Hujaman kaki Indra langsung menghantam tanah sampai berhamburan ke udara, di saat yang bersamaan Purba Lodaya langsung melesat lagi mengayunkan pukulannya. Tapi Indra dengan gesit membalas dengan tinjunya sambil menggerakan kepalanya mengelak dari pukulan Purba yang akhirnya hanya lewat di samping telinganya. Purba sendiri langsung menggerakan kepalanya ke samping untuk menghindari tinju Indra.
‘Beukh’
“Heukh,” pekik Purba saat wajahnya serasa dihantam oleh tekanan yang sangat kuat. Tubuhnya langsung sempoyongan ke belakang sambil memegangi wajahnya. Tatapan Purba serasa berputar karena hantaman udara yang begitu keras tersebut. Indra sendiri hanya tersenyum saja sebab pukulan yang tadi dia lesatkan adalah gerakan pertama silat pancalima.
“Apa ini? Padahal pukulannya sudah meleset ke samping kepalaku,” ujar Purba yang mencoba mengatur nafasnya.
“Apa ini ilusi
“Aku akui kau cukup hebat dalam bertarung tangan kosong, tapi demi nama baik nenek dan orang tuaku. Aku pasti akan menghabisimu di sini!” tegas Purba yang mulai bersiap membuat pola gerakan untuk menggunakan ilmu kanuragan yang dikuasainya yang bernama ajian sekarbala.Riuh angin mulai bertiup dari sekitar tubuh Purba, udara di sekitar tempat mereka berdiri terasa semakin dingin seakan menusuk sampai ke tulang. Merasa dalam bahaya Indra langsung membuat pola gerakan ajian patibhumi. Kini riuh angin bertiup dari dua titik yang berbeda hingga mengombang ambing dedaunan yang beterbangan di udara.Di saat yang hampir bersamaan mereka berdua langsung melesat ke depan sambil menghantamkan ilmu kanuragan miliknya. Akhirnya benturan tidak terelakan antara ajian sekarbala yang digunakan Purba dengan ajian patibhumi yang dihantamkan oleh Indra.‘Dddhhhaaammmrrr’Suara dentuman keras lan
Pagi harinya mereka bertiga bersiap melanjutkan perjalanannya. Kali ini mereka hanya perlu melewati lereng gunung yang curam dan terjal saja agar sampai di Perguruan Megasagara. Indra terlihat segar bugar dan meregangkan otot-ototnya sementara Purba terlihat bermata sayu dengan tatapan jengkel melihat Indra.“Kang Purba sakit?” tanya Astri.“Tidak, aku hanya sedang kurang semangat saja,” jawab Purba.“Hah.. segarnya udara pagi di pegunungan. Semalam rasanya nyenyak sekali,” sindir Indra sambil tersenyum melirik Purba.“Iya, aku juga lelap banget rasanya. Mungkin karena seharian kemarin terlalu lelah,” timpal Astri.“Cih, berani-beraninya dia tidur nyenyak seperti itu,” gerutu Purba. Kelihatannya dia sudah membuat kesalahan fatal karena tidak tidur semalaman.Mereka bertiga langsung berjalan hingga ke
Cukup membutuhkan waktu lama bagi Indra dan Purba untuk sampai di ujung lereng, kini kabut-kabut yang menyelimuti lereng juga terlihat sudah mulai memudar. Suara ombak yang berdebur kencang terdengar jelas, kini mereka sudah sampai di tebing besar nan tinggi yang ada di ujung lereng. Dari sana lautan yang luas dengan gulungan ombak besarnya yang menghantam kaki tebing sudah bisa dilihat dengan jelas.“Di mana perguruannya?” ujar Indra seraya menurunkan Astri dari punggungnya.“Ikuti aku,” kata Purba yang langsung berjalan paling depan.“Kang Purba sudah pernah ke sini?” tanya Astri.“Tentu saja, sebagai sesama perguruan besar baik Megasagara atau Melati Putih sering bertamu satu sama lain,” jawab Purba.“Oh, pantesan saja tadi dia ngajak lewat lerengnya berpencar. Jadi dia mau pamer kalau dia sampai lebih dulu di sini dibandingkan diriku,” batin Indra sambil b
“Saya di sini saja guru,” kata Indra yang merasa tidak enak sebab dia memang tidak punya urusan di sana. Lagipula kata-kata Purba tadi benar-benar membuatnya kesal, seolah-olah dia tidak pantas berada di sana bersama mereka.“Loh kenapa? Biarkan kami menjamu kalian sebagaimana mestinya,” tutur Putu sembari tersenyum ramah.“Tidak usah repot-repot paman, dia memang seperti itu. Dia mungkin kurang mendapat pengetahuan bahwa menolak kebaikan tuan rumah sama saja dengan tidak menghargai mereka, kita hanya bisa memakluminya. Saya sendiri tidak tahu dimana sebenarnya dia berguru, entah ada atau memang tidak perguruan yang dia katakan tadi,” sela Purba.“Dia justru yang tidak punya tatakrama di sini,” batin Indra seraya berusaha menahan emosinya. Dia tidak mau orang-orang di sana semakin memandang buruk dirinya gara-gara berdebat dengan cucu dari salah satu perguruan besar.“Saya seben
Di halaman depan perguruan sendiri sebenarnya Indra bisa melihat ada beberapa tanaman buah yang ditanam di sebuah pot kayu yang besar. Tapi ukuran batangnya tidak sebesar yang ada di sebelah timur. Sangat tidak mungkin jika pepohonan sebanyak itu ditanam di dalam pot kayu, terlebih diantaranya ada beberapa pohon yang besar.“Hihihi.. unik juga perguruannya, coba kalau guru dahulu juga membuat Perguruan Dharmabuana seperti ini, sudah pasti rame sama wisatawan,” ujar Indra sembari terus melangkah. Setelah melewati beberapa bangunan akhirnya dia sampai di tempat pepohonan besar itu berada.Ternyata pepohonan itu memang di tanam di tanah yang cukup luas, tapi kelihatannya tanah itu tidak murni sejak awal ada di sana. Indra pikir mungkin murid perguruan sengaja mengangkut tanah sebanyak mungkin kesana untuk ditanami pepohonan dan tanaman buah, sangat unik memang sebab diatasnya maupun di bawahnya hanyalah tebing batu dan cadas yang terjal.
“Sedang apa kalian di sini berduaan hah?” terdengar suara Lana setengah menggeram.“Elin, bukankah kau hanya disuruh guru mengantarkan makanan itu?” tanya Lana dengan sorot mata tajam tertuju kepada Elin.“Iya Kang. Tapi sekalian juga menemani Kang Indra sebab dia kelihatannya sangat penasaran dengan keadaan perguruan kita,” jawab Elin sambil tersenyum.“Cih. Apa tujuanmu sebenarnya kisanak? Kenapa kau ingin tahu keadaan perguruan kami?” tanya Lana sembari mengalihkan perhatiannya kepada Indra.“Perguruan Megasagara sangatlah unik bagi saya, jadi saya ingin tahu sejarahnya,” jawab Indra seraya tersenyum ramah.“Oh, jangan-jangan kau murid perguruan aliran hitam yang ingin memata matai perguruan kami ya? Jangan bilang aliran hitam ingin menyerang perguruan kami,” kata Lana dengan penuh amarah.“Tidak kisanak, saya bukan pendekar d
Dua pendekar langsung maju sambil melayangkan tendangannya mengincar tubuh Indra dari sisi yang berbeda, dengan cepat Indra langsung menahan kedua tendangan menggunakan dua tangannya. Tapi dari depan dan belakangnya langsung melesat pendekar lainnya seraya mengayunkan tinjunya.‘Beukh’‘Dagh’Indra berhasil menghindari satu pukulan lawan, tapi satu tinju lawannya berhasil mengenai dadanya dengan telak. Namun saat tubuhnya terpelanting Indra masih sempat membalas serangan dengan tendangan dari kakinya mengincar leher pendekar yang mendaratkan serangannya. Indra langsung sempoyongan ke belakang sembari memegang dadanya, sementara pendekar yang dia tendang langsung terjungkal ke belakang.“Hihihi.. apakah ini cara murid perguruan besar bertarung hah? Apa kalian tidak berani satu lawan satu denganku?” ejek Indra seraya mengatur posisi kuda-kudanya lagi.“Heh yang kau hina itu adala
‘Tap’‘Deugh’Kaki kiri Indra berhasil menapak di tanah dengan agak ke belakang, hujaman tendangan Lana juga dengan tepat berhasil ditahan oleh telapak tangan Indra. Tubuhnya terdorong ke belakang oleh tenaga Lana, andaikan kaki kirinya tadi menapak lurus mungkin dia sudah terpental karena tidak ada penopang tubuhnya yang menahan tenaga tendangan Lana.Lana langsung menghentakan telapak kaki kanannya lagi ke depan mendorong Indra, sadar akan rencana yang disusun oleh Lana Indra langsung mengibaskan kaki kanan Lana ke samping hingga dia tidak terdorong dan kini malah balik menyerang dengan memutar tubuhnya ke belakang dan mengarahkan sikutnya mengincar leher Lana.‘Deukh’Sikut Indra bisa ditahan oleh lengan kiri Lana yang kembali menyerang dengan pukulan tangan kanannya, Indra dengan tangkas menangkap tinju Lana yang masih menggunakan gerakan pancalima tersebut. Indra berniat membala
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari