Share

Percakapan

Author: Rana Semitha
last update Last Updated: 2022-11-06 15:46:16

Surya Yudha duduk saling berhadapan dengan Rangga Malela. Di tepi lapangan latihan, mereka berdua memperhatikan setiap prajurit yang sedang berlatih.

"Jadi sesulit itu menjadi pengawal Putra Mahkota?" tanya Rangga Malela.

"Hm?" Surya Yudha menaikan alisnya karena tidak mengira Rangga Malela akan bertanya seperti itu.

"Aku tahu bagaimana sikap calon raja kita. Dia memang loyal tetapi seringkali mengambil keputusan ceroboh."

"Rangga, apa dirimu tidak khawatir ada yang mengadu? Kepalamu bisa saja menggelinding jika Baginda tahu ucapanmu barusan."

Rangga Malela tersenyum tipis. "Itu semua memang fakta. Jika ada yang melaporkan hal ini dan aku dihukum mati, maka aku menerimanya asalkan tidak dipecat sebagai prajurit."

"Rupanya kau lebih takut kehilangan jabatan daripada nyawa. Baru kali ini aku bertemu dengan orang sepertimu."

Surya Yudha dan Rangga Malela tertawa karena merasa ucapan Surya Yudha cukup menggelitik hati.

"Lebih tepatnya kebanggaan, bukan jabatan."

Surya Yudha mengangguk b
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Raina Haryati
setelah sekian lama update lg 1 bab. msh lnjt gak ya ?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pendekar Tombak Matahari   Di Ruang Senjata

    Pasukan puting beliung merupakan pasukan perbatasan yang seharusnya memiliki peralatan terlengkap. Sebagai garda terdepan, mereka harus memiliki prajurit yang tangguh dan senjata yang mumpuni untuk mempertahankan negeri dari serangan luar. Hal ini tentu saja membuat Surya Yudha bingung. "Kenapa pasukan Puting Beliung belum mendapat senjata terbaru?" Rangga Malela mengembuskan napasnya berat. "Surya, mungkin kau belum tahu, tetapi semenjak kepergianmu dari kamp puting beliung, semuanya berubah. Kami tidak didukung dengan senjata yang baik.""Kalian tidak mengajukan bantuan?""Tentu saja sudah, tetapi hingga saat ini, hanya senjata kuno yang mulai usang saja yang mereka kirimkan. Aku berniat pergi ke ibukota, akan tetapi situasi tidak memungkinkan untuk aku pergi."Surya Yudha mengerutkan keningnya. Dia merasa jika tempat ini menjadi lebih tenang dari sebelumnya. Tidak ada laporan penyerangan atau penyusupan yang dilakukan oleh musuh, seperti yang dulu sering terjadi. "Bukankah saat i

    Last Updated : 2023-03-29
  • Pendekar Tombak Matahari   Kerbau yang seperti Harimau

    Jamuan makan berlangsung hingga larut malam. Mereka berpesta arak dan kambing bakar sebagai kudapan. "Surya, cobalah arak ini. Ini adalah arak terbaik yang pernah aku minum," ucap Rangga Malela yang wajahnya mulai memerah karena mabuk. Surya Yudha menerima guci arak tersebut dan meneguknya dalam satu tegukan besar. Keningnya berkerut saat tidak merasakan perbedaan apapun dengan arak yang biasa dia minum. "Rangga, kau pasti bercanda. Aku tidak merasakan perbedaan apapun.""Tentu saja kau tidak akan bisa merasakannya. Yang kumaksud terenak bukanlah rasanya, tetapi suasana dan momentumnya!" balas Rangga Malela. "Kau ingat kapan terakhir kali kita minum?"Surya Yudha mengangguk. "Itu ... sudah lama sekali!"Gendon berkali-kali mengingatkan Surya Yudha agar tidak minum terlalu banyak karena kondisinya yang belum pulih, tetapi pemuda itu terus meneguk arak bahkan langsung dari gucinya. Waktu sudah lewat dari tengah malam, jamuan makan juga sudah berakhir. Para perwira militer tersebut

    Last Updated : 2023-03-30
  • Pendekar Tombak Matahari   Jenggala

    Pagi-pagi sekali Surya yudha sudah bangun dan membereskan sisa api unggun semalam dan menguburnya dengan tanah. Gendon juga sudah bangun dan sedang menyiapkan sarapan. Setelah mengisi perut, mereka kembali berkuda menuju timur tempat Kota Sewu Geni berada. Matahari terasa begitu terik, walau hari masih pagi, tetapi suhu di tempat ini lebih panas dari wilayah Nara Artha manapun. Keringat membasahi wajah Surya Yudha meskipun dia sudah berkali-kali menyekanya. Mereka sudah sampai di Kota Sewu Geni, meski berada di wilayah perbatasan, tetapi kota ini terbilang cukup makmur. "Den, kita langsung ke Padepokan Raga Geni atau mau ke mana dulu?" "Kita langsung saja." Surya Yudha memperhatikan sekitar, tidak ada yang tampak mencurigakan sehingga dia memutuskan untuk langsung menuju Padepokan Raga Geni yang berada di puncak gunung Agni. Kuda yang mereka tunggangi ditambatkan di kaki gunung karena medan yang tidak memungkinkan untuk dilewati dengan berkuda. "Den, Gendon haus."Surya Yudha me

    Last Updated : 2023-03-31
  • Pendekar Tombak Matahari   Puncak Agni

    Sebuah mata air berbentuk seperti sumur, tidak terlalu luas, hanya seluas rangkulan orang dewasa. Airnya sangat jernih hingga batuan di dasarnya bisa terlihat dengan jelas. Gendon yang sudah kehausan segera menubruk mata air tersebut dan menceburkan wajahnya ke dalam. "Ah! Segar!" Gendon menyeka wajahnya yang basah oleh air dan mempersilakan Surya Yudha untuk minum dari mata air tersebut. "Den, airnya sangat segar. Ayo minum, dijamin langsung seger!" Surya Yudha meraup air dari dalam mata air dengan kedua tangannya dan meneguknya perlahan. Rasa dahaga yang diam-diam menyiksanya sirna seketika saat air tersebut membasahi tenggorokannya. "Benar-benar segar!" ucap Surya Yudha dengan menganggukan kepalanya berkali-kali. "Saudara Jenggala, apa kau juga ingin minum?"Jenggala menggeleng. "Kalau begitu, kita langsung saja naik," ucap Surya Yudha yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Jenggala. Ketiga pemuda itu melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Agni. Biasanya puncak gun

    Last Updated : 2023-04-25
  • Pendekar Tombak Matahari   Pemimpin Raga Geni

    Di dalam pondok sederhana yang berada di puncak Gunung Agni, di atas sebuah dipan, seorang pria terlihat sedang bermeditasi. Pakaian pria tersebut seluruhnya berwarna merah, dari jubah hingga ikat kepala, seluruhnya berwarna merah. Tubuhnya diselimuti cahaya merah yang memancarkan aura mengerikan. Dia adalah Ki Joko Suseno, mahaguru di Padepokan Raga Geni. Ketika dia sedang larut dalam meditasinya, dia merasakan aura kuat yang mendekati tempat tinggalnya. Aura tersebut terasa begitu kuat hingga membuat tubuhnya bergetar. Ki Joko membuka matanya perlahan, manik matanya yang berwarna hitam legam seperti langit malam, memancarkan aura kematian yang mengerikan, seolah dia sudah membunuh ratusan ribu jiwa dengan menggunakan tangannya. "Aura ini ... ini bukanlah aura kematian, tetapi mengapa aura ini tampak sangat kuat?" Deg!Jantung Ki Joko berdegup kencang. Dalam pikirannya tiba-tiba terpikir sebuah hal. "Apakah ... ini aura keturunan Dewa?"Dengan sebuah gerakan tangan mengibas, tub

    Last Updated : 2023-04-25
  • Pendekar Tombak Matahari   Terbongkarnya Identitas

    "Jadi kau adalah cucu Ki Arya Saloka?" tanya Ki Joko. Surya Yudha mengangguk. "Benar, mahaguru. Beliau adalah Eyangku."Ki Joko menghampiri Surya Yudha, memegang kedua bahunya dan memintanya untuk bangun. "Bangkitlah, kau sudah berlutut terlalu lama.""Terima kasih, Mahaguru.""Panggil saja Ki Joko. Ki Arya Saloka merupakan kawanku." "Baik, Ki Joko."Surya Yudha cukup kesulitan saat berdiri karena terlalu lama berlutut yang menyebabkan kakinya menjadi mati rasa. 'Ternyata tidak memiliki tenaga dalam sungguh merepotkan. Baru berlutut beberapa jam kakiku sudah lemas. Bagaimana jika aku mendapat hukuman untuk berlutut hingga berhari-hari?'Gendon membantu Surya Yudha, tetapi segera ditepis oleh pemuda itu karena masih kesal. Sementara itu, Surya Yudha menjadi merasa canggung karena perlakuan Ki Joko terlihat tidak tulus. Dia merasa perhatian yang Ki Joko berikan karena dia adalah Cucu dari seorang Ki Arya Saloka. Mata Surya Yudha saat ini lebih terbuka, ternyata kekuatan dan kekuasaan

    Last Updated : 2023-04-26
  • Pendekar Tombak Matahari   Kemampuan Gendon

    Matahari terus bergerak ke barat, semburat jingga di langit barat mulai pudar digantikan dengan kepekatan malam. Kerimbunan hutan di gunung Agni serta kegelapan malam rupanya cukup menyulitkan Surya Yudha dan Gendon saat menuruni puncak agni. Untung saja ketika mereka naik, Surya Yudha meninggalkan jejak sehingga keduanya cukup terbantu. "Den, kenapa kita tidak menginap di tempat Jenggala saja?" tanya Gendon. "Tidak.""Iya, kenapa tidak gitu maksud Gendon. Kan kita bisa irit tenaga sekaligus mengenal lingkungan Raga Geni.""Pertama, aku tidak ingin merepotkan Jenggala. Kedua, aku belum menjadi murid resmi di sana sehingga kita tidak bisa melakukan hal sesuka hati kita. Jika Ki Joko mengizinkan kita menginap, dia tidak akan meminta kita kembali ke sana, tetapi langsung mempersilakan kita untuk tinggal." "Oh jadi gitu toh." Surya Yudha terperanjat setelah menyadari sebuah hal. 'Sial, kenapa aku jawab pertanyaan dia? Kenapa sulit sekali untuk marah kepadanya.'"Den, tadi sebelum kita

    Last Updated : 2023-04-30
  • Pendekar Tombak Matahari   Keputusan Surya Yudha

    Setelah Ndaru dan kawan-kawannya pergi, Gendon memapah Surya Yudha dan mendudukannya di bawah pohon besar."Tuan muda, biarkan Gendon memeriksa Tuan Muda." Gendon lantas memasukan sebuah pil ke mulut Surya Yudha dan menyalurkan tenaga dalamnya agar khasiat pil tersebut segera terasa. Dalam beberapa tarikan napas, Surya Yudha merasa lukanya membaik. Gendon lantas menarik kembali tenaga dalamnya. "Lukanya tidak membahayakan nyawa den bagus. Tapi den bagus harus tetep istirahat ya. Setelah minum ini, rasa panas di dada akan berkurang."Gendon memberikan sebuah botol kecil yang berisi beberapa pil kepada Surya Yudha. Surya Yudha menerimanya dan meminun satu butir, botol tersebut lalu dia simpan di balik ikat pinggangnya. "Terima kasih.""Tidak perlu berterima kasih, Den Bagus."Surya Yudha membetulkan posisi duduknya. "Gendon, aku ingin mengatakan sesuatu.""Ada apa, Den bagus? Apa ada yang masih sakit?" tanya Gendon penasaran. Surya Yudha menggeleng. "Setelah melihatmu tadi, aku sem

    Last Updated : 2023-05-05

Latest chapter

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 92

    Bab 92Ketika matahari mulai terbenam, Surya Yudha bersama dengan Banyulingga dan Gendon pergi ke markas Harimau Besi. Persis seperti kabar yang beredar, malam itu markas harimau besi begitu ramai. Ada banyak sekali orang yang datang ke tempat tersebut.“Den Bagus, kita mau gimana?” tanya Gendon. Surya Yudha tidak mengatakan apa pun sebelum pergi ke tempat ini.Surya Yudha meletakkan jari telunjuknya di bibir. “Jangan berisik.”Pemuda itu lantas menunjuk sebuah tembok yang berada di sisi timur. “Itu adalah tempat paling dekat dengan tempat para budak itu disekap.”Gendon mengangguk mengerti. “Den Bagus jaga di sini saja, biar Gendon yang masuk dan bawa para budak keluar.”Surya Yudha menggeleng. Dia sudah punya rencana sendiri. “Kau membawa arak, kan?”Gendon menggaruk lehernya yang tidak gatal. Ingin rasanya dia menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya.“Keluarkan beberapa guci arak terbaik, juga beberapa harta benda.”“Tapi Den …” Wajah Gendon menunjukkan ekspresi keberatan. “Di

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 91

    Bab 91Setelah diskusi panjang nan alot, akhirnya Surya Yudha berhasil meyakinkan Mahasura dan lainnya. Ketika dirinya terdesak karena tiga orang itu, suara Baiji tiba-tiba beresonansi di kepalanya.[Asal menggunakan tombak yang kau dapatkan kemarin, tubuhmu akan baik-baik saja. Kau kelelahan karena tidak bisa mengeluarkan sumber energi dengan baik sehingga menyerang dirimu sendiri. Aku akan melatihmu mengendalikannya.]Mereka berempat kembali ke penginapan dan mendapati Candrika yang menyambut mereka dengan kemarahan. “Apa tidak cukup kalian membuatku gelisah semalam?”“Waduh … Gendon ngga ikut-ikut kalau begini.” Gendon segera berbalik dan melarikan diri. Musuh sekuat apa pun bisa dia hadapi, tetapi jika makhluk dengan jenis wanita, dia tidak pernah yakin bisa menghadapi mereka.Banyulingga yang tidak ingin mendapat masalah juga pergi. “Aku lupa meninggalkan arak yang sudah aku beli. Akan akan segera kembali.”Tersisa Surya Yudha dan Mahasura yang berdiri dengan gugup. Meski usianya

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 90

    Bab 90Surya Yudha merasakan seluruh tubuhnya dipenuhi dengan rasa sakit. Pemuda itu membuka matanya perlahan, untuk saat ini penglihatannya sedikit buram. Namun, setelah mengerjapkan mata beberapa kali, akhirnya dia bisa melihat dengan jelas. Ingatan terakhirnya adalah pertarungannya melawan beruang jambul api yang dia menangkan sebelum jatuh pingsan.“Tuan Muda….”Suara lembut yang familier di telinga Surya Yudha menyiratkan kekhawatiran. Surya Yudha menoleh dan melihat Candrika yang duduk di sampingnya dengan wajah cemas. “Candrika? Ini … apa aku sudah di penginapan?”Ekspresi Candrika berubah begitu cepat. Gadis itu terlihat tak senang dengan Surya Yudha. Dengan marah dia berkata, “Kau berjanji akan baik-baik saja, tapi baru pergi dua hari malah pulang seperti ini.”Surya Yudha menghela napas pelan. Akhirnya dia mengerti dengan kecemasan gadis itu. “Aku baik-baik saja,” Pemuda itu mengedarkan pandangannya, mencari rekan-rekannya. “ Di mana Gendon dan Lingga?”Pemuda itu menyadar

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 89

    Bab 89Ketika matahari mulai tinggi, Surya Yudha meninggalkan lembah sunyi bersama Gendon dan Banyulingga. Seperti yang Banyulingga katakan sebelumnya, melakukan perjalanan di lembah sunyi pada siang hari sedikit lebih mudah dibandingkan jika melakukannya pada malam hari. Tak butuh waktu lama hingga mereka bisa meninggalkan lembah Sunyi.Perjalanan terus dilakukan, beberapa kali mereka harus berhenti untuk istirahat dan memberi makan kuda.“Kita langsung ke sarang macan atau mau ketemu paman Mahasura dulu, Den?”“Kita pulang ke penginapan dulu. Besok malam baru beraksi.”Gendon mengangguk paham. Pemuda bertubuh gempal itu sedang membakar ayam hutan buruannya beberapa waktu lalu. Aroma harum yang menyebar ke segala arah menarik perhatian, tidak hanya manusia tetapi juga hewan lainnya.“Kita kedatangan tamu.” Tanpa menoleh sedikit pun, Surya Yudha sudah menyadari kedatangan mereka. Pemuda itu menghela napas panjang sebelum bangkit dan menatap ke sebuah arah. Semak-semak mulai bergetar

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 88

    Pendekar Tombak Matahari bab 88[Tunjukkan padanya jika kau memiliki sesuatu yang istimewa!]Suara Bai Ji kembali menggea di pikiran Surya Yudha. Dia mengerutkan kening untuk sesaat, dan kembali seperti semula ketika menyadari jika Rangga Geni mungkin akan mencurigai perubahan ekspresinya.Istimewa apanya? Aku hanya pemuda yang kehilangan tenaga dalam. Selain latar belakang keluargaku, tidak ada lagi yang istimewa.Suara dengusan muncul dalam pikiran Surya Yudha.Apakah kepingan jiwa dari alam lain yang mendiami pikirannya juga bisa mendengus? [surya, aku bisa mendengar semua yang ada dalam pikiranmu dengan jelas. SEMUANYA!]Surya Yudha berdehem. Dia lantas membatin.Lalu bagaimana aku menunjukkan keistimewaan? Aku bahkan tidak tahu apa yang aku miliki sehingga membuatku menjadi istimewa.[Buatlah tungku energi dari sumber energi yang kau miliki.]Sebelumnya Surya Yudha sudah pernah mendengar tentang tungku pembakaran yang dipakai oleh para pande besi. Namun, selama hidupnya, dia tida

  • Pendekar Tombak Matahari   Surya Buntala

    Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo

  • Pendekar Tombak Matahari   Lembah Sunyi

    Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur

  • Pendekar Tombak Matahari   Informasi tambahan

    Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang

  • Pendekar Tombak Matahari   Informasi

    Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t

DMCA.com Protection Status