tirai yang tak berhenti. tetesan hujan jatuh ke bumi, menciptakan melodi alam yang begitu indah. Jalan-jalan sepi, hanya ada suara hujan dan kabut pagi yang menghantui udara seperti sebuah bisikan rahasia hati. Saras yang masih berdiam diri di kamar hanya memperhatikan rintikan hujan Lewat kaca jendela kamarnya. Beberapa saat kemudian, cahaya matahari mulai memancarkan cahayanya menembus awan gelap dan mulai menerangi kota. melihat hal itu, membuat Saras memutuskan untuk pergi ke Kantor dan tidak ingin menjadikan hujan ini sebagai alasan liburnya. lagi pula, hujan sudah mereda dan ia berharap Liam belum berangkat. saat sudah sampai di ruang tengah, Saras mendapati bahwa Liam sudah berangkat terlebih dahulu tanpa berpamitan padanya. tidak hanya itu, semalam juga Liam tidak memberikan alasan mengapa Luna berada di dalam kamarnya dan pria itu tidak menjemput dirinya di rumah Ric
Bab 50“Apa katamu?” Liam yang tengah memimpin rapat kerja gegas meninggalkan ruangan tanpa memperdulikan tatapan mata yang kebingungan melihat dirinya yang pergi tanpa mengatakan apa-apa. Viktor yang mengabari insiden yang menimpa Saras hanya dapat menggeleng pelan melihat ekspresi khawatir yang terpancar jelas dari wajah Liam.“Dimana dia sekarang?” Liam sedikit lega karena hari ini dirinya tengah memimpin rapat di Perusahaan Danuarta. Jika tidak, pasti butuh waktu cukup lama agar bisa sampai ke tempat ini.“Saat ini Nyonya sudah diperiksa di ruang perawatan unit kesehatan kerja. ada luka lecet di bagian dahinya,” jawab Viktor yang berusaha untuk menyamakan langkahnya dengan Liam. Sesampainya di ruang kesehatan, Liam dapat melihat dengan jelas bagaimana dokter, dengan tangan yang terampil dan gerakan yang lembut tengah membersihkan luka Saras dengan cairan antiseptik. Saras menahan napas, mencoba mengendalikan rasa sakit yang tajam. Setelah luka bersih, dokter mengambil perban putih
Saras terbangun perlahan-lahan, menemukan dirinya berbaring di atas tempat tidur yang familiar. Dia memandang sekeliling, mencoba mengingat apa yang terjadi. Cahaya lembut lampu kamar menerangi wajahnya yang pucat. Ia merasakan kepala berputar dan badan terasa lelah.Tiba-tiba, kenangan samar muncul. Ia teringat tertidur di ruang perawatan, tetapi tidak ingat bagaimana cara dirinya bisa pulang. Matanya menemukan bantal yang tergeletak di sampingnya, dengan aroma yang ia kenali - aroma Liam.Saras mengangkat tubuhnya, menatap sekeliling kamar yang sunyi. Ia merasa sedikit grogi dan lelah. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya, tetapi ingatannya kabur.Saras menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan. Matanya terpaku pada pintu kamar yang tertutup rapat. Ia bertanya-tanya apakah ada orang di luar. Tiba-tiba, Ia mendengar suara lembut dari luar kamar."Liam?" panggilnya pelan.Tidak ada jawaban. Saras menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan kebingungan. Ia
Bab 52Setelah beberapa hari tidak masuk kerja, karena luka yang ia derita akhirnya Saras memutuskan untuk kembali masuk ke kantor tepat di hari kepulangan ibu Mertuanya. Saras tidak meminta izin terlebih dahulu pada Liam, namun dengan meminta bantuan Viktor untuk ke kantor, hal itu sama saja dengan memberitahu Liam secara tidak langsung.Liam berdiri di sudut gudang, memperhatikan Saras yang sibuk mengangkat kotak-kotak. Ia baru selesai memimpin rapat kerja, setelah mendapat kabar dari Viktor, Liam bergegas untuk ke bagian gudang. Matanya tajam memantau setiap gerakan Saras, seolah mengawasi agar tidak terjadi kesalahan lagi.Saras, tidak menyadari perhatian Liam, terus bekerja dengan giat. Ia mengangkat kotak berat, napasnya terengah-engah.Liam melangkah mendekat, masih diam. "Saras, biar aku bantu," katanya, suaranya dingin namun lembut. Beberapa karyawan yang ada di gudang terlihat memperhatikan gerak gerik keduanya.Saras terkejut, menoleh ke Liam. "Tidak perlu, aku bisa."Liam
Viktor sudah tiba di rumah sakit, dan Liam bergegas untuk masuk ke dalam mobil. ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya dengan cepat, tanpa menunggu lama. Viktor memandang Liam dengan mata yang terlihat sedikit penasaran tapi ia tidak bertanya apa-apa.Liam duduk di dalam mobil, dan Viktor memulai menyalakan mesin mobil. Mereka berdua berangkat dari rumah sakit, meninggalkan Luna yang masih berada di dalam rumah sakit.Dari dalam rumah sakit, Luna terlihat mengawasi Liam dan Viktor. ia berdiri di dekat jendela, memandang ke luar dengan mata yang terlihat sedikit curiga. ia melihat Liam masuk ke dalam mobil, dan mobilnya sudah pergi.Luna memutuskan untuk keluar dari rumah sakit. ia berjalan keluar dari ruangan, dan memasuki koridor yang panjang dan sunyi. ia berjalan dengan cepat, tidak menunggu lama, dan akhirnya keluar dari rumah sakit.Luna berdiri di depan rumah sakit, memandang ke sekelilingnya dan Luna memutuskan untuk mengikuti Liam dan Viktor. ia berjalan dengan cepat, ti
Saras masih berbicara di depan makam ayahnya, tidak menyadari bahwa dirinya tengah diawasi oleh seorang pria yang berada di balik pohon besar yang berada sedikit jauh dari makam ayahnya. Pria tersebut berdiri dengan tenang, memandang Saras dengan mata yang tajam dan waspada.Saras tidak menyadari bahwa dirinya tengah diawasi, karena iia terlalu fokus pada percakapannya dengan ayahnya. ia berbicara tentang hal-hal yang terjadi dalam hidupnya, tentang Liam dan Luna, tentang segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya.Pria yang berada di balik pohon besar tersebut terus memandang Saras dengan tatapan mata yang tidak dapat diartikan.ia tidak bergerak, tidak membuat suara, hanya memandang Saras dengan mata yang tajam.Tiba-tiba, Saras berhenti berbicara. ia memandang ke atas, melihat langit yang tadinya cerah terlihat berubah menjadi sangat gelap dan mendung. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tapi ia tidak tahu apa itu.Tiba-tiba, angin yang tadinya berhembus dengan lembut terlihat be
Mobil yang ditumpangi Saras sudah sampai ke pemakaman umum. Saras memandang keluar jendela mobil, melihat barisan makam yang terbentang di depannya. ia merasa sedikit sedih, karena ia tahu bahwa ayahnya terbaring di salah satu makam itu.Sopir mobil tersebut memandang Saras "Kita sudah sampai, nyonya" ia berkata. "Apa yang ingin nyonya lakukan sekarang?"Saras memandang sopir tersebut dengan mata yang terlihat sedikit serius. "Tolong tunggu aku di sini," ia berkata. "Aku ingin pergi ke makam ayahku."Sopir tersebut mengangguk. "Baik, nyonya," ia berkata. "saya akan menunggu anda di sini."Saras mengangguk, dan ia membuka pintu mobil. ia turun dari mobil, dan memandang sekelilingnya. Pemakaman umum itu terlihat sangat sunyi, dengan hanya beberapa orang yang berjalan-jalan di sekitar makam.Saras mengambil napas dalam-dalam, dan ia memulai perjalanannya menuju makam ayahnya. ia berjalan melewati barisan makam, melihat nama-nama yang terukir diatas batu nisan. ia merasa sedikit sedih, ka
Mobil tersebut melanjutkan perjalanannya, dengan Saras, Liam, dan Luna berada di dalamnya. Tapi, suasana di dalam mobil tersebut sangat tidak nyaman. Saras, Liam, dan Luna hanya diam, tidak ada yang berbicara.Saras merasa sangat tidak nyaman dengan kehadiran Luna di dalam mobil tersebut. ia merasa seperti ada orang lain yang mengganggu hubungannya dengan Liam. ia tidak bisa tidak merasa sedikit cemburu dengan cara Luna yang kadang kala mencuri perhatian Liam dengan cara mengajak Liam bicara tentang masa lalu mereka.Setelah berbicara dengan Liam, Luna terlihat sangat santai dan percaya diri. ia tidak peduli dengan suasana di dalam mobil tersebut, dan ia hanya bisa tersenyum dan memandang ke arah Saras dan Liam bergantian.Mobil yang membawa Saras, Liam, dan Luna akhirnya sampai di halaman rumah sakit. Luna dan Liam langsung turun dari mobil, tapi Saras tidak bergerak. ia tetap duduk di dalam mobil, dengan wajah yang terlihat sedikit serius.Liam melihat bahwa Saras tidak turun dari
Liam, Saras, dan Luna berdiri di depan rumah, menunggu mobil yang akan membawa mereka ke tujuan mereka. Saras terlihat sedikit tidak nyaman, karena ia tidak ingin berada di dekat Luna.Tapi, Luna tidak peduli dengan perasaan mereka berdua. ia tersenyum dan berjalan menuju mobil, yang sudah keluar dari garasi tanpa menunggu Liam dan Saras."Kita harus pergi sekarang," Luna berkata, dengan suara yang terdengar sedikit manis. "Kalian pasti tidak ingin kita terlambat, kan?”Liam dan Saras terlihat sedikit tidak nyaman, tapi mereka berdua tidak ingin menunjukkan perasaan tidak nyaman itu. Mereka berdua berjalan menuju mobil, dengan Liam yang membuka pintu mobil untuk Saras.Tapi, sebelum Saras bisa masuk ke dalam mobil, Luna menerobos masuk kedalam mobil dan memilih duduk di belakang, bersama dengan Liam. Saras terlihat sedikit terkejut dan tidak nyaman, tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa.Dengan terpaksa, Saras harus mengalah dan duduk di bangku depan bersama sopir. ia terlihat sediki
Liam terbangun dari tidurnya, merasa sedikit bingung dan tidak tahu dimana dirinya berada. ia memandang sekeliling dan menyadari bahwa ia tertidur di ruang tamu. TV masih dalam keadaan menyala, menampilkan acara pagi yang sedang berlangsung.Liam menggelengkan kepala, merasa sedikit malu karena telah tertidur di ruang tamu. ia memutuskan untuk pergi ke kamar untuk melihat Saras, berharap bahwa dia tidak terlalu marah padanya karena telah membuatnya merasa tidak nyaman semalam karena ucapannya yang menyinggung soal Danuarta dan Vinso.Saat Liam berjalan menuju kamar, ia melewati ruang dapur. ia mendengar seseorang sedang memasak, dan karena penasaran ingin melihat siapa yang berada di dapur, Liam akhirnya melangkahkan kakinya ke dapur.Saat ia memasuki dapur, ia terkejut melihat Saras yang terlihat sedang sibuk menggoreng sesuatu. Saras tidak menyadari kehadiran Liam, gadis cantik itu terus menggoreng dan tidak memperhatikan sekitar.Liam tersenyum, merasa senang melihat Saras yang ter
Saras dan Liam masih berada di meja makan, dengan makanan yang dimasak Saras terlihat lezat di depan mereka. Namun, belum satupun yang disentuh oleh keduanya. Mereka terlalu sibuk membahas tentang Vinso, dengan Liam yang menyinggung soal Vinso yang memiliki musuh banyak karena ia yang terlalu setia pada ayah Saras, Danuarta."Saras, kamu tau bahwa Vinso memiliki musuh banyak, bukan?" Liam bertanya, dengan suara yang terdengar sedikit serius.Saras mengangguk, dengan mata yang terlihat sedikit khawatir. "Ya, sebenarnya aku kurang tahu," dia berkata. "Tapi aku juga tidak yakin apa yang membuatnya memiliki musuh banyak."Liam tersenyum, "Vinso memiliki musuh banyak karena ia yang terlalu setia pada ayahmu, Danuarta," Liam berkata. "Ia tidak pernah ragu untuk membela ayahmu, bahkan jika itu berarti menghadapi bahaya."Saras terkejut, dengan mata yang terlihat sedikit lebar. "Apa yang kau maksud, Liam?" ia bertanya, dengan suara yang terdengar sedikit ragu.Liam mengambil napas dalam-dalam
Sore harinya, Saras sudah menyiapkan makanan untuk menyambut kedatangan Liam, suaminya. ia telah memasak beberapa hidangan favorit Liam, termasuk nasi goreng, ayam bakar, dan sayur-sayuran segar.Saras berdiri di depan meja makan, memeriksa kembali semua hidangan yang telah ia siapkan. Dia ingin pastikan bahwa semuanya sudah siap dan lezat untuk Liam.Saat ia memeriksa hidangan terakhir, ia mendengar suara pintu depan terbuka. Saras tersenyum dan berpaling ke arah pintu, menunggu Liam masuk ke dalam rumah.Liam masuk ke dalam rumah, dengan wajah yang terlihat sedikit lelah. ia telah memiliki hari yang sibuk di kantor, tapi semuanya itu menghilang melihat Saras berdiri di depan meja makan dengan hidangan yang lezat."Selamat datang, Liam," Saras berkata, dengan suara yang lembut. "Aku sudah menyiapkan makanan untukmu."Liam tersenyum dan berjalan ke arah Saras, memeluk tubuh istrinya itu dengan erat. "Terima kasih, Saras," ia berkata. "Aku sangat lapar dan aku tidak sabar untuk mencoba
Saras terkejut saat melihat Liam masuk ke dalam kamar, membawa nampan berisi nasi goreng dan segelas air putih. ia tidak menyangka bahwa Liam akan datang ke kamarnya, apalagi membawa makanan.Liam meletakkan nampan itu di atas Nakas dan duduk di kursi samping tempat tidur Saras. ia memandang ke arah Saras dengan mata yang terlihat sedikit lemah."Saras, aku minta maaf," Liam berkata, dengan suara yang lembut. "Aku salah mempercayai ucapan Ayah tentang dirimu. Aku tahu sekarang bahwa itu semua tidak benar."Saras terkejut dengan permintaan maaf Liam. ia tidak menyangka bahwa Liam akan meminta maaf padanya. ia merasa sedikit lega, tapi juga merasa sedikit sakit karena Liam telah mempercayai tuduhan Anjaswara tentang dirinya.Saras menangis, dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Liam berdiri dan berjalan ke arah Saras. ia memeluk Saras erat. Saras merasa sedikit lega, karena Liam telah meminta maaf dan memeluknya."Aku minta maaf, Saras," Liam berkata, dengan suara yang lembut. "Aku